1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di bidang ekonomi merupakan salah satu masalah yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka mewujudkan pembangunan
nasional. Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan beberapa pihak antara lain pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan,
dan para pelaku usaha. Salah satu pelaku usaha yang memiliki peran strategis dalam
membangun ekonomi Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM. Hal ini ditinjau dari peran UMKM pada beberapa aspek yakni unit
usaha UMKM merupakan 99,9 dari total usaha di Indonesia dan mampu menyerap 77,67 juta tenaga kerja atau 96,8 dari tenaga kerja nasional,
dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto PDB sebesar 56,5.
1
Untuk menjaga sektor UMKM yang memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya pembangunan sektor riil, dibutuhkan
lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani jasa perbankan bagi masyarakat tersebut salah satunya adalah Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah BPRS. Kunci keberhasilan BPRS selain menggunakan prinsip
1
Imam Hartono, “Ringkasan Eksekutif: Analisis Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat di Wilayah Jabodetabek dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis”, artikel diakses pada 25 April
2010 dari http:elibrary.mb.ipb.ac.idgdl.php?mod=browseop=readid=mbipb-12312421421421412 -imamharton-796q=Analisis efisiensi BPR.
syariah dalam operasionalnya adalah dalam pemberian pelayanan kepada UMK antara lain lokasi yang dekat dengan masyarakat yang membutuhkan,
prosedur pelayanan
yang sederhana
dan proses
yang cepat,
serta mengutamakan pendekatan personal dengan masyarakat setempat.
2
Industri BPRS saat ini berkembang dengan pesat. Terbukti dengan banyaknya BPRS baru yang lahir dan terus menyedot dana serta memberi
pembiayaan pada masyarakat. Lima tahun lalu, jumlah BPRS di Indonesia hanya sekitar 80 unit. Hingga April 2009, jumlah BPRS meningkat menjadi
143 BPRS.
3
Tidak hanya dari segi jumlah, laba bersih BPRS mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 45 mencapai Rp 41,35 miliar di akhir
September 2009, total Dana Pihak Ketiga DPK BPRS per akhir September 2009 tumbuh 29 mencapai Rp 1,16 triliun, dan total pembiayaan BPRS juga
mengalami pertumbuhan sebesar 22 menjadi Rp 1,52 triliun di akhir September 2009 dimana sebanyak 54 pembiayaan mengucur ke sektor
mikro kecil dan menengah.
4
Di sisi lain, kebijakan perbankan yang dilakukan Bank Indonesia tahun 2010 salah satunya akan diarahkan kepada peningkatan peran BPR
2
Imam Hartono, “Ringkasan Eksekutif: Analisis Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat di Wilayah Jabodetabek dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis”.
3
Andri Indradie, “BI Prediksi Aset Bank Syariah bisa Mencapai Rp 97 Triliun”, artikel diakses 6 Juni 2010 dari http:www.kontan.co.idindex.phpkeuangannews35170BI-Prediksi-Aset-
Bank-Syariah-Bisa-Mencapai-Rp-97-Triliun.
4
Herry Prasetyo, “Per September, Laba BPRS Tumbuh 45”, artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http:www.kontan.co.idindex.phpnews24287Per-September-Laba-BPRS-Rumbuh-45.
termasuk BPRS dalam pembiayaan keuangan mikro dan penguatan ketahanannya. Kebijakan ini akan ditempuh diantaranya dengan memberikan
insentif untuk mendorong peningkatan modal, memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan SDM yang kompeten, dan mempertegas posisinya sebagai
community bank yaitu fokus pada perannya sebagai pendukung dalam pengembangan perekonomian lokal.
5
Pesatnya perkembangan BPRS dan tingginya cita- cita arah kebijakan perbankan tahun 2010 serta lahirnya seperangkat Peraturan Bank Indonesia
PBI seperti PBI No: 9172007 tentang penilaian tingkat kesehatan BPRS, PBI No: 8222006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM
BPRS, dan PBI No: 8242006 tentang kualitas aktiva BPRS, serta peraturan lainnya mengharuskan pihak manjemen BPRS bersungguh- sungguh dalam
melakukan peningkatan terhadap kinerja keuangannya. Selain agar BPRS mampu bersaing dengan BPR konvensional maupun dengan lembaga
keuangan lainnya, juga agar BPRS dapat terus bertahan di tengah kondisi perekonomian yang kadang tidak menentu.
Salah satu indikator kinerja perbankan adalah tingkat profitabilitas yang berhasil dicapai. Profitabilitas merupakan kemampuan manajemen bank
dalam memaksimalkan aktiva guna memperoleh keuntungan. Profitabilitas menunjukkan besarnya bagi hasil yang diperoleh nasabah sehingga akan
5
“Arah Kebijakan Perbankan Tahun 2010 Pertemuan Tahunan Perbankan, 22 Januari 2010”, artikel diakses pada 25 April 2010 dari http:www.bi.go.idwebidPerbankanIkhtisar+
PerbankanArah+Kebijakan+Perbankan.
mempengaruhi tingkat loyalitas nasabah dan berdampak pada kemampuan bank dalam menjalankan perannya sebagai financial intermediary.
Untuk mencapai tingkat profitabilitas yang diharapkan perlu dilakukan berbagai usaha dan strategi guna mendukung tercapainya tingkat kesehatan
perbankan yang optimal. Usaha tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan memantapkan kembali struktur modal perbankan yang menyelaraskan skala
usaha dengan kebutuhan permodalan guna mempertinggi kemampuan menyerap risiko usaha, dan dengan melakukan peningkatan efisiensi
operasional agar mampu mendorong profitabilitas ke tingkat lebih tinggi. Upaya memenuhi tingkat kecukupan modal sebagaimana yang telah
diatur oleh Bank Indonesia merupakan hal yang amat penting untuk diperhatikan karena tingkat kecukupan modal mencerminkan kemampuan
bank dalam menanggung risiko kerugian yang mungkin timbul. Selain itu, tingkat modal yang tinggi akan meningkatkan cadangan kas yang dapat
digunakan untuk memperluas pembiayaan, memperluas jaringan kantor serta penyediaan fasilitas kantor yang modern dan sistem telekomunikasi yang
canggih, sehingga dapat membuka peluang lebih besar dalam meningkatkan profitabilitas bank.
Pentingnya memenuhi
tingkat kecukupan
modal terlihat
dari ditutupnya dua BPR oleh Bank Indonesia sepanjang tahun 2009, yakni BPR
Tripanca Setiadana Lampung dan BPRS Babussalam Jawa Barat disebabkan ketidakmampuannya memenuhi modal minimum 4. Tidak hanya itu, BI
juga mengkarantina 17 BPR dalam pengawasan khusus karena rasio kecukupan modalnya CAR di bawah empat persen. Jumlah BPR yang
bermodal cekak saat ini masih banyak. BI mencatat, per akhir Maret 2009 lalu ada 477 BPR yang belum memenuhi aturan modal minimum. Jumlah itu
setara dengan 27 dari total BPR yang beroperasi saat ini, yaitu 1.768 BPR.
6
Di sisi lain, efisiensi operasional perbankan juga merupakan faktor penting dalam upaya meraih tingkat kinerja keuangan yang optimal. Efisiensi
operasional merupakan kemampuan bank dalam mengatur porsi biaya operasional yang harus dikeluarkan seefisien mungkin dengan tetap
memaksimalkan pelayanan kepada nasabah guna menghasilkan pendapatan operasional yang optimal. Tingginya efisiensi operasional bank menandakan
besarnya pendapatan operasional yang didapat sehingga meningkatkan profitabilitas.
Sebaliknya, inefisiensi
operasional bank
menunjukkan rendahnya profitabilitas karena keuntungan yang didapat sebagiannya harus
dikurangi untuk menutupi besarnya beban operasional bank. Selama tahun 2009 BPR tampak kesulitan menggenjot pertumbuhan
laba akibat tekanan krisis keuangan global. Hal ini tercermin pada pencapaian laba BPR per Agustus 2009 yang hanya berhasil mencetak Rp737 miliar,
tidak lebih besar dari pencapaian pada Agustus 2008 sebesar Rp753 miliar. Faktor yang membuat BPR tertatih menumbuhkan laba antara lain disebabkan
6
Eko Nopiansyah, “Modal Cekak, Belasan BPR Dikandangkan”, artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http:www.tempointeraktif.comhgperbankan_keuangan20090514brk,20090514-176322,
id.html.
tingkat efisiensi BPR yang menurun. Hal ini nampak pada besarnya BOPO BPR per Agustus 2009 yang merangkak naik menjadi 82,20 dibanding
BOPO per Agustus 2008 yang levelnya masih 78,69.
7
Lain halnya dengan BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor. Bank yang berdiri sejak tahun 1992 ini justru mampu meningkatkan profitabilitas
dengan rasio ROA di tahun 2009 mencapai 4,01 yakni rasio ROA tertinggi yang pernah diperoleh bank tersebut sejak 11 tahun terakhir. Kemampuan
bertahan BPRS Amanah Ummah dalam menghadapi terjangan krisis keuangan global terlihat pula dalam kapabilitas manajemennya dalam
memenuhi kecukupan modal dengan CAR di tahun 2009 sebesar 15,52 jauh diatas ketentuan modal minimum, dan mampu pula meningkatkan efisiensi
operasional bank dengan rasio BOPO di tahun 2009 melesat turun ke angka 74,17 yakni rasio BOPO terendah yang pernah dicetak bank tersebut sejak
11 tahun terakhir.
8
Dari pemaparan di atas, mendorong minat dan gagasan penulis untuk
membahas “Pengaruh Kecukupan Modal dan Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas pada PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang
Bogor” dan mengangkatnya menjadi bahan dan judul skripsi sebagai tugas
akhir jenjang S1 yang sedang penulis tempuh.
7
Tofik Iskandar, “Gawat BPR Makin Terdesak”, artikel diakses pada 24 Juli 2010 dari http: bprkotakediri.com?p=188.
8
Laporan Kinerja Akhir Tahun 2009 PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah