Penerapan Penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan Kejaksaan

BAB IV ANALISIS ALAT BUKTI PENYADAPAN DI TINJAU DARI HAK ASASI

MANUSIA

A. Penerapan Penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan Kejaksaan

1. Penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Perkembangan tindak pidana korupsi yang sangat massif di Indonesia telah memperhatinkan dan sangat luas. Tindak pidana korupsi nyaris seluruhnya terjadi di setiap segi kehiduoan masyarakat yang pada kedudukan yang rendah bahkan sampai pada kedudukan yang tinggi. Oleh karena hal itu, pemberantasan harus dilakukan dengan sebuah metode penegakan hukum dengan cara luar biasa lewat pembentukan sebuah tubuh khusus yang memiliki kewenangan luas, independen, bebas dari segala kekuasaaan manapun. 121 Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, sebuah lembaga negara baru melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberatansan Korupsi UU KPK dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK 122 121 . Dalam melaksanakan tugasnya berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilits, kepentingan umum, dan proporsionalitas. http:www.mediapustaka.com201501sejarah-pendirian-komisi-pemberantasan.html, diaksses tanggal 27 Mei 2016 122 http:nasional.sindonews.comread103486119mengingat-kembali-kelahiran-kpk- 1439997900, diakses tanggal 27 Mei 2016 Universitas Sumatera Utara Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, ;penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi diatur didalam Pasal 6 huruf c UU KPK yang menyatakan bahwa : “Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.” Melalui UU KPK, kewenangan untuk melakukan penyadapan diberikan kepada KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan penyidikan, dan penuntutan. Kewenangan melakukan penyadapan terdapat pada Pasal 12 ayat 1 huruf c yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.” Namun bila melihat kepada UU KPK, tidak ditemukan penjelasan definis dari penyadapan itu sendiri. Pedoman yang dapat digunakan untuk menjelaskan definisi tersebut terdapat pada Pasal 1 huruf g Peraturan Menteri Nomor 11PRMKominfo022006 tanggall 22 Pebruari 2006 tenatang Teknis Intersepsi terhadap informasi, yaitu : “Pengertian intersepsi informasi secara sah lawfull interception adalah kegiatan intersepsi informasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan penegakan hukumyang dikendalikan dan hasilnya dikirimkan ke pusat pemantauan monitoring centre untuk aparat penegk hukum.” Hal yang juga tidak diatur didalam UU KPK menyangkut tentang durasi lamanya penyadapan. Dengan demikian KPK dalam melakukan penyadapan tidak dibatasi oleh jangka waktu sehingga KPK cukup hanya mengajukan satu kali permohonan untuk melakukan penyadapan dan proses selanjutnya dilakukan Universitas Sumatera Utara dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi. 123 2. Penyadapan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam pasal 1 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP menyatakan bahwa: “Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.” Dalam Pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan dengan tegas bahwa: “Penyidik ialah: a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia b. Pejabat Pegawai Negeri PPNS tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang.” Selanjutnya, dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyatakan bahwa: “Polisi memiliki tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat” Sehingga didalam melaksanakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat kewenangan melakukan penyadapan diberikan kepada Kepolisian Republik Indonesia Polri. 123 Reda Manthovani, Op.Cit, hlm 111 Universitas Sumatera Utara Pada saat ini Polri telah menetapkan penyadapan yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penyadapan pada Pusat Pemantauan Polri yang telah disahkan tanggal 24 Pebruari 2010. Berdasarkan peraturan tersebut, operasi penyadapan oleh Anggota Polri harus sesuai dengan prinsip-prinsip pada Pasal 2, yang menyatakan: a. Perlindungan hak asasi manusia, yaitu penyadapan dilaksanakan dengan memperhatikan hak asasi manusia berdasarkan prosedur pengoperasian standar; b. Legalitas, yaitu tindakan penyadapan yang dilakukan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Kepastian hukum, yaitu kegiatan penyadapan yang dilakukan semata-mata untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan; d. Perlindungan konsumen, yaitu kepentingan konsumen pengguna jasa telekomunikasi tidak terganggu akibat adanya tindakan penyadapan; e. Partisipasi, yaitu turut sertanya menteri yang membidangi urusan telekomunikasi dan informatika, Penyedia Jasa dan Penyedia Jaringan Telekomunikasi dalam bentuk operasi penyadapan; f. Kerahasiaan, yaitu penyadapan bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan oleh Penyelidik danatau Penyidik Polri secara proporsional dan relevan dengan memperhatikan keamanan sumber data atau informasi yang diperoleh dalam penngungkapan tindak pidana. Kemudian dalam melakukan penyadapan, dalam Pasal 5 tata cara dalam melakukan penyadapan adalah: Universitas Sumatera Utara a. Kepala Badan Reserse Kriminal Kabareskrim Polri ditunjuk oleh Kapolri sebagai pejabat yang memberikan izin dimulainya operasi penyadapan. b. Permintaan dimulainya penyadapan diajukan oleh penyelidikpenyidik kepada Kabareskrim untuk tingkat Mabes Polri atau melalui Kapolda kepada Kabareskrim berdasarkan tingkat satuan kewilayahan. c. Permintaan dimulainya penyadapan tersebut, setelah dterima maka Kabareskrim akan melakukan pertimbangan layak atau tidak layak dilakukan penyadapan, paling lambat 3 tiga hari sejak diterima diberitahukan kepada penyidik d. Jika Kabareskrim menilai layak dilaksanakan, Kabareskrim mengajukan izin penyadapan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat operasi penyadapan dilakukan e. Operasi penyadapan mulai dilakukan setelah mendapat izin, dilaksanakan oleh Pusat Pemantauan monitoring centre Polri f. Operasi penyadapan dilakukan paling lama 30 tiga puluh hari dan dapat diajukan kembali kembali apabila dirasa informasi yang diperoleh belum mencukupi g. Operasi penyadapan berakhir apabila: 1 Penyelidik danatau penyidik melalui atasan penyidik menyatakan bahwa operasi penyadapan yang dilaksanakan dianggap sudah cukup, disertai surat keterangan atau pernyataan 2 Penyidik danatau penyidik melalui atasan penyidik meminta dan membuat pernyataan secara tertulis kepada Kalakhar Pusat Pemantauan Monitoring Centre polri untuk tidak melanjutkan operasi penyadapan. Universitas Sumatera Utara 3 Operasi penyadapan yang dilakukan dengan pertimbangan sangat perlu dan mendesak, tidak dikabulkan oleh Kabareskrim Polri disertai alasannya. 4 Habis masa berlaku dan tidak diperpanjang. h. Produk hasil penyadapan hanya diberikan oleh Khalakar Pusat Pemantauan kepada penyelidikpenyidik yang identitasnya tercantum sesuai dengan surat permohonan permintaan. i. Produk hasil penyadapan bersifat rahasia dan dapat digunakan sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan-perundangan j. Penyelidik, penyidik dan anggota Pusat Pemantauan Polri, dilarang, baik sengaja maupun tidak, menjual, memperdagangkan, mengalihkan, mentransfer, danatau menyebarluaskan produk hasil penyadapan, baik secara tertulis, lisan maupun menggunakan komunikasi elektronik kepada pihak manapun. 3. Penyadapan oleh Kejaksaan Republik Indonesia Kedudukan sentral Kejaksaan dalam penegakan hukum di Indonesia, sebagai salah satu subsistem hukum yang berada dalam satu kessatuan yang teratur dan terintegral, saling mempengaruhi dan saling mengisi dengan subsistem lainnya untuk mencapai tujuan dari subsistem hukum tersbut. Selain kejaksaan, ada juga lembaga lain, seperti hakim, polisi, advokat, tersangka, terdakwa, terpidana yang menjadi subsistem hukum di Indonesia. Dilihat dari aspek kewenangannya, dikenal beberapa subsistem hukum, seperti kewenagan melakukan penyidikan, penuntutan dan penghukuman. 124 124 Marwan Effendy, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. 99 Universitas Sumatera Utara Pada Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, menyatakan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan kegiatan di bidang penuntutan serta kewenangan lain berrdasarkan undang-undang. Kemudian pada Pasal 30 ayat 1 huruf d, menyatakan bahwa Kejaksaan memiliki tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang Kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, hal ini dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-ndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU PTPK yang menyatakan “Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.” Berdasarkan uraian pada pasal-pasal diatas, Kejaksaan juga dapat dinyatakan sebagai penyidik bagi tindak pidana tertentu khususnya dalam hal ini tindak pidana korupsi. Dalam melakukan penyidikan Kejaksaan juga dapat melakukan penyadapan guna kepentingan penegakan hukum hal tersebut dapat di lihat pada Pasal 26 UU PTPK yang menyatakan Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Penyidik dalam hal ini dapat melakukan tindakan penyadapan wiretapping. Universitas Sumatera Utara Beberapa uraian diatas, tidak dapat dilihat ketegasan bahwa kejaksaan dapat melakukan penyadapan, sehingga diperlukan suatu penjelasan lebih lanjut. Hal ini menyebabkan kejaksaan belum dapat memaksimalkan kewenangan penyadapannya dan hasil penyadapan sebagai alat bukti di persidangan. Oleh karena itu ada kekhawatiran hasil dari tindakan penyadapan yang dilakukan kejaksaan dan dijadikan alat bukti akan dipermasalahkan keabsahannya di persidangan. 125

B. Alat Bukti Penyadapan di tinjau dari Hak Asasi Manusia