Dakwah Salafiyyah di Indonesia

40 kelompok ini mulai dikucilkan yaitu Salafiyyah Syururiyah karena dakwahnya sudah dianggap bertentangan oleh kedua kelompok Salafiyyah lainnya. Bagan I. Kelompok Jama’ah Salafiyyah Kelompok Salafiyyah Al bani dengan Salafiyyah Arab Saudi menjadi yang paling populer di Indonesia. Mereka berada di berbagai wilayah, termasuk Medan populer di Indonesia hingga ke kota Medan, Sumatera Utara. Di kota Medan, ulama-ulama dari Yordania dan Arab Saudi kerap diundang untuk memperdalam pengetahuan tentang kajian Salafi Rahmad,2005:69.

4.4 Dakwah Salafiyyah di Indonesia

Orang-orang Salafi mengklaim bahwa dakwah Salafiyyah di Indonesia sudah dimulai pada abad ke-18 oleh golongan paderi di Sumatera Barat yang berusaha membersihkan pengaruh adat didalam agama. Akan tetapi golongan ini pun banyak Tarbiyyah Majelis Mujahidin Indonesia Salafy Indonesia Salafy Sururi Salafy Albani Salafy Saudi Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Ikon Gerakan Salafi Salafy USU Universitas Sumatera Utara 41 penentangnya sehingga tidak berbekas sampai sekarang, tetapi secara resmi persinggungan awal para aktivis gerakan dakwah Salafi di Indonesia dengan pemikiran Salafisme terjadi pada tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Bahasa Arab LPBA di Jakarta yang kemudian berganti nama menjadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Sastera Arab LIPIA. Lembaga ini memberikan sarana untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran ulama-ulama Salafi. LIPIA merupakan cabang dari Universitas Muhammad ibnu Saud di Riyadh setelah cabang di beberapa negara seperti Djibouti dan Mauritania. Tidak bisa dipungkiri pembukaan cabang ketiga di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia Islam yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi pasca melonjaknya harga minyak dunia pada pertengahan tahun 1970-an. Sejak masa booming minyak itu, terdapat beberapa lembaga Islam yang mendapat bantuan dana maupun bentuk lain dari pemerintahan Arab Saudi. Di Indonesia bantuan ini sebagian besar diterima oleh lembaga–lembaga atau organisasi-organisasi yang bersifat puritan organisasi pergerakan seperti Persis, Al Irsyad, Muhammadiyah dan Dewan Dakwah Islamiyyah DDI.. Pemerintah Arab Saudi juga menyediakan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikan di Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi mendirikan lembaga pendidikan ini dengan misi menyebarkan ajaran Wahabi Salafiyyah dan penyebaran bahasa Arab pada pertengahan tahun 1980-an. Pada awalnya lembaga yang memberikan beasiswa penuh ini hanya bersifat pengajaran bahasa Arab tetapi setelah melihat perkembangan lembaga ini kemudian memperluas sayapnya dengan Universitas Sumatera Utara 42 mendirikan berbagai fakultas seperti syariah, hadis dan diploma. Lembaga ini berubah menjadi lembaga pengajaran bahasa Arab atau LIPIA sebagai pusat kajian sastera Islam. Pembukaan cabang pendidikan di Indonesia diawali dengan kedatangan Syekh Abdul Aziz Abdullah Al-Ammai, utusan ulama Saudi murid Syekh bin Baz seorang ulama Salafi paling berpengaruh di Arab Saudi. Oleh Syekh bin Baz ia disuruh untuk bertemu Muhammad Natsir. Di Jakarta Muhammad Natsir mantan perdana menteri Indonesia menyambut baik rencana pendirian lembaga ini dan bersedia menjadi mediator penghubung dengan pemerintah Indonesia. Maka sejak awal berdirinya lembaga ini sebagian besar mahasiswanya berasal dari anggota-anggota dan lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat puritan yaitu seperti Persis, Muhammadiyah, dan Al Irsyad. Lembaga pendidikan ini mengikuti kurikulum lembaga induknya yaitu Universitas Imam Muhammad ibnu Saud di Riyadh. Di setiap fakultasnya, ulama-ulama Saudi yang berpaham Salafi yang dikirim langsung dari Arab Saudi. Selain itu lembaga ini juga memberikan beasiswa penuh mencakup buku-buku dan kebutuhan hidup yang standard 100 hingga 300 real, atau setara dengan 82 US. Terdapat juga sejumlah mahasiswa yang berprestasi untuk melanjutkan program studinya hingga kejenjang program master dan doktoral di Riyadh Arab Saudi. Di antara lulusan pertama lembaga ini yang kenudian menjadi tokoh Salafi di Indonesia yaitu Abdul Hakim Abdat, Abdul Qodir Yazid Jawas, Farid Akbah, Ainul Harits, Abu Baker M Atway, Jafar Umar Thalib,dan Yusuf Usman BaisyaRahmad,2005:101. Lulusan pertama ini yang menjadi cikal bakal ustads Salafi di Indonesia. Perjalanan dakwah salafiyyah di Indonesia sangat panjang. Dakwah Salafiyah mulai dikenal kembali setelah adanya konflik berbau SARA di Ambon dan Maluku, dimana Universitas Sumatera Utara 43 ustads Jafar Umar Thalib sebagai pimpinan Laskar Jihad, merupakan seorang tokoh Salafi yang disegani di Indonesia. Sejak itu, banyak ilmuan yang coba mempelajari ideologi Salafi yang tampak berbeda dari ormas Islam lainnya. Ditambah kasus ustads Jafar Umar Thalib yang menghukum rajam mati laskarnya karena karena terbukti berzina dalam perjalanan jihad yang menuai kontrofersi karena Indonesia adalah negara hukum dan tidak dibenarkan main hukum sendiri. Sebagaimana gerakan dakwah Salafiyyah di seluruh dunia pada umumnya, gerakan Salafi di Indonesia memberi perhatian lebih pada sektor pendidikan bukan hanya yang bersifat akademis tapi juga pada proses menyeluruh non formal dengan tujuan menumbuhkan pribadi muslim yang paham agamanya dan menjalankan agamanya itu dengan sebaik-baiknya. Berikut ini pengajian salafi di berbagai daerah di Indonesia.

4.5 Konflik Di Dalam Jama’ah Salafiyyah