Kemitraan Partisipasi dan Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah 1. Partisipasi

21

2.3.2. Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Sebagai suatu strategi bisnis, keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis Hafsah, 1999. Kemitraan akan selalu memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan keuntungan. Kemitraan adalah suatu proses yang dimulai dengan perencanaan, kemudian rencana tersebut diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi terus menerus oleh pihak yang bermitra, sehingga terjadi alur tahapan pekerjaan yang jelas dan teratur sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Karena kemitraan merupakan suatu proses maka keberhasilannya secara optimal tidak selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Keberhasilannya diukur dengan pencapaian nilai tambah yang didapat oleh pihak yang bermitra baik dari segi material maupun non-material. Pemerintah berperan besar dalam memacu keberhasilan kemitraan terutama dalam menciptakan iklim yang kondusif serta meregulasi peraturan-peraturan yang menghambat, baik langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan upaya-upaya mengembangkan kemitraan. Pemerintah harus berpihak kepada pengusaha kecil, petani, nelayan dan pengrajin dalam mempermudah arus investasi, permodalan, manajemen dan teknologi. Hal tersebut dapat menghasilkan keseimbangan dengan pengusaha besar yang padat modal, teknologi tinggi, dan manajemen yang efisien. Keseimbangan tersebut merupakan faktor kunci untuk memacu percepatan kemitraan yang pada gilirannya berdampak positif pada percepatan pencapaian nilai tambah bagi pihak yang bermitra. Menurut Dharmawan 2005 kemitraan partnership adalah salah satu dari enam variantipe parcipatory development yang terpenting. Terdapat beberapa tipevarian model pembangunan partisipatif, dimana pihak negara, lembaga swadaya masyarakat LSM atau masyarakat sipil dan pelaku usahaswasta bisa menjalin kerjasama. Model-model tersebut dispesifikasikan United Nation 22 Development Program UNDP 1999 dalam Dharmawan 2005 sebagai berikut 1. Consultation: pada level ini memerlukan dua jalur komunikasi dimana stakeholder memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat dan perhatian, tetapi tidak menjamin bahwa pendapatnya akan diterima untuk semua atau sebagai tujuannya; 2. Consessus-building: stakeholder berinteraksi dalam upaya memahami sesamanya dan mencapai posisi yang disepakati terhadap semua kelompok. Kelemahannya biasanya pada individu dan kelompok yang menerima kritikan tetap diam persetujuan pasif; 3 . Decision-making: ketika konsensus dibuat atas keputusan bersama, ketentuan ini diawali dari pembagian tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang bisa dicapai; 4. Risk-sharing: level ini dibangun terhadap suatu pendahuluan tapi meluas di luar keputusan yang mencakup pengaruh dari hasil, suatu gabungan dari pemanfaatan, penuh resiko, dan konsekuensi alami; 5. Partnership kemitraan: kerjasama yang memerlukan perubahan diantara kegiatan yang sama terhadap suatu tujuan yang sama. Sebagai catatan bahwa istilah sama yang digunakan bukan dalam pengertian bentuk, struktur, atau fungsi, tapi dalam istilah keseimbangan respek. Ketika kemitraan dibangun atas level pendahuluan, dapat diasumsikan memiliki tanggung jawab yang sama dan berbagi resiko; 6. Self management: merupakan derajat tertinggi dari upaya partisipatori, di mana stakeholder berinteraksi dalam proses pembelajaran yang optimal dari seluruh perhatian. Pongsiri 2002 menyatakan pentingnya transparansi dan kerangka kerjasama kelembagaan dalam mendorong terbentuknya kemitraan yang baik. Kelembagaan tersebut memberikan jaminan bagi mitra bahwa sistem yang dibangun akan menangkal berbagai bentuk penyelewengan dan commercial disputes, menghargai kontrak kerja yang disepakati, merupakan legitimasi pemulihan biaya, dan dapat mengatur pembagian keuntungan yang adil. Samii et al. 2002 menyatakan bahwa kunci penting terbentuknya kemitraan yang efektif antara lain 23 1. Terdapat kebergantungan sumberdaya diantara stakeholder dalam kemitraan dan pemahaman bersama bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai melalui kerjasama; 2. Ada komitmen bersama yang diwujudkan dalam bentuk alokasi waktu dan sumberdaya; 3. Ada tujuan umum yang ingin dicapai bersama, dan tujuan individu mitra tidak lain merupakan bagian dari tujuan bersama; 4. Ada komunikasi intensif secara berkala melalui berbagai cara dan media; 5. Saling berbagi informasi dan pengetahuan sesama mitra untuk menghindari kesenjangan informasi, pengetahuan, ketrampilan dan kecepatan kemajuan; 6. Ada keselarasan dalam budaya kerja. Kemitraan usaha merupakan solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi oleh sebagian lapisan masyarakat saat ini. Kemitraan dijadikan solusi karena keberadaan, fungsi dan perannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat. Masalah kurangnya distribusi pembangunan pada sebagian masyarakat dapat diminimalisasi dengan sinergi yang dihasilkan dari kemitraan, karena dalam proses kemitraan terjadi komitmen untuk mengembangkan teknologi, manajemen, modal bahan baku dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah bagi semua pihak. Nilai tambah yang didapat merupakan akumulasi dari efisiensi dan produktifitas. Produktifitas akan meningkat apabila dengan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi atau sebaliknya dengan tingkat hasil sama hanya membutuhkan input yang lebih rendah. Melalui pendekatan kemitraan, maka peningkatan produktifitas diharapkan dapat dirasakan oleh pihak-pihak yang bermitra. Bagi perusahaan kecil secara individu, peningkatan produktifitas biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu tetapi akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Efisiensi erat kaitannya dengan produktifitas. Produktifitas merupakan efektifitas dibagi dengan efisiensi, dan efisiensi didefinisikan sebagai doing things right atau terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input yang minimum. 24 Efektifitas didefinisikan dengan doing the rights things atau mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan. Dari pengertian tersebut efisiensi dan produktifitas sama seperti mata uang dengan sisi yang berbeda, keduanya dapat ditingkatkan dengan meminimalkan pengorbanan input. Dalam hal efisiensi, input tersebut dapat berbentuk waktu dan tenaga. Penerapannya dalam kemitraan perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, umumnya relatif lemah dalam teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Menurut Budiharsono et al. 2006 ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam membangun dan mengembangkan kemitraan, yaitu : 1. Dalam membangun kemitraan, perlu ada pemahaman bersama antara kelompok yang bermitra dengan mengedepankan aspek kesukarelaan dalam menjalankan kemitraan, tujuan bersama, manfaat bersama, nilai-nilai yang sama dan hak berbeda pendapat. Dalam hal ini bukan berarti mengutamakan kepentingan individual dengan selalu menghargai kerjasama yang dilakukan. 2. Adanya pengakuan dan penghargaan akan keberadaan dan kemandirian masing-masing pelaku kemitraan. Ini berarti bahwa perlu pemahaman bersama mengenai kekuatan dan kelemahan masing-masing kelompok mitra, dan melakukan analisa mengenai kesempatan dan ancaman yang akan dihadapi kelompok mitra, serta pengakuan keberadaan dan peranan masing- masing pelaku mitra. 3. Mengelola manajemen kemitraan dengan baik yaitu dengan mengedepankan sifat demokrasi atau partisipasi semua kelompok mitra dengan memberikan masing-masing kontribusi secara optimal. Dalam hal ini sangat diperlukan komunikasi yang baik dan intensif dari kelompok mitra serta saling memelihara alasan kemitraan. 4. Melakukan mekanisme evaluasi secara berkala baik dari segi waktu, tenaga, dana, dan fasilitas yang ada. Ini bertujuan untuk mengetahui apakah masih sama atau masih sejalankah motivasi, arah tujuan yang ingin dicapai, 25 kesesuaian kesepatakan dalam proses berjalannya kemitraan, dan kepercayaan yang telah dibangun bersama antar kelompok mitra. 5. Jangan takut untuk membubarkan diri kalau sudah tidak diperlukan lagi dalam kemitraan. Lebih lanjut Budiharsono et al., 2006 menyatakan bahwa untuk menjalin komunikasi yang baik antara sesama anggota kelompok mitra, maka setiap anggota kelompok harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik dalam membangun dan mengembangkan kemitraan, yaitu : 1. Memberikan Atensi - Memperhatikan anggota lain - Menunjukkan sifat keterbukaan - Menatap mukamata lawan bicara - Sedikit berkata 2. Mendengarkan pembicaraan anggota kelompok - Mengulangi yang dikatakan orang lain untuk klarifikasi dan akuratisasi - Mengelompokkan dan mengurai point demi point - Menunjukkan perilaku memahami perasaan 3. Menanyakan - Mengajukan pertanyaan untuk klarifikasi - Menguji kembali dengan bertanya - Menunjukkan ekspresi tanpa kata dalam bertanya 4. Menerima umpan balik - Menjelaskan kembali secara deskriptif, tanpa menilai atau menghakimi - Umpan balik disampaikan secara konkrit, spesifik, dan terinci - Umpan balik tersebut memang dibutuhkan atau diinginkan - Disampaikan dengan hangat dengan waktu penyampaian yang tepat - Tepat guna bagi penerima Dalam menjalankan kemitraan, ada tiga variabel yang menentukan ketepatan kemitraan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi yaitu individu, organisasi, dan norma sosial Gambar 5 Alikodra, 2006. Individu merupakan variabel utama dan pertama yang dapat merubah perilaku dan kebutuhan dari organisasi kemitraan, sedangkan norma sosial akan menjadi 26 landasan bagi sebuah organisasi dalam mencapai tujuan. Proses pencapaian tujuan organisasi akan menjadi lebih mudah bila tujuan dari organisasi juga mengakomodir nilai-nilai norma sosial masyarakat, dalam penelitian ini masyarakat adalah karyawan. Gambar 5. Rancangan pengembangan struktur organisasi Alikodra, 2006.

2.3.3 Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat