BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja Terhadap Perilaku Aman Karyawan Rig Operation PT. Asia Petrocom Services Duri Tahun 2016
Konsep dari suatu iklim keselamatan kerja yaitu persepsi karyawan pada kebijakan yang ada, prosedur, dan praktek yang berhubungan dengan keselamatan
ditempat kerja. Persepsi inilah yang akan mempengaruhi perilaku pekerja. Kepatuhan terhadap peraturan keselamatan akan semakin meningkat apabila pekerja
mempersepsi bahwa iklim keselamatan kerja yang dirasakan sangat mendukung. Semakin positif persepsi pekerja terhadap praktek keselamatan atasan, maka semakin
tinggi kepatuhan pekerja terhadap peraturan keselamatan Neal et al. 2004. Kerr 195
7 dalam “the goals-freedom-alertness theory“ mengatakan bahwa suatu iklim keselamatan kerja yang baik akan berpengaruh dengan prestasi kerja yang bermutu
tinggi dan perilaku yang bebas dari kecelakaan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai R Square R
2
sebesar 0,862 dengan nilai sig sebesar 0,002 p0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara
signifikan ada pengaruh iklim keselamatan kerja yang terdiri dari dimensi prioritas keselamatan kerja manajemen, komitmen dan kompetensi, kewenangan keselamatan
kerja dari manajemen, keadilan terhadap keselamatan kerja dari manajemen, komitmen keselamatan kerja dari para karyawan, prioritas keselamatan kerja dari
karyawan dan sikap tidak mau ambil risiko keselamatan kerja, komunikasi dan
73
Universitas Sumatera Utara
pelatihan keselamatan kerja, kepercayaan pekerja terhadap sistem keselamatan kerja terhadap perilaku aman sebesar 86 sedangkan sisanya 14 dijelaskan oleh variabel
lain diluar penelitian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Prihatiningsih dan Sugiyanto
2010 yang menemukan bahwa iklim keselamatan kerja yang terdiri dari enam dimensi yang dipilih oleh Zohar 1980 berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku aman pekerja konstruksi, ditunjukkan oleh koefisien determinasi R
2
sebesar 0,078 dengan p0,05. Sejalan pula dengan Penelitian Lisnanditha 2012 menemukan bahwa iklim keselamatan kerja yang terdiri dari dimensi sikap
manajemen mempengaruhi perilaku keselamatan. Berdasarkan hasil output data, menunjukkan bahwa salah satu hasil t-value
signifikan ≥ 1,96, sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim keselamatan kerja
dapat mempengaruhi perilaku keselamatan. Didukung oleh penelitian Hofmann dan Stezer 1996 dimana pekerja yang memliki iklim keselamatan kerja yang positif
akan menghindari perilaku tidak aman. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari tujuh dimensi yang diuji, terdapat
tiga dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku aman yaitu prioritas keselamatan kerja manajemen, komitmen dan kompetensi p=0,000,
komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja termasuk percaya terhadap komptensi keselamatan kerja dari rekan kerja p=0,039, dan prioritas keselamatan kerja dari
karyawan dan sikap tidak mau ambil risiko keselamatan kerja p=0,001. Sedangkan empat dimensi lainnya yaitu kewenangan keselamatan kerja dari manajemen p=
Universitas Sumatera Utara
0,113, keadilan terhadap keselamatan kerja dari manajemen p=0,531, komitmen keselamatan kerja dari para karyawan p=0,112 dan kepercayaan pekerja terhadap
sistem keselamatan kerja p=0,897 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku aman.
Beberapa peneliti lain mengungkapkan bahwa faktor-faktor lain seperti menurut Copper, et al 2004, Sadullah Kanten 2009, Morrow et al. 2009, dan
Zhou et al. 2007 adalah Management action, perceived of risk workplace, Effect of required work pace on safety, Social status
promotion, Status of safety officer safety committee
, adequacies sufficiency of procedures and investigation, Safety PPE use training,
absence of workpresure, Control of work load increase, Maintenance and
spares, coworker safety, work-safety tension, workmate’s
influences, employee’s involvement, personal experience, safety knowledge,
education experience, eork experience, drinking habits dapat mempengaruhi
perilaku aman karyawan. Dapat pula dilihat bahwa dari tiga dimensi iklim keselamatan kerja yang
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku aman yang paling dominan berpengaruh secara signifikan adalah dimensi prioritas keselamatan kerja manajemen,
komitmen dan kompetensi sebesar 0,352 35 dengan nilai sig sebesar p=0,000. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Setiawan 2011 yang
menemukan bahwa dari dua faktor iklim keselamatan kerja yaitu relationship dan management commitmen
yang memiliki pengaruh paling dominan adalah faktor relationship
. Tidak sejalan pula dengan hasil penelitian Andi et al. 2005 bahwa
Universitas Sumatera Utara
komitmen dari pihak manajemen merupakan penggerak utama iklim keselamatan kerja. Berikut akan dibahas tiga dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku aman karyawan.
5.1.1 Pengaruh Prioritas Keselamatan Kerja Manajemen, Komitmen dan Kompetensi terhadap Perilaku Aman Karyawan Rig Operation PT. Asia
Petrocom Services Duri Tahun 2016
Menurut Reason 1997, program keselamatan kerja hendaklah dimulai dari awal, dalam hal ini dimulai dari tingkat teratas organisasi top management
perusahaan tersebut. Untuk memulai program keselamatan kerja, top management dapat merumuskan suatu kebijakan yang menunjukkan komitmen terhadap masalah
keselamatan kerja. Langkah awal ini selanjutnya akan menentukan pengambilan kebijakan berikutnya dalam hal keselamatan kerja.
Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi prioritas keselamatan kerja manajemen, komitmen dan kompetensi diperoleh nilai sig sebesar 0,000 p0,05,
menunjukkan bahwa secara signifikan dimensi tersebut berpengaruh terhadap perilaku aman karyawan rig operation. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar
0,352, Koefisien X bertanda positif, hal ini menegaskan semakin baik persepsi yang dirasakan oleh karyawan maka semakin baik perilaku aman karyawan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andi et al. 2005 bahwa komitmen manajemen mempengaruhi perilaku aman karyawan. Satu hal penting yang
ditemukan dari hasil analisis adalah faktor komitmen dari top manajemen merupakan penggerak utama iklim keselamatan kerja. Didukung pula oleh penelitian Setiawan
Universitas Sumatera Utara
2011 yang berhasil melihat adanya pengaruh secara signifikan dimensi iklim keselamatan kerja yaitu komitmen manajemen terhadap perilaku aman karyawan
sebesar 20,4, diperoleh nilai sig sebesar 0,002 p0,05 dengan koefisien regresi sebesar 0,204.
Dari hasil distribusi karyawan rig operation berdasarkan persepsi terhadap prioritas keselamatan kerja manajemen, komitmen dan kompetensi diperoleh hasil
kategorisasi persepsi baik sebanyak 53 orang 96,4 dan kategori sedang sebanyak 2 orang 3,6 dan tidak ada yang berada pada kategori kurang. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa persepsi karyawan berada pada kategori baik karena jumlah karyawan yang berada pada rentang nilai 27-36 mempunyai jumlah paling banyak
jika dibandingkan dengan ketegori lain. Akan tetapi masih ditemukan sebanyak 10 orang 18,2 karyawan yang setuju bahwa manajemen mentoleransi pekerja disini
melakukan tindakan berbahaya apabila jadwal kerja sedang padat. Dari hasil wawancara di lapangan dengan salah seorang karyawan rig operation diperoleh
informasi bahwa alasan yang mendasari pendapat tersebut karena karyawan belum merasakan adanya sanksi yang tegas dari pihak manajemen apabila karyawan
melakukan tindakan berbahaya ketika jadwal kerja padat selama tidak mengganggu proses operasi selama 24 jam.
Tanpa dukungan dari pihak manajemen sangatlah sulit untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan. Komitmen manajemen dapat
berupa perhatian terhadap keselamatan pekerja, tindakan-tindakan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan kerja, tindakan proaktif yang merupakan pencegahan
Universitas Sumatera Utara
atau antisipasi terhadap bahaya seperti melengkapi pekerja dengan perlengkapan pelindung keselamatan kerja, pemberian pelatihan keselamatan kerja, pengawasan
terhadap keselamatan kerja maupun tindakan reaktif seperti menyediakan obat- obatan, maupun mengantarkan ke rumah sakit Chyene et al. 1998; Davies et al.
2001; Harper and Koehn, 1998; Mohamed, 2002; Pipitsupaphol, 2003; Reason 1997; Tony, 2004. Sebaiknya pihak manajemen tetap berkomitmen untuk selalu lebih
mengutamakan keselamatan dibandingkan produksi dengan melakukan tindakan proaktif berupa peningkatan pengawasan di lapangan dan memberikan
memperingatkan adanya sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar peraturan.
5.1.2 Pengaruh Prioritas Keselamatan Kerja Dari Karyawan Dan Sikap Tidak Mau Ambil Risiko Keselamatan Kerja terhadap Perilaku Aman Karyawan
Rig Operation PT. Asia Petrocom Services Duri Tahun 2016
Menurut Rundmo 1997 perilaku pekerja terhadap keamanan berkaitan erat dengan persepsi personal tentang resiko. Individu-individu tersebut bagaimana pun juga
memiliki perbedaan persepsi terhadap risiko dan hal tersebut berpengaruh pada kemauan dalam mengambil risiko.
Prioritas keselamatan kerja dari karyawan dan sikap tidak mau ambil risiko keselamatan kerja mencakup bagaimana diri karyawan dalam
hubungannya dengan keselamatan di tempat kerja. Tentang apakah karyawan secara umum memprioritaskan keselamatan dalam tujuan produksi, tidak mengundurkan diri
dengan kondisi berbahaya atau menerima pengambilan risiko dan tidak menunjukkan keberanian.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi prioritas keselamatan kerja dari karyawan dan sikap tidak mau ambil risiko keselamatan kerja diperoleh nilai sig
sebesar 0,039 p0,05, menunjukkan bahwa secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku aman karyawan rig operation. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar
0,100. Koefisien X bertanda positif, hal ini menegaskan semakin baik persepsi yang dirasakan oleh karyawan maka semakin baik perilaku aman karyawan.
Hal ini sejalan dengan studi mengenai persepsi terhadap risiko pekerja pantai Rundmo, 1992; Flin et al. 1996 yang menunjukkan bahwa pekerja memiliki
persepsi yang cukup akurat dari risiko yang mereka hadapi tapi ini tidak memberikan penjelasan ringkas mengapa beberapa pekerja terus mengambil risiko Cheyne et al.
1998. Faktor-faktor yang berhubungan dengan iklim kerja dan motivasi mungkin memainkan peran lebih dalam perilaku pengambilan risiko.
Dari hasil distribusi karyawan berdasarkan persepsi teradap prioritas
keselamatan kerja dari karyawan dan sikap tidak mau ambil risiko keselamatan kerja
diperoleh kategori persepsi baik sebanyak 46 orang 83,6, kategori sedang sebanyak 9 orang 16,4 dan tidak ada yang termasuk dalam kategori kurang. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi karyawan berada pada kategori baik karena jumlah karyawan yang berada pada rentang nilai 21-28 mempunyai jumlah
paling banyak jika dibandingkan dengan ketegori lain. Akan tetapi masih ditemukan
8 orang 14,5 yang berpendapat setuju melanggar aturan keselamatan demi menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Dari hasil wawancara dengan salah satu
karyawan rig operation diperoleh informasi bahwa alasan karyawan yang mendasari
Universitas Sumatera Utara
pendapat tersebut, karena adanya istilah “kejar laporan”, hal tersebut membuat kru rig terburu-buru untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga melanggar SOP dan instruksi
atasan. Sebanyak 15 orang 27,3 berpendapat setuju berani mengambil risiko berbahaya saat bekerja. Alasan karyawan yang mendasari pendapat tersebut adalah
terlihat dari tindakan karyawan jika ada masalah yang tidak bisa dipecahkan saat proses kerja berlangsung sehingga karyawan menganggap harus menyimpang dari
SOP agar masalah tersebut terpecahkan. Kedua hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat Winardi 2001 dalam
Siagalan 2008 yang menyebutkan bahwa seseorang berperilaku tertentu karena adanya suatu situasi yang diyakininya, bukan karena situasi disekitarnya. Berdasarkan
pendapat diatas situasi yang diyakini karyawan pada penelitian ini adalah pekerjaan mereka bisa cepat selesai meskipun pada proses pengerjaannya dilakukan dengan
berperilaku tidak aman. Sejalan pula dengan pendapat Lee, T Harrison K, 2000, meskipun di perusahaan sudah terdapat peraturan keselamatan, prosedur yang ketat,
dan manajemen yang baik, tidak semua pekerja melakukan apa yang seharunya mereka lakukan, beberapa pekerja mempunyai pendapat yang buruk terhadap
keselamatan sehingga mempengaruhi perilakunya. Timbulnya perilaku tidak aman dalam sikap penerimaan terhadap resiko
diatas menurut HSE rig operation disebabkan kurangnya kesadaran kru rig. Pihak manajemen telah berupaya mendorong dan menekankan perilaku aman melalui
kegiatan pre job meeting untuk memberitahu SOP yang harus diikuti dan bahaya
Universitas Sumatera Utara
keselamatan yang mungkin timbul di setiap proses kerja, akan tetapi semua bergantung pada kesadaran kru rig masing-masing untuk menerapkan perilaku aman.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Notoadmodjo 2003 bahwa perilaku yang didasari oleh kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng long lasting. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Kru rig hendaknya memiliki kesadaran atas keadaan
yang berbahaya sehingga selalu menerapkan perilaku aman saat bekerja. Disamping itu kesuksesan program keselamatan kerja ditentukan oleh tanggungjawab
manajemen untuk melaksanakan fungsi pengawasannya dan kesuksesan program tersebut bergantung pada kemampuan pengawas, oleh karena itu pengawasan
terhadap perilaku karyawan di area rig operation perlu ditingkatkan lagi dan karyawan hendaknya memiliki sikap kesadaran tinggi atas keadaan bahaya yang
dapat mengancam keselamatan.
5.1.3 Pengaruh Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja Termasuk Percaya terhadap Kompetensi Keselamatan Kerja dari Rekan Kerja
terhadap Perilaku Aman Karyawan Rig Operation PT. Asia Petrocom Services Duri Tahun 2016
Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja termasuk percaya terhadap komptensi keselamatan kerja dari rekan kerja mencakup bagaimana diri karyawan
dalam hubungannya dengan keselamatan di tempat kerja. Tentang apakah karyawan secara umum mendiskusikan keselamatan setiap kali masalah tersebut muncul dan
Universitas Sumatera Utara
belajar dari pengalaman, saling membantu untuk bekerja dengan aman, menanggapi saran keselamatan dari satu sama lain serius dan mencoba untuk bekerja mencari
solusi serta mempercayai kemampuan satu sama lain untuk memastikan keselamatan
dalam pekerjaan sehari-hari Kines et al. 2011.
Program keselamatan kerja hendaknya didukung oleh sistem manajemen informasi yang baik dalam hal pengumpulan dan penyampaian informasi, yang
meliputi adanya jalur informasi yang baik dari pihak manajemen kepada para pekerja maupun sebaliknya dari pekerja tentang kondisi tidak aman kepada pihak manajemen
Davies et al. 2001; Hinze and Gambatese, 2003; Reason, 1997; Tony, 2004, informasi terbaru sangatlah penting, terutama yang berhubungan dengan peraturan
dan prosedur keselamatan yang terbaru, dan keadaan bahaya di lingkungan tempat kerja.
Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja termasuk percaya terhadap kompetensi keselamatan kerja dari
rekan kerja diperoleh nilai sig sebesar 0,000 p0,05, menunjukkan bahwa secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku aman karyawan rig operation. Koefisien
regresi yang diperoleh sebesar 0,194. Koefisien X bertanda positif, hal ini menegaskan semakin baik persepsi terhadap komunikasi keselamatan dan pelatihan
keselamatan yang dirasakan maka semakin baik perilaku aman karyawan. Hal ini sejalan dengan penelitian Zohar dalam Neal Griffin 2004
membuktikan bahwa pelatihan keselamatan dapat meningkatkan iklim keselamatan kerja. Untuk itu perusahaan sebaiknya tetap mengambil kebijakan-kebijakan yang
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan iklim keselamatan kerja. Langkah awal yang biasa diambil seperti mengadakan training atau pelatihan keselamatan, karena terbukti pelatihan
keselamatan berpengaruh terhadap iklim keselamatan kerja. Komitmen manajemen pada keselamatan kerja menurut merupakan faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan program keselamatan kerja di industri. Komitmen tersebut dapat diwujudkan melalui program berupa job training. Zohar 1980 berpendapat bahwa
tindakan manajemen seperti ini akan mempengaruhi iklim keselamatan pekerja Winarsunu, 2008.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anadi et al. 2005 yang berhasil menemukan adanya pengaruh dimensi iklim keselamatan kerja berupa
komunikasi terhadap perilaku aman karyawan kontruksi. Sejalan pula dengan hasil penelitian Prihatiningsih dan Sugiyanto 2011 yang berhasil menemukan pengaruh
dimensi iklim keselamatan kerja berupa pelatihan keselamatan terhadap perilaku aman karyawan pekerja konstruksi.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Setiawan 2011 yang menemukan bahwa faktor iklim keselamatan kerja berupa pelatihan keselamatan
training tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku aman karyawan.
Dari hasil distribusi karyawan berdasarkan persepsi terhadap komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja termasuk percaya terhadap kompetensi keselamatan kerja
dari rekan kerja diperoleh kategori persepsi baik sebanyak 51 orang 92,7, kategori sedang sebanyak 4 orang 7,3. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
persepsi karyawan berada pada kategori baik karena jumlah karyawan yang berada
Universitas Sumatera Utara
pada rentang nilai 24-32 mempunyai jumlah paling banyak jika dibandingkan dengan ketegori lain. Dari hasil observasi peneliti di lapangan, didapati bahwa komunikasi
keselamatan diberikan oleh pihak manajemen melalui beberapa bentuk kegiatan seperti pre job meeting, tail gate meeting, dan rambu-rambu keselamatan sedangkan
pelatihan keselamatan seperti mandatory training dilaksanakan sekali dalam setahun. Komunikasi yang terjalin antar karyawan juga baik, terlihat dengan adanya budaya
saling mengingatkan jikarekan kerja melanggar peraturan dan bekerja sama dalam setiap proses kerja.
Adanya pengaruh iklim keselamatan kerja terhadap perilaku aman berdasarkan hasil penelitian, memberikan bukti bahwa peran kesadaran pekerja dalam
menilai dan memberikan pendapat terhadap sikap manajemen, kebijakan, praktek maupun prosedur yang berkenaan dengan keselamatan di Rig Operation dapat
menyebabkan timbulnya perilaku tidak aman, sehingga sangat penting untuk selalu menciptakan iklim keselamatan yang positif untuk mendorong terwujudnya perilaku
aman.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN