Dalam sistuasi tidak formal komunikasi antara UNUEM biasanya

9 memahami secara mendalam hukum syar’i. Oleh karena itu, HM kemudian menjawab dengan kelimat penegasan “mungghu aghâma bân pamarènta ampon sa ya” ‘menurut hukum agama dan pemerintah sudah sah.’ Pernyataan tersebut tidak lain sebagai kalimat bantahan bahwa ta’mir juga paham ilmu agama secara mendalam dan transaksi jual beli itu tidak salah. Kondisi yang sudah memanas semakin diperparah dengan pernyataan HT “Kabâlâ ka ta’mir soro jhâ’ terros aghi” ‘katakan kepada ta’mir jangan diteruskan’. Tuturan ini telah memperpanas suasana karena kalimat lar angan ‘jangan diteruskan’ mempertegas pernyataan ‘tidak sah’ pada tuturan sebelumnya. Yang lebih membuat emosi pengurus ta’mir yang lain adalah keberadaan HT yang masih baru telah berani melarang orang yang sudah lama di keta’miran masjid tersebut. Oleh karena itu, pernyataan HH “Ghulâh sè lebbi onèng persoalan nèka ” ‘saya yang lebih paham terhadap permasalahan ini’ tak lain sebagai kalimat sanggahan bahwa orang yang lama akan lebih tahu dan memahami persoalan yang terjadi dan juga sekaligus sebagai penegasan bahwa orang baru tidak boleh merasa lebih tahu dan otoriter.

4. Dalam sistuasi tidak formal komunikasi antara UNUEM biasanya

menggunakan referens para ulama’ yang dikagumi sebagai bagian strategi komunikasi. Partisipan tutur akan lebih antusias mendengarkan apa yang disampaikan petutur, jika di sela-sela percakapannya menceritakan ulama’ yang dikagumi sebagai bumbu dari apa yang menjadi tujuan tutur. Hal ini sebagaimana tercermin dalam tuturan berikut: Konteks tuturan: Percakapan anggota Forsa sebelum acara formal dimulai pada sore hari Syt :“Kè Basyir merehap jembatan, itu masih dalam keadaan è totop, tapi sudah bisa dilalui, Cuma dalam beberapa bulan ditutup. Ketika sopirnya mau berangkat jemput Kè Waris, Kè Basyir telepon sopirnya “dagghi’ lebât Latè nama dusun, Engghi. Ketika Kè Waris ongghâ ka kendaraan “badâ dabu dari Kè Basyir è pakon lèbât Latè. Kan jembatannya masih diperbaiki? Abdina namung tarèma dabu, saka’dinto”. Ketika Kè →aris dalam perjalanan sampè’ di Berpènang ternyata sudah dipersiapkan jembatan itu untuk Kè Waris. Katika Kè Waris sampè dekat dalem, Kè Waris acabis dimèn ka Kè Basyir. Dua hari kemudian Kè Basyir acabis ka Kè waris. Lho ènga’ nèkah terharu, 10 sobung ponapah mon ènga’ nèkah, dâ’ napah, dâ’ tokaran.” ‘Kiai Basyir merehab jembatan. Jembatan itu masih dalam keadaan ditutup – walaupun sebenarnya sudah bisa dilalui, namun dalam beberapa bulan jembatan itu ditutup. Ketika sopir Kiai Waris akan berangkat jemput Kiai Waris, Kiai Basyir telpon sopirnya ‘nanti Kiai Waris dibawa lewat Latè nama dusun’ Saya pak Kiai. Ketika Kiai Waris menaiki kendaraan sopirnya mengatakan kalau ada pesan dari Kiai Basyir disuruh lewat Latè” Kan jembatannya masih diperbaiki? Saya hanya menyampaikan pesan seperti itu. Ketika Kiai Waris sampai di Sumberpinang ternyata jembatan itu sudah dipersiapkan untuk Kiai Waris. Ketika Kiai waris sampai di dekat kediaman Kiai Basyir, Kiai Waris bersalaman dulu ke Kiai Basyir. Dua hari kemudian Kiai Basyir datang ke Kiai Waris. Melihat seperti itu saya terharu. Keharmonisan hubungan akan terjaga kalau seperti itu, tidak akan ada konflik.’ Tuturan Syt pada data di atas tentang kerendahan hati seorang kiai yang ingin ikram memuliakan sesama pengasuh pesantren sebagai upaya memberikan pemahaman kepada partisipan tutur tentang akhlak seorang kiai pengasuh pesantren yang saling memuliakan satu sama lain. Kiai Basyir yang diceritakan sengaja tidak membuka jembatan yang direhabnya, tidak lain hanya agar Kiai Waris melewati jembatan tersebut pertama kali. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Kiai Waris. Kiai Waris juga begitu, setelah sampai di depan Kiai Basyir beliau “nyabis” ‘berjabatan tangan’ duluan kepada Kiai Basyir. Besok harinya Ki Basyir “nyabis” ‘datang’ kekediaman Kiai Waris. Perilaku ini menunjukkan bahwa antara kiai pengasuh pesantren saling memuliakan dan saling bersilaturrahim ‘menyambung tali kasih sayang’. Pada tuturan tersebut syt menyatakan “Lho ènga’ nèka terharu, sobung ponapa mon ènga’ nèka, dâ’ napa, dâ’ tokaran.” ‘Melihat seperti itu saya terharu, keharmonisan akan terjaga kalau seperti itu – tidak akan ada konflik.’ Perilaku kedua kiai tersebut mengharukan, karena akan menimbulkan keharmonisan hubungan dan akan terjaga dari konflik. Strategi komunikasi tersebut bertujuan agar apa yang dilakukan oleh kedua kiai pengasuh pesantren tersebut dicontoh oleh para santrinya khususnya dan ummat NU pada umumnya. 11 Contoh-contoh data tersebut menggambarkan adanya keunikan dan kekhasan kultur dalam kelompok warga NU di Jember yang tercermin dalam fakta-fakta kebahasaannya. Pola-pola komunikasi yang digunakan warga NU di Jember tidak terlepas dari kategori dan fungsi bahasa yang tercermin dalam tuturan, bahasa dan pilihan bahasa yang digunakan, tingkat tutur ondhâghân bhâsaspeech level, alih giliran tutur, serta simbol-simbol yang ditampakkan melalui gerakan-gerakan tubuh body language, dan intonasi tone sebagai aspek pendukung pemahaman terhadap tindak tutur. Pola-pola komunikasi tersebut tercermin ketika seorang yang status sosialnya lebih rendah kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi dan sebaliknya; orang yang tidak mempunyai peran kepada orang yang memiliki peran dalam masyarakat dan sebaliknya; orang yang tidak mempunyai jabatan kepada orang yang mempunyai jabatan baik dalam instansi ataupun dalam masyarakat dan sebaliknya; bawahan kepada atasannya dan sebaliknya; dan GuruKiai kepada muridsantri dan sebaliknya, orang muda berbahasa kepada yang lebih tua dan sebaliknya;, serta bagaimana warga NU berkomunikasi dengan kelompok sosial yang lain. Kesalahan dalam penggunaan pola-pola komunikasi tersebut dalam konteks warga NU merupakan masalah yang dapat menyebabkan interpretasi yang negatif terhadap pemakainya. Mereka telah dianggap melanggar konvensi dalam pemakaian bahasa yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut sehingga dapat menyebabkan seseorang terisolasi dari pergaulan dan bahkan akan menuai cercaan dan cacian di masyarakat. Oleh karena itu, topik ini menarik dan amat penting untuk diskusikan sebagai upaya menggali lebih mendalam fenomena-fenomena kebahasaan yang terjadi dalam kelompok warga NU di Jember yang sekaligus dapat memahami pola-pola pemakaian bahasanya. Melalui penjelasan ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan khasanah baru bagi kajian linguistik yang berhubungan dengan konteks sosial dan budaya komunitas tertentu etnografi komunikasi, khususnya komunitas warga NU. Rekomendasi penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi warga NU dan kelompok lainnya dalam berkomunikasi sehingga dapat mencegah terjadinya kegagalan komunikasi yang dapat mengakibatkan kesenjangan hubungan dan konflik. Kontribusi pada Bidang Ilmu Buku ini diharapkan dapat memberikan dua kontribusi positif, yakni kontribusi teoritis dan kontribusi praktis. 12 Dari segi teoritis buku ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan teori dalam bidang sosiolinguistik khususnya dalam kajian etnografi komunikasi yang berkaitan dengan pola komunikasi yang digunakan oleh komunitas tertentu. Keunikan dan kekhasan penggunaan kode-kode bahasa yang merupakan refleksi dari kultur pada kelompok masyarakat tertentu telah membentuk keunikan dan kekhasan bahasa yang digunakan. Hal ini perlu dideskripsikan agar dapat memperkaya teori-teori dalam kajian etnografi komunikasi. Dari segi praktis buku hasil penelitian ini diharapkan dapat memperakaya bahan ajar etnografi komunikasi yang kini masih langka. Selain itu rekomendasi hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pihak terkait dengan organisasi Nahdlatul Ulama’ untuk mengidentifikasi akar masalah yang berkaitan dengan kegagalan komunikasi yang mungkin bisa terjadi baik antarwarga NU sendiri, maupun antarwarga NU dengan mitra tutur yang lain di luar warga NU yang berbeda kultur . Pendalaman Materi 1. Dengan menggunakan media ICT, carilah informasi lebih detail tentang fungsi dan peran bahasa sebagai alat komunikasi. 2. Berilah contoh-contoh data lain berikut penjelasannya tentang bahasa yang digunakan oleh orang-orang berstatus sosial berbeda. 3. Mengapa orang-orang yang memiliki status dan kelas sosial berbeda cenderung menggunakan variasi bahasa berbda ? Apakah itu bagian dari strategi komunikasi ? 4. Jika anda seorang pimpinan suatu perusahaan, secara kebetulan di perusahaan tersebut paman mertua anda menjadi bawahan. Bagaimana anda seharusnya berbahasa dengan orang yang dihormati, sementara anda menjadi atasan. Berilah contoh percakapan dengan menggunakan bahasa etnik yang anda ketahui.

Bab 2 Mengenal Konsep dan Teori