Diagnosis Penatalaksanaan Penyakit Hepatitis B 1. Pengertian

9 didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi pada kulit urtikaria, purpura, macula, dan makulopapular. Ikterus terdapat pada 25 penderita, biasanya mulai timbul saat 8 minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 4 minggu Arief, 2012. Hepatitis B Kronik adalah terdapatnya peningkatan kadar aminotransferase atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan. Pada banyak kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada sebagian lagi di dapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema Palmaris dan spider nevi, serta pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan konsentrasi ALT walaupun hal itu tidak selalu di dapatkan. Pada umunya didapatkan konsentrasi bilirubin yang normal. Konsentrasi albumin serum umumnya masih normal kecuali pada kasus-kasus yang parah. Pemeriksaan biopsi untuk pasien hepatitis B kronik sangat penting terutama untuk pasien dengan HBeAg positif dengan konsentrasi ALT 2 x nilai normal tertinggi atau lebih Soemohardjo dan Stephanus, 2010.

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis hepatitis B dilakukan melalui gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Perlu dipertimbangkan riwayat penyakit sebelumnya, usia, faktor risiko dan hasil tes sebelumnya Yogarajah, 2013. Tabel 2.1. Marker Diagnostik Hepatitis B Akut Scot, B., 2006 Marker Infeksi Akut Infeksi Kronis Daya Lindung HBsAg + + - Anti HBs - - + HBeAg + ± - Anti HBe +- ± + Anti HBc IgM + - - Anti HBc total +- + + Universitas Sumatera Utara 10 Tabel 2.2. Definisi dan Kriteria Diagnostik Pasien dengan Infeksi Hepatitis B Cahyono, J.B. Suharjo B, 2014 Keadaan Kriteria Diagnostik Hepatitis B akut 1. HBsAg + 2. IgM anti HBc + 3. Kadar SGPT dan SGOT meningkat sampai puluhan kali Hepatitis B kronis 1. HBsAg + lebih dari 6 bulan 2. DNA HBV serum lebih dari 20.000 IUml copiesml 3. Peningkatan kadar SGPT dan SGOT secara berkalapersisten 4. Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronis dengan nekroinflamasi sedang sampai berat. Hepatitis B carrier inaktif 1. HBsAg + 2. HBeAg -, anti HBe + 3. DNA HBV lebih dari 2.000 IUml 4. Kadar SGPT dan SGOT normal 5. Biopsi hati tidak menunjukkan adanya hepatitis yang signifikan Sembuh dari hepatitis 1. Ada riwayat hepatitis akut atau kronik atau anti HBc ± anti HBs 2. HBsAg - 3. DNA HBV tidak terdeteksi 4. Kadar SGPT dan SGOT normal Universitas Sumatera Utara 11

2.1.8. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk infeksi virus hepatitis B ditargetkan agar berkurang replikasi dari virus hepatitis B, untuk mengurangi peradangan hati dan bahkan untuk mencegah terjadinya fibrosis Ocama et al., 2005. Penatalaksanaan Hepatitis B dibagi menjadi 2: Hepatitis B Akut : Penderita hepatitis B akut dianjurkan untuk tirah baring sampai gejala ikterus hilang. Bila penderita masih muda dan sehat, bisa diterapkan aturan yang lebih ringan, misalnya mereka bisa bangun bila badan terasa enak, tanpa melihat derajat ikterus. Setiap habis makan, pasien dianjurkan untuk beristirahat, demikian pula bila gejala penyakit muncul lagi. Masa penyembuhan mulai bila sudah tidak ada gejala, tidak ada rasa nyeri di daerah hepar dan bila kadar bilirubin serum 1,5 mg. lama waktu penyembuhan diperkirakan dua kali dari periode tirah baring. Kebanyakan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, kecuali pada kasus yang berat. Demikian pula, tidak diperlukan tirah baring total yang berkepanjangan. Bila dirawat di rumah sakit, penderita bisa dipulangkan bila gejala membaik, kadar transaminase dan kadar bilirubin serum sudah cenderung turun,dan nilai waktu protrombin normal. Untuk terapi antiviral belum terbukti bermanfaat atau merungubah hasil akhir pengobatan hepatitis B akut Soemohardjo dan Stephanus, 2008. Hepatitis B Kronik : Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik, yaitu: 1. Kelompok imunodulasi - Interferon - Thymosin alfa 1 - Vaksinasi Terapi 2. Kelompok Terapi Antiviral - Lamivudin - Adefovir Dipivoxil - Entecavir Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan perkembangan kerusakan hati dengan cara menekan replikasi virus atau Universitas Sumatera Utara 12 menghilangkan infeksi. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering di pakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap HBeAg dan DNA-HBV. Pada umumnya , serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA HBV dalam serum dan meredanya penyakit hati. Namun pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif serokonversi HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA HBV. Terapi Dengan Imunomodulator: a. Interferon IFN IFN adalah kelompok protein intraseluler yang normal ada di dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit B; IFN beta diproduksi oleh monosit fibroepitelial; dan IFN gamma diproduksi oleh sel limfosit T. produksi IFN dirangsang oleh berbagai macam stimulasi, terutama infeksi virus. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antiviral, imunomudulator, antiproliferatif, dan antifibrotik. IFN tidak memiliki khasiat antiviral langsung, tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antiviral. Khasiat IFN pada Hepatitis B kronik terutama disebabkan oleh khasiat imunomodulator. Penelitian menunjukkan bahwa, pada penderita hepatitis B kronik, sering didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu akibatnya, terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas I pada membrana hepatosit yang sangat diperlukan, agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel hepatosit yang terkena infeksi HBV. Sel-sel tersebut menampilkan antigen sasaran HBV pada membrana hepatosit. IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan hepatitis B kronik dengan HBeAg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang, yang belum menyebabkan sirosis. Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU, 3x seminggu, selama 16-24 minggu. Penelitian Universitas Sumatera Utara 13 menunjukkan bahwa terapi ini sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12 bulan. Kontraindikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata, depresi atau riwayat depresi diwaktu yang lalu, dan adanya penyakit jantung yang berat. b. Thymosin Alfa 1 Thymosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrak timus. Thymosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Keunggulan obat ini tidak mempunyai efek samping seperti IFN. Dengan kombinasi IFN, obat ini meningkatkan efektivitas IFN. c. Vaksinasi Terapi Salah satu dasar vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop, yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human Leucocyte Antigen HLA-restricted. Diharapkan sel sitotoksik tersebut mampu menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi HBV. Salah satu strategi adalah penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-S. Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik CTL. Strategi ketiga adalah vaksin DNA Soemohardjo dan Stephanus, 2008. Terapi Antiviral : a. Lamivudin Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antiviral yang kuat. Jika diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, lamivudin akan menurunkan kadar DNA HBV sebesar 95 atau lebih dalam waktu 1 minggu. Khasiat lamivudin salah satunya untuk menghambat fibrosis dan dapat mencegah terjadinya karsinoma hepatoselular. b. Adefovir Dipivoxil Adefovir Dipivoxil adalah suatu analog nukleotida oral yang merupakan analog adenosine monofosfat yang menghambat enzim reverse transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama dengan lamivudin. Universitas Sumatera Utara 14 Dosis yang di anjurkan adalah 10 mg tiap hari. Salah satu hambatan utama adefovir adalah toksisitas pada ginjal yang sering di jumpai pada dosis 30 mg atau lebih. c. Entecavir Entecavir adalah suatu analog nukleosida guanosine yang berkhasiat menghambat ketiga langkah transkripsi balik pregenom RNA oleh enzim DNA polymerase, yaitu priming, sintesis untai DNA negatif dan positif. Entecavir menghambat DNA polymerase HBV pada seluruhnya 3 langkah dari replikasi HBV yaitu hambatan terhadap 3 langkah penting dari transkripsi balik pregenom RNA tersebut dapat menerangkan besarnya khasiat penekanan replikasi HBV. Entecavir telah terbukti efektif untuk hepatitis B kronik baik pad HBeAg positif maupun HBeAg negatif serta penderita yang terbukti mengalami kekebalan terhadap lamivudin. Dosis entecavir yang dianjurkan pada penderita dewasa baru adalah 0,5 mg sehari. Sedang untuk penderita yang pernah mendapatkan lamivudin, tetapi tetap mengalami viremia selama minum obat, atau yang memang telah terbukti mengalami kekebalan terhadap lamuvudin, dosisnya adaalah 1 mg setiap hari Soemohardjo dan Stephanus, 2008. d. Telbivudine Telbivudine adalah suatu analog nukleosida thymidine yang berfungsi menghambat enzyme DNA Polymerase. Pemberian telbivudine dianjurkan hanya untk dewasa yang terinfeksi hepatitis B kronik dengan kontraindikas reaksi hipersensitivitas Dienstag, 2008. e. Tenofovir Tenofovir merupakan nucleotide reverse transcriptase inhibitor NtRTI dengan mekanisme kerja menghentikan pembentukan rantai DNA virus Louisa dan Setiabudy, 2012. Universitas Sumatera Utara 15 Cara kerja antiviral terhadap virus hepatitis B, dapat dilihat dari gambar di bawah ini: Gambar 2.2. Cara Kerja Antiviral Terhadap Virus Hepatitis B Dienstag, 2008

2.1.9. Pencegahan

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 13

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 2

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 4

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 13

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 3

Hubungan Antara Beberapa Faktor Penyebab Terhadap Terjadinya Hepatitis B Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012-2013

0 0 30

Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Terhadap Terjadinya Penyakit Hepatitis C di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 - 2013

1 4 15

Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Terhadap Terjadinya Penyakit Hepatitis C di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 - 2013

0 0 1

Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Terhadap Terjadinya Penyakit Hepatitis C di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 - 2013

0 0 4

Hubungan Antara Beberapa Faktor Risiko Terhadap Terjadinya Penyakit Hepatitis C di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012 - 2013

0 0 16