analisis kadar gliserol bebas. Kadar gliserol terikat G
ttl
, -b adalah selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas G
ikt
= G
ttl
- G
bbs
3. Bilangan Penyabunan SNI 04-7182-2006
Sampel alkil ester ditimbang 4-5 + 0,005 g ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml berleher tebal. Kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH
alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami. Disiapkan dan dilakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh alkil ester
dengan langkah yang persis sama tetapi tidak mengikutsertakan sampel alkil ester.
Labu erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan perlahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini
biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen. Jika tidak, waktu penyabunan
diperpanjang. Setelah labu dan kondensor cukup dingin tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli, dinding dalam kondensor dibilas dengan sejumlah
kecil aquades. Kondensor dilepaskan dari labu, lalu ditambahkan 1 ml larutan indikator fenoplhtalein ke dalam labu. Isi labu kemudian dititrasi dengan HCl
0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Volume asam klorida yang dihabiskan untuk ditrasi kemudian dicatat.
Angka penyabunan, A
s
-b = 56,1 B – C x N mg KOHg biodiesel m
Keterangan: B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko ml
C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel ml N = normalitas larutan HCl 0,5 N
W = berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis g
4. Bilangan Iod SNI 04-7182-2006
Sampel alkil ester ditimbang 0,13-0,15 + 0,001 g ke dalam labu iodium. Kemudian ditambahkan 15 ml larutan karbon tetraklorida atau 20 ml campuran
50-v sikloheksan – 50-v asam asetat dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh sampel larut sempurna ke dalam pelarut. Lalu ditambahkan 25 ml reagen
Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok-putar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat gelap bertemperatur
25 + 5
o
C selama 1 jam. Sesudah periode penyimpanan usai, labu diambil kembali, dan
ditambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml aquades. Sambil selalu teraduk baik, larutan uji dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang
sudah distandarkan diketahui normalitas yang tepat sampai warna cokelat iodium hampir hilang. Kemudian tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi
diteruskan sampai warna biru kompleks iodium-pati persis sirna. Lalu dicatat volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. Dilakukan hal sama terhadap blanko,
tanpa mengikutsertakan sampel. Angka iodium dihitung dengan rumus:
Angka iodium, A
i
-b = 12,69 B – C x N W
Keterangan: C = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel ml
B = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko ml N = Normalitas larutan natrium tiosulfat N
W = Berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis g
5. Analisis Metil Ester Menggunakan Gas Kromatografi AOAC 1995
Dua gram minyak ditambahkan ke dalam labu didih, kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH dalam metanol, dipanaskan sampai tersabunkan lebih
kurang 15 menit dengan pendingin balik. Selanjutnya ditambahkan 10 ml BF
3
dan dipanaskan kira-kira dua menit. Dalam keadaan panas ditambahkan 5 ml n- heptana atau n-heksana, kemudian dikocok dan ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Larutan akan terpisah menjadi dua bagian. Bagian atas akan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi 1 g Na
2
SO
4
. Larutan tersebut siap diinjeksikan pada suhu detektor 230
o
C, suhu injektor 225
o
C, suhu awal 70
o
C, pada suhu awal selama 2 menit, menggunakan glass coloumn dengan panjang 2 meter dan diameter 2 mm, gas pembawa adalah helium dan fasa diam
dietilen glikol suksinat. Jenis detektor yang digunakan adalah jenis FID Flame
Ionization Detector .
Lampiran 2 Prosedur analisis surfaktan MESA dan MES 1. pH Chemithon
Sekitar 2,5 g sampel ± 0,0001 ditimbang dalam gelas piala 50 ml dan tambahkan aqudes hingga 25 g bb. Larutkan kemudian distirer hingga
tercampur merata. Nilai pH larutan diukur menggunakan pH meter. Nilai pH dibaca pada saat pH meter menunjukkan nilai stabil.
2. Bilangan Asam Epthon 1948
Surfaktan MES yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 ± 0,0010 g dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 30 ml aquades, lalu panaskan selama
7–10 menit dalam penangas. Kemudian, larutan ditambahkan 3 tetes indikator penolptalein 1 larutan dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dengan faktor
1,0603 sampai berwarna merah jambu atau pH 7. Selanjutnya dihitung bilangan asam surfaktan MES dengan menggunakan persamaan seperti dibawah ini :
Bilangan asam =
� �� ���� � ������ ���� ����� ������
3. Penentuan Kadar Surfaktan Anionik dengan Titrasi Kationik Ephton, 1948
Surfaktan ditimbang 1 ± 0,003 g dengan neraca analitik dalam gelas piala 250 ml. Tambahkan 30 ml aquades ke dalam gelas piala. Larutan dipanaskan di
atas water bath dengan suhu 100
o
C sampai larut semua. Setelah larutan dingin lalu ditambahkan indikator phenoplthalein 3 tetes, kemudian dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume penitaran dicatat. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml.
Methylen blue dipipet sebanyak 3 ml dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur bertutup. Larutan sampel dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet gondok ke dalam
gelas ukur bertutup. Larutan kloroform dipipet 10 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur sambil dibilas. Larutan dalam gelas ukur dititrasi dengan
n-Cetylpyridium Chloride hingga warna biru antara dua fase sama. Titrasi diakhiri dan volume n-Cetylpyridium Chloride dicatat sebagai volume B kationik.
Bahan Aktif =
� �� �������� � �,� � ������ �������� � �� ��� ����� ������ � �,��
Penetapan faktor 0,002 M N-Centryltrimethylammonium Bromide kationik
Ditimbang ± 0,8-1 g dodecyl sulfat dan kemudian ditambahkan 30 ml aquadest dan dipanaskan di atas waterbath. Sample didinginkan dan ditambahkan
1 – 2 tetes pp. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terlihat warna pink merah muda. Sampel kemudian diencerkan di dalam labu ukur 1.000 ml.
Dipipet 3 ml methylene blue dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur bertutup asah. Kemudian dipipet 5 ml larutan sampel dan larutan kloroform 10 ml dengan pipet
gondok ke dalam gelas ukur tutup asah berisi methylene blue sambil dibilas. Dititar larutan dengan N-Centryltrimethylammonium Bromide hingga warna biru
antara dua lapisan menjadi sama. Jika kondisi ini telah tercapai, berarti titrasi berakhir dan catat volume N-Centryltrimethylammonium Bromide yang
digunakan.
Faktor kationik =
������� ������ ����� ������������ �,�� ���.�������� ����� �,� � �� ������� ������
BM dodecyl sulfat : 228,38 4,95 : jumlah ml larutan dodecyl sulfat terkoreksi
Pembuatan Reagent a. N-Centryltrimethylammonium Bromide. Ditimbang ± 7,1602 g
n-Centryltrimethyl ammonium bromide dengan aquadest hingga 10 L dan kemudian kocok hingga homogen.
b. Indikator metilen blue. Dilarutkan 12 g H
2
SO
4
dengan aquadest 500 ml dalam erlenmeyer 1.000 ml secara hati-hati. Kemudian ditambahkan 0,03 g
methylene blue dengan 50 g Na
2
SO
4
anhidrat lalu aduk sampai larut. Jadikan volume larutan 1.000 ml dengan aquadest. Larutan disimpan pada wadah
gelap. c. Indikator pp. Ditimbang 10 g pp lalu larutkan dengan alohol 95 C
2
H
5
OH hingga volume menjadi 1.000 ml
d. Indikator bromthymol blue. Ditimbang 0,1 g bromthymol blue dan tambahkan 0,8 ml NaOH 0,1 N. Ditambahkan aquadest hingga volume 100 ml.
e. Indikator campuran. Ditimbang 0,5 g phenol red dan 0,5 g bromthymol blue. Dilarutkan campuran dengan 250 ml methanol CH
3
OH. Ditambahkan aquadest hingga volume 1.000 ml.
4. Bilangan Iod AOAC 1995
Sampel MESAMES ditimbang 0,13-0,15 + 0,001 g ke dalam erlemeyer 300 ml, lalu dilarutkan dengan 20 ml larutan campuran sikloheksan-asam asetat
hingga larut. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi hanus hingga semua bahan larut. Sampel kemudian disimpan di dalam ruangan gelap selama 1 jam.
Sesudah penyimpanan, kemudian kedalamnya ditambahkan 25 ml larutan KI 15 serta kemudian 150 ml aquades. Sambil selalu teraduk baik, larutan uji
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan diketahui normalitas yang tepat sampai warna kuning hamper hilang. Selanjuntnya
ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru kompleks iodium-pati hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa
menggunakan sampel.
Bilangan Iod =
������ � � ��,�� �
Keterangan: S = volume larutan natrium tiosulfat sampel ml
B = volume larutan natrium tiosulfat blanko ml N = normalitas larutan natrium tiosulfat N
W = berat sampel g
5. Tegangan Permukaan Metoda du Nouy ASTM D 1331, 2000
Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer du Nouy. Peralatan dan
wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter lebih besar
dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric acid, kemudian dibilas dengan air destilata. Cincin platinum merupakan bagian dari alat
Tensiometer, memiliki diameter 4 atau 6 cm. Sebelum digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan dibilas dengan air destilata, lalu
dikeringkan.
Posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pas dan diletakkan pada tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan
panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan diatas dudukan
platform pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut lingkaran logam tercelup
3-5 mm di bawah permukaan cairan, dengan cara menaikkan dudukan platform. Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada
pada posis berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan skrup kanan diputar sedemikian rupa
sehingga jarum penunjuk tetap berimpit dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan putus skala dibaca dan
dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat
dilakukan dengan menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen dalam air. Nilai tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali.
Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan.
6. Densitas AOAC 1995
Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25
o
C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Peralatan yang digunakan adalah piknometer 5 ml.
Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Piknometer kosong diangkat, dikeringkan, dan ditimbang W0.
Piknometer yang bersih dan kering diisi dengan air destilasi yang telah didihkan dan didinginkan pada suhu 20
o
C dan piknometer disimpan dalam water bath penangas air pada suhu konstan 25
o
C selama 30 menit. Piknometer berisi air diangkat, dikeringkan, dan ditimbang W1.
Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer hingga meluap dan pastikan tidak terbentuk gelembung udara lalu
ditutup. Keringkan bagian luar piknometer, kemudian piknometer berisi sampel dimasukkan ke dalam penangas pada suhu konstan 25
o
C selama 30 menit. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan, dan ditimbang W2.
Perhitungan: Densitas = W2-W0
W1-W0 Keterangan :
W0 = bobot piknometer kosong W1 = bobot piknometer beserta air
W2 = bobot piknometer beserta sampel
7. Pengukuran Viskositas Brookfield Viscometer
Pengukuran viskositas atau kekentalan sampel dilakukan dengan pengisian sampel ke dalam gelas piala 250 ml. Penentuan nilai viskositas menggunakan
viskometer Brookfield dengan spindel nomor 1 pada putaran 50 rpm jika menggunakan Model RV atau 30 rpm jika menggunakan Model LV viskometer.
Pastikan steker telah dipasang pada power supply. Tombol hitam pada viskometer digunakan sebagai pengontrol on ke kanan untuk menyalakan, off
untuk mematikan ke kiri, atau pause tengah. Viskometer LV dapat diset untuk 4 macam spindel dengan kaki penahan yang lebih sempit; viskometer RV diset
untuk 7 macam spindel dengan wadah dengan kaki penahan yang lebih lebar; HA dan HB viskometer diset untuk 7 macam spindel tanpa kaki. Kecepatan dalam
rpm diatur dengan tombol di bagian atas viskometer pada kecepatan yang diinginkan.
Viskometer yang digunakan adalah viskometer LV dengan kecepatan 30 rpm. Jarum merah untuk membaca skala dipastikan di titik nol. Gunakan tuas
di belakang viskometer untuk mengatur kemiringan sehingga jarum merah berhimpit pada titik nol. Spindel dipasang sesuai kekentalan sampel. Makin kental
sampel, makin kecil nomor spindel yang digunakan. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Kaki penahan diturunkan tetapi tidak sampai
menyentuh dasar gelas piala. Tombol kontrol ditekan on. Saat piringan skala berputar, skala yang ditunjuk jarum merah dibaca pada putaran pertama. Tombol
kontrol off setelah pembacaan dan ditepatkan agar jarum merah dapat terhimpit kembali ke angka nol.
Viskositas cP atau mPa.S = Skala terbaca x Faktor
Ukuran kekentalan diperoleh dengan perhitungan di atas dan tabel berikut.
Lampiran 3 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap viskositas MESA
A. Data hasil uji viskositas MESA
Perlakuan Viskositas MESA cP
Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata ± SD
T1W1 13,75
11,50 12,63
1,59 T1W2
23,50 19,50
21,50 2,83
T1W3 31,25
36,88 34,06
3,98 T1W4
33,75 39,75
36,75 4,24
T1W5 38,88
35,50 37,19
2,39 T1W6
36,75 37,88
37,31 0,80
T1W7 42,75
45,00 43,88
1,59 T2W1
12,50 10,50
11,50 1,41
T2W2 35,25
30,875 33,06
2,83 T2W3
46,88 50,88
48,88 2,83
T2W4 60,88
55,50 58,19
3,80 T2W5
64,75 60,45
62,60 3,04
T2W6 68,88
66,44 67,66
1,72 T2W7
72,88 68,00
70,44 3,45
T3W1 17,50
15,00 16,25
1,77 T3W2
40,75 45,88
43,31 3,62
T3W3 60,25
56,25 58,25
2,83 T3W4
70,50 77,50
74,00 4,95
T3W5 72,75
80,88 76,82
5,75 T3W6
78,75 85,25
82,00 4,60
T3W7 82,88
94,00 88,44
7,86
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam Sumber
keragaman db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01
Kelp 1
17,544 17,544
1,614 4,75
9,33 Suhu A
2 6734,827 3367,413
109,58 19,00
99,01 Galat a
2 61,463
30,731 Waktu B
6 13233,952 2205,659
198,12 4,28
8,47 Galat b
6 66,798
11,133 AB
12 1463,755
121,980 11,224
2,69 4,22
Galat ab 12
130,412 10,868
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT Perlakuan Rataan Kelompok
BNT Perlakuan Rataan Kelompok
BNT α=0,05
α=0,05
Suhu input °C Interaksi
80 31,90
a 80,2
34,07 b
90 50,33
b 80,3
36,75 b
100 62,72
c 80,4
37,19 b
Lama proses sulfonasi jam 80,5
37,32 b
13,46 a
100,1 43,32
bc 1
32,63 b
80,6 43,88
bc 2
47,07 c
90,2 48,88
cd 3
56,31 d
90,3 58,19
de 4
58,87 de
100,2 58,25
de 5
62,33 e
90,4 62,60
ef 6
67,59 f
90,5 67,66
efg Interaksi
90,6 70,44
fg 90,0
11,50 a
100,3 74,00
gh 80,0
12,63 a
100,4 76,82
ghi 100,0
16,25 a
100,5 82,00
hi 80,1
21,50 a
100,6 88,44
i 90,1
33,06 b
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Lampiran 4 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap densitas MESA
A. Data hasil uji densitas MESA Perlakuan
Densitas MESA grcm
3
Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata ± SD
T1W1 0,8893
0,8861 0,8877
0,0023 T1W2
0,9132 0,9275
0,9204 0,0101
T1W3 0,9681
0,9360 0,9521
0,0227 T1W4
0,9679 0,9460
0,9570 0,0155
T1W5 0,9746
0,9650 0,9698
0,0068 T1W6
0,9717 0,9690
0,9704 0,0019
T1W7 0,9655
0,9801 0,9728
0,0103 T2W1
0,9193 0,9161
0,9177 0,0023
T2W2 0,9299
0,9353 0,9326
0,0038 T2W3
0,9389 0,9699
0,9544 0,0219
T2W4 0,9777
0,9786 0,9781
0,0006 T2W5
0,9717 0,9798
0,9757 0,0058
T2W6 0,9816
0,9860 0,9838
0,0031 T2W7
0,9894 0,9795
0,9845 0,0070
T3W1 0,9236
0,9220 0,9228
0,0011 T3W2
0,9599 0,9598
0,9599 0,0001
T3W3 0,9968
0,9713 0,9840
0,0180 T3W4
0,9988 0,9896
0,9942 0,0065
T3W5 0,9891
0,9951 0,9921
0,0043 T3W6
0,9901 0,9982
0,9942 0,0057
T3W7 0,9949
0,9966 0,9957
0,0012
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam
Sumber keragaman
db JK
KT F-Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp 1
0,000014 0,000014
0,120 4,75
9,33 Suhu A
2 0,006493
0,003246 28,23
19,00 99,01
Galat a 2
0,000230 0,000115
Waktu B 6
0,028794 0,004799
80,76 4,28
8,47 Galat b
6 0,000357
0,000059 AB
12 0,000880
0,000073 0,61
2,69 4,22
Galat ab 12
0,001431 0,000119
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan
grcm
3
Kelompok BNT α=0,05
Suhu input °C
80 0,9471
a 90
0,9610 ab
100 0,9776
b Lama proses sulfonasi jam
0,9094 a
1 0,9376
b 2
0,9635 c
3 0,9764
d 4
0,9792 d
5 0,9828
d 6
0,9843 d
Lampiran 5 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan iod MESA
A. Data hasil uji bilangan iod MESA Perlakuan
Bilangan Iod MESA mg Ig sampel Ulangan 1
Ulangan 2 Rata-rata SD
T1W1 28,63
25,79 27,21
2,01 T1W2
27,73 24,99
26,36 1,94
T1W3 24,13
20,20 22,17
2,78 T1W4
20,06 17,38
18,72 1,90
T1W5 20,60
17,26 18,93
2,36 T1W6
19,50 16,77
18,14 1,93
T1W7 18,56
16,03 17,30
1,79 T2W1
26,06 28,88
27,47 1,99
T2W2 23,73
26,92 25,33
2,26 T2W3
20,07 18,58
19,33 1,05
T2W4 18,95
16,90 17,93
1,45 T2W5
17,33 15,22
16,28 1,49
T2W6 17,68
14,03 15,86
2,58 T2W7
16,59 14,84
15,72 1,24
T3W1 25,50
28,55 27,03
2,16 T3W2
24,20 26,21
25,21 1,42
T3W3 17,39
13,94 15,67
2,44 T3W4
16,21 14,17
15,19 1,44
T3W5 16,96
14,86 15,91
1,48 T3W6
15,92 13,83
14,88 1,48
T3W7 15,93
13,85 14,89
1,47
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam Sumber
keragaman db
JK KT
F- Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp 1
47,212 47,212 55,476
4,75 9,33
Suhu A 2
57,611 28,806
5,385 19,00 99,01
Galat a 2
10,699 5,349
Waktu B 6
785,029 130,838 29,856
4,28 8,47
Galat b 6
26,294 4,382
AB 12
28,425 2,369
2,127 2,69
4,22 Galat ab
12 13,367
1,114
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan Kelompok BNT
α=0,05
Lama proses sulfonasi jam 6
15,97 a
5 16,29
ab 4
17,04 ab
3 17,28
ab 2
19,05 b
1 25,63
c 27,24
c
Lampiran 6 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap pH MESA
A. Data hasil uji pH MESA Perlakuan
pH MESA Ulangan 1
Ulangan 2 Rata-rata ± SD
T1W1 1,36
1,40 1,38
0,03 T1W2
1,27 1,40
1,33 0,09
T1W3 1,25
1,35 1,30
0,07 T1W4
1,14 1,20
1,17 0,04
T1W5 1,08
1,18 1,13
0,07 T1W6
1,15 1,28
1,22 0,09
T1W7 1,21
1,29 1,25
0,06 T2W1
1,26 1,21
1,23 0,04
T2W2 1,16
1,04 1,10
0,08 T2W3
0,85 0,80
0,82 0,03
T2W4 0,90
0,85 0,88
0,04 T2W5
0,84 0,81
0,82 0,02
T2W6 0,92
0,81 0,86
0,08 T2W7
0,80 0,77
0,78 0,02
T3W1 1,19
1,23 1,21
0,03 T3W2
0,80 0,86
0,83 0,04
T3W3 0,70
0,64 0,67
0,04 T3W4
0,59 0,69
0,64 0,07
T3W5 0,54
0,67 0,60
0,09 T3W6
0,60 0,64
0,62 0,03
T3W7 0,75
0,67 0,71
0,06
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam
Sumber keragaman
db JK
KT F-Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp 1
0,004 0,004
2,675 4,75
9,33 Suhu A
2 1,803
0,901 42,726
19,00 99,01
Galat a 2
0,042 0,021
Waktu B 6
0,809 0,135
132,940 4,28
8,47 Galat b
6 0,006
0,001 AB
12 0,184
0,015 9,580
2,69 4,22
Galat ab 12
0,019 0,002
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan
hasil yang berbeda
Perlakuan Rataan Kelompok
BNT Perlakuan Rataan Kelompok
BNT α=0,05
α=0,05
Suhu input
°C
Interaksi 100
0,75 a
90,6 0,78
bcde 90
0,93 a
90,4 0,82
cde 80
1,25 b
90,2 0,82
cde Lama proses sulfonasi jam
100,1 0,83
cde 4
0,85 a
90,5 0,86
de 3
0,90 b
90,3 0,88
e 5
0,90 b
90,1 1,10
f 6
0,91 b
80,4 1,13
f 2
0,93 b
80,3 1,17
fg 1
1,09 c
100,0 1,21
fgh 1,27
d 80,5
1,22 fgh
Interaksi 90,0
1,23 fgh
100,4 0,60
a 80,6
1,25 gh
100,5 0,62
ab 80,2
1,30 gh
100,3 0,64
ab 80,1
1,33 h
100,2 0,67
abc 80,0
1,38 i
100,6 0,71
abcd
Lampiran 7 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan asam MESA
A. Data hasil uji bilangan asam MESA Perlakuan
Bilangan Asam MESA mg KOHg Ulangan 1
Ulangan 2 Rata-rata ± SD
T1W1 5,465
5,585 5,53
0,08 T1W2
6,881 5,90
6,39 0,69
T1W3 9,94
11,76 10,85
1,29 T1W4
12,49 11,05
11,77 1,02
T1W5 12,33
13,51 12,92
0,83 T1W6
12,26 13,88
13,07 1,15
T1W7 13,47
15,20 14,34
1,22 T2W1
3,20 3,04
3,12 0,11
T2W2 9,43
10,81 10,12
0,97 T2W3
16,26 14,81
15,53 1,02
T2W4 16,50
15,12 15,81
0,98 T2W5
18,30 19,48
18,89 0,83
T2W6 19,99
19,09 19,54
0,64 T2W7
22,09 20,66
21,38 1,01
T3W1 7,47
7,99 7,73
0,37 T3W2
15,36 13,66
14,51 1,20
T3W3 15,050
16,483 15,77
1,01 T3W4
19,00 20,14
19,57 0,81
T3W5 21,61
23,50 22,56
1,34 T3W6
22,11 23,91
23,01 1,28
T3W7 22,39
24,48 23,43
1,48
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam
Sumber keragaman
db JK
KT F-Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp. 1
0,187 0,187
0,13 4,75
9,33 Suhu A
2 390,28
195,14 39,98
19,00 99,01
Galat a 2
9,76 4,88
Waktu B 6
988,89 164,81 282,48
4,28 8,47
Galat b 6
3,50 0,58
AB 12
95,78 7,98
5,77 2,69
4,22 Galat ab
12 16,60
1,38
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan Kelompok
BNT Perlakuan Rataan Kelompok
BNT α=0,05
α=0,05
Suhu input
°C
Interaksi
80 10,69
a 80,2
10,85 de
90 15,32
b 80,3
11,77 def
100 18,08
c 80,4
12,92 defg
Lama proses sulfonasi jam 80,5
13,07
efg
5,46 a
80,6 14,34
fg 1
10,34 b
100,1 14,51
fg 2
14,05 c
90,2 15,53
g 3
15,72 d
100,2 15,77
g 4
19,07 e
90,3 15,81
g 5
18,54 e
90,5 19,54
h 6
19,72 f
100,3 19,57
h
Interaksi
90,6 21,38
h 90,0
3,12 a
90,4 21,73
hi 80,0
5,53 ab
100,4 22,56
i 80,1
6,39 b
100,5 23,01
i 100,0
7,73 bc
100,6 23,43
i 90,1
10,12 cd
Lampiran 8 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap kadar bahan aktif MESA
A. Data hasil uji bahan aktif MESA Perlakuan
Bahan Aktif MESA Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata SD
T1W1 6,53
5,85 6,19
0,48 T1W2
10,42 11,97
11,20 1,10
T1W3 10,60
12,06 11,33
1,03 T1W4
16,06 17,40
16,73 0,95
T1W5 17,14
16,04 16,59
0,78 T1W6
18,16 16,68
17,42 1,04
T1W7 16,61
17,80 17,21
0,84 T2W1
7,05 7,81
7,43 0,54
T2W2 13,34
11,78 12,56
1,10 T2W3
17,18 15,80
16,49 0,98
T2W4 19,68
18,22 18,95
1,03 T2W5
18,23 19,59
18,91 0,96
T2W6 18,56
20,00 19,28
1,02 T2W7
18,26 19,99
19,12 1,22
T3W1 5,91
5,06 5,48
0,60 T3W2
14,90 12,50
13,70 1,70
T3W3 14,70
16,70 15,70
1,41 T3W4
16,45 14,82
15,64 1,15
T3W5 19,31
21,59 20,45
1,61 T3W6
20,15 21,89
21,02 1,23
T3W7 20,08
22,07 21,08
1,41
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
B. Tabel analisis ragam
Sumber keragaman
db JK
KT F-Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp 1
0,945 0,945
4,75 9,33
Suhu A 2
50,28130 25,141 275,25 19,00
99,01 Galat a
2 0,183
0,091 Waktu B
6 798,107
133,018 115,20 4,28
8,47 Galat b
6 6,928
1,155 AB
12 45,242
3,770 2,60
2,69 4,22
Galat ab 12
17,393 1,449
Keterangan: Berpengaruh nyata α=0,05 Berpengaruh sangat nyata α=0,01
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan
Kelompok BNT α=0,05
Suhu input °C
80 13,81
a 90
16,11 b
100 16,15
b Lama proses sulfonasi jam
6,37 a
1 12,49
b 2
14,51 c
3 17,10
d 4
18,65 e
6 19,14
e 5
19,24 e
Lampiran 9 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap tegangan permukaan MESA
A. Data hasil uji tegangan permukaan air Konsentrasi
surfaktan 0,1
0,3 0,5
0,7 1,0
T1 ; jam ke-0 43,00
41,95 41,25
40,00 40,05
42,25 41,25
40,65 39,50
35,35 rataan
42,63 41,60
40,95 39,75
37,70 STDEV
0,53 0,49
0,42 0,35
3,32
T1 ; jam ke-1 41,85
39,00 37,25
36,20 36,00
40,80 40,50
38,00 38,00
37,00 rataan
41,33 39,75
37,63 37,10
36,50 STDEV
0,74 1,06
0,53 1,27
0,71
T1 ; jam ke-2 41,15
39,50 37,00
36,60 35,85
40,45 38,60
37,45 39,10
38,50 rataan
40,80 39,05
37,23 37,85
37,18 STDEV
0,49 0,64
0,32 1,77
1,87
T1 ; jam ke-3 41,00
38,00 36,00
35,00 34,55
40,95 40,50
38,15 39,50
39,00 rataan
40,98 39,25
37,08 37,25
36,78 STDEV
0,04 1,77
1,52 3,18
3,15
T1 ; jam ke-4 40,95
38,45 36,10
36,00 37,00
40,55 38,90
37,50 38,25
37,35 rataan
40,75 38,68
36,80 37,13
37,18 STDEV
0,28 0,32
0,99 1,59
0,25
T1 ; jam ke-5
39,55 36,90
36,25 36,45
36,00 39,00
35,35 35,05
35,15 34,90
rataan 39,28
36,13 35,65
35,80 35,45
STDEV 0,39
1,10 0,85
0,92 0,78
T1 ; jam ke-6 38,45
38,25 35,85
36,00 36,30
39,00 38,50
36,85 36,70
36,65 rataan
38,73 38,38
36,35 36,35
36,48 STDEV
0,39 0,18
0,71 0,49
0,25
T2 ; jam ke-0 43,55
41,15 42,05
40,90 40,15
42,85 40,85
40,45 39,80
39,20 rataan
43,20 41,00
41,25 40,35
39,68 STDEV
0,49 0,21
1,13 0,78
0,67
T2 ; jam ke-1 42,00
40,00 37,00
37,30 35,80
40,90 38,00
36,00 34,00
33,65 rataan
41,45 39,00
36,50 35,65
34,73 STDEV
0,78 1,41
0,71 2,33
1,52
Konsentrasi surfaktan
0,1 0,3
0,5 0,7
1,0 T2 ; jam ke-2
40,70 37,45
35,25 35,05
38,00 41,35
33,25 32,80
32,90 31,60
rataan 41,03
35,35 34,03
33,98 34,80
STDEV 0,46
2,97 1,73
1,52 4,53
T2 ; jam ke-3 41,50
36,70 33,80
32,30 31,05
40,55 35,35
34,85 35,65
34,75 rataan
41,03 36,03
34,33 33,98
32,90 STDEV
0,67 0,95
0,74 2,37
2,62
T2 ; jam ke-4 41,00
32,75 31,75
31,80 31,75
39,85 35,55
34,45 34,00
34,35 rataan
40,43 34,15
33,10 32,90
33,05 STDEV
0,81 1,98
1,91 1,56
1,84
T2 ; jam ke-5 40,50
34,15 34,15
33,15 34,85
39,05 35,50
35,10 33,60
31,65 rataan
39,78 34,83
34,63 33,38
33,25 STDEV
1,03 0,95
0,67 0,32
2,26
T2 ; jam ke-6 39,65
31,90 32,45
32,05 33,65
38,75 35,55
35,75 34,80
33,70 rataan
39,20 33,73
34,10 33,43
33,68 STDEV
0,64 2,58
2,33 1,94
0,04
T3 ; jam ke-0 42,55
39,25 39,46
38,50 37,50
42,00 38,35
38,75 35,90
35,90 rataan
42,28 38,80
39,11 37,20
36,70 STDEV
0,39 0,64
0,50 1,84
1,13
T3 ; jam ke-1 41,55
37,65 36,05
36,75 34,45
40,55 38,10
35,80 34,25
34,85 rataan
41,05 37,88
35,93 35,50
34,65 STDEV
0,71 0,32
0,18 1,77
0,28
T3; jam ke-2 39,95
37,00 35,80
36,05 33,50
40,45 36,30
34,75 34,90
34,95 rataan
40,20 36,65
35,28 35,48
34,23 STDEV
0,35 0,49
0,74 0,81
1,03
T3 ;j am ke-3 39,70
36,20 34,80
33,80 33,00
40,00 36,70
33,80 34,30
33,70 rataan
39,85 36,45
34,30 34,05
33,35 STDEV
0,21 0,35
0,71 0,35
0,49
T3 ; jam ke-4 38,95
35,50 33,60
33,40 32,15
39,25 37,00
34,30 36,80
37,15 rataan
39,10 36,25
33,95 35,10
34,65 STDEV
0,21 1,06
0,49 2,40
3,54
Keterangan: T1 = Suhu input 80
o
C T2 = Suhu input 90
o
C T3 = Suhu input 100
o
C
B. Tabel analisis ragam
Sumber keragaman
db JK
KT F-Hitung
F-Tabel 0,05
0,01
Kelp 1
0,785 0,785
0,56 3,96
6,96 Suhu A
2 184,738
92,369 59,15
3,68 6,36
MESA B 4
780,961 195,240
125.11 3,06
4,89 AB
8 42,264
5,283 3,39
2,64 4
Galat a 14
21.847 1.561
Waktu C 6
476,996 79,499
8,36 3,87
7,19 Galat b
6 57.025
9.504 AW
12 62,595
5,216 3.75
1,68 2,41
BW 24
39,556 1,648
1,18 1,65
2,03 ABW
48 29,867
0,622 0,45
1,51 1,78
Galat c 84
116,909 1,392
Konsentrasi surfaktan
0.1 0.3
0.5 0.7
1.0 T3 ; jam ke-5
39,25 35,00
33,20 33,00
31,30 37,90
34,75 34,05
32,90 33,55
rataan 38,58
34,88 33,63
32,95 32,43
STDEV 0,95
0,18 0,60
0,07 1,59
T3 ; jam ke-6 38,30
34,80 34,25
33,00 31,75
39,15 34,00
33,20 33,95
32,90 rataan
38,73 34,40
33,73 33,48
32,33 STDEV
0,60 0,57
0,74 0,67
0,81
C. Uji lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan
TP dynecm
Kelompok BNT
Perlakuan Rataan TP
dynecm Kelompok
BNT α=0,05
α=0,05
Suhu input
o
C Interaksi Suhu dan Waktu
80 38,213
a 90; 0
41,095 a
90 36,395
b 80; 0
40,525 ab
100 36,087
b 100; 0
38,815 bc
Konsentrasi MESA 80; 1
38,460 cd
0,1 40,493
a 80; 2
38,420 cd
0,3 37,248
b 80; 3
38,265 cde
0,5 35,976
c 80; 4
38,105 cde
0,7 35,649
cd 90; 1
37,465 cdef
1,0 35,126
d 80; 6
37,255 cdef
Lama proses sulfonasi jam 100; 1
37,000 cdefg
40,145 a
80; 5 36,460
defgh 1
37,642 b
100; 2 36,365
efgh 2
36,873 bc
90; 2 35,835
fgh 3
36,505 bc
100; 4 35,810
fgh 4
36,213 bc
90; 3 35,650
fgh 5
35,537 c
100; 3 35,600
fgh 6
35,373 c
90; 5 35,170
gh Interaksi Suhu dan Kons
90; 6 34,825
h 90; 0,1
40,870 a
90; 4 34,725
h 80; 0,1
40,640 a
100; 6 34,530
h 100; 0,1
39,970 a
100; 5 34,490
h 80; 0,3
38,975 b
80; 0,5 37,380
c 80; 0,7
37,320 c
80; 1,0 36,750
cd 100; 0,3
36,475 cd
90; 0,3 36,295
de 90; 0,5
35,420 ef
100; 0,5 35,130
f 100; 0,7
34,820 fg
90; 0,7 34,805
fg 90; 1,0
34,585 fg
100; 1,0 34,045
g
Lampiran 10 Penentuan perlakuan terbaik sulfonasi ME menjadi MESA melalui Teknik Perbandingan Indeks Kinerja Comparative
Performance Index, CPI
Matriks awal penilaian alternatif pemilihan suhu input terbaik
Perlakuan Viskositas Densitas B.Iod pH
B. Asam K. Bhn
Aktif Penurunan
TP T1W1
12.63 0.8877
27.21 1.38
5.53 6.19
43.44 T1W2
21.5 0.9204
26.36 1.33
6.39 11.2
48.03 T1W3
34.06 0.9521
22.17 1.3
10.85 11.33
48.58 T1W4
36.75 0.957
18.72 1.17
11.77 16.73
48.79 T1W5
37.19 0.9698
18.93 1.13
12.92 16.59
49.17 T1W6
37.31 0.9704
18.14 1.22
13.07 17.42
50.76 T1W7
43.88 0.9728
17.3 1.25
14.34 17.21
49.79 T2W1
11.5 0.9177
27.47 1.23
3.12 7.43
43.02 T2W2
33.06 0.9326
25.33 1.1
10.12 12.56
49.59 T2W3
48.88 0.9544
19.33 0.82
15.53 16.49
53.00 T2W4
58.19 0.9781
17.93 0.88
15.81 18.95
52.59 T2W5
62.6 0.9757
16.28 0.82
18.89 18.91
54.28 T2W6
67.66 0.9838
15.86 0.86
19.54 19.28
52.18 T2W7
70.44 0.9845
15.72 0.78
21.38 19.12
52.90 T3W1
16.25 0.9228
27.03 1.21
7.73 5.48
45.99 T3W2
43.31 0.9599
25.21 0.83
14.51 13.7
50.38 T3W3
58.25 0.984
15.67 0.67
15.77 15.7
51.28 T3W4
74 0.9942
15.19 0.64
19.57 15.64
52.62 T3W5
76.82 0.9921
15.91 0.6
22.56 20.45
53.11 T3W6
82 0.9942
14.88 0.62
23.01 21.02
53.56 T3W7
88.44 0.9957
14.89 0.71
23.43 21.08
53.42 Bobot
Kriteria 0.1
0.075 0.075
0.1 0.2
0.25 0.2
Keterangan:
T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja
Perlakuan Viskositas Densitas B.Iod pH B.
Asam K. Bhn
Aktif Penurunan
TP Nilai Peringkat
T1W1 109.8
100.0 54.7 43.5
177.2 113.0
101.0 110.8
20 T1W2
187.0 103.7
56.4 45.1 204.8
204.4 111.6
149.6 18
T1W3 296.2
107.3 67.1 46.2
347.8 206.8
112.9 191.1
17 T1W4
319.6 107.8
79.5 51.3 377.2
305.3 113.4
225.6 15
T1W5 323.4
109.2 78.6 53.1
414.1 302.7
114.3 233.1
14 T1W6
324.4 109.3
82.0 49.2 418.9
317.9 118.0
238.6 12
T1W7 381.6
109.6 86.0 48.0
459.6 314.1
115.7 251.2
11 T2W1
100.0 103.4
54.2 48.8 100.0
135.6 100.0
100.6 21
T2W2 287.5
105.1 58.7 54.5
324.4 229.2
115.2 191.7
16 T2W3
425.0 107.5
77.0 73.2 497.8
300.9 123.2
263.1 10
T2W4 506.0
110.2 83.0 68.2
506.7 345.8
122.2 284.1
8 T2W5
544.3 109.9
91.4 73.2 605.4
345.1 126.2
309.4 7
T2W6 588.3
110.8 93.8 69.8
626.3 351.8
121.3 318.6
5 T2W7
612.5 110.9
94.7 76.9 685.3
348.9 123.0
333.2 4
T3W1 141.3
104.0 55.0 49.6
247.8 100.0
106.9 126.9
19 T3W2
376.6 108.1
59.0 72.3 465.1
250.0 117.1
236.4 13
T3W3 506.5
110.8 95.0 89.6
505.4 286.5
119.2 271.6
9 T3W4
643.5 112.0
98.0 93.8 627.2
285.4 122.3
310.7 6
T3W5 668.0
111.8 93.5 100.0 723.1
373.2 123.4
354.8 3
T3W6 713.0
112.0 100
96.8 737.5
383.6 124.5
365.2 2
T3W7 769.0
112.2 99.9 84.5
751.0 384.7
124.2 372.5
1 Bobot
Kriteria 0.1
0.075 0.075 0.1
0.2 0.25
0.2
Keterangan:
T1 = Suhu input 80
o
C W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam
T2 = Suhu input 90
o
C W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam
T3 = Suhu input 100
o
C W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam
W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam
W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
Lampiran 11 Data hasil penelitian kadar bahan aktif MES pada suhu input 100
o
C A. Data hasil uji bahan aktif MES suhu input 100
o
C Suhu
o
C Jam
ke- Bahan aktif MES
Ulangan 1 Ulangan 2
Rata-rata SD
100 5,67
6,14 5,91
0,33 100
1 12,82
15,24 14,03
1,71 100
2 17,1
15,67 16,39
1,01 100
3 14,88
17,2 16,04
1,64 100
4 19,96
22,2 21,08
1,58 100
5 21,04
22,87 21,96
1,29 100
6 21,2
23,09 22,15
1,34
B. Tabel analisis ragam bahan aktif MESA dan MES suhu input 100
o
C Sumber
keragaman db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01
Model 13
777,380 59,798
32,98 2,48
3,75 Galat
14 25,384
1,813
C. Uji Lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan
Kelompok BNT α=0,05
MES_6 22,145
a MES_5
21,955 a
MES_4 21,080
a MESA_6
21,075 a
MESA_5 21,020
a MESA_4
20,450 a
MES_2 16,385
b MES_3
16,040 b
MESA_2 15,700
b MESA_3
15,635 b
MES_1 14,030
b MESA_1
13,700 b
MES_0 5,905
c MESA_0
5,485 C
Lampiran 12 Data hasil penelitian tegangan permukaan MES pada suhu input 100
o
C A. Data hasil uji tegangan permukaan MES suhu input 100
o
C Konsentrasi
surfaktan 0,1
0,3 0,5
0,7 1,0
T100 ; jam ke-0
42,55 39,25
39,15 37,50
36,50 41,00
38,95 38,10
36,90 35,90
rataan 41,78
39,10 38,63
37,20 36,20
STDEV 1,10
0,21 0,74
0,42 0,42
T100 ; jam ke-1
41,50 38,60
37,00 35,80
34,75 40,90
37,90 35,65
35,30 34,25
rataan 41,20
38,25 36,33
35,55 34,50
STDEV 0,42
0,49 0,95
0,35 0,35
T100; jam ke-2
37,95 37,55
35,75 35,05
34,45 36,45
36,30 34,90
35,50 34,00
rataan 37,20
36,93 35,33
35,28 34,23
STDEV 1,06
0,88 0,60
0,32 0,32
T100 ; jam ke-3
38,00 37,20
32,90 32,80
31,80 36,70
35,70 32,65
32,00 31,20
rataan 37,35
36,45 32,78
32,40 31,50
STDEV 0,92
1,06 0,18
0,57 0,42
T100 ; jam ke-4
36,75 34,60
32,50 32,00
32,15 37,25
35,70 31,25
31,80 31,25
rataan 37,00
35,15 31,88
31,90 31,70
STDEV 0,35
0,78 0,88
0,14 0,64
T100 ; jam ke-5
36,00 31,30
30,25 30,65
30,00 34,80
33,55 31,00
30,20 29,50
rataan 35,40
32,43 30,63
30,43 29,75
STDEV 0,85
1,59 0,53
0,32 0,35
T100 ; jam ke-6
34,30 33,30
30,25 30
28,75 31,15
30,50 30,5
29,95 29,90
rataan 32,73
31,90 30,38
29,98 29,33
STDEV 2,23
1,98 0,18
0,04 0,81
B. Tabel analisis ragam tegangan permukaan MESA dan MES suhu input 100
o
C dengan konsentrasi surfaktan dalam larutan 0,5 Sumber
keragaman db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01
Model 13
176,745 13,596
34,98 2,48
3,75 Galat
14 5,440
0,389
C. Uji Lanjut BNT
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda.
Perlakuan Rataan
Kelompok BNT α=0,05
MESA_0 39,105
a MES_0
38,625 a
MES_1 36,325
b MESA_1
35,925 b
MES_2 35,325
b MESA_2
35,275 bc
MESA_3 34,300
cde MESA_4
33,950 def
MESA_6 33,725
ef MESA_5
33,625 ef
MES_3 32,775
fg MES_4
31,875 gh
MES_5 30,625
hi MES_6
30,375 i
���������������������������������������������������� �����������������������
��������������������������������������������������������������������������������� �����������������������������������������������������
ABSTRACT
RENNY U SOMANTRI. F351080111. The Effects of Input Temperature on Methyl Ester Sulfonic Acid MESA Production from Palm Stearin Methyl Ester.
Under Supervision of ANI SURYANI and ERLIZA HAMBALI. Methyl ester sulfonic acid MESA is an intermediate product that
synthesized during methyl ester sulfonates MES production by continuous sulfonation of fatty acid methyl ester FAME using SO
3
as reactant in a falling- film reactor. MES is an anionic surfactant that has been widely used in detergent
products. Surfactant or surface-active agent is a compound having both polar and non-polar groups in the same molecule and forming head-tail configuration, thus
able to reduce surface and interfacial tensions also to increase the stability of dispersed particle.
There is a growing interest in MES hence its feedstock availability and appreciation for excellent surfactant and environment. MES has several
outstanding surfactant properties: excellent resistance to water hardness and excellent detergency for carbon chains C
14
to C
18
. Palm stearin methyl ester is a potential material as MES feedstock in Indonesia as the country with the largest
palm oil producer in the world. Palm stearin is renewable, biodegradable and rich of C
16
and C
18
fatty acids which have good detergency and tolerant to Ca ion. The study was aimed to obtain information on the effect of input
temperature during sulfonation of palm stearin ME to the physicochemical properties of MESA produced and to determine steady state condition during
continous sulfonation of palm stearin ME on the best input temperature. The result showed MESA that produced by input temperature of 100
o
C by 6 hours of sulfonation time exhibited properties better than other treatments. MESA’s
physicochemical properties obtained were pH 0,71, acid value 23,43 mg KOHg, viscosity 88,44 cP, density 0,9957 gcm
3
, iodine value 14,89 mg Ig, active matter 21,08 and average surface tension of 33,73 dynecm. The steady state condition
was obtained after 4 hours of sulfonation time. It showed by its stability on active matter and the ability to reduce surface tension.
Keywords: palm stearin methyl ester, MESA, MES and sulfonation
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan surface active agent yang dapat mempengaruhi serta menurunkan tegangan permukaan dan tegangan
antarmuka suatu media. Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara-air, atau fase yang
memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air. Sifat unik ini disebabkan oleh struktur ampifilik surfaktan, yaitu pada satu molekul surfaktan
terdapat gugus hidrofilik polar dan gugu hidrofobik nonpolar.
Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri. Saat ini, pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan
washing and cleaning applications, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen, serta bahan pembusaan dan pengemulsi pada industri sabun.
Pemanfaatan surfaktan pada berbagai industri lainnya diantaranya adalah pada industri kosmetika, farmasi, cat dan pelapis, pangan, pertambangan, kertas, tekstil,
kulit, produk kosmetika dan produk perawatan diri personal care products, karet, plastik, logam, perminyakan dan bahan kontruksi. Dalam industri-industri
tersebut surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa atau bahan pengemulsi Rosen dan Dahanayake 2000.
Surfaktan dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya, yaitu anionik, nonionik, kationik dan amfoterik.
Kelompok surfaktan yang paling banyak diproduksi dan diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Jenis surfaktan anionik yang
banyak terdapat di pasaran antara lain Linear-alkyl Benzene Sulfonates LAS, yang disintesis secara kimia dari minyak bumi petroleum.
Berdasarkan Statistik Industri Menengah Besar, Badan Pusat Statistik 2007, surfaktan anionik digunakan oleh sekitar 39 kelompok industri.
Kelompok industri yang menggunakan surfaktan paling banyak adalah kelompok industri sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tangga termasuk pasta gigi.
Tahun 2007 Indonesia mengekspor 162.119 ton surfaktan, dimana lebih dari 30
persennya atau sekitar 48.971 ton berupa surfaktan anionik. Pada tahun yang sama jumlah impor surfaktan di Indonesia sebesar 65.134 ton, dengan 44,4
berupa surfaktan anionik 29.476 ton BPS 2007, data diolah.
Minyak bumi petroleum merupakan salah satu bahan baku yang umum digunakan dalam produksi surfaktan. Selain itu surfaktan juga dapat diproduksi
menggunakan bahan baku berupa minyak nabati, karbohidrat, ekstrak alami, dan biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme. Isu gencar mengenai produk
ramah lingkungan dan penggunaan sumberdaya terbarukan berperan dalam meningkatkan produksi surfaktan berbasis bahan alami. Surfaktan anionik
berbasis petroleum seperti LAS dapat disubsitusi secara bertahap dengan surfaktan anionik berbasis minyak nabati.
Surfaktan MES methyl ester sulfonates merupakan surfaktan anionik, yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Sejak
tahun 1990an, MES mulai digunakan sebagai bahan baku dalam industri deterjen bubuk Mazzanti 2008. Potensi bahan baku minyak sawit di Indonesia
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan pada tahun 2009, total produksi minyak sawit mencapai 20,2 juta ton Departemen Perindustrian 2009.
Fraksi stearin dari minyak sawit merupakan bahan baku potensial dalam produksi surfaktan MES. Selain bersifat terbarukan, surfaktan berbasis stearin
minyak sawit juga lebih ramah lingkungan dalam proses produksi dan aplikasi dan kadang memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan menggunakan berbasis
petrokimia Foster 1996. Disamping itu, pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku surfaktan dapat meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit sebesar
795 persen, dibandingkan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku margarin 180 persen, alkohol lemak 295 persen dan metil ester 500 persen MAKSI
2003. Sedangkan menurut Hui 1996, stearin minyak sawit mengandung alkil ester asam lemak C
14
, C
16
dan C
18
yang baik digunakan sebagai bahan baku surfaktan karena mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, mampu
mempertahankan aktivitas enzim dan memiliki toleransi terhadap ion Ca lebih baik.
Pemanfaatan MES pada beberapa produk adalah karena MES memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik
terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water, pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya detergensinya sama dengan petroleum
sulfonat, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam disalt lebih rendah Matheson 1996.
Menurut Bernardini 1983 dan Pore 1976 proses produksi surfaktan MES dapat dilakukan dengan menggunakan agen pensulfonasi diantaranya
H
2
SO
4
, NaHSO
3
, oleum, dan gas SO
3
. Penggunaan SO
3
sebagai agen sulfonasi lebih banyak mendapat perhatian karena menghasilkan reaksi sulfonasi yang zero
waste. Menurut Watkins 2001, proses produksi MES dengan gas SO
3
sebagai reaktan dapat dilakukan dalam falling film reactor pada suhu 80-90
o
C. Kontak antara gas SO
3
dan metil ester ME pada reaktor ini berlangsung cepat dan mengubah molekul ME menjadi asam metil ester sulfonat MESA, sedangkan
sisa gas SO
3
yang tidak bergabung akan dikembalikan lagi ke dalam sistem reaksi. Untuk memperoleh kinerja surfaktan MES yang tinggi, maka sangat
ditentukan kesempurnaan reaksi dalam tahapan proses sulfonasi SO
3
. Sulfonasi ME untuk menghasilkan MES merupakan proses yang cukup kompleks. Terdapat
tiga tahap proses yang penting dalam sulfonasi ME secara sinambung, yaitu : 1 tahap kontak ME dengan SO
3
, pada tahap ini diperlukan rasio mol SO
3
yang lebih besar dibandingkan bahan baku ME; 2 tahap aging untuk
menyempurnakan konversi ME; dan 3 tahap netralisasi Roberts et al. 2008. Menurut Watkins 2001, proses sulfonasi ME dengan reaktan gas SO
3
dapat dilakukan pada falling film reactor dengan suhu 80-90
o
C. Penelitian ini mengkaji pengaruh suhu input bahan baku ME stearin. Selama proses sulfonasi,
peningkatan suhu input bahan baku akan menurunkan viskositas bahan baku ME stearin. Dengan demikian diharapkan pembentukan film pada tube reaktor akan
semakin tipis dan kontak antara gas SO
3
dengan ME menjadi lebih baik sehingga peluang terikatnya gugus SO
3
pada produk tersulfonasi akan semakin besar.
4.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mendapatkan informasi pengaruh suhu input selama proses sulfonasi ME
stearin terhadap sifat fisikokimia methyl ester sulfonic acid MESA yang dihasilkan
2. Menghasilkan MESA dari kondisi tunak proses sulfonasi ME stearin dengan STFR pada suhu input terbaik
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Stearin Sawit
Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut mesokarp dan minyak yang berasal dari
biji kernel. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan
crude palm oil CPO dan dari inti biji disebut minyak inti sawit atau palm
kernel oil PKO.
Pemisahan asam lemak penyusun trigliserida pada CPO dapat dilakukan dengan menggunakan proses fraksinasi. Secara umum proses fraksinasi minyak
sawit dapat menghasilkan 73 olein, 21 stearin, 5 Palm Fatty Acid Distillate PFAD dan 0,5 limbah. Stearin sawit merupakan fraksi padat yang dihasilkan
dari proses fraksinasi CPO setelah melalui pemurnian. Karakteristik fisik stearin sawit bersifat padat pada suhu ruang, berbeda dengan olein sawit yang bersifat
cair pada suhu ruang.
Komposisi asam lemak beberapa produk sawit disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi asam lemak beberapa produk sawit
Asam Lemak Jenis Bahan
CPO
a
PKO
b
Olein
c
Stearin
c
PFAD
d
Laurat C12:0 1,2
40 – 52 0,1 – 0,5
0,1 – 0,6 0,1 - 0,3
Miristat C14:0 0,5 – 5,9
14 – 18 0,9 – 1,4
1,1 – 1,9 0,9 - 1,5
Palmitat C16:0 32 – 59
7 – 9 37,9 – 41,7 47,2– 73,8 42,9 -51,0
PalmitoleatC16:1 0,6
0,1 – 1 0,1 – 0,4
0,05 – 0,2 -
Stearat 18:0 1,5 – 8
1 – 3 4,0 – 4,8
4,4 – 5,6 4,1 - 4,9
Oleat 18:1 27 – 52
11 – 19 40,7 – 43,9 15,6 –37,0 32,8-39,8 Linoleat C18:2
5,0 – 14 0,5 – 2 10,4 – 13,4
3,2 – 9,8 8,6-11,3
Linolenat C18:3 1,5
0,1 – 0,6 0,1 – 0,6
Arachidat C20:0 0,2 – 0,5
0,1 – 0,6
Sumber :
a
Godin dan Spensley 1971 dalam Salunkhe et al. 1992
b
Swern 1979
c
Basiron 1996 d Hui 1996
Tabel 1 menunjukkan bahwa stearin sawit lebih didominasi oleh C
16
sebesar 47,2-73,8 dan C
18:1
sebesar 15,6-37 . Diketahui bahwa surfaktan dari C
16
dan C
18
dari minyak sawit mempunyai daya detergensi yang tinggi dan
aktivitas permukaan yang baik Hui 1996. Menurut Swern 1979, panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan
lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau
terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai
hidrofobiknya terlalu pendek, akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak
dengan 10-18 atom karbon.
Menurut Hui 1996 karena karakteristik detergensi yang cukup baik dari metil ester C
16
-C
18
, maka fraksi stearin merupakan sumber bahan baku yang sesuai dan murah untuk memproduksi MES. Karakteristik deterjensi MES yang
berbahan baku stearin diketahui mirip dengan linier alkil benzene sulfonat LAS. Metil ester stearin sawit memiliki rasio distribusi asam lemak dari C
16
hingga C
18
sebesar 2:1. Bahan ini menghasilkan produk MES dengan nilai Kraft point minimum 17 °C dan ini merupakan nilai maksimum kelarutan dibandingkan
dengan kombinasi C
16
dan C
18
lainnya. MES dengan karakteristik ini sangat berguna untuk menghasilkan detergen pada suhu rendah Sheats dan MacArthur
2002.
2.2 Metil Ester
Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida TG minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak
jarak pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi merupakan reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol dengan adanya katalis untuk menghasilkan
mono-ester atau biodisel Sharma dan Singh 2009. Molekul TG pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak.
Alkohol yang biasa digunakan pada proses transesterifikasi misalnya etanol dan metanol. Metanol lebih disukai karena berharga lebih murah. Selain
itu viskositas etil ester yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan metil ester Sharma dan Singh 2009.
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu
digunakan alkohol dalam jumlah berlebih. Rasio molar alkohol : minyaklemak bervariasi antara 6:1 sampai dengan 13:1. Rasio molar yang terlalu tinggi akan
mengurangi yield dan sulit dalam pemisahan gliserol Sharma et al. 2008.
Pada reaksi transesterifikasi, katalis berperan untuk mempercepat reaksi dan meningkatkan yield metil ester yang dihasilkan. Menurut Vicente et al.
2004 katalis KOH memberikan yield lebih tinggi yaitu sekitar 91,67 dibandingkan dengan katalis NaOH 85,9. Jumlah katalis yang diperlukan
dalam proses transesterifikasi adalah sebesar 0,7 sampai dengan 1,5 dan menurut Leung dan Guo 2006 jumlah katalis KOH yang diperlukan sebanyak
1,1 sedangkan katalis NaOH yang diperlukan sebanyak 1,5. Pada Gambar 1 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan katalis basa
untuk menghasilkan metil ester biodiesel Meher et al. 2006
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya. Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak
bebas FFA dan kadar air pada minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan
Gambar 1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan katalis NaOH
lamanya reaksi, pengadukan dan pemurnian produk akhir Sharma dan Singh 2009. Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak feedstock,
komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan
Gerpen 2004. Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis Gerpen
2004. Tabel 2 memperlihatkan kualitas metil ester yang dihasilkan dari bahan baku berbeda
Tabel 2 Perbandingan kualitas metil ester ME PKO
a
ME Stearin
a
ME CPO
b
ME Olein
c
Bilangan Iod mg I g ME
1,4 0,3
50,72 47,77
Asam karboksilat wt 0,2
na -
- Bilangan Asam
mg KOHgr ME 0,5
0,4 0,16
0,21 Bilangan Penyabunan
mg KOHgr ME 240
na 204,8
- Titik beku
o
C 18
26 -
- Moisture wt
0,03 0,02
0,08 0,13
Panjang rantai karbon wt
C10 5,2
0,0 -
- C10
4,4 0,0
- -
C12 51,0
0,2 0,08
0,21 C14
15,1 1,5
1,39 1,01
C16 7,2
65,4 42,63
40,99 C18
17,2 32,2
54,2 5,66
C18 0,0
0,7 -
-
Sumber:
a
Sheats dan MacArthur 2002;
b
Sulastri 2010;
c
Mujdalipah 2008
2.3 Surfaktan Metil Ester Sulfonat MES
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan surface tension suatu medium dan
menurunkan tegangan antarmuka interfacial tension antar dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya Perkins 1988. Istilah antarmuka menunjuk pada sisi antara
dua fasa yang tidak saling melarutkan, sedangkan istilah permukaan menunjuk pada antarmuka dimana salah satu fasanya berupa udara gas Rosen 2004.
Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh
struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan terdiri dari bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat
hidrofobik, merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa hidrokarbon rantai linier atau cabang.
Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri Hui 1996; Hasenhuettl 1997.
Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan
emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat,
serta bahan emulsifier pada industri pangan Hui 1996. Flider 2001 menyebutkan pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan
pembersihan washing and cleaning applications, namun surfaktan banyak pula digunakan pada industri pertambangan, cat, kertas, tekstil, serta produk
kosmetika dan produk perawatan diri personal care products.
Surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi ke dalam empat kelompok dasar, yaitu: a berbasis minyak-lemak, seperti monogliserida, digliserida,
poligliserol ester, MES, dietanolamida, dan sukrosa ester, b berbasis karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan N-metil glukamida, c ekstrak bahan
alami, seperti lesitin dan saponin, serta d biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme, seperti rhamnolipida, sophorolipida, lipopeptida dan
threhaloslipida Flider 2001.
Surfaktan berbasis minyak-lemak oleokimia merupakan kelompok surfaktan berbasis bahan alami yang paling banyak dihasilkan. Minyak dan lemak
yang biasanya digunakan untuk memproduksi surfaktan diantaranya yaitu tallow, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak sawit.
Umumnya bahan baku minyak dan lemak tersebut harus diproses terlebih dahulu menjadi senyawa oleokimia dasar sebelum digunakan untuk memproduksi
surfaktan. Oleokimia dasar yang dihasilkan dari minyak dan lemak adalah asam lemak, gliserol, metil ester, dan alkohol lemak. Kebutuhan untuk memproses
minyak dan lemak terlebih dahulu sebelum memproduksi surfaktan tersebut berpengaruh nyata terhadap biaya produksi produk akhir Flider 2001.
Berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya setelah terdisosiasi dalam media cair, surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: 1 anionik:
gugus hidrofiliknya bermuatan negatif; 2 kationik: gugus hidrofiliknya bermuatan positif; 3 nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan dan
4 amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif atau negatif tergantung kepada pH medium Perkins 1989.
Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian hidrofilik dan hidrofobik pada molekul surfaktan. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik
yang berada dalam satu molekul, menyebabkan pembagian surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan
hidrogen seperti minyakair atau udaraair. Pembentukan film pada antar muka ini mampu menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas pada
molekul surfaktan Georgiou et al. 1992.
Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan
dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan
menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan coalescence partikel yang terdispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat.
Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air yang
dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun dengan menambahkan surfaktan maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama Bergenstahl 1997.
Ditambahkan oleh Hui 1996 bahwa surfaktan merupakan komponen yang paling penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan utama pada deterjen.
Menurut Swern 1979, panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu
panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan
ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian juga sebaliknya,
apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik
untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Pada Tabel 3 disajikan kualitas metil ester dari asam lemak C
12-14
, C
16
, dan C
18
sebagai bahan baku pembuatan surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen.
Tabel 3 Karakteristik metil ester yang baik untuk dijadikan bahan baku surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen
Karakteristik Metil Ester
C
12-14
C
16
C
18
Bilangan iod cg Ig ME 2,1
5,5 4,8
Asam karboksilat bb 0,46
0,18 0,23
Fraksi tidak tersabunkan bb 0,10
0,04 0,02
Bilangan asam mg KOHg ME 14,0
0,7 1,8
Bilangan penyabunan mg KOH g ME 2,6
3,2 3,9
Kadar air bb 0,16
0,29 0,29
Komposisi asam lemak bb C
12
0,85 0,00
0,00 C
12
72,59 0,28
0,28 C
14
26,90 2,56
1,55 C
16
0,51 48,36
60,18 C
18
0,00 46,24
35,68 C
18
0,00 0,74
1,01
Sumber: Sheats dan MacArthur 2002
Surfaktan metil ester sulfonat MES termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau
bagian aktif permukaan surface-active. Struktur kimia metil ester sulfonat MES adalah sebagai berikut Watkins 2001 :
MES yang merupakan golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan
pembersih washing and cleaning products Hui 1996; Matheson 1996. Pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak
dikembangkan karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat
kesadahan yang tinggi hard water dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C
16
dan C
18
yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat
pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH. Bahkan MES C
16
-C
18
memperlihatkan aktivitas permukaan yang baik, yaitu sekitar 90 persen dibandingkan linier alkil benzen sulfonat LABS de Groot
1991; Hui 1996b; Matheson 1996. Hal tersebut menyebabkan metil ester sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang
paling penting Watkins 2001.
Menurut Matheson 1996, metil ester sulfonat MES memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air
dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C
14
, C
16
dan C
18
memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi good biodegradability. Dibandingkan petroleum sulfonat,
surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum
sulfonat, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam disalt lebih rendah.
Menurut Hui 1996, MES dari minyak nabati dengan atom C
10
, C
12
dan C
14
biasa digunakan untuk light duty diswashing detergent. Sementara itu MES dari minyak nabati dengan atom C
16
-C
18
dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair liquid laundry detergent. Pada Tabel 4
disajikan karakteristik surfaktan MES dari ME stearin yang telah dihidrogenasi. Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester
dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini 1983 dan Pore 1976, pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat H
2
SO
4
, oleum larutan SO
3
di dalam H
2
SO
4
, sulfur trioksida SO
3
, NH
2
SO
3
H, dan ClSO
3
H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang
harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang