Indeks Keberlanjutan Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area
perubahan penutupan lahan yang semakin baik, maka secara tidak langsung menunjukkan bahwa potensi ketersediaan air kawasan TNGGP saat ini dalam
kondisi yang mencukupi.
Sebagai bahan perbandingan, apabila dilakukan perhitungan IPA pada tahun 2006 dan tahun 2009 dengan asumsi ketersediaan air untuk wilayah TNGGP
kabupaten Bogor tidak berubah sebagaimana data sebelumnya yaitu sebesar 178,731,899.997 m
3
tahun dan perhitungan mempertimbangkan kebutuhan air untuk desa pengguna di Kabupaten Bogor yang tersebar pada 4 empat
kecamatan yaitu Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung, kebutuhan air untuk pertanian yang terdapat pada keempat kecamatan tersebut, serta kebutuhan
industri sebagaimana data pengguna komersial pada tahun 2006 dan tahun 2009 FORPELA 2009. Pada tahun 2006 FORPELA telah mengelompokkan pengguna
komersial di Kabupaten Bogor terdiri dari 7 industri skala besar dan 3 industri skala kecil, kemudian pada tahun 2009 terdiri dari 9 industri skala besar, 18
industri skala sedang dan 3 industri skala kecil berdasarkan luas wilayah kerjanya. Dengan demikian, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut pada Tabel 20.
Berdasarkan hasil perhitungan IPA pada Tabel 20, terdapat kecenderungan peningkatan nilai IPA dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, yaitu dari nilai
0.034 menjadi 0.053. Hal ini menunjukkan peningkatan pengguna air dapat meningkatkan nilai IPA, meskipun masih tergolong sangat kecil dan selama nilai
IPA masih di bawah angka 0.5, maka potensi air air masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan pertanian atau masih berkelanjutan.
Tabel 20 Hasil perhitungan IPA pada pengguna air Kabupaten Bogor di Kecamatan Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung.
No. Tahun
Jumlah Penduduk
Luas Lahan
Pertanian Kebutuhan
Air Pertanian
a
Kebutuhan Air
Industri
b
Kebutuhan Air Total
c
IPA orang
Ha m3
m3 m3
1. 2006
131,042 3,256.400
2,295,371.232 1,436,070.600
6,122,958.332 0.034
2. 2009
153,269 5,023.436
3,540,919.215 3,046,114.800
9,384,193.265 0.053
Sumber :
a
Luas lahan pertanian x 704.88 m
3
Danudoro dalam Wiratno et al. 2004
b
Jumlah industri dikalikan dengan kebutuhan industri sesuai skala perusahaan.
c
Kebutuhan air penduduk jumlah penduduk x 50 lthari ditambah dengan kebutuhan
air industri dan pertanian.
Indikator 2.b. Kondisi kestabilan ketersediaan air dinilai berdasarkan
hasil wawancara dengan para pengguna air. Mayoritas pengguna air, khususnya masyarakat merasakan adanya penurunan kuantitas air pada bulan-bulan tertentu
dengan periode waktu kurang lebih 4-5 bulan setiap tahunnya yaitu rata-rata terjadi selama bulan Mei-September. Dalam hal ini, salah satu faktor yang diduga
mempengaruhi penurunan kuantitas air adalah kondisi iklim khususnya pada musim kemarau, karena berdasarkan jawaban para responden, Sebagaimana telah
dijelaskan dalam perhitungan IPL dan IPA sebelumnya, bahwa kawasan TNGGP memiliki nilai IPL dan IPA yang sangat baik sehingga hal ini turut menguatkan
bahwa kedua faktor peningkatan jumlah penduduk dan kemampuan kawasan TNGGP dianggap belum mempengaruhi penurunan kuantitas air yang terjadi.
Para responden juga menjelaskan meskipun tanpa bisa menyebutkan data secara
kuantitatif bahwa penurunan kuantitas air yang terjadi tidak terlalu berbeda jauh signifikan dan masih mampu memenuhi kebutuhan para pengguna air.
Indikator 3.a., 3b., dan 3.c. Perencanaan kegiatan upaya konservasi
sumber daya air untuk mendukung terjaganya ketersediaan air dari dalam kawasan TNGGP dilakukan oleh tiga pihak secara terpisah yaitu oleh BB TNGGP selaku
pihak pengelola kawasan, pihak pengguna air melalui program kerja tahunan FORPELA, serta oleh instansi pemerintah daerah sebagai salah satu stakeholders
terkait kegiatan pemanfaatan air. Upaya konservasi sumber daya air dilakukan melalui jenis kegiatan teknis seperti penanaman pepohonan khususnya di dalam
kawasan TNGGP dan pembuatan teras sengkedan untuk daerah luar kawasan TNGGP. Selain itu dilakukan juga kegiatan yang bersifat non teknis yang secara
tidak langsung melindungi kawasan TNGGP melalui peningkatan kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya keberadaan kawasan TNGGP sebagai sumber
air, yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Pada umumnya pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terpadu oleh dua pihak terutama antara pihak pengelola kawasan dan pihak pengguna air. Dalam
hal ini belum ada keterpaduan perencanaan dengan pihak pemerintah daerah dalam upaya konservasi sumber daya air karena belum adanya rencana
pengelolaan terpadu secara khusus terkait pemanfaatan air yang dapat melibatkan ketiga pihak tersebut.
Berdasarkan hasil penilaian ketiga indikator tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin intensif dilakukannya kegiatan konservasi sumber
daya air maka akan memperkecil kemungkinan timbulnya bencana dan dampak lingkungan yang terjadi terhadap kawasan TNGGP. Jenis kegiatan non teknis
seperti pemberdayaan masyarakat juga dapat turut melindungi kawasan secara tidak langsung dari potensi gangguan perambahan oleh masyarakat. Adapun
keterpaduan dalam pelaksanaan kegiatan konservasi tersebut dapat memberikan hasil yang lebih optimal dalam mendukung kelestarian sumber daya air itu sendiri.
Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 73.79 dan termasuk kategori Cukup Cukup Berkelanjutan, dengan demikian
untuk mendukung keberlanjutan fungsi ekologis kawasan TNGGP sebagai penyedia air diperlukan beberapa dukungan dari wilayah disekitarnya melalui
upaya pengurangan alih fungsi lahan kawasan hutan menjadi kawasan budidaya serta dukungan upaya-upaya konservasi sumber daya air dari ketiga pihak yaitu
pihak pengelola kawasan, pihak pengguna air, dan pihak pemerintah daerah.
Dimensi Sosial
Kriteria dimensi sosial terdiri dari pemerataan kesempatan dalam memperoleh sumber daya IDARio 2007 dalam Ochsenbein 2004 dan kepedulian
sosial dijalin dalam dan antar generasi, serta pada tingkat global Federal Council 2002 dalam Ochsenbein 2004. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria
tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.46 dan 0.54. Hasil analisis terhadap dimensi sosial dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil analisis dimensi sosial
Kriteria Indikator
Nilai Skor
Skor Tertinggi
Normalisasi
1 a.
Aksesibilitas pemanfaatan air
Terbuka air dapat dimanfaatkan
oleh pihak pengelola kawasan, pengguna air non
komersial, dan pengguna air komersial
2 2
100.00 b.
Faktor pembatas dalam pemanfaatan air
Sedang ada pembatas kualitatif
atau kuantitatif 1
2 50.00
Rata-rata presentase 75.00
Persentase kriteria 1 x bobot 0.46
34.64
2 a.
Persepsi pihak pengguna air dukungan
terhadap kegiatan konservasi sumber daya
air Tinggi
sebagai pendukung dana atau pelaksana
3 3
100.00 b.
Tingkat partisipasi pihak pengguna air
dalam kegiatan konservasi sumber daya
air ruang lingkup kegiatan konservasi
sumber daya air Tinggi
di lahan pribadi, lahan umum sekitar kawasan,
dan di dalam kawasan 3
3 100.00
c. Peranan lembaga pihak
pengguna air dalam pemanfaatan air
Sedang terlibat dalam
perencanaan dan pelaksanaan namun tidak
dalam evaluasi 2
3 66.67
Rata-rata presentase 88.89
Persentase kriteria 2 x bobot 0.54 47.84
Indeks Keberlanjutan 82.47
Keberlanjutan dapat dinilai dari adanya “equity” kesamaan pemerataan, dan dalam konsep pemanfaatan air berkelanjutan diperlukan syarat pemerataan
kesempatan yang sama bagi masyarakat dalam memperoleh air untuk kebutuhan mereka, baik untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, maupun untuk industri.
Sebagaimana disampaikan pula oleh peneliti Okeola dan Sule 2011 pemanfaatan air dalam dimensi sosial harus memenuhi persyaratan pemerataan dalam suatu
generasi “intergenerational equity”.
Pemerataan dalam kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP dapat dinilai dari aksesibilitas dalam pemanfaatan air yang telah berjalan dan apakha
terdapat faktor yang membatasi pihak pengguna dalam memanfaatkan air tersebut. Selain itu, dilakukan penilaian terhadap persepsi dan partisipasi pihak pengguna
dalam pelaksanaan kegiatan konservasi sumber daya air, karena hal ini sangat penting dalam mendukung fungsi kawasan TNGGP sebagai penyedia air,
sehingga memperoleh bobot yang lebih tinggi berdasarkan AHP.
Indikator 1.a . dan 1.b. Dalam rangka mewujudkan fungsi sosial dari air
sebagai barang publik, maka aksesibilitas masyarakat dalam memanfaatkan air di kawasan TNGGP bersifat terbuka, yaitu dapat digunakan oleh siapa saja dan
untuk tujuan penggunaan kebutuhan air bersih dan tujuan usaha. Meskipun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pihak
pengguna selama memanfaatkan air, antara lain yaitu tidak boleh memanfaatkan di atas debit sumber air yang digunakan dan kewajiban untuk mendukung upaya
konservasi sumber daya air melalui pelestarian, rehabilitasi, dan pengamanan terhadap kawasan TNGGP. Ketentuan-ketentuan ini masih bersifat kualitatif yang
dituangkan kedalam kesepakatan perjanjian kerjasama antara pihak pengelola dan pihak pengguna. Ditetapkannya ketentuan-ketentuan tersebut sebagai salah
satu faktor pembatas bagi pengguna agar dapat menggunakan air dengan efisien yaitu tidak melebihi kapasitas kawasan sebagai penyedia air dan sekaligus
menjadi upaya konservasi sumber daya air tersebut.
Indikator 2.a. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengguna air
tentang keterlibatan mereka dalam kegiatan konservasi sumber daya air, semua responden menunjukkan indikasi yang positif yaitu mendukung dan setuju akan
adanya kegiatan konservasi sumber daya air, dan terlibat secara penuh baik sebagai pendukung dana maupun sebagai pelaksana kegiatan. Pihak pengguna non
komersial yang merupakan masyarakat desa turut menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk membayar iuran kepada FORPELA melalui Kepala
Desa, dan ada pula yang melakukan pengelolaan dana swadaya oleh kelompok seperti Gapoktan Gabungan Kelompok Tani, dimana kedua dana tersebut
umumnya ditujukan untuk pemeliharaan sarana pemanfaatan air yang sudah ada.
Pihak pengguna air komersial umumnya berpartisipasi dalam bentuk
dukungan pendanaan kegiatan. Hal ini sangat wajar, mengingat kemampuan finansial yang dimiliki oleh pengguna air komersial sangat jauh di atas
kemampuan masyarakat.
Indikator 2.b. Kedua pengguna air bekerjasama dengan BB TNGGP
untuk kegiatan penanaman di dalam kawasan, sedangkan kegiatan penanaman di lahan umum sekitar desa dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Dengan demikian kedua kelompok pihak pengguna cukup aktif terlibat dalam kegiatan konservasi, karena mereka tidak membatasi pelaksanaan kegiatan pada
lahan di dalam kawasan tetapi juga pada lahan milik pribadi dan masyarakat, misalnya kegiatan penanaman pohon produktif di lahan umum sekitar desa.
Indikator 2.c. Dalam hal partisipasi dari lembaga pengguna air, dapat
dinilai berdasarkan hak dan kewajiban dalam MoU antara pihak BB TNGGP dan FORPELA. Dalam MoU tersebut tertulis bahwa perencanaan kegiatan dilakukan
bersama-sama oleh kedua belah pihak, namun khusus untuk kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pihak BB TNGGP dan disebutkan “dapat” melibatkan
pihak FORPELA. Hal ini menunjukkan partisipasi FORPELA masih belum optimal karena tidak selalu terlibat dalam evaluasi kegiatan. Selama ini
FORPELA menjalankan program kegiatannya terhadap masyarakat sekitar yang menjadi
desa penyangga
kawasan TNGGP,
misalnya melalui
program pembangunan pusat pembibitan pohon bank bibit, penanaman pohon endemik di
dalam kawasan
TNGGP, pelatihan
dan pengembangan
usaha produktif
masyarakat, serta program gerakan sadar lingkungan kepada masyarakat dan siswa.
Hasil analisis indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah sebesar 82.47 dan termasuk kategori Baik Berkelanjutan, dengan demikian air di
kawasan TNGGP memenuhi fungsi sosial yang optimal dalam pemenuhan kebutuhan air di sekitarnya dan tingkat kepedulian sosial pihak pengguna air baik
secara individu dan kelembagaan cukup tinggi terhadap konservasi sumber daya air di kawasan TNGGP.
Dimensi Ekonomi
Keberlanjutan dalam dimensi ekonomi seringkali ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berupa Pendapatan Domestik Regional
Bruto PDRB dalam suatu wilayah, namun dalam hal kegiatan pemanfaatan air di KPA, keuntungan atas kegiatan pemanfaatan air belum dapat dinilai secara khusus
dalam bentuk nominal. Oleh karena itu, dilakukan beberapa pendekatan kualitatif berdasarkan persepsi pengguna air melalui beberapa kriteria, yaitu : 1 Sumber
daya dapat memberikan peningkatan secara kualitatif Federal Council 2002 dalam Ochsenbein 2004 dan 2 Minimisasi biaya atas pemanfaatan air Okeola
dan Sule 2011. Berdasarkan hasil AHP, masing-masing kriteria tersebut memiliki bobot secara berturut-turut sebesar 0.74 dan 0.26. Hasil analisis dimensi ekonomi
dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Hasil analisis dimensi ekonomi
Kriteria Indikator
Nilai Skor
Skor Tertinggi
Normalisasi
1 a.
Bentuk manfaat air Sangat tinggi
Kebutuhan untuk rumah tangga, pertanian,
industri, dan pembangkit listrik
3 3
100.00 b.
Manfaat lebih atas penggunaan air
Sedang dapat memberikan
manfaat lebih bagi salah satu pengguna air, baik
non komersial atau komersial
1 2
50.00 Rata-rata presentase
75.00 Persentase kriteria 1 x bobot 0.74
55.42
2 a.
Rasio biaya pemanfaatan air
terhadap biaya total produksi pihak
pengguna air komersial Sangat Tinggi
Perbandingan antara biaya pemanfaatan SD air
dengan biaya total produksi biaya
operasional yaitu 20 4
4 100.00
b. Rasio biaya
pemanfaatan air terhadap pendapatan
masyarakat pihak pengguna air non
komersial Sangat Tinggi
Perbandingan antara biaya pemanfaatan SD air
dibandingkan dengan penghasilan yaitu 20
4 4
100.00 Rata-rata presentase
100.00 Persentase kriteria 2 x bobot 0.26