Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012

(1)

POLA PENJARINGAN PARTAI GOLKAR TERHADAP BAKAL CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA UNTUK PEMILUKADA KOTA

PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

Ryan Rizky Arifin Harahap 070906013

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RYAN RIZKY ARIFIN HARAHAP (070906013)

POLA PENJARINGAN PARTAI GOLKAR TERHADAP BAKAL CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA UNTUK PEMILUKADA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

Rincian isi Skripsi, 90 Halaman, 6 Tabel, 15 Buku, 5 Situs Internet, serta 2 Wawancara. (Kisaran Buku dari tahun 1983-2005)

ABSTRAK

Penyelengaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung saat ini sudah seharusnya juga membawa dampak baik bagi partai politik. Di mana Pemilukada seharusnya menjadi motivasi bagi partai politik dalam melaksanakan fungsinya, salah satunya adalah fungsi rekrutmen politik, dalam artian mempersiapkan kader-kadernya terbaiknya yang nantinya akan mampu bersaing dalam setiap pemilihan kepala daerah. Salah satu bentuk rekrutmen politik dari partai politik adalah dengan menggunakan penjaringan tokoh-tokoh yang dapat dimajukan dalam pemilukada. Pada dasarnya penjaringan yang tepat akan mampu membesarkan partai politik atau pun menghimpun masyarakat suara dalam memenangkan Pemilukada apabila partai-partai politik menjalankan fungsi ini.

Hal yang menarik dalam proses penjaringan ini adalah begitu kuatnya kepemimpinan DPP Partai Golkar dalam memilih dan menentukan siapa yang menjadi calon Walikota dalam Pemilukada Kota Padangsidimpuan 2012 dengan kurang memperhatikan aspirasi dari arus bawah yakni masyarakat. Dengan ditetapkannya Chaidir Ritonga sebagai calon Walikota dari Partai Golkar oleh DPP Partai Golkar ditengarai telah memberikan kekecewaan kepada sebagian besar masyarakat kota Padangsidimpuan yang memiliki aspirasi sendiri untuk menentukan calon Walikota yang lebih mereka percayai yakni Rahmat Nasution untuk memimpin mereka lima tahun ke depan.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan observasi, metode wawancara dan studi pustaka untuk mengetahui tentang mekanisme penjaringan calon Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan 2012 oleh Partai Golkar dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi Partai Golkar dalam menetapkan calon Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh Partai Golkar didasarkan atas Petunjuk Pelaksana (Juklak) DPP Partai Golkar Nomor: 13/DPP/GOLKAR//XI/2011 tentang pemilihan umum kepala daerah dari Partai Golkar. Proses rekrutmen calon kepala daerah dari Partai Golkar menggunakan sistem rekrutmen politik


(3)

ii

terbuka yang dirangkai dalam suatu tata cara penjaringan bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


(4)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

RYAN RIZKY ARIFIN HARAHAP (070906013)

Golkar Party Recrutment on Mayor and Vice Mayor Candidates for Padangsidimpuan City General Election In 2012

Content: 90 Pages, 6 Tables, 15 Books, 5 Websites, and 2 Interviews. (Publication from1983-2005)

ABSTACT

Organizing regional election directly at this time, it should also have an impact for both political parties. Where the Election should be a motivation for political parties in implementing its functions, one of them is a function of political recruitment, in the sense of prepared cadres who will be the best to compete in every local election. One form of political recruitment from political parties is by using netting figures that can be brought forward in the election. Basically the crawl that right will be able to raise any political party or gather people to win the votes in the General Election if the political parties run this function.

The interesting thing in this recrutment process is so strong the leadership of DPP Golkar Party in selecting and determining who is to be the candidate for mayor in Padangsidimpuan 2012 election with less attention for the aspirations from downstream people. With the enactment of Chaidir Ritonga as candidate for mayor from Golkar Party by DPP Golkar Party is considered has given a disappointment to most people of Padangsidimpuan city that has own aspirations to determine the candidate for mayor that they more believe that is Rahmat Nasution to lead them next five years.

This research used descriptive methods, using observations, interviews and literature to learn about the mechanisms of regional head cadidate recrutment of Padangsidimpuan 2012 by Golkar Party and find out the factors that are considered by Golkar Party in determining Regional Head candidate of Padangsidimpuan . The results obtained from this study was of prospective head region by the Golkar Party based on the Implementing Directive (Implementation Guidelines) DPP Golkar Party Number: 13/DPP/GOLKAR / / XI/2011 about regional heads elections from Golkar Party. Recruitment process candidates for regional head from Golkar use open political recruitment system which is arranged in a prospective ordinances the crawl Regional Head and Deputy Head. Keywords: Candidates Recrutment, General Election, Golkar Party


(5)

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Ryan Rizky Arifin Harahap

NIM : 070906013 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik, Dra. T. Irmayani, M.Si. NIP. 196806301994032001

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

(Drs. Tonny P. Situmorang, M.Si) (Indra Fauzan, SHI, M.Soc.Sc) NIP. 196210131987031004 NIP. 198102182008121002

Mengetahui: Dekan FISIP USU, (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(6)

v

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012”. Melalui skripsi ini penulis mencoba menganalisis bagaimana sebuah partai politik melakukan proses penjaringan bakal-bakal calon hingga nantinya dianggap sesuai dengan ideologi dan layak untuk diusung oleh partai tersebut dalam perhelatan Pemilukada. Seperti yang kita ketahui pada setiap Pemilukada tidak dapat dipisahkan dari peran partai politik sebagai Infrastruktur Politik yang harus menjalankan salah satu tugas pentingnya yaitu sebagai Rekrutmen Politik guna memenuhi tugas-tugas lain dari partai politik itu sendiri. Dimana dalam melakukan proses rekrutmen/penjaringan tersebut dilalui dengan mekanisme yang kompleks dan panjang hingga dapat memicu konflik internal dalam partai politik tersebut.

Dalam hal ini penulis mengambil Partai Golkar dalam Pemilukada Kota Padangsidimpuan yang dilaksanakan pada tahun 2012 sebagai objek penelitian. Partai Golkar yang telah memiliki reputasi yang cukup besar dan diperhitungkan di daerah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Hal tersebut menjadikan Partai Golkar selalu mengutus kadernya untuk ikut serta dalam setiap perhelatan Pemilukada di Tabagsel yang meliputi empat Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing natal, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas serta satu Kotamadya yaitu Kota Padangsidimpuan. Partai Golkar dalam setiap melaksanakan rekrutmen/penjarigan harus berlandaskan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Partai Golkar Nomor: JUKLAK-13/DPP/Golkar/XI/2011 yaitu membahas tentang tata cara pemilihan umum kepala daerah dari Partai Golkar.

Skripsi ini disusun sebagai bentuk aplikasi teoritis dan pengembangan kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah yang akan menjadi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan segala keterbatasan sebagai manusia, penulis sangat menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisaran skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik demi perbaikan dan kesempurnaan dari skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak semaksimal mungkin.

Medan, Mei 2013


(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... iii

Halaman Persetujuan ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi Daftar Tabel ... viii

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Kerangka Teori ... 10

E. Definisi Konsep ... 24

F. Metodologi Penelian ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II Deskripsi Kota Padangsidimpuan Dan Profil Partai Golkar A. Deskripsi Kota Padangsidimpuan ... 29

B. Partai Golkar ... 36

C. Struktur Pengurus DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan ... 50

BAB III Analisis Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012 A. Partai Golkar Pada Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012 ... 54

B. Tahapan dan Pelaksanaan Penentuan Calon Walikota Wakil Walikota Padangsidimpuan dari Partai Golkar Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Nomor: JUKLAK – 13/DPP/GOLKAR/XI/2011 ... 60

C. Tahapan Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Partai Golkar ... 62

D. Tahap Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah Partai Golkar ... 68

BAB IV Penutup A. Kesimpulan ... 88


(8)

vii

Daftar Pustaka ... 91

Daftar Lampiran:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Irsan Effendi Nasution Lampiran 3. Transkrip Wawancara dengan Siwan Siswanto


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Usia ... 30 Tabel 2.2 Komposisi etnik di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten

Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas dan

Kota Padangsidimpuan, 2010 ... 32 Tabel 2.3 Jumlah dan Jarak Seluruh Sekolah

di Kota Padangsidimpuan ... 35 Tabel 2.4 Struktur Pengurus DPD Partai Golkar

Kota Padangsidimpuan ... 50 Tabel 3.1 Perolehan Suara Akhir Pemilukada

Kota Padangsidimpuan 2012 ... 56 Tabel 3.2 Inventarisasi Nama-nama Tokoh yang layak


(10)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RYAN RIZKY ARIFIN HARAHAP (070906013)

POLA PENJARINGAN PARTAI GOLKAR TERHADAP BAKAL CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA UNTUK PEMILUKADA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

Rincian isi Skripsi, 90 Halaman, 6 Tabel, 15 Buku, 5 Situs Internet, serta 2 Wawancara. (Kisaran Buku dari tahun 1983-2005)

ABSTRAK

Penyelengaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung saat ini sudah seharusnya juga membawa dampak baik bagi partai politik. Di mana Pemilukada seharusnya menjadi motivasi bagi partai politik dalam melaksanakan fungsinya, salah satunya adalah fungsi rekrutmen politik, dalam artian mempersiapkan kader-kadernya terbaiknya yang nantinya akan mampu bersaing dalam setiap pemilihan kepala daerah. Salah satu bentuk rekrutmen politik dari partai politik adalah dengan menggunakan penjaringan tokoh-tokoh yang dapat dimajukan dalam pemilukada. Pada dasarnya penjaringan yang tepat akan mampu membesarkan partai politik atau pun menghimpun masyarakat suara dalam memenangkan Pemilukada apabila partai-partai politik menjalankan fungsi ini.

Hal yang menarik dalam proses penjaringan ini adalah begitu kuatnya kepemimpinan DPP Partai Golkar dalam memilih dan menentukan siapa yang menjadi calon Walikota dalam Pemilukada Kota Padangsidimpuan 2012 dengan kurang memperhatikan aspirasi dari arus bawah yakni masyarakat. Dengan ditetapkannya Chaidir Ritonga sebagai calon Walikota dari Partai Golkar oleh DPP Partai Golkar ditengarai telah memberikan kekecewaan kepada sebagian besar masyarakat kota Padangsidimpuan yang memiliki aspirasi sendiri untuk menentukan calon Walikota yang lebih mereka percayai yakni Rahmat Nasution untuk memimpin mereka lima tahun ke depan.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif, yaitu dengan menggunakan observasi, metode wawancara dan studi pustaka untuk mengetahui tentang mekanisme penjaringan calon Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan 2012 oleh Partai Golkar dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi Partai Golkar dalam menetapkan calon Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh Partai Golkar didasarkan atas Petunjuk Pelaksana (Juklak) DPP Partai Golkar Nomor: 13/DPP/GOLKAR//XI/2011 tentang pemilihan umum kepala daerah dari Partai Golkar. Proses rekrutmen calon kepala daerah dari Partai Golkar menggunakan sistem rekrutmen politik


(11)

ii

terbuka yang dirangkai dalam suatu tata cara penjaringan bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


(12)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

RYAN RIZKY ARIFIN HARAHAP (070906013)

Golkar Party Recrutment on Mayor and Vice Mayor Candidates for Padangsidimpuan City General Election In 2012

Content: 90 Pages, 6 Tables, 15 Books, 5 Websites, and 2 Interviews. (Publication from1983-2005)

ABSTACT

Organizing regional election directly at this time, it should also have an impact for both political parties. Where the Election should be a motivation for political parties in implementing its functions, one of them is a function of political recruitment, in the sense of prepared cadres who will be the best to compete in every local election. One form of political recruitment from political parties is by using netting figures that can be brought forward in the election. Basically the crawl that right will be able to raise any political party or gather people to win the votes in the General Election if the political parties run this function.

The interesting thing in this recrutment process is so strong the leadership of DPP Golkar Party in selecting and determining who is to be the candidate for mayor in Padangsidimpuan 2012 election with less attention for the aspirations from downstream people. With the enactment of Chaidir Ritonga as candidate for mayor from Golkar Party by DPP Golkar Party is considered has given a disappointment to most people of Padangsidimpuan city that has own aspirations to determine the candidate for mayor that they more believe that is Rahmat Nasution to lead them next five years.

This research used descriptive methods, using observations, interviews and literature to learn about the mechanisms of regional head cadidate recrutment of Padangsidimpuan 2012 by Golkar Party and find out the factors that are considered by Golkar Party in determining Regional Head candidate of Padangsidimpuan . The results obtained from this study was of prospective head region by the Golkar Party based on the Implementing Directive (Implementation Guidelines) DPP Golkar Party Number: 13/DPP/GOLKAR / / XI/2011 about regional heads elections from Golkar Party. Recruitment process candidates for regional head from Golkar use open political recruitment system which is arranged in a prospective ordinances the crawl Regional Head and Deputy Head. Keywords: Candidates Recrutment, General Election, Golkar Party


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung merupakan sistem baru dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia. Penerapan pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah satu akibat dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah pengambilan kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin dalam negara, baik presiden dan kepala daerah provinsi serta kabupaten/kota.

Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah (PP) No.6 Tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung.1 Melalui pemilihan kepala daerah langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokrasi.2 Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih pemimpin mereka. Semangat pemilukada secara langsung adalah memberikan ruang yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan di daerah masing-masing sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya.3

1

Daniel.S.Slossa, Mekanisme Persyaratan dan Tata Cara Pemilukada Secara Langsung, Yogjakarta: Media Presindo, 2005, hal. 9

2

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Widia Sarana, 1992, hal. 131

3

Donni Edwin, Pemilukada Langsung :Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Patner Ship, 2005, hal. 2


(14)

2

Tahun 2005, merupakan awal perubahan besar terjadi, dimana untuk pertamakalinya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai babakan baru dalam sejarah politik daerah di Indonesia. Adapun pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 56. Dalam Pasal 56 ayai (1) dikatakan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Serta berdasarkan UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, pemilukada juga dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu.

Pemilukada langsung merupakan hasil kerja keras dalam perwujudan demokrasi, walaupun banyak hal yang menjadi konsekuensinya seperti biaya yang besar, energi, waktu, pikiran dan lain sebagainya. Namun, keberhasilan pemilukada untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang murni secara demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada sikap kritisme dan rasionalitas rakyat sendiri.4

Salah satu sisi lain yang perlu dicermati dari Pemilukada adalah rekrutmen calon kepala daerah yang dilakukan partai politik menjelang Pemilukada. Partai politik merupakan salah satu jalur pencalonan kepala daerah. Hal ini ditegaskan dalam revisi ke-2 UU No. 32 tahun 2004 pasal 56 ayat (2) bahwa “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.”

4


(15)

3

Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara pemilihan kepala daerah langsung (pemilukadasung) dengan pemilihan umum (pemilu) legislatif. Dalam Pemilu Legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam Pemilukada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pemilukadasung, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik .5

Partai politik sebagai ikon utama demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung langsung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk meraih kekuasaan atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itu kemenangan dalam Pemilukada penting untuk diperoleh sebagai pencapaian tujuan partai politik. Ahmad Nyarwi mengemukakan bahwa makna penting kemenangan Pemilukada bagi partai politik, yaitu :

Pertama, sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses Pemilukada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer. 6

Dalam pencalonan kepala daerah tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (2) yang menggariskan bahwa : “Partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan“.

5

Eriyanto, Pemilukada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tgl 30 Oktober 2012.

6

Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tgl. 30 Oktober 2012.


(16)

4

Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap partai politik memiliki suatu sistem atau mekanisme pencalonan kepala daerah. Pelaksanaan pemilukada bermuara pada pemilihan kepala daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai kepala daerah dengan baik hingga harapan terbentuknya good governance benar-benar terwujud. Partai politik sebagai salah satu pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan kepentingan partai dalam setiap proses pelaksanaan pemilukada. Oleh karenanya proses perekrutan yang dilakukan partai politik tersebut sangat menentukan bagi partai itu sendiri.

Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon kepala daerah yang tampil dan akan dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai politik lebih dominan dan belum tentu sama dengan kehendak konstituen pada umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung tertutup dari keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan sehingga kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi kesempatan potensial di luar partai untuk berpartisipasi7.

Pada dasarnya peran partai politik dalam pemilukada adalah sebagai kendaraan. Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 56, setiap kontestan pemilukada diwajibkan memakai kendaraan berupa partai politik dan gabungan parpol. Kendaraan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk masuk arena, melainkan juga sebagai mesin yang bekerja untuk mengumpulkan dukungan rakyat. Calon yang belum dikenal publik, mereka harus berusaha keras

7

Syamsuddin Haris(ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta : Gramedia, 2005, hal. 143-144.


(17)

5

mendekati publik, memperkenalkan diri, visi misi, program aksi ke publik. Usaha keras ini membutuhkan dukungan kekuatan mesin politik dalam mengambil hati rakyat juga diperlukan dalam meraih kekuasaan.

Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin proses pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik untuk mempersiapkan serta memilih calon-calon pemimpin yang dianggap layak dan memiliki kapasitas dan diharapkan mampu mengatur jalannya pemerintahan. Dalam proses internal partai itulah, salah satu fungsi partai politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi rekrutmen. Proses penseleksian kader untuk mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun nasional, itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di Indonesia. Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat dikatakan adanya kegagalan partai politik dalam melahirkan kepemimpinan yang berkualitas.8

Salah satu partai politik yang harus menjalankan proses tersebut diatas adalah Partai Golongan Karya (Golkar). Partai Golkar adalah salah satu partai politik di Indonesia yang telah lama malang melintang dikancah perpolitikan nasional dan dapat dikatakan sebagai salah satu partai tertua yang ada di Indonesia dan telah banyak mengutus kader-kadernya untuk turut serta dalam perhelatan Pemilukada. Sebagai salah satu contohnya adalah pada perhelatan Pemilukada Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 yang berkoalisi dengan PKS, PDS, Partai Republikan dan PSI dengan mengusung pasangan calon Chaidir Ritonga-Mara Gunung Harahap bersanding dengan kontestan lainnya yakni pasangan M Habib

8


(18)

6

Nasution-Soripada Harahap (calon perseorangan), pasangan Rusdy Siregar-Riswan Daulay (Partai Demokrat dan Hanura), pasangan Andar Amin Harahap – Isnandar Nasution (Partai PKB, PKNU, Partai Buruh, Partai Patriot, PPP, PDP dan PKPB), pasangan Dedi JP Harahap-H. Affan Siregar (PDIP, PAN, PBR, PNI Marhaenisme, PKPI, PKP, PDK, PPI, PPIB, PKDI, PBB, Partai Barnas, PMB, Pelopor, Kedaulatan, PPDI dan Partai Merdeka), serta pasangan Amir Mirza Hutagalung-Nurwin Nasution (calon perseorangan).

Dari hasil perolehan suara Pemilukada yang telah dilakukan tersebut, pasangan yang diusung oleh Partai Golkar yakni Chaidir Ritonga-Mara Gunung Harahap mengalami kekalahan dan hanya memperoleh 6.987 suara atau 6,9 % atau berada di urutan ke empat. Hasil ini memang sangat mengejutkan banyak pihak terutama dari kalangan Golkar sendiri, mengingat pada Pilkada sebelumnya yakni di tahun 2007, pasangan yang diusung Partai Golkar (dan PPP, PPD dan PDS) yaitu Zulkarnaen Nasution-Mara Gunung Harahap adalah pemenang mutlak yakni 43.159 suara atau 50,67%. Penurunan suara yang sangat drastis ini disinyalir disebabkan beberapa faktor yakni tidak tepatnya penetapan calon yang diusung oleh Partai Golkar dalam Pemilukada Kota Padangsidimpuan tersebut. Penetapan calon tersebut lebih berdasarkan kepada pilihan Partai Golkar yang cenderung bersifat oligharki namun tidak mengakomodasi keinginan dari masyarakat Kota Padangsidimpuan itu sendiri.

Dalam proses mekanisme penjaringan bakal calon kepala daerah yang dilakukan DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan, terdapat empat pasang nama calon kepala daerah yang masuk yaitu Rahmat Nasution, Muhammad Akhirun Piliang, Andar Amin Harahap dan Chaidir Ritonga. Dua diantaranya


(19)

7

berasal dari internal Partai Golkar yakni Rahmat Nasution serta Chaidir Ritonga yang keduanya memang murni kader Partai Golkar. Rahmat Nasution sendiri adalah kader Partai Golkar yang yang merupakan putra daerah asli Padangsidimpuan yang telah lama berkecimpung di perpolitikan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan, serta pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Tapanuli Selatan dan pada saat ini adalah Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Selatan dan tentunya lebih dikenal luas oleh masyarakat Padangsidimpuan. Sedangkan Chaidir Ritonga adalah kader Partai Golkar yang bukan merupakan putra daerah Padangsidimpuan melainkan berasal dari daerah Sipetang Kabupaten Tapanuli Utara dan lebih banyak berkecimpung di DPRD Propinsi Sumatera Utara serta menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Propinsi Sumatera Utara dan juga Wakil Ketua DPD Partai Golkar Propinsi Sumatera Utara.

Dalam penetapan akhir calon yang akan diusung, DPP Partai Golkar membuat keputusan yang mengejutkan yaitu menetapkan rekomentasi dukungan kepada pasangan Chaidir Ritonga – Mara Gunung Harahap sebagai calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan diusung Partai Golkar pada Pemilukada Kota Padangsidimpuan tahun 2012. Meskipun keputusan ini diambil berdasarkan hasil survey, namun menimbulkan sedikit resistensi dari pasangan Rahmat Nasution – A. Buchori Siregar yang setelah keputusan tersebut berniat maju dari jalur perseorangan, dan telah mampu mengumpulkan KTP sebagai syarat untuk maju, meski kemudian mereka mengurungkan niat tersebut dengan alasan harus menghormati keputusan partai.


(20)

8

Pencalonan bakal calon kepala daerah yang merupakan keputusan dari pusat merupakan sebuah fenomena yang menarik sebab sebenarnya masyarakat Padangsidimpuan lebih mengenal sosok Rahmat Nasution dibandingkan dengan Chaidir Ritonga untuk maju sebagai calon Walikota dari Partai Golkar. Tentunya sebagai Partai Politik yang baik mampu mendengarkan aspirasi dari masyarakat dan konstituennya dalam menentukan pasangan calon yang maju dalam Pemilukada, dan hal itu memang dipertegas oleh kader dan pengurus Partai Golkar lainnya bahwa hal tersebutlah yang menjadi akar utama kekalahan telak Partai Golkar di Pemilukada Kota Padangsidimpuan 2012. Hal ini menimbulkan pertanyaan terhadap proses penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh Partai Golongan Karya.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap “Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012.”


(21)

9

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan studi ini adalah :

1. Bagaimana proses penjaringan bakal calon walikota dan wakil walikota yang dilakukan oleh Partai Golkar ?

2. Mengapa Partai Golkar lebih memilih mengusung calon walikota yang bukan berasal dari Kota Padangsidimpuan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian C.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui proses penjaringan bakal calon kepala daerah dari Partai Golkar.

b. Untuk mengetahui penyebab Partai Golkar tidak mencalonkan kadernya yang putra daerah dan lebih populer sebagai walikota.

C.2 Manfaat Penelitian

Dalam Penelitian ada tiga jenis manfaat penelitian, yaitu : a. Manfaat bagi penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman berharga dalam kapasitas kemampuan, dan kontribusi penulis untuk melihat bagaimana sebenarnya partai politik melakukan proses rekrutmen calon kepala daerah. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya tentang studi partai politik.


(22)

10 b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi masukan yang berguna bagi partai politik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

c. Manfaat akademis

Manfaat akademis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya penelitian di bidang partai politik dan pemilukada.

D. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berpikir penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

D.1 Partai Politik

D.1.1 Pengertian Partai Politik

Sejarah awal lahirnya partai politik bisa dipisah menjadi dua karakteristik umum, yaitu partai politik yang lahir dalam parlemen dan partai politik yang lahir ekstraparlemen9. Lahirnya partai politik yang berembrio dari dalam parlemen lebih bersifat patronage party (partai perlindungan) serta cenderung tidak mempunyai disiplin administrasi yang rumit dan ketat. Selanjutnya, perjalanan partai politik di Barat mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Partai politik mulai dibentuk bukan atas stereotipe para bangsawan, melainkan muncul dari luar parlemen. Ide dasar pembentukan partai politik sudah menunjukkan indikasinya pada era Renaissance dan Aufklarung, manakala kekuasaan para raja dikecam dan mulai dibatasi, sebenarnya keinginan untuk membentuk partai politik sudah mulai bermunculan, terlebih hak pilih bagi rakyat sudah diberikan secara luas. Adapun

9

Koirudin, Partai dan Agenda Transisi Demokrasi : Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hal.24.


(23)

11

keterlibatan rakyat dalam proses politik politik yang ada waktu itu sudah dianggap sebagai sesuatu yang urgen dan mendesak. Sebagai wujud interaksi antara pemerintah dan rakyat, diperlukan kendaraan politik yang diasumsikan mampu menjaga simbiosis diantara keduanya.

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut untuk menentukan siapa-siapa yang akan menjadi menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijakan umum. Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pada pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik.

Ada beberapa tokoh yang menyampaikan tentang defenisi partai politik, diantaranya adalah :

a. Menurut Carl J. Friedrich

Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabildengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemamnfaatan baik idealisme maupun kekayaan material.

b. Menurut Sigmund Neuman

Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing


(24)

12

untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. 10

Selain menurut pakar diatas, dengan cara yang berbeda Austin Renney tidak membuat suatu batasan konseptual tentang partai politik dalam satu definisi, tetapi melihatnya lebih luas melalui karakteristik-karakteristik fundamental, yang setidaknya dimiliki oleh organisasi bernama partai politik, yaitu :

1. They are groups of people-whom labels, are generally applied by both

themselves and others. (berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas)

2. Some of people are organized,-that is, tey deliberately act together to achieve party goals. (terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan sengaja bertindak bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan partai)

3. The larger society recognizes as legitimate the right of parties to organize and promote their causes. (masyarakat mengakui partai politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka)

4. In some of their goal-promoting activities, parties work through the

mechanism of representative government. (beberapa tujuannya diantaranya mengembangkan aktivitas-aktivitas, partai bekerja melalui mekanisme-mekanisme “pemerintahan yang mencerminkan pilihan rakyat”)

10


(25)

13

5. A key activity of parties is thus selecting candidates for elective public office. (aktivitas partai politik ini adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan publik). 11

D.1.2 Fungsi Partai Politik

Fungsi sering diartikan sebagai perbuatan, kegiatan atau pengaruh. Robert K. Merton (1968) mendefinisikan fungsi sebagai akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem sosial. Fungsi bersifat netral sehingga fungsi dapat mengalami disfungsi, oleh karena itu Merton membagi dua jenis fungsi, yaitu fungsi manifes dan fungsi laten.12 Fungsi manifes merupakan fungsi yang dirumuskan secara eksplisit dan tegas, sedangkan fungsi laten tidak secara tegas dirumuskan, tetapi perasaan atau tingkah lakunya dapat diketahui yang kemudian dijalankan dalam sistem sosial.

Partai politik sebagai salah satu infrastruktur dalam sistem politik mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

“Sebagai sarana komunikasi, partai sebagai wadah dalam menyampaikan segala aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga aspirasi itu dapat menjadi suatu kebijakan umum yang dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat; sebagai sarana sosialisasi politik, sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui sesorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat tempat orang itu berada. Sosialisasi juga mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya. Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat unutk menjalankan peran-peran politik tertentu; sebagai sarana rekrutmen politik, fungsi rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat unutk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu atau sebagainya. Fungsi

11

Deden Faturohman dan Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik, Malang : UMM, 2004, hal. 113-114.

12


(26)

14

rekrutmen politik ini juga disebut sebagai fungsi seleksi kepemimpinan. Seleksi kepemimpinan dalam suatu struktur politik dilakukan secara terencana dan teratur sesuai dengan kaidah/norma-norma yang ada serta harapan dalam masyarakat;

sebagai pengatur konflik, dalam suasana demokrasi, persaingan

atau perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar, jika terjadi konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.”13

Dapat disimpulkan bahwa fungsi partai politik adalah menjadi penghubung antara pemerintah dan rakyatnya serta memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat. Dari fungsi partai politik ini kita dapat memberikan penilaian terhadap kinerja partai politik apakah ada hubungan antara janji politiknya dengan kebijakan publik yang dihasilkannya. Meskipun demikian fungsi utama partai politik menurut Ramlan Surbakti ialah “mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.”14 Hal yang sama dikemukakan oleh Monte Palmer dimana partai politik di negara berkembang berfungsi untuk menyediakan dukungan basis massa yang stabil, sarana, dan memelihara integrasi dan mobilisasi, dan memelihara kelangsungan kehidupan politik.15

13

Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hal. 163-164.

14

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Grasindo, 1992, hal. 116.

15


(27)

15

D.1 Rekrutmen Politik

D.2.1 Pengertian Rekrutmen Politik

Menurut Ramlan Surbakti “rekrutmen politik ialah seleksi pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya”.16 Fungsi rekrutmen sangat penting karena merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan sistem politik akan terancam.

Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa yang melibatkan golongan-golongan tertentu, seperti golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa, perempuan dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Mochtar Mas`oed (2000:29) bahwa rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian. 17

16

Ramlan Surbakti, op. cit.,hal. 118.

17

Hesel Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 2003, hal. 188.


(28)

16

Pelaksanaan fungsi rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik biasanya berdasarkan atas prestasi dalam ujian kecakapan dan kemampuan, tetapi tak jarang juga berdasarkan status orang yang direkrut tersebut.

Putnam juga mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam proses seleksi elit politik, yaitu18 :

1. keahlian teknis, dimana keahlian ini sangat dibutuhkan untuk melaksanakan peranan-peranan politik yang rumit dalam kaitannya dengan peranan dan proses sosial.

2. keahlian berorganisasi dan persuasi, dimana keahlian ini sangat penting untuk pembuatan keputusan politik atau kebijaksanaan pemerintah yang umumnya dilakukan oleh kaum elit, karenanya dibutuhkan ketrampilan negoisasi atau mobilisasi orang atau pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.

3. loyalitas dan reliabilitas politik yang menyangkut derajat kepercayaan politik dari berbagai kekuatan atau golongan masyarakat, karena hal ini akan sangat membantu dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Dengan memiliki kriteria tersebut diatas, maka orang-orang yang direkrut itu akan banyak mendapatkan kemudahan dalam menjalankan tugas-tugasnya apabila nanti dapat ikut terpilih dan berhak untuk menduduki jabatannya yang baru.

18


(29)

17

D.2.2 Sistem Rekrutmen Politik

Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin (1993:24), dibagi dua, yaitu : pertama, rekrutmen terbuka, yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang obyektif rasional, dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun administrasi atau pemerintahan. Kedua, rekrutmen tertutup, yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi dalam politik maupun pemerintahan. Dalam cara yang tertutup ini orang mendapatkan posisi elit melalui cara-cara yang tidak rasional seprti pertemanan, pertalian keluarga, dan lain-lain.19

Sedangkan menurut Miftah Thoha bahwa ada tiga sistem yang sering digunakan dalam proses rekrutmen, yaitu 20:

1. Sistem Patronit (patronage system)

Sistem patronit dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikirannya dalam proses rekrutmen berdasarkan kawan, dimana dalam mengangkat seseorang unutk menduduki jabatan, baik dalam bidang pemerintahan maupun politik dengan pertimbangan yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili dan ada juga karena asal daerah yang sama. Sistem

19

Ibid., hal. 189.

20


(30)

18

kawan ini juga didasarkan atas dasar perjuangan politik karena memiliki satu aliran politik, ideologi dan keyakinan yang sama tanpa memperhatikan keahlian dan ketrampilan.

2. Sistem Merita (merit system)

Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang dalam usaha mengangkat atau menduduki pada jabatan tertentu sehingga sistem ini lebih bersifat obyektif karena atas dasar pertimbangan kecakapan. Dengan dasar pertimbangan seperti ini, maka acapkali sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian obyektif tersebut pada umumnya ukuran yang dipergunakan ialah ijazah pendidikan, sistem seperti ini sering disebut dengan “spoil system”.

3. Sistem Karir (career system)

Sistem ini sudah lama dikenal dan dipergunakan secara luas unutk menunjukkan pengertian suatu kemajuan sesorang yang dicapai lewat usaha yang dilakukan secara dini dalam kehidupannya baik dunia kerja maupun politik.

Sistem rekrutmen politik memiliki keseragaman yang tiada terbatas, namun pada dasarnya ada dua cara khusus seleksi pemilihan yakni, melalui kriteria universal dan kriteria partikularistik. Pemilihan dengan kriteria universal merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem politik berdasarkan kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian dan prestasi. Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang


(31)

19

bersifat primordial yang didasarkan pada suku, agama, ras, keluarga, almameter atau faktor status. 21

Berkaitan dengan itu maka untuk menciptakan rekrutmen yang sehat berdasarkan sistem politik yang ada sehingga membawa pengaruh pada elit politik terpilih membutuhkan adanya mekanisme yang dapat menyentuh semua lapisan, golongan serta kelas sosial masyarakat.

Oleh karena itu, Seligman (1971:240) memandang rekrutmen sebagai suatu proses yang terdiri dari22 :

1. Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada eligibilitas (pemenuhan syarat pencalonan).

2. Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan.

3. Seleksi, yakni pemilihan calon elit politik yang sebenarnya.

Untuk menciptakan sistem politik yang kokoh maka mekanisme dan prosedur rekrutmen harus benar-benar dilakukan berdasarkan aturan yang benar pula, dengan memperhatikan elemen-elemen tertentu. Pemenuhan persyaratan tersebut membawa dampak terhadap figur yang dikehendaki dengan harapan dapat menyiasati kehendak atau aspirasi dari masyarakat atau kelompoknya. Hal penting yang mempengaruhi dan diprioritaskan adalah latar belakang pendidikan, kemampuan, keahlian, bakat serta memiliki dedikasi yang tingggi serta profesionalisme.

21

Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 185.

22


(32)

20

D.2.3 Rekrutmen Calon Kepala Daerah

Tidak semua anggota/pengurus partai politik atau warga dapat menjadi calon kepala daerah. Kedudukan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati dan Walikota, membutuhkan kompetisi tertentu yang menunjukkan kapasitas dan kapabilitas agar dapat memimpin pemerintahan dengan baik. Karena itulah sebelum memasuki kompetisi dalam pemilukada langsung, lazimnya partai-partai politik melakukan rekrutmen bakal calon. Rekrutmen bakal calon menjadi calon oleh partai atau gabungan partai, dikenal dengan seleksi partai yang merupakan seleksi tahap kedua setelah seleksi sistem dalam rangkaian proses rekrutmen politik.

Dalam melaksanakan rekrutmen bakal calon, partai politik memberlakukan sistem atau mekanisme yang berbeda-beda, antara lain sistem pemilihan tertutup dan sistem konvensi. 23

1. Sistem pemilihan tertutup.

Sistem pemilihan tertutup adalah adalah sistem rekrutmen bakal calon yang dilakukan hanya oleh pengurus partai politik dengan variasi sistem. Istilah “variasi sistem” merujuk pada mekanisme penentuan akhir bakal calon yang akan mengikuti kompetisi pemilukada langsung atau yang akan menjadi calon. Partai-partai politik yang demokratis, dengan sistem kepemimpinan demokratis pula, umumnya menetapkan bahwa penentu akhir pencalonan adalah pengurus partai politik setempat. Sedangkan partai-partai politik konservatif, dengan sistem kepemimpinan yang

23

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hal. 238.


(33)

21

bergantung pada figur (personalized), pencalonan akhir ditentukan oleh pengurus pusat.

2. Sistem Konvensi

Sistem rekrutmen calon yang sangat popular di negara-negara demokrasi adalah sistem konvensi. Sistem konvensi dilakukan dengan cara pemilihan pendahuluan terhadap bakal calon dari partai politik oleh pengurus dan atau anggota partai. Kelebihan sistem konvensi terletak pada pengembangan atau peningkatan popularitas bakal calon melalui proses kampanye internal dan pendidikan politik yang ditawarkan (debat publik, penyampaian visi dan misi, dan lain-lain). Sistem konvensi sangat efektif bagi partai kader, dan sebaliknya kurang efektif bagi partai massa.

D.3 Pemilihan Umum Kepala Daerah

D.3.1 Pemilukada Dalam Perspektif Teoritis

David Easton, teoretisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat tersebut adalah (1) terdiri dari banyak bagian-bagian, (2) bagian-bagian itu saling berinteraksi dan tergantung, dan (3) mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.24

Sebagai suatu sistem, sistem pemilukada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagian-bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilukada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman

24


(34)

22

penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilukada yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilukada baik politis, administratif atau pidana.

Atas dasar itu, sistem pemilukada langsung merupakan sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan proses untuk memilih kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pemilukada memiliki ciri-ciri antara lain bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan kegiatan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terikat dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.

D.3.2 Pemilukada Dalam Perspektif Praktis

Pemilukada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur ataupun bupati maupun wakil bupati, atau walikota/wakil walikota. Dalam kehidupan politik di daerah, pemilukada merupakan salah satu kegiatan, yang nilainya equivalent dengan pemilihan anggota DPRD.


(35)

23

Equivalensi tersebut di tunjukkan dalam kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan DPRD. Hubungan kemitraan dijalankan dengan cara melaksanakan fungsi masing-masing sehingga terbentuk mekanisme chek and balances. Oleh sebab itu, pemilukada sesungguhnya bagian dari sistem politik di daerah. 25

Aktor utama sistem pemilukada adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian dan tahapan-tahapan pemilukada langsung. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain : Pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, pemungutan suara, dan penetapan calon terpilih.

D.3.3 Jenis Sistem Pencalonan

Dalam pemilukada langsung dikenal 2 jenis pencalonan yaitu26 : 1. Sistem pencalonan terbatas

Sistem pencalonan terbatas merupakan sistem pencalonan yang hanya membuka akses bagi calon-calon dari partai politik. Paradigma berpikir yang dianut sistem pencalonan terbatas adalah bahwa hanya partai-partai politik saja yang memiliki sumber daya manusia yang layak memimpin pemerintahan atau hanya partai-partai politik saja yang menjadi sumber kepemimpinan. Sistem pencalonan terbatas dikenal sebagai salah satu cirri demokratis elitis, yang biasa dianut di negara-negara otoritarian dan sosialis. Misalnya, sistem ini pernah digunakan di Uni Soviet tahun 1990-an sehingga seluruh kepala daerah adalah pengurus partai komunis.

25

Ibid., hal. 204.

26


(36)

24 2. Sistem pencalonan terbuka

Sistem pencalonan terbuka memberikan akses yang sama bagi anggota atau pengurus partai-partai politik dan anggota komunitas atau kelompok-kelompok lain di masyarakat, seperti organisasi massa, organisasi sosial, professional, usahawan, LSM, bintang film dan intelektual, jurnalis. Paradigma sistem pencalonan terbuka adalah bahwa sumber daya manusia berkualitas tersebar dimana-mana dan sumber kepemimpinannya dapat berasal dari latar belakang apapun. Sumber daya manusia memiliki kesempatan berkembang dan bertumbuh secara sama di sektor sosial, bisnis, dan akademik. Sistem pencalonan terbuka semakin populer dengan berkembangnya industrialisasi sehingga wajar apabila dianut negara-negara demokrasi mapan, yang notabene negara industri dengan tingkat ekonomi maju dan sangat maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis. Pemilukada di Republik Rusia saat ini misalnya sudah mengakomodasikan sistem pencalonan terbuka, demikian pula dengan pencalonan untuk anggota parlemen.

E. Definisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan definisi yang dipakai oleh peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena alami. 27 Agar tidak menimbulkan kekaburan atau kesalahan di dalam pengertian konsep yang digunakan maka perlu ditegaskan batasan-batasan yang

27

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1989, hal. 17.


(37)

25

dipergunakan dalam tulisan ini. Adapun definisi konsep yang dikemukakan disini adalah :

1. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik diartikan sebagai seleksi pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususya.

2. Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Pemilihan Kepala Daerah Langsung adalah penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur ataupun bupati maupun wakil bupati, atau walikota/wakil walikota.

F. Metodologi Penelitian F.1 Jenis Penelitian

Penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk melihat bagaimana proses rekrutmen calon kepala daerah dari Partai Golkar. Penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa28.

28

Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2000, hal. 73.


(38)

26

Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta sebagaimana keadaan sebenarnya yang ditemukan. Penelitian deskriptif tidak hanya menawarkan tetapi juga melakukan analisis terhadap fakta dan data yang ditemukan.

F.2 Lokasi Penelitian

Lokasi tempat penelitian adalah di Kantor DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan.

F.3 Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain, penelitian perpustakaan (library research), yang sering disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi.29 Untuk memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui pemberian pertanyaan-pertanyaan pada sampel terpilih, guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.

2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber yang berasal dari data buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan demikian diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.

29

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 130.


(39)

27

F.4 Teknik Analisa Data

Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik kualitatif yaitu teknik; tanpa menggunakan alat bantu atau rumus statistik. Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut; Pertama, pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan baik dari buku, majalah, Koran, jurnal, kliping dan situs-situs internet yang memuat tentang sistem rekrutmen politik. Dan juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh atau informan yang berkaitan dengan rekrutmen politik pada Partai Golkar. Kedua, penilaian atau menganalisis data. Pada tahap ini setelah peneliti mengumpulkan dan mendapatkan semua data yang mendukung atau membantu , penulis akan memisahkan bahan-bahan dan data-data yang diperoleh sesuai dengan sifatnya masing-masing. Kemudian penulis melakukan penilaian dan menganalisis data dan bahan yang tersedia. Ketiga, penyimpulan data yang diperoleh. Tahap ini adalah tahap terakhir pada penelitian ini. Dari hasil penilaian dan analisis yang penulis lakukan penulis maka penulis mengambil kesimpulan yang dapat membantu dalam memahami penelitian ini.


(40)

28

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori penelitian, definisi konsep, dan metodologi penelitian.

BAB II : DESKRIPSI KOTA PADANGSIDIMPUAN DAN PROFIL PARTAI GOLKAR

Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum tentang deskripsi Kota Padangsidimpuan serta Partai Golkar seperti sejarah Partai Golkar dan struktur organisasi DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan.

BAB III : ANALISIS POLA PENJARINGAN PARTAI GOLKAR TERHADAP BAKAL CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA UNTUK PEMILUKADA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012

Pada bab III dalam penulisan penelitian ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang di dapat dari lapangan dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis dari data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Pada penulisan penelitian ini adalah bab penutup yang di dalamnya akan berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya.


(41)

29

BAB II

DESKRIPSI KOTA PADANGSIDIMPUAN DAN PROFIL PARTAI GOLKAR

A. Deskripsi Kota Padangsidimpuan

A.1 Letak Geografis Kota Padangsidimpuan

Secara geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’ - 01° 28’ 19’’ Lintang Utara dan 99° 13’ 53’’ - 99° 21’ 31’’ Bujur Timur. Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001, Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kota Padangsidimpuan berada dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan.


(42)

30

A.2 Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan pada tahun 2009 mencapai 191,912 Jiwa. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Kecamatan Padangsidimpuan Utara memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih besar dibanding dengan kecamatan lainnya yakni masing-masing mencapai 61,855 jiwa dan 59,535 jiwa. Sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu memiliki jumlah penduduk paling sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan lainnya yakni 7,612 jiwa. Kondisi ini tentunya dipengaruhi oleh sifat perkotaan dan perdesaan yang mencirikan masing-masing kecamatan dimana Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dan Padangsidimpuan Utara lebih bersifat urban sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu lebih bersifat plural.

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Kota Padangsidimpuan SP-2010 Kelompok

Umur

Jenis Kelamin

Total

Laki-laki Perempuan

0 - 4 10,304 10,127 20,431

5 - 9 10,724 10,055 20,779

10 - 14 11,026 10,648 21,674

15 - 19 10,823 11,716 22,539

20 - 24 8,702 10,282 18,984

25 - 29 7,712 7,905 15,617

30 - 34 6,710 6,691 13,401

35 - 39 5,936 6,362 12,298

40 - 44 5,579 6,228 11,807

45 - 49 5,151 5,388 10,539

50 - 54 4,329 4,420 8,749

55 - 59 2,726 2,818 5,544

60 - 64 1,374 1,772 3,146

65 - 69 1,022 1,458 2,480

70 - 74 703 1,018 1,721

75 + 613 1,209 1,822


(43)

31

Berdasarkan tabel di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan yang disensus tahun 2010 lebih banyak didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Dari tabel di atas juga dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas berusia 15-50 tahun keatas (termasuk usia pemilih pemula, usia produktif dan memiliki hak pilih dalam pemilihan Walkota dan Wakil Walikota Kota Padangsidimpuan Tahun 2012).

Apabila partai politik ataupun calon Walikota dan calon Wakil Walikota dapat menyakinkan hati penduduk untuk menggunakan hak pilihnya dan memilih mereka dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah, maka kesempatan mereka untuk memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan semakin terbuka lebar jika dilihat dari banyak jumlah penduduk usia produktif dan memiliki hak pilih dalam Pemilukada Di Kota Padangsidimpuan.

Tabel 2.2

Komposisi etnik di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas dan

Kota Padangsidimpuan, 2010 Etnik Kabupaten/kota Total Mandailing Natal Tapanuli Selatan Padang Lawas Utara Padang Lawas

P.Sidimpuan

Aceh 0.09 0.06 0.07 0.02 0.13 0.07

Angkola 0.52 60.14 73.18 37.23 44.81 37.72

Karo 0.11 0.11 0.25 0.17 0.29 0.17

Mandailing 77.71 7.38 2.62 42.79 20.10 36.30

Pakpak 0.01 0.20 0.07 0.02 0.03 0.06

Simalungun 0.11 0.16 0.26 0.16 0.05 0.15

Sibolga 1.19 0.18 0.24 0.38 0.35 0.56

Toba 2.56 14.67 7.25 3.15 14.48 7.64

Dairi 0.02 0.05 - - - 0.02

Asahan - - 0.00 0.03 0.01 0.01


(44)

32

Nias 1.03 9.48 4.54 2.81 2.45 3.84

Pesisir 4.16 - - - - 1.29

Siladang 0.01 0.01 0.00 0.05 0.02 0.02

Ulu 1.47 - - - - 0.46

Minangkabau 0.53 0.79 0.35 0.62 4.18 1.10

Riau 0.02 0.00 0.00 0.01 0.03 0.01

Melayu 2.61 0.04 0.09 0.16 0.36 0.91

Sunda 0.37 0.07 0.26 0.67 0.28 0.33

Jawa 7.23 6.56 10.62 11.49 11.31 9.01

Tionghoa 0.01 0.00 0.01 - 0.70 0.11

Lainnya 0.19 0.07 0.16 0.16 0.37 0.18

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Diolah dari Sensus Penduduk 2010

Etnik Melayu, Jawa, Minang dan Aceh umumnya menganut agama Islam (99 persen lebih), sebaliknya etnik Nias umumnya menganut agama Kristen (78.9 persen). Etnik Tionghoa, selain ada yang menganut agama Islam, Kristen dan Katolik, etnik Tionghoa umumnya menganut agama Budha (86.6 persen). Hanya 0.3 persen etnik Tionghoa yang menganut Khonghucu. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa etnik Mandailing dan Angkola yang mendiami Kota


(45)

33

Padangsidimpuan mayoritas beragama Islam, dan dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas beragama Islam.

A.3 Perekonomian Wilayah Kota Padangsidimpuan

Kota Padangsidimpuan merupakan kota di Provinsi Sumatera Utara yang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan bagi kota-kota di sekitarnya. Sejalan dengan hal tersebut, sektor perdagangan merupakan kontributor terbesar bagi PDRB daerah ini dibanding sektor lainnya. Sektor-sektor yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah, urutan sektor-sektor sesuai dengan besarnya kontribusi adalah sebagai berikut:

 Perdagangan, Hotel dan Restoran

 Jasa-Jasa

 Pertanian

 Pengangkutan dan Komunikasi

 Industri Pengolahan

 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

 Listrik, Gas dan Air Bersih

 Pertambangan/Penggalian.

Kontribusi yang sangat besar dari sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa sebesar sekitar 41,77%, menunjukkan bahwa Kota Padangsidimpuan memiliki potensi yang besar menjadi kota perdagangan dan jasa. Pertanian juga masih termasuk sektor yang cukup dominan dan mengalami kenaikan yang konstan.


(46)

34

Karena posisinya itu, kota ini juga sering disebut sebagai kota transit. Posisi yang menguntungkan itu membuat transportasi darat dari dan ke kota ini mudah. Dengan kemudahan sarana transportasi, Padangsidimpuan merupakan pusat perdagangan untuk menampung dan menjadi tempat pemasaran hasil-hasil pertanian kawasan Batang Toru dan sekitarnya, kawasan Sipirok, Gunung Tua dan sekitarnya serta kawasan Angkola Jaya dan sekitarnya. Sehingga dalam rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara, Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai PKW dengan fungsi utama pusat pemerintahan Kabupaten; pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan hasil hutan; serta perdagangan dan Jasa. Artinya fokus pengembangan Kota Padangsidimpuan dalam aspek pertanian adalah pada aspek pengolahan hasil, sehingga memberi nilai lebih terhadap perekonomian kota.

A.4 Sarana Pendidikan

Salah satu unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan yang baik dan berkesinambungan adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan memiliki keahlian/skill yang tinggi. Keahlian yang tinggi dapat diperoleh melalui pemberian pembelajaran lebih dini melalui wajib belajar minimal 9 tahun.

Untuk mendukung hal tersebut di atas, sampai dengan tahun 2009, ketersediaan prasarana sekolah sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan pendidikan di Kota Padangsidimpuan telah tersedia mulai dari pendidikan SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.


(47)

35

Tabel 2.3

Jumlah dan Jarak Seluruh Sekolah di Kota Padangsidimpuan

Jumlah dan Jarak SMK menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan

Kecamatan Jumlah

keluarga

Jumlah SMK Total SMK

Jika tidak ada SMK dalam desa, jarak terdekat

Negeri Swasta Rata-rata Terjauh

Kota Padangsidimpuan 39,074 4 12 16 5.7 16.5

P. Sidimpuan Tenggara 5,887 0 0 0 7.1 14.0 P. Sidimpan Selatan 12,274 2 4 6 2.2 2.8 P. Sidimpuan Batunadua 3,802 0 0 0 5.7 10.4

P. Sidimpuan Utara 11,940 2 7 9 2.3 8.0

P. Sidimpuan Hutaimbaru 3,544 0 0 0 5.0 9.0 P. Sidimpuan Angkola Julu 1,627 0 1 1 11.1 16.5

Tabel. Jumlah dan Jarak SMU menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan

Kecamatan Jumlah

keluarga

Jumlah SMU Total SMU

Jika tidak ada SMU dalam desa, jarak terdekat

Negeri Swasta Rata-rata Terjauh

Kota Padangsidimpuan 39,074 10 22 32 2.7 9.0

P. Sidimpuan Tenggara 5,887 1 2 3 3.0 6.0 P. Sidimpan Selatan 12,274 2 9 11 1.7 2.5 P. Sidimpuan Batunadua 3,802 1 1 2 2.5 7.3 P. Sidimpuan Utara 11,940 6 8 14 1.8 7.0 P. Sidimpuan Hutaimbaru 3,544 0 1 1 4.8 9.0 P. Sidimpuan Angkola Julu 1,627 0 1 1 2.2 16.0

Tabel. Jumlah dan Jarak SMP menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan

Kecamatan Jumlah

keluarga

Jumlah SMP Total SMP

Jika tidak ada SMP dalam desa, jarak terdekat

Negeri Swasta Rata-rata Terjauh

Kota Padangsidimpuan 39,074 12 23 35 2.2 7.2 P. Sidimpuan Tenggara 5,887 2 3 5 2.2 5.0 P. Sidimpan Selatan 12,274 4 7 11 1.7 2.0 P. Sidimpuan Batunadua 3,802 1 2 3 2.4 7.2 P. Sidimpuan Utara 11,940 4 9 13 1.2 2.0 P. Sidimpuan Hutaimbaru 3,544 1 2 3 3.0 5.0 P. Sidimpuan Angkola Julu 1,627 0 0 0 2.5 7.0


(48)

36

Tabel. Jumlah dan Jarak SD menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan

Kecamatan Jumlah

keluarga

Jumlah SD Total SD

Jika tidak ada SD dalam desa, jarak terdekat (km)

Negeri Swasta Rata-rata Terjauh

Kota Padangsidimpuan 39,074 87 17 104 1.0 2.0 P. Sidimpuan Tenggara 5,887 16 0 16 0.8 1.5

P. Sidimpan Selatan 12,274 23 10 33 - .

P. Sidimpuan Batunadua 3,802 10 2 12 0.9 1.8 P. Sidimpuan Utara 11,940 23 5 28 1.4 2.0 P. Sidimpuan Hutaimbaru 3,544 9 0 9 0.7 1.0 P. Sidimp. Angkola Julu 1,627 6 0 6 1.3 1.5

A.5 Sarana Kesehatan

Kesehatan merupakan kata kunci yang harus dipedomani, sebab manusia yang sehatlah yang dapat berpikir dan berbuat untuk untuk pembangunan negeri ini. Akan tetapi sebagai manusia suatu waktu pasti akan terkena penyakit. Menyikapi kondisi tersebut perlu adanya antisipasi melalui pengadaan sarana dan prasarana kesehatan.

Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Padangsidimpuan ada sebanyak 89 unit yang terdiri dari Rumah Sakit 3 unit, Rumah Sakit Bersalin 4 unit, Poliklinik 11 unit, Puskesmas 8 unit, Puskesmas Pembantu 32 unit, Tempat Praktik Dokter 21 unit, dan tempat Praktik Bidan 51 unit.

B. Partai Golkar

B.1 Sejarah Berdirinya Partai Golkar

Kelahiran Golkar dimulai dari proses pengorganisasian yang dilakukan secara teraratur sejak tahun 1960 yang dipelopori ABRI khususnya TNI-AD, dan secara eksplisit organisasi Golongan Karya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), dengan tujuan semula untuk mengimbangi dominasi kekusaan politik PKI, dan


(49)

37

perlawanan terhadap rongrongan dari PKI beserta ormasnya. Selanjutnya Sekber GOLKAR beranggotakan 61 organisasi fungsional yang kemudian berkembang menjadi 291 organisasi fungsional. Perkembangan yang cukup signifikan ini terjadi karena adanya kesamaan visi di antara masing-masing anggota.

Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:

1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) 2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) 3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) 4. Organisasi Profesi

5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM) 6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) 7. Gerakan Pembangunan

Maka lahirnya Sekber Golkar yang merupakan wadah bagi golongan fungsional/golongan karya murni, yang tidak berada dibawah arus pengaruh kekuatan politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar, dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional serta untuk menjaga keutuhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan dari Golkar sendiri sangat ditunjang oleh keberadaan ABRI, yang menyatu ke dalam tubuh Golkar,


(50)

38

karena Golkar dipimpin ABRI aktif, dan faktanya tokoh ABRI begitu berpengaruh dalam terbentuknya Institusi ini Golongan Karya kemudian disebut juga sebagai masyarakat kekaryaan, yang terdiri dari golongan fungsional, selanjutnya ada penggolongan keanggotaan yang berasal dari warga Negara Indonesia sesuai dengan pekerjaannya dalam lapangan produksi yang ada yakni:

1. Angkatan Buruh/Petani 2. Angkatan Tani dan nelayan 3. Angkatan Pengusaha Nasional

4. Angkatan Bersenjata (Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, Kepolisian, Veteran)

5. Angkatan Alim Ulama (Pemuka 5 Agama yang di akui di Indonesia) 6. Angkatan Proklamasi

7. Angkatan jasa (cendikiawan, guru dan pendidik, seniman, wartawan, pemuda, wanita dan warga keturunan)

Dalam perjalanan selanjutnya, kegagalan G-30 S PKI dan terbitnya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret), kepada Jend.Soeharto untuk mengendalikan keamanan Negara, menjadikan posisi angkatan Darat yang telah mengkosolidasikan Sekber GOLKAR yang di dalamnya terdapat golongan fungsional di menjadi sangat stategis. Akhir dari kelumpuhan kekuatan PKI maka dimulailah dominasi GOLKAR dalam perpolitikan tanah air Kondisi perpolitikan pada tahun 1965, yakni setahun sesudah Sekber Golkar lahir, sangat di luar dugaan momentum politik saat itu telah ikut mendorong meroketnya eksistensi


(51)

39

Sekber Golkar sebagai wadah alternatif atau pengimbang kekuatan front Nasionalis, menyusul kegagalan G30S/PKI. Maka Sekber Golkar bersama kekuatan Pancasila lainnya merapatkan barisan dan mecanangkan upaya pembaharuan, serta pembangunan di berbagai sektor kehidupan, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Maka pada saat dimulainya pemerintahan Orde Baru jadilah Golkar sebagai kekuatan terbesar dalam perpolitikan Indonesia, hingga akhirnya partai ini memenangkan secara mutlak seluruh PEMILU yang diadakan pada masa pemerintahan orde baru.

B.2 Hegemoni Golkar dan kebijakan Kristalisasi Partai Politik

Pemilu 1971 menampilkan Golkar sebagai pemenang dan menyapu bersih lawan-lawan politiknya secara nasional, maka hal ini dimanfaatkan oleh Soeharto untuk memperkuat posisi Golkar di parlemen dengan lebih menyederhanakan jumlah partai politik, dengan dalih bahwa Sistem politik dengan menjalankan multipartai, sangat mengganggu jalannya pembangunan di era orde baru. Maka pada 4 maret 1970 terbentuklah kelompok nasionalis yang merupakan gabungan PNI, IPKI, MURBA, PARKINDO dan partai katolik. Tanggal 14 Maret 1970 terbentuk kelompok spiritual yang terdiri dari NU, PARMUSI, PSII dan PERTI. Kemudian kelompok nasionalis diberi nama kelompok demokrasi pembangunan, sedangkan kelompok kedua diberi nama kelompok persatuan.

Pengelompokan ini kemudian berlanjut dalam pembagian fraksi di DPR dan MPR hasil Pemilu 1971, dan keadaan seperti ini tentunya tidak memberi pilihan pada partai-partai politik lainnya untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan otoriter Orde baru, maka pada tahun 1973 partai nasionalis yang kemudian disebut kelompok demokrasi pembangunan menjadi partai demokrasi


(52)

40

Indonesia pada tanggal 10 januari 1973. Lalu kelompok spiritual yang kemudian menjadi kelompok persatuan, pada tanggal 19 Februari 1973 menggabungkan kegiatan politiknya ke dalam wadah Partai Persatuan Pembangunan. Selanjutnya tindak lanjut dari isu peleburan partai ini, maka pada tanggal 6 desember 1974 pemerintah orde baru menyampaikan rencana UU partai politik dan Golongan Karya kepada DPR, sebagai aturan hukum peleburan partai politik secara besar-besaran, yang terjadi pertama kalinya dalam sejarah kepartaian Indonesia. Implikasi dari kebijakan itu yakni fusi partai politik, Golkar kemudian menjelma menjadi organisasi politik dengan kekuatan yang tidak bisa disaingi oleh dua kekuatan politik lainnya, sehingga dalam pemilu 1977 Golongan Karya adalah kekuatan politik yang sudah mempunyai identitas, sedangkan kedua partai lainya adalah dua partai baru yang mencoba mempertaruhkan identitasnya untuk menarik masa pendukung dalam pemilu.

PPP menangkap isu agama, sebagai satu-satunya pelekat utama bagi partainya. Sasaran utamanya adalah umat Islam dan organisasi-organisasi islam pendukungnya seperti NU, PSII, Muslimin Indonesia dan PERTI. Sasaran lain adalah pemilih rasional yang mengganggap PPP sebagai alternatif pilihan politik bagi masyarakat, serta perwacanaan yang dibangun, bahwa PPP adalah satu-satunya wadah bagi umat Islam.

Disisi lain Golkar sangat sadar dengan hal ini, dan dengan kekuatan yang dimilikinya menetralisir isu yang menjadi senjata PPP itu, dengan menyatakan bahwa politik itu adalah urusan duniawi, maka umat islam berhak untuk memilih partai politik sesuai dengan keyakinannya, dan tidak berarti bahwa yang berada dalam barisan Golkar adalah umat islam yang tidak mementingkan Islam. Disisi


(1)

97

alasan Partai Golkar tidak menjatuhkan dukungan kepada mereka dan lebih memilih kader Partai Golkar yang bukan putra daerah asli Padangsidimpuan? J : Putra daerah memang menjadi salah satu faktor kuat untuk mengusung calon namun tidak selalu menjadi indikator utama. Memang Pak Rahmat Nasution memiliki popularitas yang lebih tinggi dibanding Pak Chaidir Ritonga dikarenakan lamanya beliau menetap dan berkecimpung dibidang organisasi di Padangsidimpuan. Namun itu tadi, keputusan berada pada 13 unsur pemegang hak suara melalui Rapat Tim Pemilukada.

T : Untuk mengusung calon dalam pemilukada Kota Padangsidimpuan, Partai Golkar melakukan koalisi dengan partai lain dikarenakan hanya memiliki dua kursi di DPRD. Bisakah anda menceritakan proses koalisi tersebut?

J : Partai Golkar melakukan koalisi dengan PKS, PDS, Republikan dan PSI untuk memenuhi persyaratan minimal 4 kursi untuk pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Kota Padangsidimpuan. Koalisi tersebut terjadi akibat persamaan pandangan dan harapan seluruh partai terhadap calon yang akan diusung oleh Partai Golkar. Partai pengusung menganggap calon yang diusung Partai Golkar juga telah sesuai dengan kriteria masing-masing partai.

T : Apakah koalisi dengan partai-partai tersebut mempengaruhi hasil keputusan dari proses penjaringan bakal calon yang dilakukan oleh Partai Golkar? J : Tentu saja tidak. Selain itu posisi Partai Golkar adalah partai utama walaupun hanya memiliki 2 kursi. Posisi 4 partai lain sebagai partai pengusung tidak mempengaruhi hasil penjaringan. Partai pengusung akan mendapat keuntungan untuk mengembangkan partainya di Kota Padangsidimpuan jika calon yang diusung memperoleh kemenangan.

T : Kita ketahui bersama bahwa Tapanuli Bagian Selatan khususnya Kota Padangsidimpuan merupakan lumbung suara bagi Partai Golkar, dukungan partai Golkar kepada kader partai Golkar yang bukan putra daerah asli Padansidimpuan pada Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 mendapatkan kekalahan, yang bisa dikatakan kekalahan cukup telak bagi partai Golkar sendiri, dalam hal ini bagaimana sikap Partai Golkar dalam menyikapi kekalahan pasangan yang didukung oleh Partai Golkar pada Pemilukada Padangsidimpuan tahun 2012?

J : Ya memang benar. Selama ini basis Partai Golkar di Tapanuli Bagian Selatan bisa dikatakan cukup kuat. Lihat saja pada Pemilukada di Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan sebelumnya yang menjadi pemenang adalah Partai Golkar. Saya rasa sosok Chaidir Ritonga kurang dikenal masyarakat Padangsidimpuan, hal itu juga disinyalir menjadi salah satu faktor kekalahan Partai Golkar. Namun keputusan dari pusat harus tetap dihormati, siapapun yang menjadi calon dari pusat harus tetap diupayakan untuk memenangkan Pemilukada. Partai Golkar Padangsidimpuan sendiri cukup kecewa dengan hasil tersebut, semoga hasil tersebut menjadi bahan evaluasi bagi Partai Golkar.

T : Apakah proses penjaringan bakal calon Walikota yang dilakukan oleh Partai Golkar tersebut bisa dikatakan kurang efektif sehingga partai Golkar mengalami kekalahan pada pada pemilukada Padangsidimpuan tahun 2012?


(2)

98

J : Menurut saya tidak. Proses yang melibatkan lembaga survei independen mulai dari melakukan survei tokoh-tokoh yang layak memimpin hingga dipublikasikan menurut saya cukup efektif. Selain itu masyarakat dilibatkan langsung dalam mencari tahu siapa saja yang layak menjadi bakal calon Walikota.

T : Dengan kekalahan Partai Golkar pada Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 apa sebenarnya yang harus dibenahi dalam proses penjaringan dan pemberian dukungan kepada kader partai Golkar atau pasangan yang didukung partai Golkar agar pada pemilukada lain Partai Golkar dapat menang?

J : Saya rasa peran dari DPD yang bersangkutan harus lebih banyak lagi terutama dalam hak suara. Seperti kita ketahui perwakilan dari DPD yang bersangkutan hanya Ketua DPD, selebihnya berasal dari DPP. Dengan lebih dilibatkannya DPD, DPD lebih dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai bakal calon yang telah dirilis tim survei tersebut. Hal ini juga berlaku di seluruh daerah di Indonesia agar kejadian serupa tidak terjadi kembali.


(3)

99 Lampiran 3

Wawancara:

Nara Sumber : Siwan Siswanto, SH

Jabatan : Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan Tempat/Tanggal : Kantor DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan, 1

April 2013

T : Apa makna kader bagi partai politik, khususnya Partai Golkar Kota Padangsidimpuan?

J : Partai Golkar sebagai partai kader pastinya seluruh kegiatan didalamnya ditentukan oleh para kadernya bahkan masa depan partai ini ditentukan sendiri oleh kader-kadernya.

T : Seberapa pentingkah proses pengkaderan bagi partai Golkar khususnya Partai Golkar yang berada di Kota Padangsidimpuan?

J : Sangat penting. Partai Golkar harus mampu mencetak kader-kader yang didasarkan pada kriteria mental ideologi, penghayatan visi, misi dan platform partai, loyalitas, kepemimpinan dan militansi. Prosesnya melalui pendidikan dan latihan kader agar betul-betul tersaring serta tidak terjadi kader yang instan dan tidak loyal. Kader juga harus mampu memberikan manfaat bagi masyarakat luas tidak hanya pada diri sendiri.

T : Bagaimana sebenarnya proses mekanisme penjaringan bakal calon Walikota yang dilakukan Partai Golkar Kota Padangsidimpuan untuk dicalonkan pada pemilukada Kota Padangsidimpuan tahun 2012?

J : Penjaringan yang diakukan oleh Partai Golkar melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang. Semuanya diatur secara teratur mulai dari penjaringan bakal calon, penetapan calon hingga deklarasi calon yang akan diusung. Pihak diluar Partai Golkar juga berperan yaitu pihak survei independen yang dikirim oleh DPP Partai Golkar yang nantinya akan menjadi acuan dalam penetapan calon. Semuanya prosesnya telah diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan atau JUKLAK – 13/DPP/Golkar/XI/2011 Tentang Tata Cara Pemilihan Umum Kepala Daerah Dari Partai Golkar

T : Apakah yang menjadi rujukan Partai Golkar Kota Padangidimpuan dalam penetapan dukungan kepada pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012, apakah elaktibilitas pasangan calon?, apakah popularitas pasangan calon? Atau ada hal lain yang menjadi pertimbangan Partai Golkar Padangsidimpuan?

J : Semua menjadi rujukan. Baik itu elaktibilitas, popularitas, loyalitas, dan lainnya. Partai Golkar diseluruh Indonesia mengacu pada JUKLAK tersebut jadi seluruhnya sudah tertata secara rapi.

T : Apakah ada hubungannya antara popularitas, elaktibilitas, asal daerah kader partai politik dengan dukungan yang diberikan partai Golkar dalam pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012, dan


(4)

100

apakah hal tersebut menjadi pertimbangan juga bagi Partai Golkar Padangsidimpuan?

J : Sudah pasti ada. Sudah pasti menjadi bahan pertibangan juga. Lembaga survei yang mengadakan penelitian tersebut pasti juga akan mempertimbangkan unsur-unsur tersebut lalu nantinya akan dipublikasikan oleh Partai Golkar Kota Padangsidimpuan.

T : Siapa saja yang berhak mengambil keputusan dalam pemilihan calon yang akan didukung Partai Golkar dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012?

J : Setelah nama-nama bakal calon hasil dari survei tersebut dipublikasikan maka Partai Golkar akan melakukan rapat internal di DPP Partai Golkar. Disana akan ditentukan oleh 13 pemegang hak suara siapa yang akan dicalonkan oleh Partai Golkar untuk Pemilukada tersebut.

T : Dalam penetapan dukungan calon tersebut dimana pengambilan keputusan terjadi apakah di DPD Partai Golkar Padangsidimpuan, DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara atau DPP Partai Golkar Pusat? Berapa besar peran Partai Golkar Kota Padangsidimpuan dalam proses pengambilan keputusan tersebut?

J : Pengambilan keputusan tejadi di DPP Partai Golkar oleh 13 pemegang suara, satu diantaranya terdapat perwakilan dari DPD Partai Golkar Padangsidimpuan yaitu Ketua DPD.

T : Apabila terdapat 2 orang atau lebih kader dari internal Partai Golkar yang akan maju dalam pemilukada yang sama, apakah yang menjadi pertimbangan sehingga menjadi keputusan Pertai Golkar dalam memberikan dukungan kepada salah satu kader yang akan maju dalam pemilukada tersebut?

J : Pemegang suara akan melihat elektabilitas dan loyalitas kader tersebut terhadap partai.

T : Dari 4 calon yang mendaftar terdapat 2 bakal calon yang berasal dari internal Golkar, salah satunya merupakan putra daerah asli Padangsidimpuan, apa alasan Partai Golkar tidak menjatuhkan dukungan kepada mereka dan lebih memilih kader Partai Golkar yang bukan putra daerah asli Padangsidimpuan? J : Keputusan ini memang cukup menjadi polemik bagi Partai Golkar khususnya di DPD Kota Padangsidimpuan. Namun para pemegang suara pasti telah memiliki pendapat tersendiri sehingga menjatuhkan pilihan kepada salah satu calon. Keputusan tersebut telah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

T : Untuk mengusung calon dalam pemilukada Kota Padangsidimpuan, Partai Golkar melakukan koalisi dengan partai lain dikarenakan hanya memiliki dua kursi di DPRD. Bisakah anda menceritakan proses koalisi tersebut?

J : Pemilukada ini sendiri mengharuskan minimal 4 kursi untuk mengusung pasangan calon sedangkan partai Golkar hanya memiliki 2 kursi di DPRD Kota Padangsidimpuan. Partai Golkar melakukan koalisi dengan Partai PKS, PDS, Republikan dan PSI. Partai-partai pendukung tersebut masing-masing memiliki 1


(5)

101

kursi di DPRD sehingga total 6 kursi untuk mendukung pasangan Chaidir Ritonga-Mara Gunung

T : Apakah koalisi dengan partai-partai tersebut mempengaruhi hasil keputusan dari proses penjaringan bakal calon yang dilakukan oleh Partai Golkar? J : Tidak. Sebelum terjadinya koalisi hingga terjadinya koalisi, partai-partai pendukung sudah pasti telah sepakat dengan Partai Golkar dengan calon yang akan diusung sehingga tidak akan terjadi perubahan keputusan.

T : Kita ketahui bersama bahwa Tapanuli Bagian Selatan khususnya Kota Padangsidimpuan merupakan lumbung suara bagi Partai Golkar, dukungan partai Golkar kepada kader partai Golkar yang bukan putra daerah asli Padansidimpuan pada Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 mendapatkan kekalahan, yang bisa dikatakan kekalahan cukup telak bagi partai Golkar sendiri, dalam hal ini bagaimana sikap Partai Golkar dalam menyikapi kekalahan pasangan yang didukung oleh Partai Golkar pada Pemilukada Padangsidimpuan tahun 2012?

J : Memang hasil ini sangat mengejutkan apalagi dibandingkan dengan perolehan tahun 2007 dimana calon yang diusung oleh Partai Golkar memperoleh suara lebih dari 50%. Dengan hasil ini sepertinya Partai Golkar akan melakukan evaluasi baik dibidang perkaderan maupun penjaringan guna mengusung calon. Apalagi dengan melihat hasil dibeberapa daerah seperti Pilgub DKI Jakarta dan Pilgub Sumatera Utara, Partai Golkar memperoleh hasil yang tidak memuaskan. Partai Golkar Padangsidimpuan sendiri telah berusaha keras memenangkankan Pemilukada ini namun sepertinya kedewasaan masyarakat dalam menentukan pilihan belum tercapai. Masyarakat Padangsidimpuan umumnya lebih memilih calon yang memberi mereka imbalan seperti uang tanpa melihat pengalaman, kapabilitas dan kemampuan calon tersebut. Hal ini sangat menciderai nilai-nilai demokrasi.

T : Apakah proses penjaringan bakal calon Walikota yang dilakukan oleh Partai Golkar tersebut bisa dikatakan kurang efektif sehingga partai Golkar mengalami kekalahan pada pada pemilukada Padangsidimpuan tahun 2012?

J : Memang terdapat perbedaan penjaringan yang dilakukan tahun 2012 dibanding tahun 2008 yang lalu namun penjaringan yang berdasarkan JUKLAK tersebut menurut saya sudah cukup efektif. Kekalahan Pemilukada tersebut tidak sepenuhnya diakibatkan penjaringan tetapi juga pola pikir dan kesadaran berpolitik masyarakat Padangsidimpuan yang kurang maksimal.

T : Dengan kekalahan Partai Golkar pada Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Padangsidimpuan tahun 2012 apa sebenarnya yang harus dibenahi dalam proses penjaringan dan pemberian dukungan kepada kader partai Golkar atau pasangan yang didukung partai Golkar agar pada pemilukada lain Partai Golkar dapat menang?

J : Menurut saya pribadi keterlibatan DPD dalam proses penjaringan hingga pemutusan calon yang diusung harus lebih banyak lagi, keterlibatan tersebut dapat berupa hak suara. Selain itu hendaknya calon putra daerah lebih diutamakan agar


(6)

102

tidak seperti Pemilukada yang lalu. Persoalan elektabilitas yang tinggi akan pasti dapat diperoleh dari proses perkaderan yang baik.


Dokumen yang terkait

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Rekrutmen Calon Kepala Daerah: Studi Terhadap Rekrutmen Calon Walikota Dan Wakil Walikota Dari Partai Demokrat Dalam Rangka Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010

3 57 72

Pengaruh Isu Politik yang Berkembang Saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Terhadap Preferensi Politik Pemilih (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan Universitas HKBP Nomennsen)

0 40 170

Sengketa pemilihan walikota dan wakil Walikota Tangerang 2013: masalah dan penyelesaian

1 11 122

POLA KOALISI PARTAI BERBASIS ISLAM (STUDI KASUS PROSES REKRUITMEN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA BANDAR LAMPUNG 2010 – 2015)

0 2 2

POLA KOALISI PARTAI BERBASIS ISLAM (STUDI KASUS PROSES REKRUITMEN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA BANDAR LAMPUNG 2010 – 2015)

0 10 4

Konflik Elit Politik dalam Rekrutmen Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dari Partai Golkar dalam Pilkada Kota Padang Tahun 2008.

2 2 6

Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pola Penjaringan Partai Golkar Terhadap Bakal Calon Walikota dan Wakil Walikota untuk Pemilukada Kota Padangsidimpuan Tahun 2012

0 0 28

POLA PENJARINGAN PARTAI GOLKAR TERHADAP BAKAL CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA UNTUK PEMILUKADA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2012 Ryan Rizky Arifin Harahap

0 0 9