Respon Partai Golkar Dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002 tentang larangan prostitusi dan perbuatan tuna susila

(1)

RESPON PARTAI GOLKAR DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) TERHADAP PERDA KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 15 TAHUN 2002

TENTANG LARANGAN PROSTITUSI DAN PERBUATAN TUNA SUSILA Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (Sh.I)

Oleh : Hutwatul Fauziyah NIM:105045201517

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYAH

PROGRAM STUDY JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya kepada Allah, Rabb al-‘izzati, yang senantiasa mendengarkan segala keluh kesah penulis selama hidup, terlebih sewaktu belajar untuk meraih cita-cita. Salawat dan salam dimohonkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, serta para Sahabatnya yang telah memberikan inspirasi bagi penulis untuk belajar tentang Politik Ketatanegaraan Islam.

Skripsi yang berjudul “Respon Partai Golkar Dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Terhadap Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Larangan Prostitusi Dan Perbuatan Tuna Susila” ini adalah penelitian tentang bagaimana respon dari Partai Golkar dan PKS terhadap keberadaan Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002 di Kota Bandar Lampung itu sendiri.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Asmawi, M. Ag sebagai Ketua Jurusan/Program Studi Jinayah Siyasah; Ibu Sri Hidayati, M.Ag sebagai Sekretaris Jurusan/Program Studi Jinayah Siyasah dimana dengan segala kesabarannya ikut mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menghaturkan doa dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Hj. Isnawati Rais, MA dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag atas waktu dan


(3)

bimbingan beliau yang penuh kesabaran, ketelitian, kecermatan dan akurat yang telah diberikan dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skipsi ini.

Secara khusus penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak penguji, Asmawi, M.Ag dan Khamami Zada, MA yang telah memeberikan kritik dan sarannya demi kesempurnaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama perkuliahan.

Kepada Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh karyawannya yang telah menyediakan berbagai literatur yang mendukung penyusunan skripsi ini.

Kepada narasumber Benny H. Naully, S.Sos., S.H., Yusuf Effendi, S.E, Sri Yekti Palupi, S.Pd, yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis, serta semua pihak yang telah ikut membentu proses penulisan skripsi ini.

Kepada teman-teman Siyasah Syar’iyah Qoqom, Rini, Uweh, Santi, Nita, Putri, Lina, Rin, teman-teman Aliansi Siyasah Syar’iyyah 2004, sahabat-sahabat di IAIN Raden Intan Bandar Lampung, PP. Nurul Jadid, PMII, FKML, SBI, yang semuanya tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semua orang yang pernah penulis kenal dalam hidup terima kasih atas segala jalinan persahabatan dan pelajaran berharga tentang hidup dan memberikan warna bagi kehidupan penulis.


(4)

Last but not least, ucapan terimakasih atas doa, support dan nasehatnya kepada yang terhormat dan tersayang, Ayahanda Drs. H.M. Sholeh Hambali, M.A dan Dra. Arobiyah Ib, yang selalu sabar dan menerima semua kekurangan penulis selama hidup, (I am sorry mom), Nala Royhana, Rahmat Riyadi, Atika Afidah dan Sahila Amalia, saudara-saudari terbaik yang pernah penulis miliki selama hidup, terima kasih atas support, senyum dan tali persaudaraan selama ini. H. Ibrahim, Hj. Halimah, yang mengajarkan penulis akan arti bersyukur dalam hidup, Alm. Hambali (semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang terbaik di sisi-Nya, Amiin) dan seluruh keluarga besar, terima kasih atas motivasinya baik moril maupun materiil kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Semoga Allah membalas segala kebaikan untuk semuanya yang jauh lebih baik.

Akhir kalimat, hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam khazanah keilmuan bagi kita semua. Amiin.

Jakarta, 10 Januari 2009


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembahasan dan Perumusan Masalah. ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Review Pustaka... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II SEJARAH, PLATFORM, VISI DAN MISI, PARTAI GOLKAR DAN PKS ... 13

A. Partai Golongan Karya... 13

1. Sejarah Partai Golongan Karya (GOLKAR) ... 13

2. Platform Partai Golongan Karya (GOLKAR) ... 17

3. Visi dan Misi Partai Golongan Karya (GOLKAR) ... 20

B. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)... 21

1. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ... 21

2. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)... 29


(6)

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PERDA KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN PROSTITUSI DAN PERBUATAN TUNA SUSILA ... 44

A. Kondisi Sosial Kota Bandar Lampung... 43 B. Peta Politik Kota Bandar Lampung. ... 48 C. Latar Belakang dan Politik Hukum Perda Kota Bandar

Lampung Nomor 15 Tahun 2002. ... 49

BAB IV RESPON PARTAI GOLKAR DAN PKS TERHADAP PERDA KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 15 TAHUN 2002 ... 59

A. Prostitusi dan Tuna Susila Dalam Pandangan Golkar dan PKS ... 59 B. Respon Partai Terhadap Perda Kota Bandar Lampung No. 15

Tahun 2002 Tentang Larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila ... 61 C. Analisis Terhadap Respon Partai Golkar dan PKS Terhadap

Perda Kota Bandar Lampung No. 15 Tahun 2002 Tentang

Larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila. ... 69

BAB V PENUTUP... 71


(7)

B. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA... 75 LAMPIRAN. ... 78


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak dulu hingga sekarang, perjuangan menerapkan Syariat Islam di Indonesia selalu menimbulkan pro dan kontra, terutama ketika perjuangan ini diarahkan pada upaya mendapatkan legitimasi dan operasionalisasi melalui negara secara formal. 1 Jika selama Orde Baru perbincangan Syariat Islam seolah telah tutup buku, jatuhnya rezim Soeharto bisa dikatakan membuka lembaran baru perbincangan Syariat Islam tersebut. Di era Desentralisasi dan Otonomi Daerah sekarang, gagasan penerapan Syariat Islam kembali mengemuka. Upaya untuk menggali dan memunculkan kembali "Tujuh Kata" yang hilang dalam Piagam Jakarta mulai digulirkan beberapa kelompok. 2 Walaupun sebenarnya pada pertengahan 1980-an, Prof. Dr. Munawir Sjadzali, MA, pernah melemparkan gagasan reaktualisasi ajaran Islam tentang perlunya pemikiran ulang mengenai pembagian harta waris yang berkaitan dengan hukum (Syari’at Islam) .3

Inilah tampaknya awal dari gegap gempita wacana Syariat Islam di Indonesia pasca Orde Baru. Peristiwa 1998 telah menjadi tonggak sejarah perubahan baru

1 http://zanwar.blogspot.com/2007/10/formalisasi-syariat-islam-di-indonesia.html <11

Desember 2007>

2Ibid

3

Azyumardi Azra, Syari’at Islam dalam Bingkai Nation State, Jakarta: Paramadina, 2005, h.29


(9)

dalam negara Indonesia, peristiwa inilah yang kemudian kita kenal dengan peristiwa Reformasi. Semua elemen masyarakat pada saat itu berontak dari kepemimpinan Orde Baru pimpinan Soeharto, yang mengakibatkan ia harus lengser dari jabatannya sebagai orang pertama di Indonesia yang telah ia pegang kurang lebih 32 tahun yang lalu.

Setelah hampir 10 tahun reformasi, perjuangan memformalisasikan Syariat Islam kian hari kian marak. Sejak Otonomi Daerah dilaksanakan hingga Juli 2006, tercatat 56 kebijakan peraturan daerah dalam berbagai bentuk; Peraturan Daerah (Perda), Qanun, Surat Edaran, dan Keputusan Kepala Daerah. Produk kebijakan daerah tersebut secara tegas berorientasi pada ajaran moral Islam hingga pantas disebut Perda Syariat Islam.

Perda berbasis syari’at itu setidaknya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu: 4

1. Ketertiban Masyarakat seperti pelarangan aktivitas pelacuran seks dan pembatasan distribusi dan konsumsi minuman beralkohol;

2. Kewajiban dan keterampilan keagamaan seperti pembayaran zakat dan kemampuan baca al-Qur’an

3. Simbolisme keagamaan berupa pakaian busana muslim

Selain terbukanya Perda berbasis Syari’at Islam melalui peluang Otonomi Daerah, maka ada beberapa hal lain yang juga mendorong maraknya Perda berbau

4

Prof. Dr. Arsykal Salim, Peraturan Daerah Berbasis Syari’a Islam dan Masalah Penegakan HAM (Draf Mata Kuliah Syari’ah Hukum dan HAM), h. 3


(10)

Syari’at Islam, yakni aspirasi permanen sebagian kelompok Islam untuk memasukkan hukum Islam kedalam hukum nasional setelah gagal mengamandemen UUD, kecenderungan itu bergeser ketingkat daerah melalui Perda. 5

Setelah jatuhnya Orde Baru yang mewajibkan berlakunya asas tunggal Pancasila, Presiden BJ Habibie mengubah strategi dengan mengembalikan keistimewaan Aceh melalui legalisasi Syariat Islam, meski sebatas aspek ibadah, adat, pendidikan dan peran ulama, selain yang sudah diberlakukan, semacam hukum pernikahan, warisan, perbankan dan lain-lain. Implementasi Syariat Islam adalah pintu masuk Perdamaian Aceh. Menurut Mayjen (purn) Sulaiman AB (2005:108-109), pemerintahan Habibie menilai penerapan Syariat Islam adalah alternatif solusi. Perundingan Helsinki memang menentukan terjadinya Perdamaian antara pemerintah dan kelompok yang menginginkan Aceh merdeka, tapi tanpa adanya penerapan Syariat Islam, juga bencana gempa-tsunami, mustahil terjadi pengalihan wacana berpikir rakyat Aceh, yang sebelumnya terobsesi referendum dan kemerdekaan.

Tidak dipungkiri, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berasas Islam adalah yang pertama kali mendorong pemerintah segera menerapkan Syariat Islam di Aceh. Namun, lahirnya UU Nomor 44/1999 dan UU Nomor 18/2001, dan akhirnya UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, adalah karena disetujui oleh partai/fraksi, baik yang berasas Pancasila maupun Islam, Partai-partai berasas Pancasila (Golkar dan PDIP) malah dua partai terbesar yang kumulasi suaranya

5 http://lulukwidyawanpr.blogspot.com/2006/07/Perda-berbasis-syariat-tanya-ke-napa.html


(11)

melebihi 50%. Munculnya Perda yang dianggap bernuansa Syariat Islam itu justru memukul balik ide tersebut. Daerah-daerah yang getol menerapkan Perda demikian adalah daerah-daerah yang didominasi Partai Golkar, yang berasaskan Pancasila. Kita bisa telisik misalnya pada tiga daerah di Sulawesi Selatan yang dianggap termaju dalam penerapan Perda yang disebut bernuansa Syariat Islam, yakni Kabupaten Bulukumba, Takalar dan Maros. Data Pemilu 2004 menunjukkan, Golkar meraih 11 kursi dari 35 kursi DPRD Kabupaten Bulukumba, sedangkan PPP dan PKS meraih empat dan dua kursi. Di Kabupaten Takalar, Golkar menyapu 16 dari 30 kursi DPRD, sedangkan PPP dan PKS hanya mendapat satu dan dua kursi. Begitu pula, di Kabupaten Maros, Golkar meraup 13 dari 30 kursi, sedangkan PPP dan PKS masing-masing dua dan tiga kursi. Ada pengecualian, di Provinsi Bali yang didominasi PDIP (28 dari 52 kursi DPRD Bali), dan Golkar (13 kursi) tidak ada penerapan Perda bernuansa Syariat Islam, tapi justru hukum adat dan ibadat Hindu Bali yang mengikat semua penganut agama, termasuk Muslim. Sementara itu, di daerah Manokwari yang didominasi Golkar dan PDIP diupayakan Perda Kota Injil. Jadi, Perda yang disebut bernuansa Syariat Islam dibuat di daerah-daerah yang didominasi partai berasas Pancasila, dan kepala daerah yang dicalonkannya.6 Akan tetapi justru partai-partai Islam tidak melakukannya, baik partai Islam yang menyatakan dasar mereka adalah berdasarkan azas Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Persatuan Nahdlatul Ummat Indonesia (PPNUI), maupun partai nasionalis yang mayoritas di dalamnya adalah umat Islam, contohnya Partai

6http://www.ppp.or.id/detail_berita.php?id=23


(12)

Kebangkitan Bangsa (PKB)

Dari sekian banyak propinsi di Indonesia terdapat beberapa daerah yang membentuk dan mengesahkan Perda berbasis Syari’at Islam, salah satunya adalah Kota Bandar Lampung yang menjadi Ibu Kota dari Propinsi Lampung, yakni adanya Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tentang Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila. Yangmana pada saat Perda ini terbentuk kursi di DPR Kota Bandar Lampung didominasi oleh PDI -P dan Golkar, PDI-P 16 orang dan Golkar menduduki posisi selanjutnya atau 7 orang, PKB 2 orang, PBB 1 orang, dan PKS 2 orang.

Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung, oleh karena itu Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan, dan kebudayaan, serta merupakan pusat kegiatan perekonomian dari propinsi Lampung dengan jumlah penduduk 683.490 jiwa dengan hampir lebih dari 90% mereka memeluk agama Islam atau sekitar 623.977 jiwa. 7 Menurut pemantauan Dinas Sosial, khususnya daerah-daerah tempat prostitusi di Kota Bandar Lampung meliputi tempat-tempat hiburan dan yang tersebar dibeberapa tempat mangkalnya WTS atau PSK, misalnya kawasan daerah Tanjungkarang Pusat, jalan protokol (pada hotel-hotel melati), eks Pasar Seni Enggal, eks lokalisasi Pemandangan/Pantai Harapan (Panjang), Jalan Pramuka, Jalan Urip Sumoharjo, dan sepanjang Jalan Yos Sudarso serta daerah kawasan daerah Telukbetung.

7Kota Bandar Lampung dalam Angka 20072

, Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung (BPS), 2007


(13)

Sorotan mengenai kegiatan prostitusi atau pelacuran yan bersifat liar (ilegal) dan bersifat sporadis pada daerah kota menjadi persoalan yang penting dan dibutuhkan penanganan secara humanis. Mengingat bagaimana lokalisasi Panjang (Pantai Harapan dan Pemandangan) dibubarkan Pemerintah Daerah, akan tetapi persoalan ini tidak bisa memberikan jawaban yang tepat, terbukti setelah lokalisasi ditutup justru para pekerja seks sulit diawasi dan makin liar.

Menurut data yang diperoleh Dinas Sosial dan Kesehatan Provinsi Lampung sepanjang 2003 diperkirakan 64 orang positif HIV (Human Immunodeficiency Virus) dengan perbandingan peningkatan dua kali lipat (100%) dibandingkan tahun sebelumya sebanyak 33 kasus yang positif. Terjadinya peningkatan penderita HIV yang luar biasa berdampak kepada kekhawatiran kita mengenai persoalan ini.

Tudingan prostitusi dianggap sebagai 80% faktor utama dari meningkatnya jumlah penderita HIV tentu beralasan karena pelaku seks bebas kini mengidap virus HIV/AIDS yang sangat mematikan dan belum ditemukan obatnya. HIV/AIDS timbul dan berkembang sangat cepat karena dunia pelacuran tetap saja berkembang. Di mana negara-negara yang sedang berkembang paling banyak menghadapi persoalan kasus pelacuran termasuk pelacuran anak dengan berbagai alasan penyebab.

Dari pemaparan singkat itulah yang melatar belakangi penulis untuk mengkajinya dengan judul “Respon Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002 tentang Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila”


(14)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka masalah ini hanya dibatasi pada Respon Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Golongan Karya (Golkar) sebagai partai politik yang memiliki perwakilan di legislatif dan ikut mengusung Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002 Tentang Prostitusi dan Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila ini pada masanya. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka permasalahan dirumuskan atas beberapa hal, yaitu :

a) Apa yang melatar belakangi munculnya Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002?

b) Bagaimana respon Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golongan Karya (Golkar) terhadap Perda Kota Bandar Lampung Nomor15 tahun 2002?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana respon PKS dan Golkar di propinsi Lampung terhadap Perda kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002 tentang Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila


(15)

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka ada beberapa kegunaan dari penelitian ini, yakni :

a) Secara akademik, hasil penelitian akan menambah wawasan mengenai Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002 dan respon Partai Nasionalis dan partai Islam terhadap Perda ini.

b) Secara praktis, hasil penelitian ini akan menambah perbendaharaan kepustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengenai kebijakan Otonomi Daerah di Bandar Lampung terhadap Perda Nomor 15 tahun 2002 Tentang Larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila.

D. Review Pustaka

Peraturan Daerah Kota Bandar No. 15 Tahun 2002 Tentang Larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila, yang memuat tentang apa itu yang dimaksud dengan prostitusi dan perbuatatan tunasusila, ketentuan larangan, penindakan, pembinaan, ketentuan pidana, penyidikan, ketentuan peralihan dan hal lain yang berkaitan dengan larangan prostitusi dan perbuatan tuna susila.8

Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap penangulangan prostitusi di Cirebon; analisis terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang Prostitusi), yang membahas tentang prostitusi menurut hukum Islam, sanksi

8 Perda Kota Bandar Lampung No. 15 Tahun 2002

, Tentang Larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila


(16)

dan penyebab prostitusi, latar belakang lahirnya Perda Nomor 1 tahun 2002, serta tinjauan hukum Islam terhadap Perda Kota Cirebon Nomor 1 tahun 2002.9

Skripsi yang berjudul Prostitusi Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif; Studi Kasus diwilayah Parung. Skripsi ini membahas tentang pengertian prostitusi, jenis dan faktor penyebabnya, serta pandangan hukum Islam dan positif terhadap prostitusi.10

Buku yang diterbitkan Kencana yang berjudul Pornorafi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam yang menjelaskan tentang hubungan tindak pidana pornografi dan pornoaksi dengan prostitusi di lihat dari hukum positif dan hukum Islam, serta usulan dan solusi penanggulangan isu ini dari perspektif hukum Islam.11

E. Metode Penelitian

Alasan penulis mengangkat Golkar dan PKS sebagai objek penelitian adalah karena Keduanya merupakan 2 partai politik yang memiliki ideologi yang berbeda, Golkar dengan nasionalis-nya, selain itu juga karena dihampir semua wilayah yang memiliki Perda berbasis Syari’at Islam Golkar mendapatkan suara yang cukup signifikan. Sedangkan PKS, karena ia adalah partai yang berazaskan Islam selain itu juga penulis tertarik karena PKS merupakan partai politik yang dimotori oleh

9

Isti’amah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penanggulangan Prostitusi di Cirebon (Analisis Terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 Tahun 2002 tentang Prostitusi), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

10

Nurcholis, Prostitusi Ditinjau dari Hokum Islam dan Hukum Positif (Study Kasus di Wilayah Parung), Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2005

11

Neng Djubaedah, S.H,.M.H., Pornorafi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, Bogor: Kencana, 2003


(17)

anak muda terdidik yang berhasil mengokohkan eksistensi politik partai dakwah ditengah percaturan politik Indonesia, bukan bertujuan untuk mendirikan negara Islam, tetapi bagaimana memasukkan Syariat Islam kedalam negara dengan cara antara lain bersikap bersih, anti korupsi, melawan kedzaliman, peduli kepada masyarakat dan bagaimana menunjukkan sikap-sikap islami dalam kehidupan yang mana semuanya adalah merupakan bagian dari Syariat Islam

Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data yang ada lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan. Dan sebagaimana lazimnya suatu karya ilmiah, maka penulis dalam membahas masalah ini menggunakan beberapa metode penelitian yang terdiri dari :

1. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku, majalah, artikel, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan masalah yang penulis bahas.

2. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu dalam bentuk wawancara (Interview) yaitu, penulis mengadakan wawancara langsung dengan pihak terkait, dalam hal ini penulis mewawancarai aktivis Partai Golkar dan PKS, anggota DPRD kota Bandar Lampung selaku badan legislatif yang merumuskan Perda No.15 Tahun 2002, Pemda Kota Bandar Lampung dengan


(18)

tujuan untuk memperoleh penjelasan langsung mengenai data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. 12

Dalam menganalisa data penulis menggunakan metode deskriftif analitis, yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan kemudian menganalisanya dengan content analysist (analisa isi)

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2007”

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang dasar pemikiran yang menjadi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Mengenal tentang Partai Golkar dan PKS. Bab ini akan menguraikan tentang sejarah kedua partai tersebut, Platform dan visi misi kedua partai tersebut.

Bab III Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Dan Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Larangan Prostitusi Dan Perbuatan Tuna Susila. Bab ini akan menguraikan tentang Kondisi Sosial Kota Bandar Lampung, Peta Politik Kota Bandar Lampung, Latar Belakang politik hukum Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002.

12

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997), h. 100


(19)

Bab IV Respon Partai Golkar dan PKS Terhadap Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002. Bab ini akan menguraikan tentang bagaimana respon dari partai Golkar dan PKS terhadap Perda No. 15 Tahun 2002 Kota Bandar Lampung tentang larangan Prostitusi dan Perbuatan Tuna Susila, serta analisa penulis terhadap respon dari kedua partai tersebut.


(20)

BAB II

PARTAI GOLONGAN KARYA (GOLKAR) DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)

A. Partai Golongan Karya 1. Sejarah Golkar

Golkar merupakan kelanjutan dari Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber) yang didirikan pada 20 oktober 1961 di Jakarta. Pembentukan Sekber Golkar merupakan inisiatif dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah adanya pengakuan tentang kehadiran dan legalitas golongan fungsional dan MPRS dan Front Nasional. Dasar pertimbangannya antara lain adalah munculnya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 1959 untuk mengangkat 200 orang wakil-wakil Golongan Karya yang tidak berafiliasi pada partai politik di MPRS. Peraturan tersebut kemudian diperkuat oleh Keputusan Presiden Nomor 193 tahun 1964 yang mengakui wakil-wakil Golongan Karya di Front Nasional. Selain itu, kehadiran Front Nasional sendiri bertujuan untuk menghadapi tekanan-tekanan dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada awal pertumbuhannya, Sekber Golkar beranggotakan 61 organisasi fungsional hingga kemudian berkembang menjadi 291 organisasi. Organisasi-organisasi itu kemudian dikelompokkan dalam tujuh kelompok induk Organisasi-organisasi (Kino) yaitu: Kino Kosgoro, Kino SOKSI, Kino MKGR, Kino Profesi, Kino Ormas Hankam, Kino Gakari, dan Kino Gerakan Pembangunan.


(21)

Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya Golkar mengikuti Pemilu dan langsung meraih suara pemilih terbanyak (62,79%). Selanjutnya sesuai dengan ketentuan dan ketetapan MPRS mengenai perlunya penataan kembali kehidupan politik Indonesia, maka pada tanggal 17 Juli 1971 Musyawarah Sekber Golkar mengubah dirinya menjadi Golkar. Yang kemudian nama ini dikukuhkan secara resmi pada Munas Golkar pada tanggal 4-5 September 1973 di kota Surabaya Jawa Timur. Semenjak itu, Golkar selalu tampil sebagai pemenang Pemilu dan menjadi partai penguasa (The Rulling Party), dan perolehan suara tertinggi dicapai pada masa Harmoko.

Atas dasar inilah, maka Anggaran Dasar Golkar menjelaskan, bahwa Golkar berorientasi pada program pembangunan tanpa membedakan latar belakang ras, suku, asal usul, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 13

Selama perjalanannya Golkar telah memposisikan diri sebagai kekuatan sosial pendukung Orde Baru. Hal ini tercermin dari setiap pelaksanaan Munas Golkar senantiasa menghasilkan keputusan yang memberikan dukungan terhadap program-program pemerintah. Dengan kata lain, program organisasi selau disinkronkan dengan program pemerintah dan mendapat dukungan serta legitimasi dari lembaga legislatif yang dikuasai oleh Golkar. 14

13

Dewan Pimpinan Wilayah, Pengetahuan Tentang Ke-Golkar-an, Jakarta; DPP Partai Golkar, h. 11

14Ibid


(22)

Ketika krisis ekonomi mulai melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang diikuti oleh gerakan reformasi oleh mahasisiwa, kondisi politik nasionalpun ikut berubah. Jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan ternyata membawa sejumlah implikasi serius bagi perkembangan Golkar selanjutnya. Dalam tubuh Golkar pun muncul desakan untuk melakukan reformasi untuk menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Desakan ini muncul dari Kosgoro. Selain itu desakan juga muncul meminta ketua umum DPP Golkar Harmoko mundur dari jabatannya. Harmoko dituding harus bertanggungjawab atas kejatuhan Soeharto, menginggat ia sebagai Ketua DPR/MPR dan Ketua DPP Golkar.

Untuk memenuhi desakan ini, Golkar akhirnya menyelenggarakan Munaslub pada tanggal 9-11 juli 1998 di Jakarta. Pertarungan beberapa kelompok yang berbeda pandangan pun mewarnai arena Munaslub, yang kemudian mengkrucut menjadi dua kubu dan memuncak ketika memasuki tahap pemilihan Ketua Umum Golkar yang baru, menggantikan Harmoko. Kubu pertama memilih Akbar Tanjung, sedangkan kubu kedua mencalonkan Edi Sudradjat, yang kemudian Akbar Tanjung tepilih sebagai ketua umum dengan meraih 17 suara, sementara Edi Sudradjat meraih 10 suara. Akibat dari pemilihan suara ini ternyata membawa dampak lebih lanjut, beberapa tokoh Golkar dari kubu Edi Sudradjat akhirnya menolak menjadi pengurus partai. Bahkan, akhirnya mereka keluar dari Golkar dan membentuk partai baru.

Meskipun dalam arena Munaslub pada waktu itu terjadi pertarungan beberapa kelompok yang berbeda pandangan, akan tetapi arena ini juga berhasil


(23)

melahirkan sejumlah keputusan mendasar sebagai manifestasi pembaharuan. Di antaranya adalah munculnya paradigma baru dengan visi, misi dan platform perjuangan yang baru pula. Golkar berusaha untuk mengembangkan orientasi baru yang berkomitmen pada semangat reformasi yang berintikan keadilan, demokratisasi dan transparansi. Pengembangan konsep paradigma baru tersebut ternyata bukan hanya konsep tertulis. Setidaknya, dalam beberapa hal telah dicoba diimplementasikan di lapangan, antara lain:

a) Golkar mencoba untuk mewujudkan proses pemilihan ketua umum melalui mekanisme demokratis.

b) Golkar menyatakan telah melakukan disconnection terhadap sistem kekuasaan lama yang terpusat pada seseorang, sekaligus melakukan koreksi yang terencana, melembaga dan berkesinambungan terhadap penyimpangan masa lalu.

c) Golkar menghapus adanya Lembaga Dewan Pembina, Dewan Pertimbangan, dan Dewan Penasehat.

d) Golkar berusaha tampil mandiri dan demokratis dalam pengambilan keputusan dengan menghapus mekanisme tiga jalur yang waktu itu dikenal dengan ABG (ABRI, Birokrat dan Golkar)


(24)

2. Platform Partai Golkar 15

Platform yang merupakan sikap dasar Golkar ini merupakan kristalisasi dari pemahaman, pengalaman dan kesadaran historis Golkar dalam membangun bangsa dimasa depan. Adapun yang menjadi platform dari partai ini adalah:

a) Golkar berpijak pada landasan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pemahaman ini Golkar baru menolak gagasan negara Federal dan setuju dilakukannya pengurangan terhadap kecenderungan sentralisme dalam pengelolaan negara dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah.

b) Golkar berwawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan adalah satu cara pandang yang mengatasi paham golongan dan kelompok baik atas dasar suku, etnis, agama, bahasa , aliran maupun atas dasar kebudayaan. Dengan wawasan ini, maka semua potensi bangsa mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang secara optimal, sehingga kelompok minoritas sekalipun akan merasa seperti berada di rumahnya sendiri. Potensi-potensi ini bahkan kemudian harus dihimpun sehingga menjadi kekuatan yang besar.

c) Golkar adalah partai majemuk (pluralis). Golkar adalah partai yang menampung kemajemukan bangsa Indonesia. Bagi Golkar kemajemukan adalah anugerah Tuhan yang membentuk mozaik ke-Indonesia-an yang

15

Tim Ltbang Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program, 2004-2009, Jakarta; Kompas, 2004, h. 400


(25)

sangat indah dan mempesona yang berbuhul dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika". Komitmen ini akan dipertahankan oleh Golkar sepanjang masa, karena komitment pada keterbukaan dan kemajemukan adalah merupakan komitmen pada identitas ke-Indonesia-an. Dengan demikian maka Golkar tidak sependapat dengan pembelahan masyarakat (social fragmentation) berdasarkan sifat primordial dan sektarian. Dengan sikap yang non-aliran dan non-sektarian, Golkar mengembangkan perspektif fungsi sehingga pendekatan yang dilakukan adalah berorientasi pada program (program oriented) bukan berorientasi ideologi (ideology oriented).

d) Golkar adalah partai yang komitmen pada demokrasi. Demokrasi yang hendak dibangun adalah "Demokrasi Indonesia", yaitu demokrasi yang dilandaskan pada prinsip dan nilai Pancasila. Golkar Baru menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan yang memperkokoh dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia

e) Golkar adalah partai yang berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai upaya mewujudkan salah satu tujuan nasional. Peningkatan kesejahteraan itu diwujudkan antara lain dengan meningkatkan taraf hidup dan kecerdasan rakyat secara menyeluruh. Dengan sikap ini Golkar mempertegas keberpihakan pada rakyat.

f) Golkar adalah partai yang komitmen pada penegakan hukum, keadilan dan hak-hak asasi manusia. Sebagai partai politik yang hidup di negara yang


(26)

berdasarkan hukum, maka Golkar senantiasa mengupayakan terwujudnya supremasi hukum di segala bidang. Komitmen ada penegakan hukum, keadilan, dan hak-hak asasi manusia ditempatkan sebagai pilar utama dalam rangka mewujudkan pemerintahan dan tata kehidupan bernegara yang demokratis, konstitusional dan berdasarkan hukum.

g) Golkar adalah partai yang senantiasa mendasarkan gerak langkahnya pada nilai-nilai etika dan moralitas berdasarkan ajaran agama. Etika dan moralitas adalah saripati agama dan buah dari keberagamaan itu sendiri. Dengan komitmen ini Golkar menempatkan keimanan dan ketakwaan sebagai salah satu asas pembangunan. Dalam persepsi yang demikian maka agama menempati kedudukan yang sangat penting karena agama memiliki fungsi motivatif, inspiratif, dan sublimatif.

h) Golkar adalah Partai yang dalam setiap gerak langkahnya senantiasa berpijak pada wawasan pembaharuan dan pembangunan yang telah menjadi sikap dasar Golkar sejak kelahirannya, bahkan menjadi salah satu butir dari nilai-nilai dasar Golkar seperti tercantum dalam Ikrar Panca Bhakti Golongan Karya "Golkar adalah pelopor Pembaharuan dan Pembangunan". Sikap dasar ini membawa Golkar senantiasa mendorong gerakan reformasi secara menyeluruh yang dilangsungkan secara gradual, inkremental, dan konstitusional.


(27)

3. Visi dan Misi Partai Golkar

Adapun visi dari partai Golkar ini adalah berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, berakhlak baik, menjunjung tinggi HAM, cinta tanah air, demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.

Dengan visi ini maka partai Golkar hendak mewujudkan kehidupan politik nasional yang demokratis melalui pelaksanaan agenda-agenda reformasi politik yang diarahkan untuk melakukan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan berkesinambungan, terhadap seluruh bidang kehidupan. Dengan visi ini pula partai Golkar hendak mengembangkan pola hubungan sosial yang lebih harmonis dan dilandasi oleh semangat persamaan manusia. Pandangan yang diskriminatif dan tidak adil terhadap suatu kelompok tertentu harus dihapuskan dari segenap masyarakat kita, dan diganti dengan pandangan yang diliputi oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan dan persaudaraan sejati antar warga negara. 16

Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut, partai Golkar dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

16


(28)

mewujudkan cita-cita proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak asasi manusia.17

B. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

1. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Berdirinya Partai Keadilan bisa dikatakan berbeda dengan partai lainnya baik partai yang berbasis ideologi maupun yang non ideologis. Kelahiran Partai Keadilan berangkat dari musyawarah yang cukup panjang, yang membahas tentang penyikapan terhadap era reformasi yang membuka keran kebebasan untuk berekspresi, diantaranya mendirikan partai politik. 18

Terbatasnya ruang untuk mengembangkan wacana politik ke-Islam-an khususnya dan politik keseluruhan pada umumnya pada masa Orde Baru, telah mendorong dan para pemikir dan aktivis Islam untuk mencari alternatif yang memungkinkan. Adapula yang mengembangkan gagasan mengenai diversivikasi makna politik Islam. Akan tetapi, sebagian besar justru menoleh pada strategi jangka panjang, yaitu dengan meningkatkan kajian terhadap Islam dalam spektrum yang lebih dalam dan luas. Dalam konteks ini kampus, masjid,

17

Tim Ltbang Kompas, Partai-Partai Politik, h. 400

18

Aay Muhammad Furqan, Partai Keadilan Sejahtera Ideologis dan Praktis Politik kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, cet. I, Jakarta: 2004, h. 150


(29)

forum studi menjadi alternatif yang dinilai strategis. Disitulah kajian demi kajian dilakukan. Lebih penting daripada sekedar keinginan untuk menambah pengetahuan mengenai Islam adalah pendalaman aqidah dan praktik keagamaan yang empirik. Di samping itu, tali silaturahmi, rasa ukhuwah islamiyah, serta jaring-jaring komunikasi juga dirajut. Jaringan ini semakin panjang dan kompleks jika unsur-unsur diluar kampus dilibatkan. Kehadiran lembaga-lembaga kajian, seperti Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Paramadina dan lain sebagainya, semakin menjadikan pikiran-pikiran ke-Islam-an accessible bagi public.

Awal tahun 1980 gerakan-gerakan keislaman yang mengambil masjid-masjid sebagai basis operasional, struktural partai ini mulai bersemi, gerakan dakwah dengan cara membangun ukhuwah (persaudaraan) di antara kehidupan masyarakat yang cenderung indivisualistik ini semakin membesar dan mengental. Mereka juga membangun ruh-ruh keislaman melalui media tabligh, seminar aktivitas sosial, ekonomi juga pendidikan, meskipun pada saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang demikian ketat mengawasi aktivitas keagamaan. 19

Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 2008 dirasakan membuka iklim kebebasan yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya peraihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka maksudkan sebagai upaya mewujudkan bangsa dan negara

19


(30)

yang diridhoi Allah SWT . Pendirian partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang. Maka merekapun sepakat untuk membentuk partai politik. Sebelumnya, dilakukan sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. 20

Adapun pertanyaan survei lebih difokuskan untuk mengetahui sejauh mana keinginan para aktivis dakwah ini dalam menyikapi arus perubahan reformasi. Satu di antaranya yang dipertanyakan adalah perlu tidaknya mendirikan sebuah partai. Pertanyaan yang disebarkan sebanyak 6000 orang/responden pada sebuah komponen aktivis dakwah, sebanyak 5800 pertanyaan kembali. Dari 5800 responden 86% lebih menginginkan untuk mendirikan partai politik. Dan 27% sisanya menginginkan untuk mendirikan organisasi masyarakat, dan sisanya menginginkan mempertahankan habitat semula yaitu dalam bentuk yayasan, LSM, kampus pesantren dan berbagai lembaga lainnya. 21

Atas dasar hasil yang didapatkan itu kemudian berkumpullah beberapa orang yang mewakili berbagai kalangan untuk membahas hasil jajak pendapat

20

Tim Ltbang Kompas, Partai-Partai Politik Indonesia, h. 301

21

Ali Said, Fenomena Partai Keadilan Refleksi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia,


(31)

tersebut. Setidaknya ada 52 orang yang mewakili, yang terdiri dari latar belakang yang berbeda pendidikan, gender, suku bangsa, profesi dan lain sebagainya. Beberapa diantaranya 5 orang adalah perempuan, 8 orang doktor (S-3), lulusan Barat maupun Timur Tengah, bahkan ada yang Tionghoa, profesipun beragam mulai dari dosen di berbagai kampus umum maupun agama, pengusaha, pimpinan pesantren, mantan pimpinan mahasiswa, sampai yang pernah menjadi bintang film. Akan tetapi semuanya memiliki latar belakang yang sama dalam hal keterlibatan mereka dalam aktivitas dakwah. Mereka yang berkumpul dalam musyawarah yang diketua oleh Dr. H.M.Hidayat Nur Wahid, MA dan sekretaris H. Lutfi Hasan Ishaq, MA, 52 orang tersebut adalah :

1. Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA 2. H. Lutfi Ishaaq, MA

3. Dr. H. Salim Segaf al-Jufri, MA 4. Dr. Mulyanto, MEng

5. Dr. Ir. H. Nurmahmudi Ismail, M.Sc 6. Drs. H. Abu Ridho, A.S

7. H. Mutammimul Ula, SH 8. K.H. Abdul Hasib Hasan, Lc 9. Fahri Hamzah, SE

10.Dr. H. Daud Rasyid Sitorus, MA 11.Drs. H. Mukhlis Abdi


(32)

13.Igo Ilham, Ak

14.Chin Kun Min (al-Hafidz) 15.Drs. Arifinto

16.Nursanita Nasution, SE, MS 17.H. Rahmad Abdullah

18.Dr. H. Ahmad Satori Ismail 19.Ir. H. Untung Wahono 20.Mashadi

21.H. Maddu Mallu, SE, MBA 22.H. M. Nasir Zein, MA 23.K.H. Acep Abdul Syukur

24.Dr. H. Ahzami Samiun Jazuli, MA 25.K.H. Yusuf Supendi, Lc

26.Hj. Yoyoh Yusroh 27.H.M. Anis Matta, Lc 28.Dra. Zirliyosa Jamil 29.Drs. H. Suharna S., MT

30.H.M. Ihsan Arlansyah Tanjung 31.Syamsul Balda, SE. MM

32.H. Habib Aboe Bakar al-Habsyi 33.Sunmanjaya Rukmandis


(33)

35.Drs. Erlangga Masdiana, MSi 36.Didik Ahmadi, Ak, MComm 37.Ir. H. Suswono

38.Ahmad Zainuddin, Lc 39.K.H. Abdur Raqib, Lc

40.H. Abdullah Said Baharmus, Lc 41.H. Ahmad Hatta, MA, Ph.D 42.H. Makmur Hasanuddin, MA 43.Dra. Hj. Siti Zainab

44.Dra. Sri Utami

45.Nurmansyah Lubis, SE, Ak, MM 46.dr. H. Naharus Surur

47.Drs. Muhroni 48.H. Aus Hidayat

49.Ir. H. Tifatul Sembiring 50.Drs. Almuzammil Yusuf 51.H.M. Tizar Zein

52.H. Fahmi Alaydrus, S. Psy22

Partai Keadilan akhirnya resmi didirikan pada 20 Juli 1998 di Jakarta. Dalam deklarasi yang dilakukan di lapangan mesjid al-Azhar, Kebayoran Baru,

22


(34)

pada 9 Agustus 1998, para dewan pendiri inilah yang berdiri dan berbaris di panggung dihadapan sekitar 50.000 para simpatisan dan dan pendukungnya.23

Secara ringkas pendirian Partai Keadilan digambarkan dalam kalimat resmi yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan, Yakni :

“Partai Keadilan didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktifisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang diambil dari musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Sebuah survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktifis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survey ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivis dakwah yang dapat menjadi sebuah pola dinamis bagi pengendalian partai dikemudian hari. Terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan. 24

Dalam Pemilu 1999, Partai Keadilan mendapatkan 7 kursi di DPR RI, 21 kursi DPRD tingkat I, dan sekitar 160 DPRD tingkat II. Dengan hasil perolehan 1.436.565 suara. Partai Keadilan menduduki peringkat ke-7 diantara 48 partai politik peserta Pemilu 1999. Bahkan di Kota Jakarta Partai Keadilan berhasil menduduki peringkat ke-lima. Namun, sayangnya hasil ini tidak mencukupi untuk mencapai ketentuan electoral threshold, sehingga tidak bisa mengikuti Pemilu 2004 kecuali berganti nama dan lambang.

23

Ali Said, Fenomena Partai, h. 232

24Sekilas Partai Keadilan


(35)

Pasca Pemilu 1999, sambil berusaha agar ketentuan electoral threshold dibatalkan, yang kemudian ini menghadapi jalan buntu, karena dihadang oleh sebagian kekuatan partai-partai besar yang khawatir akan rivalitas dari kekuatan yang baru tumbuh, Partai Keadilan juga menyiapkan sebuah partai lain untuk mengantisipasi hal ini. Maka pada tanggal 20 April 2002, sebuah partai baru yang akan menjadi wadah bagi kelanjutan kiprah politik dakwah warga Partai Keadilan yaitu Partai Keadilan Sejahtera atau disingkat dengan PKS yang dipimpin oleh Almuzammil Yusuf. Setelah resmi berdiri lewat akta notaris, untuk mengukuhkan pendiriannya, pada tanggal 18 Mei 2003 Partai Keadilan Sejahtera melakukan pendaftaran sebagai partai politik yang berbadan hukum ke Departemen Hukum dan HAM. Sejak saat itu, terdapat dua partai yang berjalan dan melakukan berbagai aktifitas secara bersamaan. Seringkali mereka terlibat dalam sebuah kegiatan bersama, terutama dalam aksi-aksi demonstrasi.

Kemudian, dalam musyawarah Majelis Syoro XIII Partai Keadilan yang berlangsung tanggal 17 April 2003 di Wisma Haji Bekasi, Jawa Barat, direkomendasikan agar Partai Keadilan bergabung dengan PKS. Namun penggabungan itu baru resmi dilakukan pada tanggal 3 Juli 2003. dengan penggabungan itu, seluruh hak milik Partai Keadilan menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya.

Sementara itu, PKS yang sudah mendaftarkan secara resmi ke Departemen Hukum dan HAM pada 27 Mei 2003, akhirnya dapat disahkan sebagai partai


(36)

politik yang berbadan hukum pada 17 Juli 2003. setelah dilakukan perombakan pengurus, hingga akhirnya pada 18 September 2003 pengurus DPP PKS masa bakti 2003-2008 dikukuhkan. Dalam kepengurusan yang baru, Hidayat Nur Wahid yang semula menjabat sebagai presiden Partai Keadilan, lalu menggantikan posisi Almuzammil Yusuf sebagai Presiden PKS.

2. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Ada 2 visi dari PK Sejahtera, visi umum dan visi khusus, adapun yang menjadi visi umum adalah:

Sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa.25

Sedangkan yang menjadi visi khusus: 26

Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat indonesia yang madani.

Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai : 27

a) Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b) Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.

25

Lihat Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, h 26. lihat juga di http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110, diakses pada tanggal 21 November 2008 pukul 20:52 wib

26Ibid


(37)

c) Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan sistem Islam yang rahmatan lil 'alamin.

d) Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di Indonesia Adapun yang menjadi misi PK Sejahtera adalah: 28

a) Menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai anashir taghyir.

b) Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.

c) Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.

d) Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.

e) Menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinue dalam bingkai hukum dan etika Islam.

f) Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.

28

Lihat Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, h 26. lihat juga di http://www.pk-sejahtera.org/v2/index.php?op=isi&id=110, diakses pada tanggal 21 November 2008 pukul 20:52 wib


(38)

g) Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kezhaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas. 29

3. Platform Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Platform Partai Keadilan Sejahtera merupakan dokumen yang merefleksikan visi, misi, program dan sikap partai terhadap berbagai persoalan Bangsa Indonesia. Platform ini akan menjadi motivasi dan penggerak utama kegiatan partai, dan akan menjadikan semua aset PKS di semua sektor kehidupan, dapat diberdayakan dan didayagunakan (istighlallil amtsal aset dakwah), bekerja secara terintegrasi, kontinue, fokus dan terarah sehingga sumber daya partai yang terbatas bisa dikelola secara baik menjadi efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan dan secara langsung bisa dirasakan oleh para simpatisan, konstituen partai, dan masyarakat Indonesia.

Adapun Platform Partai Keadilan Sejahtera adalah: 30 a) Bidang Politik

1) Berkaitan dengan bentuk Negara, sebagai wujud dari rasa tanggung jawab muslimin terhadap rumah besarnya yang bernama Indonesia., dan panggilan dakwah yang menjadi rahmat bagi semesta alam, PKS bahu-membahu bersama entitas politik lainnya untuk mengisi

29

Lihat Profil Singkat Partai Keadilan, h 28.

30Ringkasan Eksekutif, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, Jalan


(39)

pembangunan menuju Indonesia yang maju, kuat, aman, adil, sejahtera dan bermartabat sesuai dengan cita-cita universal, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adil dan makmur dibawah lindungan Allah.

2) Berkaitan dengan dinamika politik nasional, PKS mendorong agar Indonesia Baru kedepan berada pada kondisi politik yang sehat dan dinamis, dimana terjadi pematangan dari kondisi transisi menuju konsolidasi demokrasi yang mantap, yang ditandai dengan terbuka lebarnya ruang ekspresi masyarakat dalam koridor hukum dan tertib sosial. Pembangunan politik dan pembangunan ekonomi adalah dua sisi mata uang dalam jiwa rakyat, dimana satu sisi mempersembahkan rasa adil dan sisi lainnya menciptakan kesejahteraan, yang mana kesuksesan dua sisi ini akan menumbuhkan perasaan aman dan tentram bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

3) Berkaitan dengan model demokrasi. Eksperimentasi politik di masa transisi saat ini ditandai dengan terbuka lebarnya ruang ekspresi dan ledakan partisipasi politik dalam bentuk munculnya banyak partai politik, namun tetap dalam format sistem presidensial. PKS berkeyakinan bahwa sistem presidensial dengan jumlah partai yang sedikit tampak lebih mungkin dikembangkan, karenanya penyederhanaan jumlah partai peserta pemilu secara bertahap dengan penerapan ”batas ambang” adalah langkah yang rasional dan obyektif.


(40)

4) Berkaitan dengan sistem Ketatanegaraan. Dengan wilayah yang luas dari Sabang sampai Merauke; dengan beragam etnik, budaya dan agama, sumber daya alam yang berlimpah di darat, laut dan udara; serta dengan jumlah penduduk yang besar maka rentang kendali Indonesia begitu luas. Disisi lain pasca krisis ekonomi tatanan sosio-politik-ekonomi yang masih tradisional menuntut pementapan dan redefinisi peran Negara secara lebih tegas, begitu juga dari sisi globalisasi, kesemuanya merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai Negara berkembang. PKS berkeyakinan, bahwa pemerintah mestilah efesien dan efektif dalam mengelola Negara. Secara bertahap bersama tumbuhnya kekuatan Negara, maka pemerintah mengambil posisi pada pengelolaan fungsi minimal Negara, dan menyerahkan fungsi lainnya bagi partisipasi masyarakat. Dengan demikian pemerintah akan fokus dalam aspek pertahanan, keamanan, hukum, proteksi kepemilikan pribadi, manajemen makro ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat serta program-program anti kemiskinan dan penanggulangan bencana yang jelas merupakan fungsi-fungsi yang menjadi kewajiban Negara untuk menegakkannya.

5) Berkaitan dengan tata hubungan pemerintahan secara vertikal serta Otonomi Daerah, maka PKS bahwa hubungan ini dilaksanakan dengan menjalankan kewenangan pusat secara lebih efektif sekaligus dengan meningkatkan kualitas pelaksanaan kewenangan daerah melalui


(41)

penguatan kelembagaan, pembinaan SDM, dan peningkatan kapasitas. PKS memandang perlunya Otonomi Daerah yang terkontrol dan terkoordinasi oleh pemerintah pusat, namun tetap berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan di pusat, propinsi dan di daerah. PKS menentang dengan keras kepala segala bentuk praktek Otonomi Daerah yang hanya menghasilkan konflik otoritas dan menyebarkan virus korupsi, kolusi dan nepotisme kepada oknum-oknum daerah yang menyengsarakan nasib rakyat. Karena itu, transparasi dan akuntabilitas pelaksanaan dana dekonsentrasi untuk pembangunan daerah menjadi sangat penting.

6) PKS berpendapat, bahwa dalam kerangka implementasi dan eksekusi kebijakan politik Negara secara efesien dan efektif, maka keberadaan institusi birokrasi Negara dan tata kelola pemerintahan yang baik, rapi dan kredibel akan mendorong terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang dinamis dan tanpa distorsi. Birokrasi yang bersih, peduli dan professional merupakan cermin akan “tubuh” bangsa ini sehari-hari yang merefleksikan ruh pengelolaan Negara. Tata pemerintahan yang baik, kami yakini menjadi prasyarat kunci bagi tegaknya pemerintahan yang bersih-peduli-profesional harus menyatu dalam tubuh pengelolaan birokrasi, yakni: tata pemerintahan yang


(42)

berwawasan ke depan, transparan, akuntabel, menerapkan prinsip meritokrasi, kompetitif, serta mendorong partisipasi publik.

7) PKS berkeyakinan, bahwa strategi penegakan hukum harus diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari prilaku bermasalah yang koruptif, sesuai dengan pepatah, “hanya sapu bersih yang dapat membersihkan lantai kotor” sebab, penegakan hukum sangat bergantung pada aparat yang bersih, baik di kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan jajaran birokrasi yag menjalankan fungsi-fungsi penegakan hukum tersebut.

b) Bidang Perekonomian

Untuk mengatasi persoalan ekonomi dan meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa, maka PKS mengusulkan langkah-langkah perbaikan penting yang terdiri dari : melipatgandakan produktivitas petani dan nelayan; meningkatkan daya saing sektor industri dan jasa; membangun sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan yang baru, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa melalui harmonisasi dengan lingkungan hidup. PKS menyakini bahwa

1) Kemiskinan sebagai musuh kemanusian harus dibasmi dan upaya pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas pembangunan. Mengingat penduduk miskin terutama adalah para petani dan nelayan yang sejara umum tinggal dipedesaan, maka perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian terhadap sektor pertanian merupakan


(43)

paradoks mengingat potensi sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan sangat besar. Untuk itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan bersamaan dengan pelipatgandaan produktivitas sektor pertanian.

2) Ketimpangan pendapatan yang sangat tajam antara penduduk di sektor pertambangan dan pertanian serta ketertutupan antara sektor pembangunan menjadi sangat rawan terhadap gejolak sosial. PKS berkeyakinan, bahwa pemerataan pendapatan hanya dapat diatasi apabila koordinasi lintas sektoral dikelola secara baik dengan membuat keterkaitan input-output antara sektor yang satu dengan yang lain dalam kerangka kerja integratif, baik kedepan maupun kebelakang dalam setiap sektor, terjadi dalam sebuah harmoni yang terintegrasi akan memunculkan kekuatan sinergi pembangunan, dan menghasilkan pemerataan pendapatan.

3) Tekanan global dan rendahnya daya saing produk industri nasional tidak akan dapat diselesaikan sebelum kita menyadari, bahwa hakikat persaingan di era global ini sarat dengan informasi yang asimetrik. PKS berkeyakinan bahwa pengembangan SDM yang berkualitas dan penguasaan teknologi serta kemempuan inovasi melalui penelitian dan pengembangan adalah kunci peningkatan daya saing industri nasional. Rendahnya daya saing industri nasional juga diakibatkan oleh lambatnya perbaikan iklim investasi dan pembangunan infrastruktur


(44)

dasar. Reformasi birokrasi dan upaya pemberantasan korupsi merupakan agenda utama diluar kebijakan ekonomi yang harus dituntaskan untuk menghilangkan praktek perburuan rente (rent seeking) yang telah mengakar dalam dunia bisnis nasional yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

4) Melaju cepatnya sektor keuangan pasar modal untuk investasi jangka pendek yang terpaut jauh dari sektor riil adalah pertanda, bahwa upaya mengejar keuntungan jangka pendek telah melebihi realitas roda perputaran ekonomi yang terjadi sesungguhnya di lapangan. Padahal semestinya, sektor keuangan adalah darah segar bagi tumbuhnya sektor riil ekonomi yang menggerakkan roda-roda industri barang dan jasa. Untuk memecahkan persoalan ini PKS menyakini bahwa perbaikan sektor riil hanya bisa dilakukan dengan melakukan pengurangan terhadap tindakan spekulatif di sektor keuangan. Dan menciptakan sistem yang mampu mengintegrasi sektor keuangan dan sektor riil untuk meningkatkan investasi langsung.

5) Berbagai kerusakan lingkungan dan eksploitasi SDA yang berlebihan selama ini telah menuai bencana bagi rakyat. Karenanya PKS menyakini bahwa pembangunan berkelanjutan adalah hal yang mutlak dikembangkan. Upaya untuk mereduksi kerusakan alam hanya bisa direalisir apabila kita meningkatkan kemampuan SDM dan penguasaan Iptek, sehingga mampu melakukan proses produksi yang


(45)

bernilai tambah tinggi dengan meminimalisir penggunaan input SDA. Proses teknologi yang hemat SDA dengan nilai tambah tinggi menjadi pilihan penting pembangunan industri kita.

6) PKS memandang bahwa program reformasi ekonomi harus dilandasi oleh semangat mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa dengan mengerahkan segenap potensi ekonomi nasional untuk tujuan kemakmuran rakyat dan menciptakan fundamental ekonomi nasional yang kokoh. PKS berkomitmen untuk mendorong program reformasi ekonomi sebagai pilar pemulihan perekonomian nasional dan mengawal jalannya proses reformasi dari pembelokan arah (backtracking) untuk kepentingan kelompok tertentu dan ketamakan pemburu rente ekonomi. PKS berpendapat, bahwa stabilitas makroekonomi adalah kondisi penting untuk perekonomian, namun tidak mencukupi jika tidak diarahkan untuk mendorong dinamika sektor riil. Stabilitas makroekonomi harus berakhir dengan bergeraknya sektor riil dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Karena itu, PKS memandang bahwa stabilitas makro ekonomi harus dibingkai dengan komitmen kuat terhadap kesejahteraan rakyat. Berdasarkan analisis permasalahan ekonomi nasional yang ada maka PKS menetapkan platform perekonomian PKS yang meliputi :

1) Mendorong penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya serta layak bagi kemanusiaan untuk menghapuskan kemiskinan dan mendorong


(46)

pemerataan pendapatan dan kesejahteraan melalui program pemberdayaan masyarakat miskin dan sektor informal;

2) Membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing tinggi, berbasis SDM berualitas dan kemampuan inovasi teknologi yang memadai dalam rangka mencapai kemandirian bangsa;

3) Mencapai pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi untuk mecapai pembangunan lestari yang berbasis pada integrasi antar sektor serta pembangunan berbasis wilayah dan potensi regional yang menjangkau masyarakat luas;

4) Membatasi tindakan spekulasi, monopoli dan kriminal ekonomi yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh pelaku usaha bagi terwujudnya ekonomi egaliter.

c) Bidang Sosial Budaya

Karena misi yang diemban PKS dalam bidang sosial budaya adalah “membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial dan kemajuan budaya demi mengangkat martabat bangsa”. Dalam bahasa yang lebih gamblang dapat diterjemahkan sebagai “Menghapus kebodohan, kekerasan sosial, dan keterbelakangan budaya” sebab kita memandang kebodohan, kekerasan, serta keterbelakangan sebagai musuh sosial seluruh bangsa.

Demi mendekatkan realitas dengan visi yang dicitakan itu, maka langkah utama PKS adalah :


(47)

1) Memastikan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) meliputi sandang, pangan, papan, kendaraan dan simpanan/ tabungan. PKS menegaskan perlunya infrastruktur pelayan pemerintah diperbaiki agar sanggup menghadapi dan melawan jaringan spekulan yang telah merugikan masyarakat banyak.

2) Peningkatan partsipasi pendidikan yang bermutu. PKS mencanangkan peningkatan partisipasi pendidikan yang bermutu harus terus digencarkan. Pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau yang disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing, bahkan diupayakan gratis untuk fasilitas kewajiban belajar untuk masa 9-12 tahun, hingga tingkat sekolah menegah atas. Penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari anggaran Negara sesuai dengan ketentuan konstitusi perlu dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan aspek-aspek strategis. Perbaikan kurikulum merupakan salah satu prioritas agar peningkatan pengetahuan sejalan dengan pengembangan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk memenuhi pasar lapangan kerja.

3) Terwujudnya status kesehatan paripurna bagi semua sehingga dapat membangun bangsa dan Negara dalam kerangka beribadah kepada Allah Swt. Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan secara adil, berkualitas dan berkesinambungan bersama seluruh elemen bangsa menuju derajat kesehatan yang lebih baik. Secara umum pembangunan


(48)

kesehatan perlu difokuskan pada upaya mengimplementasikan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan mengembangkan system pendukungnya secara berkualitas, antara lain: peningkatan kuota anggaran kesehatan, perbaikan system pembiayaan kesehatan, peningkatan peran serta masyarakat, peningkatan sumber daya kesehatan, serta kefarmasian kesehatan yang berkualitas dan mudah di akses bagi masyarakat, peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta kebijakan kesehatan yang berkeadilan. 4) Penanaman nilai kemandirian dan kesetiakawanan sosial. Perlu

dibangun kepercayaan diri dan nilai kemandirian sebagai titik awal perubahan, semangat kemandirian harus digalakkan tidak boleh mengarah pada gejala individualisme dan egoisme, selain akan merusak modal sosial yang telah ditanam. Kemandirian individu dibangun ditas rasa kesetiakawanan sosial yang harus terus diperluas, sehingga membentuk komunitas yang mencintai kebajikan

5) Gerakan kebudayaan yang progresif. PKS menilai, kebudayaan dalam tataran konseptual-akademik sudah saatnya untuk dimobilisasi melalui gerakan baru yang progresif dalam hal: pengkaderan seniman-budayawan yang tercerahkan, pembentukan komunitas budaya di wilayah kota dan desa, serta perakitan jaringan kebudayaan lokal, nasional dan global. Dengan demikian kebudayaan baru Indonesia


(49)

sangat menghargai warisan budaya lokal/tradisional serta bersikap selektif/ adaptif terhadap arus budaya global/modern.

Adapun langkah penunjang dari platform PKS tersebut yakni: 31 a) Bidang Politik

1) Politik Nasional

2) Kepemimpinan Nasional 3) Ketatanegaraan

4) Reformasi Birokrasi, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi 5) Penegakan Hukum dan Perlindungan HAM

6) Pertahanan 7) Keamanan 8) Kewilayahan 9) Politik Luar Negeri

10)Komunikasi dan Informasi b) Bidang Perekonomian

1) Penegakan Reformasi Ekonomi 2) Kerangka Ekonomi Makro 3) Pengentasan Kemiskinan 4) Investasi dan Infrastruktur 5) Perbankan dan Finansial

31

http://www.pk-sejahtera.org/v2/downloas/pdf/platform.pembangunan.pks.pdf. diakses pada tanggal 21 November 2008, pukul 21:03


(50)

6) Ekonomi Syariah

7) Industr, Iptek, BUMN dan Perdagangan 8) Pertanian Kehutanan dan Kelautan

9) Energi, Pertambangan, dan Pengelolaan SDA 10)Usaha Kecil, Mikro dan Koperasi

11)Ketenagakerjaan, SDM, dan Penciptaan Lapangan Kerja

12)Desentralisasi Fiskal, Otonomi Daerah, dan Pembangunan Regional 13)Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

14)Perjuangan Petani 15)Perjuangan Buruh 16)Perjuangan Nelayan

17)Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup c) Bidang Sosial Budaya

1) Pendidikan Nasional

2) Pembangunan Kesehatan Nasional 3) Seni, Budaya dan Pariwisata 4) Pemberdayaan Masyarakat 5) Kepeloporan Pemuda 6) Olah Raga

7) Perempuan Indonesia 8) Pembinaan Keluarga


(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PERDA KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG

LARANGAN PROSTITUSI DAN PERBUATAN TUNA SUSILA

A. Kondisi Sosial Kota Bandar Lampung

1. Geografi

Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh karena itu Kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, serta merupakan pusat kegiatan perekonomian dari propinsi Lampung.

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5 20’ sampai dengan 5 30’ lintang selatan dan 105 28’ sampai dengan 105 37’ bujur timur. Letak tersebut berada dibagian selatan Propinsi Lampung (Teluk Lampung) dan di ujung selatan Pulau Sumatera. 32

Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197 Km terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administratif batas daerah kota Bandar Lampung adalah :

a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

32 Kota Bandar Lampung dalam Angka 2007, BPS dan Bappeda Kota Bandar Lampung,


(52)

b. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Padang Cermin, Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan dan Teluk Lampung

c. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Gedong Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan

d. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.

2. Topografi 33

Wilayah Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter diatas permukaan laut dengan topografi yang terdiri dari :

a) Daerah pantai yaitu sekitar Teluk Betung bagian selatan dan Panjang. b) Daerah perbukitan yaitu sekitar Teluk Betung bagian utara

c) Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat disekitar Tanjung Karang bagian barat yang dipengaruhi oleh gunung Balau serta perbukitan Batu Serampok dibagian timur selatan.

d) Teluk Betung dan pulau-pulau kecil bagian selatan

Di tengah-tengah mengalir sungai Way Halim, Way Balau, Way Awi, Way Simpur di wilayah Tanjung Karang, dan Way Kuripan, Way Kuripan, Way Kupang, Way Garuntang, dan Way Kuwala yang mengalir di wilayah Teluk Betung.

33 Kota Bandar Lampung dalam Angka 2007, BPS dan Bappeda Kota Bandar Lampung,

2007, h. xxxiv


(53)

3. Agama dan Pendidikan

Kota Bandar Lampung sendiri memiliki penduduk 844.608 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin jumlah Pria 423.423 jiwa dan wanita 421.185 jiwa. 34 Hampir 90% masyarakatnya memeluk agama Islam atau sekitar 755.851 jiwa, 31.695 jiwa memeluk Kristen, 23.081 jiwa memeluk Katholik, 7.799 jiwa memeluk Hindu, 26.182 jiwa memeluk Budha.35 Sedangkan Upah Minimum Regional (UMR) tenaga kerjanya pada tahun 2006 adalah Rp. 560.500,-. 36

Dalam hal pendidikan 3.948 jiwa merupakan lulusan Universitas Lampung terdiri dari 1.393 tingkat Diploma, dan 2.555 tingkat Sarjana Strata I, sedangkan 23.113 jiwa terdiri dari 10.947 laki-laki dan 11.166 perempuan, masih menyesaikan program Strata I dan Diploma di Universitas Lampung. 37 Untuk IAIN Raden Intan sebanyak 343 telah menyelesaikan tingkat Strata I, dan 1.888 jiwa yang terdiri dari 887 laki-laki dan 1.001 perempuan masih menyelesaikan program Strata I. 38

34

Kota Bandar Lampung dalam Angka 2007, BPS dan Bappeda Kota Bandar Lampung, 2007,

h. 34

35

Ibid, h. 35

36Ibid

, h. 47

37Ibid

, h.. 75-79

38Ibid,


(54)

4. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung 39

Sebelum tanggal 18 Maret 1964 Propinsi Lampung merupakan keresidenan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 14 Tahun 1964, keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Propinsi Lampung dengan Ibu Kotanya Tanjung Karang Teluk Betung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1983, Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Karang – Teluk Betung diganti namanya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983, dan sejak Tahun 1999 berubah nama menjadi Kota Bandar Lampung.

Dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1982 tentang perubahan wilayah maka Kota Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari 4 kecamatan 30 kelurahan menjadi 9 kecamatan dengan 58 kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur/KDH Tingkat I Lampung No. G/185.B.111/Hk/1988 tanggal 6 Juli 1988 serta surat persetujuan MENDAGRI No. 140/1799/PUOD tanggal 19 Mei 1987 tentang Pemekaran Kelurahan di wilayah Kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung terdiri dari 9 Kecamatan dengan 84 kelurahan. Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 04 Tahun 2001 tentang pembentukan, penghapusan

39 Kota Bandar Lampung dalam Angka 2007, BPS dan Bappeda Kota Bandar Lampung,


(55)

dan penggabungan kecamatan dan kelurahan dalam kota Bandar Lampung, maka Kota Bandar Lampung menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan.

Sejak berdirinya tahun 1965 sampai saat ini kota Bandar Lampung telah dijabat oleh Walikota/KDH Tingkat II Bandar Lampung berturut-turut sebagai berikut :

a) Sumarsono (1956-1957)

b) H. Zainal Abidin P.A (1957-1963) c) Alimudin Umar, SH (1963-1969) d) Drs. H. Thabrani Daud (1969-1976) e) Drs. H. Fauzi Saleh (1976-1981) f) Drs. H. Zulkarnain Subing (1981-1986) g) Drs. H. A. Nurdin Muhayat (1986-1995) h) Drs. H. Suharto (1995-2004)

i) Edy Sutrisno, S.Pd, M.Pd (Oktober 2005-sekarang)

B. Peta Politik Kota Bandar Lampung 40

Adapun jumlah pemilih dalam Pemilu Presiden dan Legislatif 2009 ini untuk sementara berjumlah 601.166 jiwa terdiri dari 305.924 perempuan dan 295.242 laki-laki yang tersebar di 12 Kecamatan.

Adapun jumlah partai yang ikut dalam Pemilu 2009 ini adalah 38 partai yakni Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai

40Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi Lampung


(56)

Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), Partai Barisan Nasional, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanan Nasional, Partai Republik Nusantara (RepublikaN), Partai Pelopor, Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Patriot, Partai Demokrat (PD), Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Buruh, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Serikat Indonesia, dan Partai Merdeka.

Adapun anggota DPRD kota Bandar Lampung berjumlah 40 orang yang terdiri dari 6 Fraksi yakni 6 anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 8 dari Partai Keadilan Sejahtera, 9 dari Fraksi Golongan Karya, 6 Fraksi Reformasi, 4 Fraksi Bintang Persatuan, dan 7 dari Fraksi Demokrat.

C. Latar Belakang Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 Tahun 2002

1. Latar Belakang Sejarah Perda Kota Bandar lampung Nomor 15 tahun 2002 Tentang Prostitusi dan Larangan Perbuatan Tuna Susila.

Prostitusi merupakan salah satu penyakit sosial, yang berkaitan dengan masalah moral masyarakat, sekaligus juga merupakan pelanggaran hukum. Melegalkan lokalisasi prostitusi bukanlah merupakan solusi, akan tetapi, menghapuskannya juga bukan berarti tidak akan ada masalah yang timbul. Salah satu masalah yang akan timbul adalah keberatan masyarakat sekitar lokalisasi yang merasa terganggu akan praktek legal pelacuran, terutama tokoh


(57)

agama, masyarakat, pemuda, dan sebagian masyarat akan dampak adanya lokalisasi. Belum lagi ditambah sikap reaktif kelompok masyarakat (ormas agama/pemuda) secara luas melakukan reaksi sosial menentang kegiatan prostitusi. Sebab, hal ini bergantung faktor adat istiadat, norma-norma susila, dan agama yang menentang segala bentuk kegiatan pelacuran. 41

Saat ini PSK yang biasanya berkeliaran di sekitar jalan Yos Sudarso, mulai meramaikan pusat ruang publik Saburai. Pusat kota yang merupakan inti dari kehidupan masyarakat kota Bandar Lampung. Masalah ini bukan hanya dalam lingkup kecil buramnya wajah kota Bandar Lampung, lebih dari itu merupakan masalah pembangunan, kemasyarakatan, dan kesejahteraan sosial.

Para pelacur yang bekerja dengan menjual dirinya ini, biasanya mulai berkeliaran pada malam hari di berbagai tempat pusat keramaian, baik di pinggir-pinggir jalan maupun di hotel-hotel melati. Saad Asnawi, kepala Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, mengatakan kota ini dipenuhi pelacur. "Biasanya pelacur bertempat di seputaran Pasar Seni, sekitar Hotel Ria, Bambu Kuning, Jalan Yos Sudarso, Terminal Rajabasa, dan beberapa hotel melati lainnya yang berada di dalam kota," ujar Saad.42

Sebagian PSK dan para waria serta mereka yang berisiko tertulari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS juga beroperasi di jalan-jalan pusat

41

Daeng Novrial dan Andi Suryana, Pengamat Masalah Sosial, Lampung Post, edisi Kamis 2 Desember 2004

42


(58)

ibukota Provinsi Lampung, selain memilih hotel, panti pijat, losmen, warung remang-remang dan tempat transaksi seks terbuka lainnya, sehingga menyebabkan para Pekerja Seks Komersial tersebut menjadi makin tersebar dan acak-acakan, sehingga Pemerintah Daerah Lampung menganggap perlu adanya paeraturan untuk mengatur hal ini. Yang mana sebenarnya hal ini sudah diatur dalam Perda No. 5 Tahun 1994, dengan adanya Perda ini dimaksudkan untuk melengkapi dan menyempurnakan dari Perda No. 5 tahun 1994.

Akhirnya pada bulan Desember 2001 dibuatlah Rancangan Perda tentang Prostitusi, yang kemudian setelah disahkan pada bulan November 2002 menjadi Perda Nomor 15 tahun 2002. Perda ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari Perda Nomor 5 Tahun 1994, sebagaimana dikatakan ketua fraksi TNI/ POLRI DPRD Kota Bandar Lampung Letkol Inf. Djumahir HS.43 Tidak banyak hal yang menghalagi Perda ini muncul karena sejak diusulkan oleh Pemda kepada DPRD pada awal tahun 2002 tidak butuh waktu lama untuk disahkan, karena pada dasarnya DPRD dan Pemda beranggapan bahwa Perda ini memang harus sudah ada, sebagai tindakan prefentif agar kegiatan prostitusi tidak melebar lebih luas.”Itu sebabnya, Wali Kota bersama Komisi E DPRD Bandar Lampung dan ormas-ormas Islam sepakat menerapkan hukuman dan denda bagi pelanggar prostitusi di kota ini lebih berat lagi," kata anggota Dewan dari F-PPP, Irsan SH.44

43Lampung Post

, Edisi 29 Desember 2001

44 http://www.sinarharapan.co.id/berita/0112/29/nus04.html

, Diakses pada tanggal 21 November 2008, pukul 21.24


(59)

2. Politik Hukum Perda Kota Bandar Lampung Nomor 15 tahun 2002 Tentang Prostitusi dan Larangan Perbuatan Tuna Susila

Pada dasarnya pengertian politik hukum sangatlah variatif. Namun penulis dalam hal ini lebih menekankan pada pengertian yang diutarakan oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara bahwa, politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.45 Dari pengertian ini jelas terlihat bahwa politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Adapun hubungan antara hukum dan politik menurut Arbi Sanit seringkali menimbulkan dilema. Bahkan perkembangan hukum senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan peranan politik massa.46

Seperti halnya politik hukum di Indonesia yang cukup fluktuatif, mulai dari penggunaan hukum Belanda, kemerdekaan sampai reformasi hingga munculnya berbagai produk kebijakan di tingkat lokal. Tentunya ini tergantung

45

Abdul Hakim Garuda Nusantara, “Politik Hukum Nasional” dalam Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3S, 2006, h 9

46


(1)

6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3213);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983 tentang Perubahan Nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3254);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi Anak yang mempunyai masalah;

10.Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemeritah, dan Rancangan Keputusan Presiden

11.Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 03 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kota Bandar Lampung (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 02-A).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG M E M U T U S K A N :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG

TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Kota adalah Kota Bandar Lampung;

b. Pemerintah Daerah Kota adalah

c. Walikota adalah Walikota Bandar Lampung;

d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung;


(2)

e. Pejabat adalah pejabat atau petugas yang berwenang untuk melakukan pengawasan penyidikan, dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. Perbuatan Prostitusi adalah perbuatan yang dilakukan oleh siapapun baik laki-laki maupun perempuan yng menyediakan diri sendiri atau orang lain kepada umum untuk melakukan pelacuran, baik dengan imblan jasa maupun tidak;

g. Tuna Susila adalah seorang laki-laki/perempuan yang melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang dengan bergantian pasangan di luar perkawinan yang syah dengan mendapat uang, materi atau jasa;

h. Pelacur adalah seorang baik pria maupu wanita yang mengadakan hubungan kelamin dengan seorang lawan jenis kelamin di luar ikatan perkawinan yang syah dengan maksud mendapatkan kepuasan seksual atau keuntungan materi lainnya bagi diri sendiri atau orag lain;

i. Germo atau Mucikari adalah orang laki-laki perempuan yang menyelenggarakan pengusahaan rumah atau tempat pelacuran dengan memelihara pelacur wanita j. Tempat adalah tempat-tempat yang menuru keyakinan dapat dipandang atau

diduga sebagai tempat yang diopergunakan untuk melakukan perbuatan prostitusi dan Tuna Susila.

k. Badan adalah merupakan organisasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

BAB II

KETENTUAN LARANGAN Pasal 2

(1) Setiap orang atau Badan dilarang melakukan perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila di dalam Wilayah Kota.

(2) Larangan yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini berlaku juga bagi siapapun yang karena tingkah lakunya patut diduga dapt menimbulkan perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila.

(3) Larangan yang dimaksud ayat (1) pasal ini berlaku juga bagi siapapun baik secara sendiri-sendiri, bersama-sama maupun berkelompok sengaja mengusahakan tempat-tempat perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila.

(4) Setiap orang atau badan dilarang menjadi pelindung (Becking) perantara dan atau menyediakan orang untuk melakukan perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila.


(3)

BAB III

KETENTUAN PENINDAKAN Pasal 3

(1) Walikota berhak memerintahkan untuk menutup tempat yang menurut keyakinannya digunakan untuk melakukan perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila. (2) Penanggung jawab tempat-tempat yang telah ditutup sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) pasal ini, dilarang menerima tamu di tempatnya dengan maksud melaukan perbuatan seperti yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1).

(3) Tidak dipandang sebagai tamu seperti dimaksud pada ayat (2) adalah:

a. Mereka yang bertempat tinggal di tempat tersebut yang status tinggalnya dapat dipertanggungjawabkan;

b. Keluarga penanggung jawab yang terikat karena perkawinan yang sah;

c. Mereka yang kedatangannya di tempat tersebut karena menjalanka sesuatu pekerjaan yang tidak bertentangan dengan kesusilaan;

d. Pejabat atau petugas yang karena kepentingan melakukan tugasnya. BAB IV

KETENTUAN PEMBINAAN Pasal 4

(1) Bagi pelanggaran sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini terutama bagi yang masih di bawah umur dapat dikembalikan pada orang tuanya atau Pemerintah.

(2) Berdasarkan pada Putusan pengadilan sebagaimana yang dimaksud Pasal 6 ayat (2) Peraturan Daerah ini, maka terhadap pelanggaran dapat juga dilakukan Pembinaan dan Rehabilitasi pada Panti Rehabilitasi Sosial yang telah ditunjuk Pemerintah.

(3) Pembinaan dan Rehabilitasi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) Pasal ini akan dilakukan bersama-sama dengan Dinas Instansi terkait.

(4) Pemerintah Kota akan membentuk Tim razia dengan ugas melarang, menindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap siapapun yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimksud Pasal 2 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Peraturan Daerah ini.


(4)

BAB V PENYIDIKAN

Pasal 5

(1) Selain oleh Pejabat Umum, Penyidikan Atas Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan Perundang-unadangan yang berlaku.

(2) Dalam melaksanakan tugs Penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang:

a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksan;

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka;

d. Melakukan Penyidikan Benda atau Surat; e. Mengambil Sidik Jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil seseorang untuk dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahlii yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemriksaan perkara;

h. Menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat bukti atau pristiwa tersebut bukan merupakan pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;

i. Mengambil tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB VI

KETENTUAN PIDANA Pasal 6

(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam: a. Pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian; b. Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah.


(5)

(2) Jika seseorang melakukan lagi pelanggaran yang sama dengan pelanggaran pertama sebelum lewat jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal Putusan Pengadilan atas pelanggaran pertama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pidana yang diajukan terhadap pelanggaran kedua dan seterusnya ditambah dengan sepertiga dari pidana kurungan pokoknya atau bila dikenakan denda dapat ditambah dengan setengah dari pidana denda yang diancamkan untuk pelanggaran tersebut.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 7

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1994 dan ketentuan lain yang mengatur materi yang sama atau bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur kemudian oleh Walikota sepanjang mengenai pelaksanaannya.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 8

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung.

Disahkan di : Bandar Lampung Pada tanggal : 22 Nopember 2002 WALIKOTA BANDAR LAMPUNG Drs. SUHARTO

Diundangkan di Bandar Lampung


(6)

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2002 NOMOR 15 SERI E NOMOR: 02