25 Gambar 11. Histologi zooxanthellae pada perbesaran 10x10 dan perbesaran 10x40 pada hari ke-0, 15, dan 30. Kiri: Anemon 2 pada
akuarium 1 kontrol; kanan: Anemon 1 pada akuarium 2 Perlakuan
H a
ri k
e -0
H a
ri k
e -15
H a
ri k
e -30
4.2. Pembahasan 4.2.1. Kondisi kualitas air
Kondisi kualitas air pada lingkungan terkontrol dalam masa eksperimen penelitian ini masih berada kisaran aman bagi biota anemon dan ikan badut yang
dipelihara. Hal tersebut didasarkan pada penelitian Cervino et al. 2003 yang memelihara anemon dengan parameter kualitas air yang dimonitor berada dalam
kisaran berikut : suhu 28
o
C, salinitas 35‰, pH 8,10-8,3, nitrit 0,2 mgL, dan ammonia 0,1 mgL. Kemudian, Nursaiful 2004 menyatakan bahwa beberapa
parameter kualitas air yang ideal bagi pemeliharaan biota laut pada akuarium adalah sebagai berikut : suhu 25
o
C-27
o
C, salinitas 34‰-36‰, pH 8,2-8,6, nitrit
1,0 mgL-3 mgL, dan ammonia 0,1 mgL-1 mgL.
4.2.2. Penampakan visual morfologi anemon
Penurunan kecerahan warna anemon pada penelitian ini terjadi pada anemon di akuarium kontrol dan perlakuan. Diketahui bahwa perubahan warna menjadi
lebih pucat menandakan bahwa anemon mengalami peristiwa bleaching. Bleaching dapat terjadi pada berbagai organisme yang bersimbiosis dengan alga
dinoflagellata zooxanthellae Douglas, 2003. Bleaching didefinisikan sebagai terganggunya simbiosis yang terjadi antara anemon inang dengan alga
endosimbiotik zooxanthellae disebabkan terlepasnya alga simbion tersebut dari jaringan anemon dan atau hilangnya pigmen alga tersebut. Bleaching dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti suhu yang tinggi, radiasi, salinitas rendah, sedimen, paparan sianida, penurunan suhu air laut, dan infeksi bakteri.
Semua faktor ini dapat menyebabkan bleaching di laboratorium maupun di alam
Hoegh-Guldberg, 1999, Brown, 2000, dan Ben-Haim dan Rosenberg, 2002 in Douglas, 2003.
Ulfa 2009 dalam penelitiannya yang menguji ketahanan anemon dengan tiga jenis penyinaran yang berbeda menyatakan bahwa terjadinya bleaching pada
anemon yang dipelihara disebabkan perbedaan ketahanan yang dimiliki masing- masing sampel berbeda-beda. Perbedaan ketahanan yang berbeda tersebut
dipengaruhi oleh lokasi pengambilan anemon. Anemon yang digunakan diambil langsung dari habitat aslinya dengan lokasi pengambilan yang berbeda-beda yang
mempengaruhi pola adaptasi anemon pada lokasi tersebut sehingga tingkat ketahanan anemon terhadap perubahan kondisi lingkungan pun berbeda-beda. Hal
tersebut juga terjadi pada penelitian ini, sehingga menjelaskan terjadinya perbedaan kondisi morfologi anemon pada akuarium kontrol dan perlakuan.
Warna awal yang terlihat saat hari ke-0 pada anemon di akuarium kontrol dan perlakuan memperihatkan warna anemon pada akuarium kontrol terlihat lebih
cerah dibandingkan warna anemon di akuarium perlakuan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa anemon pada akuarium kontrol dapat beradaptasi lebih
baik dengan kondisi lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan anemon pada akuarium perlakuan dilihat dari kestabilan warnanya.
4.2.3. Hubungan simbiosis antara anemon dan ikan badut
Berdasarkan data visual yang telah dikemukakan pada subbab hasil, tidak
banyak informasi yang diperoleh dari interaksi antara ikan badut dan anemon.
Mariscal 1970 menyatakan bahwa ikan badut menerima perlindungan dari serangan predator dengan bersembunyi di antara tentakel anemon yang
mengandung nematocyst, dengan menjadi kurang rentan terhadap serangan
penyakit, dan dengan mendapatkan makanan yang berasal dari jaringan tubuh mangsa, material buangan, dan krustase simbion anemon. Di sisi lain, anemon laut
juga mendapatkan keuntungan yang sama. Selain itu,Hattori 1991, Srinivasan et al. 1999, dan Elliott dan Mariscal 2001 in Shuman, et al.2005 menjelaskan
bahwa terdapat hirarki sosial dalam populasi ikan badut yang menghuni satu individu atau koloni anemon. Hal tersebut terjadi ketika pasangan ikan dewasa
dominan akan berusaha untuk mengusir ikan badut lain maupun ikan yang lebih muda juvenil dari anemon yang sedang pasangan tersebut inangi. Keadaan
berbeda terjadi dalam eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini dimana lingkungan akuarium yang terkontrol, ketersediaan makanan, ketidakberadaan
pemangsa bagi anemon dan ikan badut, serta ketidakberadaan pesaing bagi ikan badut untuk memperoleh makanan dan tempat berlindung menjadikan beberapa
bentuk interaksi yang terjadi di alam tidak terjadi di akuarium. Interaksi lainnya yang dapat terjadi pada ikan badut dan anemon adalah ikan
badut membersihkan sela-sela tentakel anemon dari parasit dan kotoran yang menempel, sehingga mengurangi kemungkinan anemon terserang penyakit
Mariscal, 1970. Hal tersebut tidak dapat dipastikan terjadi dalam penelitian ini dikarenakan lama waktu pengamatan yang terbilang singkat yang hanya dilakukan
bersamaan dengan waktu pengamatan morfologi anemon. Perbedaan kenampakan tentakel terjadi antara anemon kontrol dengan
anemon perlakuan. Anemon yang diinangi oleh ikan badut perlakuan terlihat lebih menegang dan menipis dibandingkan anemon yang tidak diinangi oleh ikan
badut, terutama saat ikan badut bergerak aktif di sela-sela tentakel. Madhu, et al. 2009 dalam penelitiannya yang memelihara tiga jenis anemon bersamaan