Kerangka Berfikir KERANGKA TEORI

memahami kandungan Al-Quran dengan topik tertentu yang berkaitan dengan poligami, yang kemudian dikorelasikan dengan konsep keadilan dalam Al-Quran. Terdapat pula sebuah artikel oleh Adian Husaini pada Minggu 21 April 2006 yang mengkaji pendapat Muhammad Quraish Shihab tentang Jilbab Pakaian Wanita Muslimah. Ia mengkritisi bahwa kesimpulan Quraish Shihab bahwa jilbab adalah masalah khilafiyyah seyogyanya diklarifikasi, karena yang menjadi masalah khilafiyyah di antara para ulama ‟tidak jauh-jauh dari masalah „sebagian tangan, wajah, dan sebagian kaki‟; tidak ada perbedaan di antara para ulama” tentang wajibnya menutup dada, perut, punggung, paha, dan pantat wanita, misalnya. 5 Berdasarkan beberapa kajian terdahulu yang penulis rangkum maka perbedaan dengan fokus telaah di dalam buku ini adalah pada pemetaan pola pikir Hamka dan Quraish di bidang tafsîr. Khususnya mengenai penafsiran beliau yang membahas tentang perceraian, jilbab dan karir perempuan.

B. Kerangka Berfikir

Kerangka teori penelitian ini adalah ilmu tafsir Al-Quran, khususnya yang terkait dengan tafsir Al-Azhar karya Hamka dan tafsir Al-Misbah karya Quraish. Al-Quran adalah sumber ajaran Islam, kitab suci yang menempati posisi sentral bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an tapi juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan ummat Islam sepanjang sejarah perkembangannya 6 . Jika demikian halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran melalui penafsirannya mempunyai peran yang sangat besar dalam maju- mundurnya ummat, sekaligus penafsiran itu dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka. Jika pada masa Nabi setiap persoalan yang muncul bisa ditanyakan langsung pada Rasul, maka pasca wafatnya beliau, para sahabat, tabi‟in, tabi-tabi‟in, bahkan ummat Islam berijtihad menggali pesan-pesan yang dikandung Al-Quran. Sehingga aktivitas tafsir menjadi kegiatan yang paling banyak digeluti kaum muslimin. Tafsir menjadi sesuatu yang mendapat perhatian besar sebagai upaya menemukan solusi Al- 5 Adian Husaini, “Mendiskusikan Jilbab di Pusat Studi Al-Quran” dalam http:www.hidayatullah.com, 1 November 2009 6 Hasan Hanafi, Al-yamin wa Al-yasar Al-dini, Madbuli Mesir, 1989, hlm.77. Quran bagi setiap problem kemanusiaan di segala tempat dan waktu, karena sifat Al- Quran yang diyakini sholeh likuli zaman wa makan. Sebagian mufasir lebih condong kepada sumber tafsir bil ma‟tsur yaitu tafsir yang mengandalkan penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran dan penafsiran Al-Quran dengan riwayat- riwayat Nabi dan sahabat serta tabi‟in. Sebagian lainnya lebih condong kepada tafsir bil ra‟yi yaitu tafsir yang mengandalkan penalaran Sejarah Al-Quran dan tafsirnya di Indonesia sejalan dengan masuknya Islam ke Indonesia. Secara singkat, kajian penafsiran Al-Quran di Indonesia dirintis oleh Abdul Ra‟uf Singkle yang menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa Melayu pada abad ke-17. Beliau belajar di Saudi Arabia sejak 1640 dan baru kembali tahun 1661. Tafsirnya “Turjuman al-Mustafid”. Tafsir ini merupakan terjemahan ringkas dari tafsir Jalalain, meskipun ada juga saduran dari Tafsir Al-Baidhawi dan Tafsir Al-Khazin. Karya Singkle ini telah dijadikan rujukan oleh seluruh pesantren di nusantara karena Tafsir Jalalain telah menjadi tafsir standar bagi pemula. Tafsir ini bertahan selama tiga abad. Upaya Singkel merintis penafsiran Al-Quran di Nusantara berhasil menggugah ulama-ulama lainnya untuk mengikuti jejaknya apalagi perkembangan selanjutnya ditandai dengan banyaknya generasi muda nusantara yang mengembara ke pusat peradaban Islam di Timur Tengah untuk belajar Islam. Ketika mereka kembali, mereka tentu saja membawa info-info tentang perkembangan aktual di Timur Tengah yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan Islam di Indonesia. Maka munculah nama- nama ulama tafsir seperti, A. Hasan Bandung Al-Furqan, 1928, Mahmud Yunus Tafsir Qur‟an di Indonesia, 1935, Munawar Khalil Tafsir Al-Quran Hidayah al- Rahman, 1952, Halim Hasan Tafsir Al-Quran al-Karim, 1955, Zainuddin Hamidi Tafsir Al-Quran, 1959, Iskandar Idris dan Qosim Bakri Tafsir Al-Quran al-Hakim, 1960, Bisri Mustafa Rembang Al-Idris, 1960, Hasbi Asyiddiqi Tafsir al-Bayan, 1966, KH R Mohamad Adnan Al-Quran Suci basa Jawi, 1969, Bakri Syahid Al- Huda, 1972, Hamka Tafsir Al-Azhar, 1962-1973, Tafsir Depag pada tahun 1975, Surin Bakhtiar Terjemah dan Tafsir Al-Quran, Huruf Arab dan Latin, 1978, Quraish Syihab Tafsir Al-Misbah, 2004. Mengenai sumber rujukan utama tafsir Nusantara, berasal dari karya-karya ulama Timur Tengah. Di antara tafsir klasik yang mencapai reputasi internasional adalah “Marah Labid” karya Imam Nawawi. Karyanya diterbitkan di berbagai tempat, di Cairo, Mekkah, Bombay, Pineng, Singapura, dan Jakarta, bahkan sampi Afrika Selatan. Ia mewarani ke-Islam-an penduduk nusantara utamaanya kawasan Melayu, Sumatera. Materi tafsir punpun berkembang menjadi lebih luas, mereka telah mengutip karya-karya bahasa Arab secara selektif, berbeda dengan periode sebelumnya yang lebih banyak merupakan hasil saduran. Beberapa karya pada periode modern mampu menggapai popularitas tinggi di dunia muslim, misalny a “Tafsir al-Furqan” karya Ahmad Hasan, tafsir M. Yunus yang telah mencapai cetak ulang sampai tujuh puluh kali. Seiring dengan perkembangan tafsir, metodologi tafsir juga berkembang. Dari sisi penulisan dikenal metode tahlilianalisa, global, muqoron dan maudhu‟i atau tematik. sedangkan corak tafsir juga terus bertambah, maka munculah corak tafsir kebahasaan, balaghi, fiqh, sufi, falsafi, ilmi, adabi ijtimai hida‟ dan tarbawi. Perkembangan penafsiran di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pembaharuan yang berlangsung di Timur tengah, Di sisi lain, pengiriman dosen-dosen ke Barat telah mempengaruhi penafsiran. Berbagai karya muslim di Barat telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia seperti Tafsir Shahrur dan karya Fazlul Rahman “Tema-tema Al- Quran” tafsir-tafsir tentang kajian wanita, tafsir emansipatoris, hermeneutik dan lain- lain. Semua karya-karya ini mempengaruhi isi penafsiran Al-Quran. Pembaharuan telah membawa pengaruh terhadap penafsiran sat kajian tafsir semakin meluas. Tuntutan keadilan dan kesetaraan perempuan dengan laki-laki memunculkan kajian-kajian yang berorientasi sosial. Tema-tema terkait masalah perempuan banyak digagas dan disosialisasikan sebagai bentuk kepedulian agama terhadap perempuan. Metode adabi ijtima‟i atau sosial budaya telah mengaitkan penafsiran dengan berbagai problematika yang terjadi di masyarakat untuk mencari solusinya. Maka munculah tafsir dengan nuansa pembaharuan dengan ciri lokalitas masing-masing, sesuai dengan waktu dan tempat dimana mufasir hidup dan berada. Berdasarkan paparan diatas, penelitian ini dapat dirumuskan, dan dari tema penelitian perempuan dalam tafsir Al-Azhar karya Hamka dan tafsir Al-Misbah karya Quraish. Akan memunculkan kenyataan adanya hubungan yang kental antara tafsir, feomena masyarakat dan problematikanya serta ciri lokalitas penafsiran.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN