Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan adalah kondisi kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan-kebutuhan sandang, pangan, papan, kebutuhan hidup yang sehat, dan kebutuhan pendidikan dasar bagi anak-anak. Adapun yang disebut miskin adalah orang yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya, tidak saja karena mereka tidak memiliki asset sebagai sumber pendapatan, tetapi juga karena faktor-faktor lain seperti struktur sosial ekonomi, sosial-budaya, dan sosial politik yang tidak membuka peluang bagi mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan yang tidak berujung pangkal. 1 Dalam kehidupan bermasyarakat, kemiskinan menjadi suatu problem sosial, karena persoalan ini mempengaruhi setiap kehidupan manusia dan tidak menutup kemungkinan kemiskinan menjadi bahaya besar terhadap perilaku keagamaan seseorang. 2 Secara umum kemiskinan yang melanda masyarakat merupakan sebuah kompleksitas yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, baik yang berhubungan sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun peluang atau prasarana dan permodalan yang kesemuanya itu masih harus dilihat dalam perspektif mikro dan makro. Dalam perspektif mikro, kompleksitas kemiskinan terkait dengan keadaan individu yang relatif memiliki keterbatasan untuk keluar dari jerat kemiskinan, 1 Mubyarto, Ekonomi Rakyat dan Program IDT, Yogykarta: Aditya Media, 1996, h. 27. 2 Yusuf Qardhawi, Konsepsi Islam dalam Mengetaskan Kemiskinan, ter. Umar Fanany, B.A., Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996, h. 13. seperti lamban dalam bekerja keras, tidak memiliki keahlian, keterbatasan finansial dan lain sebagainya. Sedangkan dalam tatanan makro, kemiskinan dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada, dan ditandai dengan adanya keterbatasan kesempatan dan peluang. 3 Kendati kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks, namun secara umum penyebab kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama , oleh struktur sosial, karena struktur yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-faslitas secara merata. Kedua, sebab kultural, di mana kemiskinan timbul sebagai akibat sumber daya yang langka dan tingkat pengetahuan yang rendah. 4 Kemiskinan struktural, artinya struktur yang membuat orang menjadi miskin, dimana masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan tidak mendapatkan akses secara baik. Disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karena turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang. Semakin banyak program-program yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan, namun makin banyak pula jumlah orang miskin. 5 Sementara Hidayatullah Muttaqin mengatakan: Kemiskinan dapat digolongkan dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan 3 Bagong Suyanto, Perangkat Kemiskinan Problem dan Strategi Pengentasannya, Yogyakarta: Aditya Media, 1996, h. 2. 4 Bagong Suyanto, Perangkap Kemiskinan Problem dan Strategi Pengentasannya, h. 2.-3. 5 Browsing dari http: www.pu.go.id.publikP2KP24122007Sarmiati, Kemiskinan Kultural dan FGD-RK, pada tanggal 7 Februari 2009. natural. Kemiskinan struktural disebabkan oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia. Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja, rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam. 6 Dari ketiga katagori kemiskinan tersebut, pada dasarnya kemiskinan berpangkal pada masalah distribusi kekayaan yang timpang dan tidak adil. Karena itu Islam menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan di dalam masyarakat dapat dihilangkan. Firman Allah SWT, “… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …” Q.S. Al-Hasyar: 7. 7 Dengan kata lain, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara- negara maju. Kesalahan negara dalam mengatur urusan rakyat, hingga menghasilkan kemiskinan struktural, disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Akhirnya, rakyat dibiarkan berkompetisi secara bebas dalam 6 Browsing dari http:jurnal-ekonomi.org09012006Hidayatullah MuttaqinPeranan Negara dan Masyarakat dalam Mengetaskan Kemiskinan, pada tanggal 7 Februari 2009. 7 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, h. 915. masyarakat. Realitas adanya orang yang kuat dan yang lemah, yang sehat dan yang cacat, yang tua dan yang muda, dan sebagainya, diabaikan sama sekali. Yang berlaku kemudian adalah hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang dan berhak hidup. 8 Masalah kemiskinan sering muncul juga akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia, baik dari sisi kepribadian maupun keterampilan. Inilah yang disebut dengan kemiskinan kultural. Masalah ini dapat diatasi melalui penyediaan layanan pendidikan oleh negara. Hal ini dimungkinkan karena pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya berkepribadian Islam yang kuat, sekaligus memiliki keterampilan untuk berkarya. Syariat Islam telah mewajibkan negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian, kemiskinan kultural akan dapat teratasi. 9 Berbagai macam agama dan aliran filsafat sejak dahulu telah berusaha menanggulangi problem kemiskinan dan meringankan penderitaan orang-orang miskin, yang ada kalanya dilakukan dengan memberikan anjuran-anjuran berbagai nasehat, dan dorongan-dorongan yang dapat membangkitkan semangat kerja. Islam menyatakan perang terhadap kemiskinan, dan berusaha keras untuk membendungnya, serta mengawasi kemungkinan yang dapat menimbulkan guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan, memelihara kehidupan rumah 8 Browsing dari http:hizbut-tahrir.or.id07292008 Lajnah Mashlahiyah HTISyari’at Islam dan Masalah Kemiskian, pada tanggal 7 Februari 2009. 9 Browsing dari http:hizbut-tahrir.or.id07292008 Lajnah Mashlahiyah HTISyari’at Islam dan Masalah Kemiskian, pada tanggal 7 Februari 2009. tangga dan melindungi kestabilan dan ketentraman masyarakat. Karena itu, Islam mengharuskan setiap individu mencapai taraf hidup yang layak. 10 Kemiskinan harus selalu diwaspadai, sebab dengan kemiskinan ini, akan timbul berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Bagi manusia yang bersabar tentu hal ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. Namun sebaliknya, bagi orang yang tidak bersabar hal ini dijadikan sebagai alasan untuk menghalalkan segala cara. Secara etimologis kata kemiskinan diambil dari akar kata miskin, yang berarti tidak berharta, kekurangan dalam hidup karena penghasilan yang rendah. 11 Istilah kemiskinan biasanya digunakan untuk menunjukkan keadaan di mana kebutuhan pokok tidak terpenuhi dan atau pendapatan yang rendah. Ajaran Islam mendekati masalah hidup di dunia ini secara wajar dan realistis sesuai fitrah manusia itu sendiri. Manusia memerlukan makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang wajar dan baik, karena ini semua merupakan keperluan hidup. Rasul telah menegaskan bahwa adalah hak manusia memiliki tiga hal, yakni rumah kediaman dan tempat tinggal yang layak bagi diri dan keluarganya, makanan yang memenuhi persyaratan pokok dalam kualitas dan kuantitas serta air bersih yang dapat mencegah dahaga, menjaga kesehatan tubuh dan lingkungannya. 12 Sedangkan ditinjau dari sudut sosial, kemiskinan itu lemahnya potensi suatu keluarga miskin untuk berkembang. Kemiskinan sekelompok keluarga 10 Yusuf Qardhawi, Konsepsi Islam dalam Mengetaskan Kemiskinan, terj. Umar Fanany B.A., h. 31. 11 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, h. 587. 12 Nabil Subhi at-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim, Bandung: Mizan, 1993, h. 36-37. miskin ini akan menimbulkan suatu kesenjangan dan pada akhirnya kesenjangan tersebut lebih berbahaya dari kemiskinan. 13 Kemiskinan dapat juga terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat proses politik, tidak memiliki kekuatan politik sehingga menduduki struktur sosial yang paling bawah. 14 Ajaran Islam yang cukup asasi, seperti akidah atau ibadah dan karenanya tetap terperinci dan tidak terbuka terhadap pemikiran di satu pihak dan keterbukaannya menerima adat istiadat dan budaya dalam ajaran non-akidah, dan syari’ah di pihak lain, dengan sendirinya telah menyebabkan adanya persamaan pengamalan pokok-pokok ajaran keagamaan, seperti akidah tentang perbedaan keesaan Tuhan, ibadat, shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. 15 Di sisi lain, kehidupan perekonomian juga sangat mempengaruhi kehidupan keagamaan, sebagaimana dengan kehidupan yang miskin akan mempengaruhi kehidupan sosial. Dengan kata lain akan timbul dan terjadi penyimpangan perilaku keagamaan dan sosial, dimana seseorang akan melanggar aturan-aturan dan ajaran-ajaran agama dan norma-norma sosial karena himpitan ekonomi yang melandanya, contohnya; meninggalkan kewajiban shalat, puasa, mencuri dan lain sebagainya. Begitupun yang terjadi pada sebagian warga miskin yang ada di desa Cinangka kecamatan Ciampea Bogor khususnya keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah atau miskin, sangat memungkinkan terjadi perilaku yang menyimpang dari ajaran agama dan kehidupan sosial. 13 Felik Sitorus, Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan, Jakarta: Grasindo, 1996, h. 46-47. 14 Amin Rais, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media, 1995, h. 31-32. 15 Baihaqi, Agama Perilaku dan Pembangunan, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Perguruan Tinggi Agama, 1985, h. 4. Apabila melihat kondisi sosial keluarga miskin di desa Cinangka, terutama akan memungkinkan munculnya perilaku keagamaan yang berbeda antara keluarga miskin yang satu dengan keluarga miskin yang lainnya dalam pelaksanaan ritual keagamaannya. Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan mengkaji masalah di atas sebagai tugas akhir dengan judul ”KEMISKINAN DAN PERILAKU KEAGAMAAN Studi Kasus di Desa Cinangka Ciampea Bogor ”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah