3
1.2 Perumusan Masalah
Agar surfaktan decyl poliglikosida dapat diperoleh, perlu diamati pengaruh variabel reaksi konsentrasi katalis dan rasio molar substrat dan karakteristik
surfaktan decyl poliglikosida yang dihasilkan. Oleh karena itu yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar
substrat terhadap densitas dan rendemen decyl poliglikosida yang dihasilkan.
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang ingin diteliti, tujuan dari peneltian ini yaitu mengetahui pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar substrat terhadap
densitas dan rendemen decyl poliglikosida yang dihasilkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah 1.
Untuk memberikan pengetahuan pada peneliti serta masyarakat umum tentang pembuatan surfaktan decyl poliglikosida dari glukosa dan dekanol dengan
proses asetilasi. 2.
Untuk mengetahui konsentrasi katalis optimum dalam pembuatan decyl poliglikosida.
3. Untuk mengetahui pengaruh rasio molar substrat dalam proses pembuatan
decyl poliglikosida
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia Depertemen Teknik Kimia Fakultas Teknik dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara. 1.
Rasio molar substrat glukosa : dekanol = 1 : 10; 2 : 10; 4 : 10 dan 6 : 10
mol GL
mol C10
2. Konsentrasi katalis asam klorida = 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0, berdasarkan berat
glukosa yang digunakan. .
3. Temperatur 95
o
4. Waktu reaksi 3 jam
C
4 Analisa yang akan dilakukan yaitu:
1. Analisa densitas decyl poliglikosida.
2. Analisa rendemen decyl poliglikosida.
3. Analisa kualitatif dengan menggunakan spektroskopi FT-IR.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surfaktan
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan memiliki
gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul. Pembentukan film pada antar muka fasa menurunkan energi antar muka. Surfaktan dimanfaatkan sebagai bahan
penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier oleh industri farmasi, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian, industri pangan. Bahan baku
surfaktan dapat terbuat dari sumber nabati yang bersifat dapat diperbaharui dan mudah terurai, tidak menggangu aktivitas enzim, proses produksi lebih bersih
sehingga sejalan dengan isu lingkungan [9]. Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara
luas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan
amfoterik [10]: 1.
Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bagian pangkalnya berupa gugus hidrofilik dengan ion bermuatan positif kation.
Umumnya merupakan garam-garam amonium kuarterner atau amina. 2.
Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya dengan ion bermuatan negatif anion. Umumnya berupa garam natrium,
akan terionisasi menghasilkan Na
+
3. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam
air, kelarutannya diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak membawa muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang
menyebabkan terjadinya momen dipol. dan ion surfaktan yang bermuatan
negatif.
4. Surfaktan amfoterik, mengandung gugus yang bersifat anionik dan
kationik seperti pada asam amino. Sifat surfaktan ini tergantung pada kondisi media dan nilai pH.
6 Sebagian besar surfaktan komersial yang ada biasanya tercampur dari
bahan-bahan yang sulit didegradasi, bahkan berbahaya untuk lingkungan dan makhluk hidup. Beberapa tahun belakangan ini peminat surfaktan yang berbasis
pada produk alami semakin meningkat, contohnya surfaktan berbasis karbohidrat, sterol dan asam lemak. Surfaktan dari bahan tersebut umumnya bersifat mudah
dibiodegradasi. Beberapa alasan mengapa dipilih bahan baku dari produk alami adalah [11]:
1. Bahan baku dapat diperbaharui
2. Biaya bahan baku rendah
3. Kandungan racun dan dampak buruk terhadap lingkungan lebih rendah
Surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu [7]: 1.
Berbasis minyak-lemak seperti monogliserida, dan poligliserol ester 2.
Berbasis karbohidrat seperti alkil poliglikosida, dan n-metil glukamida 3.
Ekstrak bahan alami seperti lesitin dan saponin 4.
Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti rhamnolipid dan sophorolipid
Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS telah mendapatkan beberapa jenis surfaktan berbasis minyak sawit antara lain sukrosa ester, monogliserida, α-sulfo
fatty acid metil ester, fatty amida, stolid, dimana hasilnya sebagian sudah dipublikasikan [12].
Konsumsi surfaktan hampir 3 juta ton per tahunnya. Dimana surfaktan non ionik menduduki penjualan paling tinggi sebanyak 42,6, anionik 41, kationik
9,2, alkanolamida 4,5 dan surfaktan amfoterik 2,7 [13]. Selama ini Indonesia belum bisa mencukupi kebutuhan surfaktan dan masih mengimpor
surfaktan dari negara lain [5]. Alkil poliglikosida APG diperkirakan akan menjadi salah satu surfaktan yang sangat penting untuk tahun-tahun mendatang
untuk kebutuhan dibidang proteksi tanaman, industri pembersih personal care dan kosmetika [2]. Dengan sumber bahan baku APG yang banyak tersedia di
Indonesia, maka potensi untuk mengembangkan dan memproduksi surfaktan APG masih sangat besar.
7
2.2 Surfaktan Alkil Poliglikosida