Model Fungsi Permintaan Domestik Kopi Robusta Model Fungsi Penawaran Ekspor Kopi Robusta

lahan masih merupakan faktor produksi yang dominan dalam peningkatan produksi kopi robusta. Dari Tabel 6.1 juga terlihat bahwa elastisitas harga kopi domsetik adalah inelastis, yaitu sebesar 0.33. Nilai elastisitas ini menunjukkan jika faktor-faktor lain tetap maka peningkatan harga kopi domestik sebesar 10 persen dan menyebabkan produksi meningkat sebesar 3.3 persen. Sementara itu harga pupuk tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi kopi robusta. Harga pupuk yang masuk dalam model adalah harga kopi pada tahun bersangkutan. Perubahan harga pupuk mempunyai pengaruh terhadap jumlah pupuk yang digunakan, tetapi perubahan jumlah pupuk yang digunakan ternyata tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi pada tahun bersangkutan. Pengaruh pemupukan terhadap produksi kemungkinan baru terjadi pada tahun berikutnya atau bahkan 2 tahun berikutnya. Nilai koefisien kondisi perekonomian Indonesia sebesar 200855 ton berarti bahwa pada saat terjadi krisis ekspor kopi lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis. Pada saat krisis, nilai rupiah terdepresiasi. Walaupun harga kopi dalam mata uang US relatif tetap, tetapi dalam mata uang rupiah harga kopi setelah krisis jadi lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis. Hal ini menyebabkan harga kopi relatif lebih murah di negara-negara pengimpor. Akhirnya permintaan dari negara-negara pengimpor pun meningkat. Ini mendorong adanya produksi kopi bertambah untuk mengimbanginya.

6.2 Model Fungsi Permintaan Domestik Kopi Robusta

Pendugaan fungsi permintaan domestik dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.2. Koefisien determinan R 2 sebesar 0.380, 37 menunjukkan bahwa keragaman permintaan domestik sebesar 38 persen dapat dijelaskan oleh berapa harga domestik, harga kakao dan jumlah populasi. Tabel 6.2 Hasil Penduga Fungsi Permintaan Domestik Kopi Variable Parameter Estimate Standard Error t Value Pr |t| Esr Intercept -561513 323310.1 -1.74 0.053 Harga Domestik -39.6018 48.77988 -0.81 0.216 _ Harga kakao 113.1465 67.83314 1.67 0.059 1.34 POP 3.015882 1.787683 1.69 0.057 3.52 R-Square 0.38053 F Value 2.66 Dari tiga peubah yang dimasukkan dalam model fungsi permintaan domestik, dua peubah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap permintaan domestik kopi pada taraf 5 persen yaitu harga kakao dan jumlah populasi. Elastisitas harga kakao terhadap permintaan domestik kopi sebesar 1.34. Nilai elastistas ini menunjukkan jika faktor-faktor lain tetap maka akan menyebabkan permintaan terhadap kopi meningkat sebesar 1.34 persen. Dari Tabel 6.2 juga terlihat bahwa elastisitas jumlah penduduk sebesar 3.52. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk masih merupakan faktor permintaan domestik kopi yang dominan. Sementara itu harga domestik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap permintaan domestik kopi robusta. Semakin mahalnya harga kopi tidak akan mempengaruhi konsumen untuk tetap mengkonsumsi kopi tersebut. Dipilihnya kopi robusta karena memiliki kelebihan, seperti kekentalan yang lebih 38 dan warna yang kuat. Oleh karena itu, kopi robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends untuk merek-merek tertentu.

6.3 Model Fungsi Penawaran Ekspor Kopi Robusta

Pendugaan fungsi penawaran ekspor kopi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.3. Koefisien determinan R 2 sebesar 0.278, menunjukkan bahwa keragaman penawaran ekspor sebesar 27.8 persen dapat dijelaskan oleh berapa harga domestik, harga ekspor, volume ekspor lag satu tahun sebelumnya dan kondisi perekonomian Indonesia. Tabel 6.3 Hasil Penduga Fungsi Penawaran Ekspor Kopi Robusta Variable Parameter Estimate Standard Error t Value Pr |t| Esr Elr Intercept 130317.3 128523.3 1.01 0.165 Volume ekpor lag satu tahun sebelumnya 0.433142 0.306156 1.41 0.091 0.41 0.72 Harga ekpor 38651.41 61493.54 0.63 0.270 0.15 _ Harga Domestik -12.7091 68.80136 -0.18 0.428 _ _ Dummy 87972.89 103182.2 0.85 0.025 _ _ R-Square 0.27810 F Value 1.16 Dari empat peubah yang dimasukkan ke dalam model fungsi penawaran ekspor kopi, dua peubah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap penawaran ekspor pada taraf 5 persen yaitu volume ekspor lag satu tahun sebelumnya dan kondisi perekonomian Indonesia. Elastisitas volume ekspor lag satu tahun 39 sebelumnya terhadap penawaran ekspor sebesar 0.41 berarti dengan anggapan faktor-faktor lain tetap, jika volume ekpor lag satu tahun sebelumnya meningkat 10 persen maka penawaran ekspor akan meningkat sebesar 4.1 persen, sedangkan dalam jangka panjang mengakibatkan perubahan sebesar 7.2 persen. Dari Tabel 6.3 juga terlihat bahwa elastisitas harga ekspor adalah inelastis, yaitu sebesar 0.15. Semantara itu harga ekspor dan harga domestik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penawaran ekspor kopi robusta. Pada harga ekspor, hal ini disebabkan adanya aturan kebijakan perdagangan internasional yang mengharuskan berupa kebijakan non tarif yang mewajibkan kopi impor dari negara lain memiliki kualifikasi rendah. Ada beberapa kriteria yang ditetapkan oleh negara-negar importir kopi, tetapi yang menjadi perhatian utama dalam kurun waktu belakangan ini adalah mengenai kandungan obat bahan kimia,pestisida, dan toksin dalam kopi. Masing- masing negara memiliki kriteria tertentu, dan apabila tidak memenuhi kriteria tersebut maka mereka tidak segan untuk mengembalikan kopi yang diimpor ke negara asalnya. Sedangkan pada harga domestik, hal ini disebabkan eksportir sudah terikat kontrak dengan negara tujuan ekspor untuk memenuhi kebutuhan. Kalau eksportir ingkar janji, mereka akan dimasukkan daftar hitam. Ini akan menyulitkan usaha ke depan dan akan mempengaruhi hubungan dagang dengan negara tujuan ekspor. Kondisi perekonomian memiliki pengaruh positif. Jika terjadi krisis, penawaran ekspor kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.025 persen. Hal tersebut dikarenakan terjadi shock nilai tukar sehingga menurunkan hampir semua ekspor komoditas Indonesia. rupiah akan melemah sedangkan ekspor dibayar dengan dollar Amerika, implikasinya dengan jumlah volume ekspor yang sama, 40 nilainya jauh lebih tinggi karena krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan ekportir mendapatkan laba yang lebih besar, sehingga mendorong ekspornya keluar negeri. 41

VII. KESIMPULAN DAN SARAN