Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

080200402 FRANK W ZEBUA

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN

SOSIAL NASIONAL (SJSN)

Oleh

080200402 FRANK W ZEBUA

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 19750112 200501 2 002 WINDHA, SH. M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Sunarmi, SH, MH) (

NIP. 19560329198601 1001 NIP. 19750112200501 2002

Windha, SH, M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014 ABSTRAK


(3)

KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN

SOSIAL NASIONAL (SJSN) * Frank W Zebua

** Sunarmi *** Windha

Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk (WNI) agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana yang diamanatkan dalam perubahan UUD 1945 tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004?Bagaimana kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional ?Bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

Pengaturan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedang ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Kedudukan BPJS dalam implementasi UU SJSN yaitu sebagai salah satu bagian atau unsur atau sub sistem SJSN. BPJS merupakan sub sistem SJSN yang tugas pokoknya adalah menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS menyelenggarakan fungsi :Memungut dan menghimpun iuran menjadi Dana Jaminan Sosial, Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial.

Kata Kunci : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Kesehatan *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR


(4)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan Skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa akan datang.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing II pada penulisan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Prof. Sumarni, SH., M.H, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terima kasih kepada papa dan mama yang selalu sabar untuk mendukung pendidikan selama ini yang tidak henti-hentinya selalu membawakanku kedalam doa.

9. Terima kasih untuk kakak Limar, Sumit, Fira dan adik Indah yang selalu mensport secara moral.

10.Terima kasih juga kepada Retno Mandofa yang selalu sabar dan menunggu sampai pendidikan ini selesai terima kasih juga atas cintanya

11.Terima kasih juga kepada Pak Oktavianus Nathmart

12.Terima kasih kepada Paruhum Purba, bang Sandro Gultom dan kawan-kawan anak hukum Universistas Sumatera Utara yang selalu mensport

13.Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

14.Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Juni 2014 Penulis


(6)

090200402 FRANK W ZEBUA


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 ... 22

A. Pengertian Sistem Jaminan Sosial ... 22

B. Prinsip dan Tujuan Jaminan Sosial ... 24

C. Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial ... 32

D. Program Jaminan Sosial ... 41

E. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial ... 42

BAB III KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ... 46

A. Pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011 ... 46


(8)

B. Jaminan Sosial Kesehatan ... 49 C. Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan dalam Jaminan Sosial ... 55 D. PT. ASKES sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Kesehatan ... 64 BAB IV PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

MISKIN MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) ... 67 A. Kepesertaan Masyarakat Miskin dalam pelayanan Jaminan

Kesehatan ... 67 B. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Melalui

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 69 C. Sengketa dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Miskin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan .. 75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84 A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA


(9)

(10)

KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN

SOSIAL NASIONAL (SJSN) * Frank W Zebua

** Sunarmi *** Windha

Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk (WNI) agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana yang diamanatkan dalam perubahan UUD 1945 tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004?Bagaimana kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional ?Bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

Pengaturan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedang ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Kedudukan BPJS dalam implementasi UU SJSN yaitu sebagai salah satu bagian atau unsur atau sub sistem SJSN. BPJS merupakan sub sistem SJSN yang tugas pokoknya adalah menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS menyelenggarakan fungsi :Memungut dan menghimpun iuran menjadi Dana Jaminan Sosial, Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial.

Kata Kunci : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Kesehatan *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II, Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan social diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatka hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.1

Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang ada di Indonesia diawali oleh adanya beberapa permasalahan pokok, yaitu, pertama, belum adanya kepastian perlindungan dan jaminan sosial untuk setiap penduduk warga negara Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sebagaimana yang diamanatkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu

1

tanggal 20 Juni 2014


(12)

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUD 1945) tahun 2002, Pasal 34 ayat (2), yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat”. Perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini belum mampu mencakup seluruh warga negara Indonesia. Misalnya, belum adanya perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja sektor informal. Masalah kedua adalah belum adanya satu peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan sistem perlindungan dan jaminan sosial. Masing-masing jenis perlindungan dan jaminan sosial yang ada saat ini dilandasi oleh undang-undang dan atau peraturan pemerintah yang berbeda-beda. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan penanganan skema perlindungan dan jaminan sosial yang ada masih terpisah-pisah dan bahkan tumpang tindih.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya dalam tulisan ini disebut SJSN) telah terbit pada tahun 2004. Adalah harapan kita, setelah itu kita bisa mewujudkan apa yang terkandung didalam Undang-Undang No 40 tahun 2004, agar setiap warga negara Indonesia memperoleh perlindungan sosial yang layak, sejak lahir hingga meninggal dunia. Hal ini juga untuk mewujudkan amanat konstitusi, mewujudkan masyarakat yang sejahtera yang berkeadilan sosial. Suatu hal yang bahkan perlu dipertimbangkan langkah percepatan untuk mewujudkan Undang-undang SJSN itu, mengingat ketertinggalan Indonesia dalam penyelenggaraan program jaminan sosial dibanding negara-negara lainnya dan


(13)

Program Jamsostek berupa produk jasa, dimaksudkan untuk melindungi resiko sosial tenaga kerja yang dihadapi oleh tenaga kerja. 2

Undang-Undang SJSN mengatur kepesertaan wajib secara nasional, program jaminan sosial, penerima bantuan iuran dan menetapkan prinsip BPJS

Hambatan utama dalam implementasi Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah masalah tindak-lanjut Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (selanjutnya dalam tulisan ini disebut BPJS) yang belum terwujud sejak tanggal 19 Oktober 2004, karena belum adanya kesepakatan di kalangan Pemerintah sendiri untuk perubahan bentuk badan hukum privat ke bentuk badan hukum publik. Implementasi Undang-Undang SJSN perlu ditindak-lanjuti dengan Undang-Undang tentang BPJS. Persoalan tersebut akan semakin pelik, karena Kementerian Negara BUMN masih menghendaki eksistensi BUMN Persero atau BUMN Perum sebagai BPJS dengan menerapkan prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN. Perubahan dari BUMN Persero menjadi BUMN Perum masih berdasarkan Peraturan Pemerintah, padahal Pasal 5 (1) Undang-Undang SJSN mengamanatkan bahwa BPJS dibentuk dengan Undang-Undang. Karena dalam waktu dekat tidak dimungkinkan untuk amendemen Undang-Undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Amendemen Undang-Undang BUMN tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena bertentangan dengan Pasal 5 ayat (1) bahwa BPJS dibentuk dengan Undang, yaitu Undang tentang BPJS kecuali menyusun Undang-Undang Tentang Perum Jamsostek sebagai BPJS.

2

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang Jamsostek (Persero) Semarang, (Surakarta: Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta), hlm. 2.


(14)

serta SJSN agar memenuhi asas keadilan dan prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN antara lain: kepesertaan wajib dan prinsip jaminan sosial yang berkelanjutan. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa tujuan penyelenggaraan SJSN adalah untuk penyelenggaraan jaminan sosial yang bersifat inklusif. Hal itu akan terwujud apabila bentuk badan hukum BPJS tidak lagi berbentuk BUMN Persero. Karena keterbatasan BUMN Persero sebagai badan usaha yang tidak berbeda dengan badan usaha privat, maka dengan sendirinya Pemerintah sebagai pemegang saham BUMN Persero juga memiliki tanggung-jawab yang terbatas dalam penyelenggaraan SJSN padahal SJSN merupakan kewajibannya dan tanggung-jawabnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal-Pasal 28-H dan 34 UUD 1945.

Keterbatasan Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem jaminan sosial, karena keterikatannya dengan UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN adalah pelanggaran terhadap Pasal 5 (1) UU SJSN. Usulan BUMN Perum sebagai BPJS sesungguhnya kurang tepat, karena Perum diamanatkan UUD 1945 untuk mengelola usaha usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti perlistrikan, perkereta-apian, bahan bakar minyak dan pertambangan. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial tidak tunduk dengan Pasal 33 UUD 1945 melainkan pada Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945. Jaminan sosial adalah program negara untuk perlindungan dasar bagi seluruh warga negara guna mencegah kemiskinan dalam jangka pendek dan reduksi kemiskinan dalam jangka panjang. Dengan sendirinya, BPJS tunduk pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang


(15)

No 40 Tahun 2004 tentang SJSN sebagai amanat dari Pasal-Pasal 28-H dan 34 UUD 1945.

Kedudukan Pemerintah terhadap ke-empat BUMN Persero tersebut adalah sebagai pemegang saham tunggal yang berarti sebagai investor atas BUMN penyelenggara program jaminan sosial. Pemerintah sebagai pemegang saham dapat memutuskan melalui RUPS untuk tidak menerima deviden seperti pemegang saham pada persero swasta untuk menambah ekuitas walaupun tidak berlaku bagi PT Jamsostek. Sekalipun ke-empat BUMN dibebaskan dari kewajiban deviden kepada Negara sebagaimana diputuskan dalam RUPS. Akan tetapi keputusan RUPS tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap, karena keputusan itu hanya berlaku sesaat yang berarti berisiko secara hukum baik bagi Pemerintah itu sendiri yang memutuskan maupun BPJS yang terikat dengan Undang-Undang BUMN. Operasionalisasi BUMN Persero berkaitan erat dengan usaha dagang. Padahal jaminan sosial bukan barang dagangan (non-traded goods) melainkan sebagai hak konstitusional rakyat, karena jaminan sosial sebagai program perlindungan dasar seumur hidup yang dijamin dengan Undang-Undang. Karena itu diperlukan pembentukan badan hukum BPJS yang dijamin dengan Undang-Undang. BPJS sebagai Badan Usaha sudah barang tentu tidak dapat memenuhi asas keadilan bagi kepentingan peserta dan juga tidak dapat mengadopsi prinsip-prinsip Undang-Undang SJSN secara maksimal, karena keterbatasannya sebagai Badan Usaha. Artinya tanggung-jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi terbatas, karena keterbatasan ekuitas yang berarti keterbatasan tanggung-jawab. Terbatasnya tanggung-jawab


(16)

adalah paradoks dengan tanggung-jawab pemerintah dalam penyelenggeraan jaminan sosial Akibatnya, penyelenggaraan sistem jaminan sosial menjadi eksklusif.

Demikian halnya dengan keinginan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan SJSN perlu diluruskan kembali bahwa dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang berbasis kontribusi dari peserta mensyaratkan penyelenggaraan dari, oleh dan untuk peserta yang membentuk wadah yang didasarkan pada Undang-Undang. Wadah yang dimaksud dikenal dengan istilah wali amanah (board of trustee) sebagai bentuk badan hukum BPJS dimana kedudukan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator terhadap penyelenggaraan jaminan sosial oleh beberapa BPJS. Dalam hal ini, penyelenggaraan jaminan sosial berarti mengawasi penyelenggaraan jaminan sosial oleh beberapa BPJS, melakukan penindakan hukum dan membina hubungan antara cabang cabang BPJS yang tersebar di daerah daerah dan badan-badan pelaksana jaminan kesehatan atau bapel (health provider) yang tersebar di daerah daerah sebagai mitra kerja BPJS dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. BPJS hanya bertindak selaku administratur dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi peserta di seluruh Indonesia.

Mekanisme pemusatan risiko dalam pengelolaan SJSN pada umumnya dan jaminan kesehatan pada khususnya adalah bahwa prosesi koleksi iuran dilakukan secara terpusat melalui cabang cabang BPJS kemudian dikembalikan kepada badan pelaksana jaminan kesehatan (Bapel) sebagai mitra BPJS yang berbasis kontrak. Koleksi iuran sebesar 100% oleh BPJS melalui kantor kantor cabang


(17)

yang ada di daerah daerah akan dikembalikan sebesar 90% ke daerah daerah sedangkan sisanya 10% akan digunakan untuk membiayai hal hal yang tak terduga. Perlu diketahui, bahwa koleksi iuran terhadap program wajib harus berdasarkan Undang-Undang sehingga kewenangan dalam koleksi iuran SJSN adalah ada pada BPJS.

Alasan perlunya penetapan BPJS dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan pendekatan asuransi sosial adalah untuk memenuhi prinsip gotong royong. Karena itu diperlukan kartu identitas tunggal untuk peserta yang berlaku di seluruh Indonesia atas pertimbangan mobilitas penduduk, frekuensi perputaran pekerja sektor swasta dan untuk keperluan pelayanan kesehatan lintas batas wilayah seperti rujukan dari daerah lain agar memudahkan dalam akses pelayanan kesehatan. Mobilitas penduduk berarti adanya mobililitas keluarga dari daerah asal ke daerah tujuan manakala memerlukan pelayanan kesehatan di daerah tujuan, maka akan dengan mudah diakses. Apabila penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan secara lokal, maka akan menyulitkan dalam pelaksanaan rujukan dan bahkan menjadi kacau karena tidak lagi berlaku rujukan kemudian terjadi penolakan dalam pelayanan kesehatan karena perbedaan kepesertaan wilayah. Karena itu, penyelenggaraan SJSN dikelola secara terpusat dengan tujuan untuk memudahkan akses pelayanan kesehatan sehingga siapapun yang berobat ke daerah manapun akan dengan mudah diakses.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis memilih judul Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional


(18)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut

1. Bagaimana pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004?

2. Bagaimana kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional ?

3. Bagaimana pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Penelitian yang dilakukan ini mengindikasikan pada suatu tujuan yang diharapkan mampu dicapai yaitu

a. Untuk mengetahui Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004.

b. Untuk mengetahui kedudukan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.

c. Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

2. Manfaat penulisan

Manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu:


(19)

a. Manfaat teoritis

Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Manfaat praktis

Diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya Hukum Perdata dalam hal Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum, bahwa penelitian dengan judul Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Berdasarkan daftar judul skripsi di atas, maka penulisan skripsi ini asli hasil karya sendiri dan dapat dipertanggungjawaban secara ilmiah

Adapun judul skripsi yang telah ada di perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:

1. Astri E.Silalahi Nim 070200279 dengan judul Penerapan Kesehatan di PT. Asuransi Kesehatan Indonesia terhadap Perlindungan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil


(20)

2. Andri BM. Marpaung Nim 940200011 dengan judul Asuransi Kesehatan sebagai Asuransi Wajib dalam Pelaksanaannya menurut Hukum Asuransi Studi Kasus di PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia Medan.

3. Rizky Wirdatul Husna Nim 060200222 dengan judul Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Jamkesmas dalam Pelaksanan Pelayanan Kesehatan di RSUP. H. Adam Malik Medan

E. Tinjauan Pustaka

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Undang-Undang No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.3

Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan member kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

3

2014


(21)

kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapat.4

Perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan kemampuan ekonomi masyarakat. Pendekatan pertama adalah pendekatan asuransi sosial atau compulsory social insurance, yang dibiayai dari kotribusi/premi yang dibayarkan oleh tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberi bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari Negara dan bantuan sosial da masyarakat lainnya.5

Beberapa negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan jaminan sosial dalam bentuk social mulia menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena jaminan melalui bantuan social membutuhkan dana yang besar dan tidak mendorong masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Selain itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan social nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan keelakaan kerja,

4

Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem Penyelenggaraannya (Jakarta : Meganet Dutatama, 1999), hlm. 3.

5


(22)

jaminan pemutusan hubunga kerja, jaminan hari tua, pensiun dan santunan kematian6

Sebenarnya, selama dekade terakhir di Indonesia telah ada beberapa program jaminan sosial dalan bentuk asuransi sosial, namun baru mencakup sebagian kecil pekerja di sektor formal. Krisis ekonomi yang menyebabkan angka pengangguran melonjak dengan tajam telah menimbulkan berbagai masalah ekonomi. Dalam kondisi seperti ini jaminan sosial dapat membantu menanggulangi gejolak sosial.7

Menyadari masih terbatasnya jangkauan jaminan sosial yang ada dan beberapa kekurangan dalam pengaturan dan penyelenggaraannnya serta betapa pentingnya peran jaminan sosial dalam pemberian perlindungan utamanya di saat berkurangnya pendapatan maka dianggap perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui penerbiata undang-undang yang akan mengatur substansi, kelembagaan dan mekanisme sistem jaminan sosial yang berlaku secara nasional. Sistem Jaminan Sosial yang akan dibangun ini haruslah sifatnya dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi dan transparan dalam penyelenggaraannya8

Sistem Jaminan Sosial (Social security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang

6

Ibid

7

Ibid

8

Moh. Syaufi Syamsuddin, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi


(23)

dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh Negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan social di berbagai Negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu9

Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial. Adanya perlindungan terhadap resiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat mengurangi beban Negara dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang sangat terbatas. Melalui prinsip kegotongroyongan, mekanisme asuransi sosial merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara maju dalam menanggulangi risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada setiap warga negaranya10

Dilihat dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu instrumen yang efektif untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar, yang sangat bermanfaat untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain memberikan perlindungan melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang terkumpul dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini

9

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1982), hlm. 37.

10


(24)

merupakan suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip solidaritas sosial dan kegotongroyongan11

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara Indonesia seperti halnya berbegai negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan finded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal12

Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.

Sejarah dimulainya jaminan sosial mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan kerja, Peraturan Menteri perburuhan Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh, peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh, peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) dan selanjutnya diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja.

11

Sulastomo , Sistem Jaminan Sosial Nasional (IDI, Jakarta, 2005) hlm. 19.

12

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 122.


(25)

Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu:

a. Pasar tenaga kerja (labor markets); b. Asuransi sosial (social insurance); c. Bantuan sosial (social assitance); (iv)

d. Skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan

e. Perlindungan anak (child protection).13

Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection Strategy”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai: (a) jejaring pengaman dan ‘spring board’; (b) investasi pada sumberdaya

13


(26)

manusia; (c) upaya menanggulangi pemisahan sosial; (d) berfokus pada penyebab, bukan pada gejala; dan (e) mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya. Menanggapi konsep ADB dan Bank Dunia, menyejajarkan perlindungan sosial dengan jejaring pengaman bisa berarti menyempitkan makna perlindungan sosial itu sendiri. Akan halnya ILO (2002) dalam “Social Security and Coverage for All”, perlindungan sosial merupakan konsep yang luas yang juga mencerminkan perubahan-perubahan ekonomi dan sosial pada tingkat internasional. Konsep ini termasuk jaminan sosial (social security) dan skema-skema swasta. Lebih jauh, dijelaskan bahwa sistem perlindungan sosial bisa dibedakan dalam 3 (tiga) lapis (tier): Lapis (tier) Pertama merupakan jejaring pengaman sosial yang didanai penuh oleh pemerintah; Lapis Kedua merupakan skema asuransi sosial yang didanai dari kontribusi pemberi kerja (employer) dan pekerja; dan Lapis Ketiga merupakan provisi suplementari yang dikelola penuh oleh swasta. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa definisi tersebut berdasarkan kontributor dana dalam tiap skema.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian


(27)

ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.14

2. Sifat penelitian

Dalam penelitian ini metode yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum hukum nasional yang berlaku terkait dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional

Penelitian dalam skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.15

3. Data penelitian

Dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional, akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah,

14

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 57.

15


(28)

jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas, yang meliputi:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum yang bersifat mengikat seperti undang-undang, perjanjian inernasional, dan lain-lain, yang dalam penelitian skripsi ini terdiri dari berbagai peraturan hukum yang berkaitan dengan kedudukan hukum badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional

b. Bahan hukum sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai tulisan, jurnal dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan diangkat.

c. Bahan hukum tersier:

Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.

4. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.16

16

Ibid.


(29)

5. Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dimana seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen. Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih.17

6. Analisis data

Secara kualitatif, yakni suatu bentuk analisa yang tidak bertumpu pada angka-angka melainkan pada kalimat-kalimat. Bahan hukum yang diperoleh akan dipilah-pilah, dikelompokkan dan disusun sedemikian rupa sehingga menjadi suatu rangkaian yang sistematis yang akan dipergunakan untuk membedah dan menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini melalui interpretasi dan abstraksi bahan-bahan hukum yang tersedia. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian. Dengan demikian teori digunakan sebagai alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

17


(30)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

(SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004

Pada bab ini akan membahas pengertian Sistem Jaminan Sosial, Prinsip dan Tujuan Jaminan Sosial, Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial, Program Jaminan Sosial dan Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

BAB III KEDUDUKAN HUKUM BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Pada bab ini akan membahas tentang Pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, Jaminan Sosial Kesehatan, Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional


(31)

BAB IV PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

Pada bab akan membahas kepesertaan jaminan kesehatan nasional, Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Sengketa dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.


(32)

A. Sistem Jaminan Sosial Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia.18

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak. Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2004, SJSN menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya yang dinilai kurang memberikan manfaat maksimal bagi penggunanya.

Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatka hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.

19

Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan

18

tanggal 25 Mei 2015

19

diakses tanggal 25 Mei 2014


(33)

oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka BPJS merupakan sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes serta PT JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Pada tanggal 01 Januari 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.


(34)

B. Prinsip dan Tujuan Jaminan Sosial Nasional 1. Prinsip

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu sistem yang dibangun berdasarkan prinsip di bawah ini:20

a. Kegotongroyongan

Prinsip kegotongroyongan atau solidaritas sosial ini diwujudkan dengan mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur sebesar prosentase tertentu dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu membantu yang kurang mampu, peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit, dan yang muda membantu yang tua. Tidak semua program jaminan sosial diwujudkan dengan mekanisme gotong royong seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund, biasanya dibangun dengan sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan kegotongroyongan seperti di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun berdasarkan prinsip kegotongroyongan ini.

b. Hukum bilangan besar (The law of large numbers).

Prinsip ini merupakan suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme asuransi yang efisien. Pada intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana semakin besar jumlah peserta, semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang harus dikeluarkan untuk seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan dengan sinambung dan mampu memelihara tingkat

20

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia, Bekerjasama dengan German Techical Coorperation, 2006, hlm .12.


(35)

solvabilitas yang stabil. Selain itu, pemupukan dana dalam satu”lumbung” milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip asuransi, akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa sehingga sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat nasionalisme Indonesia.

Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.

c. Kepesertaan bersifat wajib (compulsory).

Prinsip ini perlu ditegakkan untuk menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh penduduk mengiur


(36)

dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama. Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada penduduk di sektor informal. Selain itu, kecenderungan masyarakat modern secara otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.

d. Manfaat yang layak

Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga negara memenuhi kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat berproduksi. Apabila manfaat (benefits) jaminan sosial diberikan terlalu kecil, maka rakyat tidak akan merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial dan karenanya sulit mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi. Manfaat yang diberikan terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar akan membutuhkan iuran yang lebig besar, sementara sebagian besar penduduk tidak memiliki kemampuan untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar upah atau penghasilannya. Oleh karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN harus memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang


(37)

secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan peningkatan standar hidup dan peningkatan upah atau penghasilan penduduk.

e. Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan.

Kepesertaan yangbersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang proporsional terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional tersebut, maka seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama bagi seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proprosional terhadap penghasilan tidak mudah dilaksanakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja dengan pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagai sektor informal iuran dapat juga ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh kerenanya penetapan iuran bagi sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang rata-rata penghasilan bagi kelompok usaha informal.

f. Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja

Pada dasarnya jamninan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja sehingga mereka akan dapat bekerja dengan tenteram tanpa haurs memikirkan risiko masa depan. Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari sisi pekeja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Kecuali jaminan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pekerja yaitu


(38)

jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh karenanya sangatlah wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pekerja. Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan sosial di negara-negara lain.

Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi pegawai negeri. Pekerja di sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan sendirinya berfungsi ganda sebagai pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya. Oleh karenanya pekerja sektor informal harus menanggung jumlah iuran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal. Dalam banyak negara, dimana sektor iformal telah membayar pajak dengan teratur, pemerintah dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di sektor informal.

g. Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba (not for profit/solidaritas sosial). Hakikat penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotongroyongan dari dan oleh peserta. Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong royong nasional Oleh karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan sekelompok orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada peserta dalam bentuk peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di kemudian hari. Sisa hasil usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai dividen dan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha akan menjadi hal seluruh peserta yang notabene adalah seluruh rakyat. Inilah hakikat dari prinsip nirlaba dimana


(39)

seluruh dana hasil pengembangan dana dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

h. Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat

Dalam prinsip ini, iurna yang terkumpul bukanlah penerimaan badan penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan badan penyelenggara. Iuran terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang peruntukannya telah ditetapkan. Badab penyelenggara diberikan amanat atau kepercayaan untuk mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada seluruh peserta. Dengan demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya. i. Pengelolaan dana dilaksanakan dengan prinsip solvalibitas, likuiditas,

keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.

1) Prinsip solvalibias adalah prinsip dimana dana harus selalu mencakupi untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang. Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa uang tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito, obligasi dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk membiayai segala kewajiban kepada seluruh pesertanya.

2) Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera.


(40)

3) Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian akun perorangan yang menunjukkan jumlah iuran yang diterima dan akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang harus dipublikasikan secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang ingin mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun.

4) Prinsip kehati-hatian (prudensial) adalah suatu bentuk tanggung jawab pengelola dalam mengelola dana peserta. Penetapan dana dalam investasi harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko kehilangan dana akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang besar. Investasi spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai risiko tinggi dan karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana dalam jumlah besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan. 5) Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh

digunakan untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, penglola tidak boleh menghabiskan lebih dari 5 % (lima persen) iuran yang diterima dalam satu tahun buku. Untuk program jangka penjang, iuran sama sakali tidak boleh digunakan untuk membiayai operasional SJSN. Operasional program jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil (misalnya 5 %) hasil pengembangan dana.


(41)

6) Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benarbenar efektif.

j. Portabilitas.

Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan selalu ersedia dimanapun diseluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta tidak boleh putus atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal. Tentu saja, apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar negeri maka jaminan atau manfaat jaminan sosial harus terputus, karena peserta tidak lagi menjadi penduduk Indonesia sebagai suatu syarat kewajiban dan hak jaminan sosial.

k. Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah.

Pada hakikatnya program jaminan sosial adalah amanat UUD 1945 yang harus diselenggarakan oleh Negara yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya Pemerintah harus bertanggung jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force majeur, seperti terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan manajemen maka penglelola harus bertanggug jawab atas kesalahan tersebut. Pemerintah wajib memantau secara terus menerus, langsung atau melalui pengaturan dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah. 2. Tujuan Jaminan Sosial

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2) Amandemen UUD 1945, yang


(42)

dituangkan dalam UU SJSN yang mengatur substansi berupa cakupan kepesertaan, besarnya iuran dan manfaat, mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial, dan kelembagaan sistem jaminan sosial yang berlaku nasional guna terwujudnya perlindungan yang adil dan manfaat yang optimal bagi para peserta. Undang-undang SJSN tersebut hendaknya merupakan undang-undang tentang SJSN yang dapat menngkatkan efesiensi program, meningkatkan kemampuan program untuk saling menopang, memudahkan mekanisme pengumpulan iuran dan pembayaran manfaat, memperbaiki administrasi dan manajemen pengelolaan, menetapkan struktur dan fungsi serta pengelolaan organisasi atau kelembagaan SJSN secara adil,terutama pada saat menurunnya tingkat kesejahteraan.

C. Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Terhitung sekitar 116.122.065 jiwa penduduk otomatis menjadi BPJS, namun Pemerintah menargetkan 140 juta peserta pada tahap awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional kesehatan beroperasi, antara lain untuk 86,4 juta jiwa untuk peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk peserta Jamkesda, 16 juta jiwa untuk peserta Askes, 7 juta jiwa untuk peserta Jamsostek dan 1,2 juta jiwa untuk peserta dari unsure Polri dan TNI. Sedangkan untuk penjaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia ditargetkan rampung pada 1 Januari 2019.21

Peserta BPJS nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial

21

lewokedaerik.blogspot.com/.../Badan-Penyelenggara-Jaminan-Sosial, diakses tanggal 20 Juni 2014


(43)

Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta Bukan PBI.22

1. Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.

Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).

Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki prosedur pendaftaran masing-masing. Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah:

2. BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentangvirtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).

3. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.

4. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.

5. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan. Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja:

22


(44)

1. Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK atau paspor).

2. BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon peserta. Virtual accountberlaku untuk masing-masing individu calon peserta. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.

3. Peserta melakukan konfirmasi pembayaran iuran pertama ke BPJS Kesehatan.

4. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta. Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,. Rinciannya, anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master file kepesertaan BPJS Kesehatan.

Semua warga yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam dua kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu:

1. PBI Jaminan Kesehatan

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang cacat total sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar oleh pemerintah.


(45)

Berikut ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan Kesehatan dari pemerintah menurut BPS:

a) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

b) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

f) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

j) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

l) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.

m) Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.


(46)

n) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

2. Bukan PBI Jaminan Kesehatan

Peserta Bukan PBI Kesehatan terdiri atas:

a) Pekerja penerima upah beserta anggota keluarganya.

Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima upah atau gaji.

1) PNS

2) Anggota POLRI dan TNI 3) Pegawai swasta

4) Pegawai pemerintan non-pegawai negeri

b) Pekerja bukan penerima upah beserta anggota keluarganya.

Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atas resiko sendiri.

1) Pekerja diluar hubungan kerja atau outsourcing c) Bukan pekerja beserta anggota keluarganya.

Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja namun mampu membayar iuran jaminan kesehatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meliputi:

1) Investor 2) Pensiunan 3) Pengusaha


(47)

Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Peserta atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas meliputi:

1) Suami atau istri sah,

2) Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria berupa:

a) Belum menikah

b) Tidak memiliki penghasilan sendiri

c) Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih dalam pendidikan formal

Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan kartu BPJS Kesehatan untuk karyawannya. Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (wiraswasta, investor, petani, nelayan, pedagang keliling, dan lainnya) mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan dengan tata cara mengisi formulir daftar isian peserta dengan menunjukkan salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau paspor.

Saat ini PT Askes (Persero) memiliki 105 kantor operasional kabupaten yang tersebar di 12 divisi regional. Masyarakat juga bisa menghubungi call center di 500400 bila kebingungan terkait mekanisme pendaftaran atau penggunaan JKN 2014. Bagi pengguna akses internet dan mobile bisa mengakses informasi di. Masyarakat juga bisa mendatangi BPJS Center atau posko BPJS 24 jam, yang tersedia di kantor perwakilan dan divisi regional.23

23


(48)

Di dalam Undang SJSN diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib penjadi peserta jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan. Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan Pemberi Kerja. Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran maka iurannya dibayari pemerintah

Menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral

International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional


(49)

perumusan jaminan sosial sebagai berikut :24

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada dilingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga kerja dan pengusaha). Dalam kamus populer “Pekerjaan sosial” istilah jaminan sosial tersebut disebut sebagai berikut:

“Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.

25

Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo : Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya “Jaminan Sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya”.

24

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. I, (Mutiara, Jakarta), hlm. 29.

25

Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1988), hlm. 36


(50)

tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.26

Karena perusahaan yang memasukkan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek adalah perusahaan yang terletak bijaksana pemikiranya dan telah bertindak :

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja dinyatakan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992, yaitu : Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Keberadaan jaminan sosial tenaga kerja sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja disuatu perusahaan besar manfaatnya, oleh karena itu sebagai langkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat perlu memasukkan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang dikelolah oleh PT. JAMSOSTEK.

27

1. Melindungi para buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya mutakhir, maupun karena penempatan tenaga kerja pada proyek-proyek diluar daerah dalam rangka menunjang pembangunan.

26

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Djambatan, Jakarta, 1981), hlm. 136.

27

Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Managemen Tenega Kerja, (Bima Aksara Jakarta, 1987), hlm. 92.


(51)

2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat/menabung yang dapat dinikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus dihadapi buruh beserta keluarganya.

3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak diharapkan.

D. Progam Jaminan Sosial

Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggun jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu28

Menurut undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, asuransi Sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Menurut Undang-undang nomor 2 Tahun 1992, Asuransi Sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Karena Jaminan Sosial nasional tersebut diwujudkan melalui mekanisme asuransi maka manfaat yang akan diperoleh

28

Purba, R. Memahami Asuransi Di Indonesia. (Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, 1992), hal 23.


(52)

peserta tergantung pada besarnya iuran. Manfaat yang diberikan harus cukup berarti sehingga mendorong kepesertaan yang lebih besar dari waktu ke waktu.

Jaminan Sosial Nasional tersebut perlu diatur agar bersifat wajib untuk seluruh tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal, baik yang berpendapat besar maupun kecil sehingga dapat terwujud asas kegotongroyongan dan redistibusi pendapatan dari yang kayak ke yang miskin. Cakupan kepesertaan dilakukan secara bertahap dimulai dari kelompok masyarakat yang mampu mengiur dan secara bertahap diupayakan menjangkau sampai pada kelompok masyarakat yang rentan dan tidak mampu, dimana iuran sebagian atau sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah. Karena ada unsur wajib bagi semua pekerja tersebut maka diperlukan adanya undang-undang untuk mengaturnya. Namun secara sukarela pekerja dapat mengikuti program

E. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dituangkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 (UU SJSN) bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. 29

29

SJSN, sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan UU SJSN, adalah program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit,


(53)

mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. Ketentuan ini mengubah secara fundamental penyelenggaraan program jaminan sosial Indonesia, yaitu:

1. Dari upaya merespon masalah dan kebutuhan pemberi kerja terhadap tenaga kerja murah, berdisiplin dan berproduktifitas tinggi ke pemenuhan hak konstitusional Warga Negara;

2. Dari pengaturan oleh berbagai peraturan perundangan untuk tiap-tiap kelompok masyarakat ke pengaturan oleh satu hukum jaminan sosial yang menjamin kesamaan hak dan kewajiban bagi seluruh Warga Negara Indonesia;

3. Dari penyelenggaraan oleh badan usaha pro laba ke penyelenggaraan oleh badan publik nir laba.

Undang-Undang SJSN dibentuk untuk menyinkronisasikan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara agar mampu memberikan manfaat yang lebih baik kepada seluruh peserta. Substansi Undang-Undang SJSN mengatur kepesertaan, besaran iuran dan manfaat, mekanisme penyelenggaraan dan kelembagaan jaminan sosial yang berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Undang-Undang SJSN menetapkan bahwa penyelenggaraan program jaminan sosial dengan mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib. Asuransi sosial, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 angka (3), adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan


(54)

perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

Selanjutnya, penjelasan Pasal 19 ayat (1) menetapkan bahwa prinsip asuransi sosial mencakup kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah, kepesertaan bersifat wajib dan tidak selektif, iuran berdasarkan presentase upah/penghasilan dan bersifat nirlaba. Prinsip asuransi sosial diberlakukan untuk program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Bantuan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang SJSN dilaksanakan dengan mewajibkan pemerintah untuk membayar iuran jaminan sosial bagi penduduk fakir miskin dan tidak mampu, yang selanjutnya disebut sebagai penerima bantuan iuran. Undang-Undang SJSN Pasal 17 ayat (1) mengatur bahwa pada tahap pertama, pemerintah berkewajiban membayar iuran jaminan kesehatan bagi penerima bantuan iuran jaminan sosial. Tabungan wajib, dilaksanakan untuk penyelenggaraan program jaminan hari tua dan jaminan pensiun.

Bagi program jaminan hari tua dan jaminan pensiun, Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (2) mengatur bahwa prinsip tabungan wajib adalah pilihan di samping prinsip asuransi sosial. Pada penjelasan Pasal 35 ayat (1) dikatakan bahwa prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.


(55)

Prinsip tabungan wajib pada program jaminan pensiun, penjelasan Pasal 39 ayat (1) menjelaskan bahwa tabungan wajib diberlakukan untuk memberi kesempatan kepada pekerja yang memasuki usia pensiun sebelum masa iuran jaminan pensiun terpenuhi untuk memperoleh manfaat jaminan pensiun berupa akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.


(56)

SOSIAL NASIONAL

A. Pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan; Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

Pelaksanaan program BPJS berdasarkan pada :30

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedang ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

30


(57)

4. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

10.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 11.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara No. 4431);

12.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan


(58)

Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4548);

13.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);

14.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4778);

15.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);

16.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

17.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perayatt Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No. 4741);


(59)

18.Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006; dan

19.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan31.

B. Jaminan Sosial Kesehatan

Hak-hak dasar atau hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau Negara, jadi bukan berdasarkan hokum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pada umumnya dikenal dua jenis hak asasi atau hak dasar manusia yaitu hak dasar sosial dan hak dasar individual.”Dua asas hokum yang melandasi hukum kesehatan yaitu the right to health care atau hak atas pelayanan kesehatan (bukan hak atas kesehatan) dan the right of self determination atau hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak dasar atau hak primer di dalam bidang kesehatan”.32

31

Ibid. hlm. 4.

32

Nasution, Bader Johan. Hukum Kesehatan: Pertanggungjawaban Dokter.(Jakarta : Rhineka cipta, 2005) hlm 36.

Yang disebut pertama umumnya dianggap merupakan hak dasar social sedangkan yang kedua merupakan hak dasar individual, meskipun batasan atara keduanya agak kabur. Hal ini disebabkan karena hak dasar individual atau hak menentukan nasib sendiri juga ada pada hak dasar social.


(60)

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kita tidak dapat lepas dari Kebijakan Publik. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat kita temukan dalam bidang kesejahteraan sosial, bidang kesehatan, perumahan rakyat, pendidikan nasional dan bidang-bidang lainnya yang menyangkut hajat hidup masyarakat.

Kebijakan publik (public policy) adalah tindakan yang diterapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat pada hakikatnya kebijakan publik mendasarkan pada paham bahwa kebijakan publik harus mengabdi kepada kepentingan masyarakat.33

Implementasi kebijakan sebagai: “Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk men-strukturkan atau mengatur proses implementasinya34

Secara garis besar model implementasi kebijakan menjadi empat yaitu: Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Pandangan mengenai model (teori) implementasi kebijakan banyak kita temukan dalam berbagai literatur.

35

1) The Analysis of failure (model analisis kegagalan),

33

Islamy, Irfan. M. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 20.

34

Agustino, Leo. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.( Bandung: Alfabeta, 2008) hlm 139

35


(1)

Sebagaimana diamanatkan konstitusi dan undang-undang, pemerintah berkewajiban mengeluarkan kebijakan untuk memberikan penjaminan pelay-anan kesehatan masyarakat miskin. Penjaminan pelaypelay-anan kesehatan akan memberikan sumbangan yang sangat besar bagi terwujudnya percepatan pencapaian indikator kesehatan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih layak. Pengelolaan dana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin bersumber dari Pemerintah yang merupakan dana bantuan sosial, harus dikelola secara efektif dan efisien dan dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu dari berbagai pihak terkait baik pusat maupun daerah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Edisi 1, Cetakan 1, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Agustino, Leo. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung, Alfabeta, 2008

Azwar, Asrul. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Balai Pustaka, Departemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, 2005.

Bader Johan Nasution. Hukum Kesehatan : Pertanggungjawaban Dokter.Jakarta : Rhineka cipta, 2005

Islamy, Irfan. M. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta, Bumi Aksara, 2001

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981

Kertonegoro, Sentanoe, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja – Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 1998

Moh. Syaufi Syamsuddin, “Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja Wanita”, Informasi Hukum, Kamis, 09 November 2006, dikutip Adrian Sutedi

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2007

Mulyana, Deden. Handout : Manajemen Resiko dan Asuransi. Tasikmalaya : FE Unsil, 2000

Naskah Akademis Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Purba, R. Memahami Asuransi Di Indonesia. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1992


(3)

Purwoko Bambang, Jaminan social dan Sistem penyelenggaraannya, Jakarta: Meganet Dutatama, 1999.

Purwoko, Bambang, (2009), “Membangun sistem jaminan sosial yang insklusif”, Makalah disampaikan dalam acara kuliah umum pada Program Studi MKM FKMUI, Kampus Depok UI, pada tanggal 29 Oktober 2009

Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta : Mutiara, 1982.

Sulastomo , 2005, Sistem Jaminan Sosial Nasional, IDI, Jakarta.

Sutardji, Analisis Kepuasan Peserta Jamsostek pada Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero) Semarang,(Surakarta : Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suriaatmadja, S. (1995). “Perkembangan PT. ASTEK dalam Jaminan Kesehatan”. Makalah Pada Kongres IAKMI VIII tanggal 8 -11 Oktober 1995. Yogyakarta

Sekretariat PSMJAKI, Kerangka Acuan Diskusi Terbuka

Sony Yuwono, Petunjuk Praktis Penyusunan UU BPJS Organisasi Yang Berfokus Pada strategi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. I, Mutiara, 2004. Jakarta

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1985.

Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011

Thabrany, Hasbullah. Asuransi Kesehatan di Indonesia. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI, Depok 2001

Tatang M. Amirin, kumpulan pertauran pemerintah mengenai jaminan sosial tenaga kerja Jakarta, Graha Kencana, 2004

Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Managemen Tenega Kerja, Bima Aksara Jakarta, 1987


(4)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara No. 4431)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi


(5)

Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4548)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4778)

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637)

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737)

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perayatt Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No. 4741)

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006; dan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008 C. Internet

M.Sitorus,Thoga. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek”. http://www.hariansib.com.htm diakses 1 Mei 2014

Mei 2014


(6)

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasien, diakses tanggal 30 April 2014

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses tanggal 30 April 2014.

http://kebijakansosial.wordpress.com/2010/02/09/jaminan-sosial-merupakan-tanggung-jawab-kita-semua/ diakses 1 Mei 201 4

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses tanggal 30 April 2014