Indeks Keberlanjutan Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area

perubahan penutupan lahan yang semakin baik, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa potensi ketersediaan air kawasan TNGGP saat ini dalam kondisi yang mencukupi. Sebagai bahan perbandingan, apabila dilakukan perhitungan IPA pada tahun 2006 dan tahun 2009 dengan asumsi ketersediaan air untuk wilayah TNGGP kabupaten Bogor tidak berubah sebagaimana data sebelumnya yaitu sebesar 178,731,899.997 m 3 tahun dan perhitungan mempertimbangkan kebutuhan air untuk desa pengguna di Kabupaten Bogor yang tersebar pada 4 empat kecamatan yaitu Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung, kebutuhan air untuk pertanian yang terdapat pada keempat kecamatan tersebut, serta kebutuhan industri sebagaimana data pengguna komersial pada tahun 2006 dan tahun 2009 FORPELA 2009. Pada tahun 2006 FORPELA telah mengelompokkan pengguna komersial di Kabupaten Bogor terdiri dari 7 industri skala besar dan 3 industri skala kecil, kemudian pada tahun 2009 terdiri dari 9 industri skala besar, 18 industri skala sedang dan 3 industri skala kecil berdasarkan luas wilayah kerjanya. Dengan demikian, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut pada Tabel 20. Berdasarkan hasil perhitungan IPA pada Tabel 20, terdapat kecenderungan peningkatan nilai IPA dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, yaitu dari nilai 0.034 menjadi 0.053. Hal ini menunjukkan peningkatan pengguna air dapat meningkatkan nilai IPA, meskipun masih tergolong sangat kecil dan selama nilai IPA masih di bawah angka 0.5, maka potensi air air masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan pertanian atau masih berkelanjutan. Tabel 20 Hasil perhitungan IPA pada pengguna air Kabupaten Bogor di Kecamatan Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung. No. Tahun Jumlah Penduduk Luas Lahan Pertanian Kebutuhan Air Pertanian a Kebutuhan Air Industri b Kebutuhan Air Total c IPA orang Ha m3 m3 m3 1. 2006 131,042 3,256.400 2,295,371.232 1,436,070.600 6,122,958.332 0.034 2. 2009 153,269 5,023.436 3,540,919.215 3,046,114.800 9,384,193.265 0.053 Sumber : a Luas lahan pertanian x 704.88 m 3 Danudoro dalam Wiratno et al. 2004 b Jumlah industri dikalikan dengan kebutuhan industri sesuai skala perusahaan. c Kebutuhan air penduduk jumlah penduduk x 50 lthari ditambah dengan kebutuhan air industri dan pertanian. Indikator 2.b. Kondisi kestabilan ketersediaan air dinilai berdasarkan hasil wawancara dengan para pengguna air. Mayoritas pengguna air, khususnya masyarakat merasakan adanya penurunan kuantitas air pada bulan-bulan tertentu dengan periode waktu kurang lebih 4-5 bulan setiap tahunnya yaitu rata-rata terjadi selama bulan Mei-September. Dalam hal ini, salah satu faktor yang diduga mempengaruhi penurunan kuantitas air adalah kondisi iklim khususnya pada musim kemarau, karena berdasarkan jawaban para responden, Sebagaimana telah dijelaskan dalam perhitungan IPL dan IPA sebelumnya, bahwa kawasan TNGGP memiliki nilai IPL dan IPA yang sangat baik sehingga hal ini turut menguatkan bahwa kedua faktor peningkatan jumlah penduduk dan kemampuan kawasan TNGGP dianggap belum mempengaruhi penurunan kuantitas air yang terjadi. Para responden juga menjelaskan meskipun tanpa bisa menyebutkan data secara kuantitatif bahwa penurunan kuantitas air yang terjadi tidak terlalu berbeda jauh signifikan dan masih mampu memenuhi kebutuhan para pengguna air. Indikator 3.a., 3b., dan 3.c. Perencanaan kegiatan upaya konservasi sumber daya air untuk mendukung terjaganya ketersediaan air dari dalam kawasan TNGGP dilakukan oleh tiga pihak secara terpisah yaitu oleh BB TNGGP selaku pihak pengelola kawasan, pihak pengguna air melalui program kerja tahunan FORPELA, serta oleh instansi pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholders terkait kegiatan pemanfaatan air. Upaya konservasi sumber daya air dilakukan melalui jenis kegiatan teknis seperti penanaman pepohonan khususnya di dalam kawasan TNGGP dan pembuatan teras sengkedan untuk daerah luar kawasan TNGGP. Selain itu dilakukan juga kegiatan yang bersifat non teknis yang secara tidak langsung melindungi kawasan TNGGP melalui peningkatan kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya keberadaan kawasan TNGGP sebagai sumber air, yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pada umumnya pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terpadu oleh dua pihak terutama antara pihak pengelola kawasan dan pihak pengguna air. Dalam hal ini belum ada keterpaduan perencanaan dengan pihak pemerintah daerah dalam upaya konservasi sumber daya air karena belum adanya rencana pengelolaan terpadu secara khusus terkait pemanfaatan air yang dapat melibatkan ketiga pihak tersebut. Berdasarkan hasil penilaian ketiga indikator tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin intensif dilakukannya kegiatan konservasi sumber daya air maka akan memperkecil kemungkinan timbulnya bencana dan dampak lingkungan yang terjadi terhadap kawasan TNGGP. Jenis kegiatan non teknis seperti pemberdayaan masyarakat juga dapat turut melindungi kawasan secara tidak langsung dari potensi gangguan perambahan oleh masyarakat. Adapun keterpaduan dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tersebut dapat memberikan hasil yang lebih optimal dalam mendukung kelestarian sumber daya air itu sendiri. Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 73.79 dan termasuk kategori Cukup Cukup Berkelanjutan, dengan demikian untuk mendukung keberlanjutan fungsi ekologis kawasan TNGGP sebagai penyedia air diperlukan beberapa dukungan dari wilayah disekitarnya melalui upaya pengurangan alih fungsi lahan kawasan hutan menjadi kawasan budidaya serta dukungan upaya-upaya konservasi sumber daya air dari ketiga pihak yaitu pihak pengelola kawasan, pihak pengguna air, dan pihak pemerintah daerah. Dimensi Sosial Kriteria dimensi sosial terdiri dari pemerataan kesempatan dalam memperoleh sumber daya IDARio 2007 dalam Ochsenbein 2004 dan kepedulian sosial dijalin dalam dan antar generasi, serta pada tingkat global Federal Council 2002 dalam Ochsenbein 2004. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.46 dan 0.54. Hasil analisis terhadap dimensi sosial dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil analisis dimensi sosial Kriteria Indikator Nilai Skor Skor Tertinggi Normalisasi 1 a. Aksesibilitas pemanfaatan air Terbuka air dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola kawasan, pengguna air non komersial, dan pengguna air komersial 2 2 100.00 b. Faktor pembatas dalam pemanfaatan air Sedang ada pembatas kualitatif atau kuantitatif 1 2 50.00 Rata-rata presentase 75.00 Persentase kriteria 1 x bobot 0.46 34.64 2 a. Persepsi pihak pengguna air dukungan terhadap kegiatan konservasi sumber daya air Tinggi sebagai pendukung dana atau pelaksana 3 3 100.00 b. Tingkat partisipasi pihak pengguna air dalam kegiatan konservasi sumber daya air ruang lingkup kegiatan konservasi sumber daya air Tinggi di lahan pribadi, lahan umum sekitar kawasan, dan di dalam kawasan 3 3 100.00 c. Peranan lembaga pihak pengguna air dalam pemanfaatan air Sedang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan namun tidak dalam evaluasi 2 3 66.67 Rata-rata presentase 88.89 Persentase kriteria 2 x bobot 0.54 47.84 Indeks Keberlanjutan 82.47 Keberlanjutan dapat dinilai dari adanya “equity” kesamaan pemerataan, dan dalam konsep pemanfaatan air berkelanjutan diperlukan syarat pemerataan kesempatan yang sama bagi masyarakat dalam memperoleh air untuk kebutuhan mereka, baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, maupun untuk industri. Sebagaimana disampaikan pula oleh peneliti Okeola dan Sule 2011 pemanfaatan air dalam dimensi sosial harus memenuhi persyaratan pemerataan dalam suatu generasi “intergenerational equity”. Pemerataan dalam kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP dapat dinilai dari aksesibilitas dalam pemanfaatan air yang telah berjalan dan apakha terdapat faktor yang membatasi pihak pengguna dalam memanfaatkan air tersebut. Selain itu, dilakukan penilaian terhadap persepsi dan partisipasi pihak pengguna dalam pelaksanaan kegiatan konservasi sumber daya air, karena hal ini sangat penting dalam mendukung fungsi kawasan TNGGP sebagai penyedia air, sehingga memperoleh bobot yang lebih tinggi berdasarkan AHP. Indikator 1.a . dan 1.b. Dalam rangka mewujudkan fungsi sosial dari air sebagai barang publik, maka aksesibilitas masyarakat dalam memanfaatkan air di kawasan TNGGP bersifat terbuka, yaitu dapat digunakan oleh siapa saja dan untuk tujuan penggunaan kebutuhan air bersih dan tujuan usaha. Meskipun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pihak pengguna selama memanfaatkan air, antara lain yaitu tidak boleh memanfaatkan di atas debit sumber air yang digunakan dan kewajiban untuk mendukung upaya konservasi sumber daya air melalui pelestarian, rehabilitasi, dan pengamanan terhadap kawasan TNGGP. Ketentuan-ketentuan ini masih bersifat kualitatif yang dituangkan kedalam kesepakatan perjanjian kerjasama antara pihak pengelola dan pihak pengguna. Ditetapkannya ketentuan-ketentuan tersebut sebagai salah satu faktor pembatas bagi pengguna agar dapat menggunakan air dengan efisien yaitu tidak melebihi kapasitas kawasan sebagai penyedia air dan sekaligus menjadi upaya konservasi sumber daya air tersebut. Indikator 2.a. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengguna air tentang keterlibatan mereka dalam kegiatan konservasi sumber daya air, semua responden menunjukkan indikasi yang positif yaitu mendukung dan setuju akan adanya kegiatan konservasi sumber daya air, dan terlibat secara penuh baik sebagai pendukung dana maupun sebagai pelaksana kegiatan. Pihak pengguna non komersial yang merupakan masyarakat desa turut menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk membayar iuran kepada FORPELA melalui Kepala Desa, dan ada pula yang melakukan pengelolaan dana swadaya oleh kelompok seperti Gapoktan Gabungan Kelompok Tani, dimana kedua dana tersebut umumnya ditujukan untuk pemeliharaan sarana pemanfaatan air yang sudah ada. Pihak pengguna air komersial umumnya berpartisipasi dalam bentuk dukungan pendanaan kegiatan. Hal ini sangat wajar, mengingat kemampuan finansial yang dimiliki oleh pengguna air komersial sangat jauh di atas kemampuan masyarakat. Indikator 2.b. Kedua pengguna air bekerjasama dengan BB TNGGP untuk kegiatan penanaman di dalam kawasan, sedangkan kegiatan penanaman di lahan umum sekitar desa dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian kedua kelompok pihak pengguna cukup aktif terlibat dalam kegiatan konservasi, karena mereka tidak membatasi pelaksanaan kegiatan pada lahan di dalam kawasan tetapi juga pada lahan milik pribadi dan masyarakat, misalnya kegiatan penanaman pohon produktif di lahan umum sekitar desa. Indikator 2.c. Dalam hal partisipasi dari lembaga pengguna air, dapat dinilai berdasarkan hak dan kewajiban dalam MoU antara pihak BB TNGGP dan FORPELA. Dalam MoU tersebut tertulis bahwa perencanaan kegiatan dilakukan bersama-sama oleh kedua belah pihak, namun khusus untuk kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pihak BB TNGGP dan disebutkan “dapat” melibatkan pihak FORPELA. Hal ini menunjukkan partisipasi FORPELA masih belum optimal karena tidak selalu terlibat dalam evaluasi kegiatan. Selama ini FORPELA menjalankan program kegiatannya terhadap masyarakat sekitar yang menjadi desa penyangga kawasan TNGGP, misalnya melalui program pembangunan pusat pembibitan pohon bank bibit, penanaman pohon endemik di dalam kawasan TNGGP, pelatihan dan pengembangan usaha produktif masyarakat, serta program gerakan sadar lingkungan kepada masyarakat dan siswa. Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah sebesar 82.47 dan termasuk kategori Baik Berkelanjutan, dengan demikian air di kawasan TNGGP memenuhi fungsi sosial yang optimal dalam pemenuhan kebutuhan air di sekitarnya dan tingkat kepedulian sosial pihak pengguna air baik secara individu dan kelembagaan cukup tinggi terhadap konservasi sumber daya air di kawasan TNGGP. Dimensi Ekonomi Keberlanjutan dalam dimensi ekonomi seringkali ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berupa Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB dalam suatu wilayah, namun dalam hal kegiatan pemanfaatan air di KPA, keuntungan atas kegiatan pemanfaatan air belum dapat dinilai secara khusus dalam bentuk nominal. Oleh karena itu, dilakukan beberapa pendekatan kualitatif berdasarkan persepsi pengguna air melalui beberapa kriteria, yaitu : 1 Sumber daya dapat memberikan peningkatan secara kualitatif Federal Council 2002 dalam Ochsenbein 2004 dan 2 Minimisasi biaya atas pemanfaatan air Okeola dan Sule 2011. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.74 dan 0.26. Hasil analisis dimensi ekonomi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil analisis dimensi ekonomi Kriteria Indikator Nilai Skor Skor Tertinggi Normalisasi 1 a. Bentuk manfaat air Sangat tinggi Kebutuhan untuk rumah tangga, pertanian, industri, dan pembangkit listrik 3 3 100.00 b. Manfaat lebih atas penggunaan air Sedang dapat memberikan manfaat lebih bagi salah satu pengguna air, baik non komersial atau komersial 1 2 50.00 Rata-rata presentase 75.00 Persentase kriteria 1 x bobot 0.74 55.42 2 a. Rasio biaya pemanfaatan air terhadap biaya total produksi pihak pengguna air komersial Sangat Tinggi Perbandingan antara biaya pemanfaatan SD air dengan biaya total produksi biaya operasional yaitu 20 4 4 100.00 b. Rasio biaya pemanfaatan air terhadap pendapatan masyarakat pihak pengguna air non komersial Sangat Tinggi Perbandingan antara biaya pemanfaatan SD air dibandingkan dengan penghasilan yaitu 20 4 4 100.00 Rata-rata presentase 100.00 Persentase kriteria 2 x bobot 0.26

26.10 Indeks Keberlanjutan

81.53 Indikator 1.a . Kegiatan pemanfaatan air di di kawasan TNGGP semakin meningkat sejak tahun 1999, yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian masyarakat sekitar, kemudian berkembang untuk tujuan usaha atau komersial baik itu dalam bidang pertanian, hortikultura, peternakan, penginapan, bahkan wisata Taman Safari Indonesia. Selain itu, telah dilakukan pemanfaatan energi air berupa pembangunan Mikro Hidro dengan kapasitas 1500 watt pada tahun 2006 di Resort Selabintana dan tahun 2009 di kantor BB TNGGP untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam operasional kantor BB TNGGP. Pada tahun 2009, Desa Tangkil memperoleh bantuan dari lembaga YBUL berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro untuk memenuhi kebutuhan Kampung Gunung Batu, namun belum dapat berfungsi dengan optimal karena baru dapat memenuhi kebutuhan listrik 20 kepala keluarga dari 80 kepala keluarga yang menjadi target pemenuhan kebutuhan listrik tersebut. Meskipun demikian, hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya air sumber air, massa air, energi air mulai menjadi salah satu faktor yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat secara kualitatif. Indikator 1.b . Berdasarkan hasil penilaian indikator 1.a. tersebut diatas, dapat dianalisis secara deskriptif bagaimana bentuk pemanfaaatan air dapat memberikan manfaat lebih bagi pengguna air. Saat ini, penggunaan air baru dapat memberikan manfaat lebih bagi pengguna komersial karena air menjadi salah satu modal produksi yang sangat mendukung kegiatan usaha yang dijalankan. Salah satu contoh dari hal ini adalah penggunaan air sebagai bahan baku untuk industri air minum, baik bagi BUMD yaitu Perusahaan Daerah Air Minum, maupun bagi perusahaan swasta yaitu PT. Prestine Aqua yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan AMDK. Secara tidak langsung kuantitas air yang digunakan oleh pengguna komersial akan sangat berpengaruh terhadap nilai nominal keuntungan yang akan diperolehnya, sedangkan pihak pengguna non komersial baru dapat memperoleh manfaat langsung untuk pemenuhan kebutuhan dasar akan air bersih dan belum dapat memberikan manfaat lebih tinggi misalnya untuk pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat sekitar kawasan TNGGP. Indikator 2.a . dan 2.b. Keberlanjutan dimensi ekonomi juga terkait dengan minimisasi biaya produksi atau minimisasi biaya dalam memperoleh sumber daya, dalam hal ini dapat diartikan dengan minimisasi biaya atas pemanfaatan air yang telah dilakukan. Salah satu cara untuk menilai hal tersebut adalah dengan mengetahui rasio biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemanfaatan sumber daya air dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh masyarakat. Seluruh responden dari pihak pengguna non komersial ternyata mengeluarkan biaya yang sangat terjangkau sebagai iuran bulanan yaitu sebesar Rp. 5.000,- dari pendapatan rata-rata masyarakat yang berkisar antara Rp. 600.000,- sampai dengan Rp. 900.000,- per bulan. Apabila rasio tersebut dihitung secara persentase, maka nilai nominal iuran tersebut masih berada di bawah angka 20, yang menunjukkan bahwa masyarakat cukup memiliki keuntungan dengan pengeluaran yang sedikit namun dapat memperoleh manfaat yang cukup besar, seperti terpeliharanya sarana penampung air, sedangkan bagi dana yang telah terkumpul pada lembaga FORPELA maka akan dikembalikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemeliharaan sarana pemanfaatan air dan pemberdayaan masyarakat. Demikian pula halnya dengan pihak pengguna komersial yang menyatakan bahwa biaya pemanfaatan air yang dikeluarkan sekitar kurang dari 20 dari biaya operasional. Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi adalah sebesar 81.53 dan termasuk kategori Baik Berkelanjutan, dengan demikian air dari kawasan TNGGP memberikan manfaat yang tinggi bagi masyarakat sekitarnya dan menguntungkan bagi pengguna air karena membutuhkan pengorbanan yang relatif sedikit. Dimensi Kelembagaan Pada dimensi kelembagaan ditentukan dua kriteria keberlanjutan, yaitu : 1 Mekanisme institusi dapat digunakan untuk melindungi dan mengatasi potensi konflik Gleick 1998; dan 2 Dukungan kebijakan dalam kegiatan pemanfaatan air Okeola dan Sule 2011. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.67 dan 0.33. Hasil analisis dimensi kelembagaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil analisis dimensi kelembagaan Kriteria Indikator Nilai Skor Skor Tertinggi Normalisasi 1 a. Kapasitas organisasi pemerintah Sedang ada kejelasan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi pemerintah 1 2 50.00 b. Kapasitas koordinasi antar pihak pengelola kawasan BBTNGGP dan pihak pengguna sumber daya air FORPELA Baik memahami posisi dan peran masing-masing dan keterpaduan implementasi program bersama 2 2 100.00 Rata-rata presentase 75.00 Persentase kriteria 1 x bobot 0.67 50.38 2 Tingkat sinergitas kebijakan terkait pemanfaatan sumber daya air. Sedang kebijakan saling mendukung tetapi tidak terkoordinasi 1 2 50.00 Persentase kriteria 2 x bobot 0.33

16.42 Indeks Keberlanjutan

66.79 Hasil penilaian ketiga indikator 1.a, 1.b., dan indikator 2. yaitu kapasitas koordinasi, kapasitas organisasi, dan sinergitas kebijakan dilakukan berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh masing-masing stakeholders yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan air BB TNGGP, BPDAS Citarum-Ciliwung, BPSDA WS Ciliwung Cisadane Provinsi Jawa Barat, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor. Masing-masing stakeholders memiliki tupoksi yang berbeda secara ruang lingkup wilayah kerja, sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan data tersebut, dapat dinilai bahwa masing-masing stakeholders memilki kejelasan tupoksi, namun belum terlihat adanya bentuk dukungan yang nyata terhadap tupoksi antar instansi. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya perbedaan tupoksi antar instansi dimana pemerintah daerah mengutamakan pelayanan penyediaan air terhadap masyarakat, sedangkan pemerintah pusat lebih memprioritaskan fungsi perlindungan konservasi terhadap sumber daya air. Selain itu, adanya perbedaan wilayah kerja dan ruang lingkup program kegiatan masing-masing stakeholders, menyebabkan adanya perbedaan target dan sasaran program kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing stakeholders. Begitu pula halnya dengan adanya perbedaan peraturan turunan dari undang- undang yang diacu oleh masing-masing stakeholders, karena posisi instansi pemerintah yang tidak berada pada tingkat yang sama pemerintah daerah dan pemerintah pusat, menyebabkan masing-masing instansi masih belum menemukan pemahaman yang sama khususnya dalam konsep pembayaran jasa lingkungan Payment Environmental ServicesPES. Konsep kemitraan yang dibangun oleh BB TNGGP dan ESP-USAID dalam membentuk FORPELA sampai dengan saat ini dapat dinilai berjalan dengan baik, karena masing-masing pihak memahami peran dan posisinya, serta bersedia untuk melaksanakan kegiatan konservasi sumber daya air secara bersama-sama terpadu. Salah satu hal yang menjadi kendala adalah belum adanya legalitas yang dapat mendukung mekanisme pengelolaan dana pemanfaatan air, sehingga hal ini dapat menghambat keberhasilan pelaksanaan program kerja FORPELA. Beberapa kebijakan terkait pemanfaatan air yang ada saat ini, memiliki tujuan utama yang sama yaitu terwujudnya pengelolaan sumber daya air yang optimal agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Induk payung hukum yang diacu saat ini dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya air adalah UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, sedangkan untuk unit kawasan konservasi secara khusus mengacu pada UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP. No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA. Sampai dengan saat ini, beberapa kebijakan tersebut dapat dinilai saling mendukung, namun implementasi di tingkat lapangan cenderung kurang bersinergi, hal ini umumnya disebabkan lemahnya kapasitas koordinasi antar instansi pemerintah terkait, sehingga seolah-olah terlihat lebih mementingkan pencapaian sasaran program kegiatannya masing-masing. Para stakeholders cenderung melakukan koordinasi dalam bentuk sosialisasi kegiatan masing- masing pihak dan tidak secara berkala, serta bukan sebagai fasilitasi dalam menyusun keterpaduan perencanaan atau program terkait kegiatan pemanfaatan sumber daya air Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan adalah sebesar 66.79 dan termasuk kategori Cukup Cukup Berkelanjutan, dengan demikian untuk dapat mencapai keberlanjutan, kondisi kelembagaan yang terkait kegiatan pemanfaatan air membutuhkan beberapa upaya peningkatan kapasitas baik secara internal maupun secara eksternal, serta perlunya dukungan dari tingkat yang lebih tinggi berupa legalitas dalam pengaturan teknis lebih lanjut. Dimensi Teknologi Pada dimensi ini penilaian dilakukan terhadap hasil wawancara dan kuisioner yang telah dilakukan terhadap pihak pengguna air baik pengguna non komersial maupun pengguna komersial. Kriteria pada dimensi teknologi yaitu 1 Infrastruktur atau sarana dan prasarana yang mendukung untuk pemanfaatan air Sanim 2011 dan 2 Peningkatan kapasitas inovasi dalam teknologi konservatif pemanfaatan air Federal Council 2002 dalam Ochsenbein 2004. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.27 dan 0.73. Hasil analisis dimensi teknologi seperti dapat dilihat pada Tabel 24.