Latar Belakang Kajian Yuridis Terhadap Alat Bukti Penyadapan Di Tinjau Dari Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi tidak dapat dipungkiri menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang teknologi informasi dan komunikasi. Pesatnya perkembangan dibidang teknologi informasi daan dan telekounikasi tersebut dapat dilihat dengan lahirnya berbagai media, beragam fasilitas serta beragam jasa dengan bermacam variasi. Hal ini juga berdampak pada pada seluruh sektor kehidupan, perubahan sosial, ekonomi, budaya, moalitas, bahkan dibidang hukum. 1 Pemanfaatan teknologi informasi selain memberikan dampak positif tentu pada sisi lainnya dapat memberikan dampak negatif. Dampak positif dan negatif dari pemanfaatan teknologi informasi selayaknya dua sisi sebuah koin yang harus dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Maknanya terhadap sisi positif, tentu dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembangunan dan mencapai tujuan nasional yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Perubahan ini menjadikan dunia menjadi tanpa batas borderless. 2 Perkembangan teknologi informasi apabila dipandang dari sisi negatifnya, yaitu “adanya globalisasi kejahatan” dan meningkatnya kuantitas serta kualitas modus operandi tindak pidanda di berbagai Negara dan antarnegara. 1 Dikdik M. Arief Mansur Dinne Medina Wahyuni, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi Bandung: Refika Aditama, 2005, hlm 16 2 Kristian dan Yopi Gunawan, Sekelumit tentang Penyadapan dalam Hukum Positif di Indonesia Bandung: Nuansa Aulia, 2013, hlm 4 Universitas Sumatera Utara Perkembangan teknologi informasi pada kenyataannya telah menjadi pedang bermata dua, di satu sisi selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, disisi lain menjadi sarana efektif melakukan perbuatan melawan hukum. 3 .Hal ini tentu saja membuka peluang baru atau fasilitas bagi para pelaku kejahatan untuk menggunakannya sebagai instrumen melakukan kejahatan yang berdiensi dan bermodus baru diwilayah penggunaan tekonologi informasi dan komunikasi tersebut. 4 Pada kenyataanya globalisasi yang ditandai dengan pergerakan yang sangat cepat oleh manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi, perdagangan dan modal, tentu harus diwaspadai efek negatifnya yaitu adanya “globalisasi kehajatan”. 5 Namun, perkembangan hukum sebagai salah satu instrumen untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan atau tindak pidana berjalan begitu lama dan tidak sanggup menandingi dan mengiringinya. Oleh sebab itu, pada hakikatnya globalisasi perlu diiringi dengan pola penegakan hukum supremsi hukum yang dilakukan secara signifikan dan berlangsung cepat. 6 Keberadaan hukum didalam masyarakat bertujuan untuk mengatur kepentingan-kepentingan yang timbul dalam masyarakat, sehingga kepentingan- kepentingan tersebut tidak bertentangan satu sama lain. 7 3 Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI-Dalam System Hukum Indoensia, Bandung: Rafika Aditama, 2004, hlm. 1 4 Djoko Sarwoko, Pembuktian Perkara Pidana Setelah Berlakunya UU NO.11 Tahun 2008 Undang-Undang ITE, Makalah, 7 September 2009, hlm. 1 5 Nyoman Serikat Putra Jaya, Globalisasi HAM dan Penegakan Hukum, Makalah: disampaikan pada Matrikulasi Mhasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro UNDIP Tahun 2010, tanggal 18 September 2010. 6 Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit., hlm. 5 7 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi Cyber Crime, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012, hlm. 24 Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “Law is a tool of Universitas Sumatera Utara socil engineering”, yang berarti hukum adalah sarana untuk merekayasa masyarakat. 8 Dalam rangka mengimbangi dan mengiringi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi serta perkembangan masyarakat harus pula dilakukan pembaharuan hukum atau yang sering disebut dengan istilah “percepatan hukum” acceleration of law. Juga pendapat yang dikemukakan oleh Donald Black dalam bukunya yang berjudul Behavior of Law yang menyatakan bahwa hukum adalah kontrol sosial dari pemerintah atu negara law is government social control, sebagai aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku, baik yang berguna atau mencegah perilaku yang buruk. 9 Apabila dilihat dewasa ini, perbuatan pelanggaran atau tindak pidana yang sering kali dilakukan misalnya tindak pidana dibidang ekonomi seperti tindak pidana korupsi, ataupun tindak pidana pencucian uang yang tidak hanya merugikan orang perseorangan tetapi juga sangat berpotensi menimbulkan kerugian Negara. Selain itu, marak terjadi tindak pidana-tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan transnasional transnational crime yang bersifat terorganisasi melibatkan suatu sistem yang sistematis serta unsur-unsurnya yang sangat kondusif. Disamping itu, hal yang tidak kalh penting yaitu hukum harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat. 10 8 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif Yogyakarta: Genta Publishing, 2012. hlm. vii 9 Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit, hlm. 10 10 Ibid, hlm. 11 Unsur pertama adalah adanya organisasi kejahatan criminal group yang sangat solid baik karena ikatan etnis, kepentingan politis, kepentingan kelompok, maupun kepentingan-kepentingan lain, dengan kode etik Universitas Sumatera Utara yang jelas. Unsur kedua adalah adanya kelompok pelindung protector group. Unsur ketiga tentu saja adalah kelompok-kelompok masyarakat yang menikmati hasil kejahatan tersebut. 11 Pada dasarnya sarana penal memiliki keterbatasan, sehingga disamping sarana penal, dibutuhkan sarana non penal. Untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana yang bersifat transnasional dan teroganisasi, harus pula ditunjang dengan pendekatan-pendekatan lain, misalnya pendekatan nilai, pendekatan budaya dan pendekatan-penekatan administrasi prosedural yang ketat seperti pendekatan budaya hukum, pendidikan hukum, Pencegahan dan penanggulan dari tindak pidana tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan dua langkah yaitu sarana penal maupun non penal atau yang lebih sering disebut dengan kebijakan hukum pidana criminal policy. Sarana penal merupakan sarana yang dirumuskan secara tegas dalam hukum positif baik yang didalam hukum pidana khusus maupun hukum pidana umum. 12 Hukum pada dasarnya bersifat dinamis dan mengayomi masyrakat, hukum harus dapat menjadi penjag ketertiban, ketentraman, dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang harus dibentuk dengan berorientasi dengan masa depan forward looking, dan tidak dibangun berdasrkan orientasi kepada masa lampau backward looking. Hal ini disebut sebagai sarana non penal. 13 11 Nyoman Serikat Putra jaya, Bahan Kuliah Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System, Semarang: Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro UNDIP, hlm. 111 12 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 174. 13 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, hlm. 6-7 Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana jenis baru tidak dapat semata-mata Universitas Sumatera Utara hanya dilakukan dengan menggunakan hukum tertulis melainkan harus dilakukan pembenahan dan pelatihan atas para aparatur penegak hukum sehingga memiliki kapasitas atau kemampuan untuk melacak dan menindak para pelaku Kecanggihan peralatan yang digunakan untuk melakukan kejahatan atau tindak pidana, membuat para penegk semakin sering menemukan bentuk-bentu tindk pidana baru yang sulit pembuktiannya, namun telah diyakini bahwwa telah terjadi suatu tindak pidana, dikarenkan bukti yang tidak cukup, atau terdapat bukti namun tidk diakui sebagai alat bukti yang sah, sehingga pelaku tindak pidana tersebut sering kali bebas dan jerat hukum. Oleh karena itu, dalam menghadpi tindk pidana semacam ini, pada umumnya aparat penegak hukum biasanya menggunakan teknik pengintaian surveillance dan teknik penyadapan wiretapping. 14 1. Perkara tindak pidana korupsi penyuapan terhadap auditor BPK oleh Mulyana W Kusumah Mantan Anggota KPU disekitar tahun 2005. Dalam pengungkapan kasus di Indonesia penegak hukum telah menggunakan tekni penyadapan wiretapping, hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh kasus sebagai berikut: 15 2. Perkara tindak pidana korupsi berupa penyuapan terhadap mantan Komisioner KY Irawadi Joenes sebesar rekanan KY sebesar 30 ribu dan 600 juta rupiah dari Fredi Santoso. 16 14 Romli Atmasasmita, Legalitas Penyadapan, diundah dari : http:m.okezone.com. Diakses pada tanggal 3 Maret 2016 15 Lihat: http:www.antikorupsi.orgidcontentpendidikan-politik-di-balik-kasus- mulyana-w-kusumah, diakses tanggal 3 Maret 2016 16 Lihat: http:news.detik.comread2008011810140688071610ketua-ky-bersaksi- di-sidang-kasus-suap-irawady-joenoes, diakses tanggal 3 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara 3. Perkara tindak pidana korupsi penyuapan terhadap Urip Tri Gunawan Mantan Jaksa pada tahun 2008 ditangkap setelah bertransaksi dengan Arthalina Suryani alias Ayin dalam kasus dana BLBI yaitu Syamsul Nursalim, dalam kasus tersebut ditemukan dan disita uang sebesar US 660.000,-. 17 4. Perkara tindak pidana korupsi berupa penyuapan terhadap Iqbal Komisioner KPU dan supirnya BR yang tengh membawa koper hitam yng berisi uang Rp. 500.000.000,00. Uang ini diduga sebagai pemberian dari salah seorang direksi PT First Media Tbk yang juga ditangkap yaitu Billy Sindoro. 18 5. Perkara tindak pidana korupsi konspirasi impor daging sapi dimana Fathanah dan Lutfi Hasan Ismail diduga yang merekayasa kuota impor dengan mempengaruhi menteri Pertanian. 19 6. Perkara tindak pidana korupsi atas nama Akil Mochtar Ketua Mahkamah Konstitusi, ia diduga menerima suap terkait 2 dua proses penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah, 20 Beberapa contoh kssus diatas, menggunakan penyadapan didominasi oleh KPK, walupun esungguhnya selain KPK, institusi seperti POLRI, Kejaksaan, dan Badan Intelijen Negara BIN. Berdasarkan fakta-fakta diatas, penggunaan penyadapan dapat menjadi salah satu faktor dalam pengungkapan tindak pidana yang bersifat teroganisir menggunakan teknologi alat telokomuniasi dan informasi yang sulit pembuktiannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indriyanto Senoadji bahwa 17 Lihat: http:news.detik.comread20130322140148220113610intersepsi-tulang- punggung-kpk-dalam-pemberantasn-korupsi, diakses tanggal 4 Maret 2016 18 Lihat: http:www.hukumonline.comberitabacahol20138komisioner-kppu- mohammad-iqbal-ditangkap-kpk, diakses tanggal 4 Maret 2016 19 Fakta Persidangan dalam Kasus atas nama Terdakwa Fathanah pada Pengadilan Tipikor, Jumat 17 Mei 2013 20 “Suap Mahkamah Konstitusi Mengguncang Negara”, Kompas 4 Oktober 2013:1 Universitas Sumatera Utara dalam penegkan hukum, intersepsi penyadapan merupakan sarana teknologi yang ampuh dalam mengungkapkan kejahatan sistemik sepertihalnya tindak pidana korupsi, narkotika, hak asasi manusia maupun interstate crime lainnya. 21 Namun, penyadapan wiretapping bagaikan dua sisi pisau yang tajam, menurut Raz pisau yang tajam tersebut memiliki sifat yang baik dan buruk yaitu pisau yang tajam bisa dipakai untuk mengiris sayuran, namun pisau tersebut dapat mengiris manusia. Sehingga penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum dapat digunakan menjadi sebuah alat bukti untuk membuktikan suatu tindak pidana di pengadilan. 22 Distu sisi penyadapan sebagai alat pendeteksi dan pengungkap kasus, tetapi disisi lain memiliki kecenderungan yang berbahaya atas pernghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya ha katas privasi. 23 Penggunaan penyadapan yang melanggar hak asasi manusia di Indonesia salah satunya terjadi dalam peristiwa tindakan penyadapan yang dilakukan oleh penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi KPK atas perintah Antasari Azhar Ketua KPK pada waktu itu terhadap Nasruddin Zulkarnaen dan Rani Juliani atas dasar kedua orang tersebut diduga sering meneror pimpinan KPK pada saat itu yakni Antasari Azhar beserta isitrinya. 24 21 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta: Diadit Media, 2009, hlm. 489 22 Joseph Raz, The Rule of Law and Its Virtue, in the Athority of Lawc Oxford: Clarendon Press, 1979, hlm. 225-226 23 Reda Manthovani, Penyadapan vs Privasi Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2015, hlm. 7 24 Ibid., hlm. 6 Dengan kewenangannya, Antasari Azhar memerintahkan tim penyelidik KPK untuk melakukan tindakan penyadapan terhadap nomor telepon Nasrudin Zulkarnaen, Rani Juliani dan stafnya Ina Susanti. Namun dalam tindakan penyadapan tersebut juga tidak terungkap Universitas Sumatera Utara tuduhan Antasari Azhar tersebut. 25 Oleh karena itu, penyadapan rawan dengan penyalahgunaan terlebih ketika aturan hukum yang melandasinya tidak sesuai dengan prinsip penghormtan hak asasi manusia, sehingga menurut Raz diperlukan moralitas untuk menggunakan sesuatu instrument hukum sesuai dengan peruntukkanya. 26 Kecenderungan penyalahgunaan penyadapan besar dapat terjadi oleh karena sifat kerahasiaan dari penyadapan tersebut dan penyadapan merupakan instrusionon somebody’s privacy, walaupu secara fisik dan nyata tidak akan pernah terlihat apa yang di instrusi dan diambil oleh aparat penegak hukum kecuali rekaman kegiatan kehidupan privasi dan percakapan individu. 27 Penyadapan dapat menjadi salah satu cara baru yang merupakan cara luar biasa dalam memberantas tindak pidana jenis baru yang sulit untuk pembuktiannya, namun dilihat secara konseptual maupun dari bentuk pelaksaannya masih menimbulkan kontroversi yang alot dikalangan praktisi hukum maupun dikalangan akademisi. Apabila melihat praktinya, penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum dikhawatirkan akan menderogasi atau Perlindungan terhadap hak privasi maka negara wajib membrikan perlindungan perlindungan warga negaranya dari segala gangguan dan pelanggaraan atas hak privasi mereka, hal sesuai dengan pasal 12 Universal Declaration of Human Right UUDHR tahun 1948 dan Pasal 17 International Convenant on Civil Political Right ICCPR tahun 1966, UUD 1945, dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. 25 Pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1429KPid2010 tanggal 21 September 2010 jo. Putusan No. 117 PKPID2011 tanggal 13 Pebruari 2012. 26 Joseph Raz., Op.cit. hlm. 225-226 27 Reda Manthovani, iOp. Cit., hlm. 9 Universitas Sumatera Utara menyampingkan atau bahkan meniadakan sama sekali hak asasi manusia, tepatnya hak akan informasi pribadi dari individu yang disadap. Sehingga apabila tindakan penyadapan dilaksanakan secara bebas dan tidak ada aturan yang tegas mengenai hal ini tau tidak ada lembaga yang mengawasi tindakan penyadapan dikhawatirkan akan melangar hak asasi manusia. Oleh karena itu, penulis tertarik membuat suatu Skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Terhadap Alat Bukti Penyadapan di tinjau dari Hak Asasi Manusia”

B. Perumusan Masalah