Analisis Karbon Terikat Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Pohon Mahoni Dan Jati Di Lahan Reklamasi Bekas Tambang Pasir Gumulung Tonggoh, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

(1)

GUMULUNG TONGGOH,

KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT.

FITRI KUSUMADEWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Karbon Terikat Di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Pohon Mahoni dan Jati Di Lahan Reklamasi Bekas Tambang Pasir Gumulung Tonggoh, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.” Adalah benar-benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

Fitri Kusumadewi


(3)

in Mahagony and Teak at Sand Mining-Over Gumulung Tonggoh, Cirebon, West Java. Under direction of BASUKI WASIS and BAMBANG HERO SAHARDJO.

Forest ecosystem plays a very important role in the cycle global carbon. The forests are an emitter and sinker corbondioxide (CO2) of and into the atmosphere. When

the forest lost, the function of plants as an absorbent of CO2 will be lost, too. The

study of the content of fix carbon was done on the land reclamation former mine sand Gumulung Tonggoh, Cirebon, West Java. Land mining over usually turns its characteristics that can be an effect to plant if we planted. Research is aimed to observe in biomass above-ground and of the fix carbon in the land of former sand mining and to formulate allometric equation to predict the total above-ground biomass and the fix carbon. The number of trees in this research is 17 Mahagoni trees and 8 of Teak trees. Destructive of sampling used to obtain a sample in which the diameter breast height ( dbh ) and height used as predictors to dry the total weight of above-ground biomass. Allometric equations can be used to estimate biomass above the surface and fix carbon. The results show that the model could be built to follow the prediction formula W = 0,3006 D1,957 (Mahogany) and W = 0,1496 D2,438 (Teak) for above ground biomass estimation, C = 0,1233 D2,066 (Mahogany) and C = 0,0198 (D2H)1,153 to estimate carbon content. The total aboveground biomass on land reclamation of a former sand is 67,4 tons/ha for mahogany and 42,22 ton/ha for teak. On the other hand, fixed carbon content can also be predicted from biomass that 35,04% percent (mahogany) and 20,18% (teak) of a tree is fixed carbon content.


(4)

 

RINGKASAN

FITRI KUSUMADEWI.

Analisis Karbon Terikat Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Pohon Mahoni Dan Jati Di Lahan Reklamasi Bekas Tambang Pasir Gumulung Tonggoh, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dibimbing oleh BASUKI WASIS sebagai ketua dan BAMBANG HERO SAHARJO sebagai anggota.

Perubahan penggunaan lahan dari hutan atau kebun menjadi kawasan tak bervegetasi seperti contohnya pertambangan, menyebabkan tanah menjadi terbuka. Tanah yang sudah kehilangan fungsinya akibat perubahan karakteristik fisik, kimia dan biologi memerlukan bantuan manusia untuk mengembalikan sifat-sifat tanah yang penting agar tanah kembali berfungsi sebagai media tumbuh tumbuhan.. Perubahan penggunaan lahan mempunyai pengaruh terhadap jumlah CO2 yang terdapat di atmosfer. Sebagai usaha pengembalian fungsi lahan sebagai tempat tumbuh tanaman penyerap karbon di lahan bekas tambang, pemerintah mewajibkan para pengusaha tambang untuk melakukan pemulihan terhadap lahan yang ditambang sehingga dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya, kegiatan ini disebut reklamasi. Di lahan bekas tambang yang telah direklamasi maka akan tumbuh vegetasi baru yang akan kembali menyerap CO2 sebagai bahan baku fotosintesisnya, sehingga dapat mengurangi jumlah CO2 di udara. Kemampuan tumbuhan dalam menyerap CO2 bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor. Diantaranya faktor jenis dan tempat tumbuh. Penelitian sebelumnya tentang hubungan tempat tumbuh dan karbon menyatakan bahwa tempat tumbuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap simpanan karbon. Tempat tumbuh yang baik akan mendukung tanaman yang tumbuh di atasnya dengan optimal, saat tumbuhan dapat tumbuh optimal maka fungsinya sebagai penyerap karbon pun akan optimal. Sebaliknya apabila tempat tumbuh terganggu maka akan berpengaruh juga terhadap kemampuannya menyimpan karbon. Seiring dengan isu yang sedang marak saat ini, kemampuan jenis pohon yang digunakan dalam reklamasi juga sebaiknya mempertimbangkan kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon. Karbon tersimpan dalam bentuk biomassa pada tanaman, untuk mengetahui seberapa besar vegetasi hasil reklamasi dapat menyerap dan menyimpan karbon, maka perlu dilakukan suatu penelitian di lahan reklamasi pasir.

Penelitian ini dilakukan pada tanaman Mahoni dan Jati di lahan reklamasi bekas tambang pasir Gumulung Tonggoh. Analisis data lapangan dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu Fakultas Kehutanan IPB. Metode yang digunakan adalah metode destruktif pada pohon-pohon terpilih di 3 petak yang dipilih dari 5 petak yang sebelumnya telah ditentukan untuk analisis vegetasi. Setelah analisis vegetasi dilakukan, ditentukan pohon-pohon yang akan ditebang.Jumlah sampel pohon yang ditebang adalah 25 pohon, 17 pohon Mahoni dan 8 pohon Jati. Dari pohon-pohon yang ditebang ini diambil sampel untuk analisis karbon dan selanjutnya dianalisis dilaboratorium.


(5)

Tanaman Mahoni dan Jati di lokasi penelitian merupakan tegakan murni, ditanam dengan jarak 2 x 2,5 meter dan 2,5 x 6 meter sejak tahun 2005. Kerapatan Mahoni adalah 1333 ind/Ha sedangkan Jati adalah 667 ind/Ha.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan diameter maupun per bagian pohon. Secara umum, kadar air kayu pohon Mahoni dan Jati berdiameter di atas 16 cm lebih kecil daripada kelas diameter lainnya untuk setiap bagian pohon. Berat jenis kayu Mahoni dan Jati di lahan bekas tambang Gumulung Tonggoh menunjukkkan nilai yang semakin menurun dari batang ke ranting. Rata-rata berat jenis kayu Mahoni adalah 0,54 dan Jati adalah 0,53. Hasil analisis kadar abu menunjukkan persentase tertinggi terdapat pada batang dan yang terkecil terdapat pada daun.

Untuk analisis data, model penduga biomassa dan karbon terikat pada Mahoni dan Jati dibangun melalui analisis regresi dengan menggunakan 4 persamaan dasar. Persamaan W = 0,3006 D1,957 dan C = 0,1233 D2,066 dipilih untuk menuga biomassa dan karbon terikat pada tanaman Mahoni. Sedangkan pada Jati, persamaan yang dipilih adalah W = 0,1496 D2,438 dan C = 0,055 D2,618. Dengan menggunakan persamaan tersebut, potensi biomassa dan karbon terikat di lahan bekas tambang berhasil diperoleh, yaitu untuk potensi biomassa Mahoni diduga sebesar 67,4 ton/Ha dengan kandungan karbon terikatnya 23,18 ton/Ha; sedangkan untuk potensi biomassa Jati diduga sebesar 42,22 ton/Ha dan kandungan karbon terikatnya sebesar 8,82 ton/Ha. Bila dilihat secara keseluruhan, karbon terikat yang dikandung oleh biomassa Mahoni dan Jati adalah 35,18 % dan 20,16 %.

Perbandingan secara langsung yang dilakukan antara biomassa dan karbon terikat Mahoni serta Jati di lahan bekas tambang dengan tanaman jenis yang sama yang berada di kawasan Perum Perhutani KPH Cianjur memperlihatkan bahwa biomassa dan karbon kedua jenis tersebut bahwa tanaman Mahoni dan Jati di lahan bekas tambang menghasilkan biomassa dan karbon yang lebih besar. Tapi ini tidak berarti menunjukkan bahwa lahan bekas tambang mendukung pertumbuhan lebih baik dari lahan yang tidak pernah terganggu. Masih diperlukan pengamatan di lahan bekas tambang pasir agar bisa diketahui bagaimana produktivitas tanaman-tanaman tersebut di masa depan.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(7)

ANALISIS KARBON TERIKAT DI ATAS PERMUKAAN

TANAH PADA TEGAKAN POHON MAHONI DAN JATI

DI LAHAN REKLAMASI BEKAS TAMBANG PASIR

GUMULUNG TONGGOH,

KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT.

FITRI KUSUMADEWI

Tesis

Sebagai satu syarat untuk melakukan penelitian

Magister Sains Mayor Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada : 1. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku ketua Komisi pembimbing dan Prof. Dr.

Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi saat ujian tesis atas saran dan masukannya.

3. Kepala Badan Lingkungan Hidup dan seluruh staf BLDH Kab Cirebon atas bantuan selama pengambilan data di lapangan.

4. Bapak Haji Permadi dan Haji Giman yang telah memperbolehkan penulis melakukan pengambilan data bahkan menebang pohon yang telah dirawat selama ini sebagai sampel penelitian.

5. Bapak Supriatin, laboran Laboratorium Kimia Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB atas bantuan saat menganalisis sampel di laboratorium.

6. Ibunda Hj. Murwani Hane, Kakanda Farida Damayanti dan keluarga serta Adinda Airin Triwahyuni dan keluarga atas doa, kasih sayang, dukungan dan kesabarannya yang membantu penulis dalam menyusun tesis ini. 7. Teman-teman SVK 2009 dan adik-adik mahasiswa Pascasarjana SVK atas

kecerian dan senda guraunya disaat yang menegangkan

8. Ibu Oemijati, Ibu Rima, Laswi Irmayanti dan Mahardika Putra atas masukan dan sarannya serta semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 September 1978 di Blitar, Jawa Timur sebagai anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan H. Abdul Rifai Hane (Alm) dan Hj. Murwani.

Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang SMTA di Sekolah Menengah Umum (SMUN) Negeri 8 Bandung pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan S1 melalui jalur UMPTN dan diterima di Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan S1 di tahun 2002, dengan karya ilmiah berjudul “Aplikasi ANSWERS dalam Memprediksi Aliran Permukaan dan Sedimen di Sub DAS Cipeureu Gunung Walat pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan”. Penulis bekerja sebagai staf Human Resource Development di PT. Indoporlen sejak tahun 2003 – 2008. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi Silvikultur Tropika Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis memilih judul penelitian “Analisis Karbon Terikat di Atas Permukaan Tanah pada Tegakan Pohon Mahoni dan Jati di Lahan Reklamasi Bekas Tambang Pasir Gumulung Tonggoh, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...

x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ...

1

1.1.

Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesa Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Kerangka Pemikiran ... 5

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pertambangan dan Dampak Pertambangan ... 6

2.2. Biomassa dan Sekuestrasi Karbon ... 6

2.3. Kandungan Karbon ... 7

2.4. Pendugaan dan Pengukuran Biomassa ... 8

2.5. Model Pendugaan Biomassa dan Karbon ... 12

2.6. Penelitian Karbon Sebelumnya ... 13

III.BAHAN DAN METODE ... 14

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 14

3.3. Data ... 14

3.4.Variabel Yang Diamati ... 14

3.5. Metode Penelitian ... 15

3.6. Analisis Data ... 19

IV. KONDISI UMUM ... 23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil ... 25


(12)

5.1.2. Pemilihan Pohon ... 26

5.1.3. Berat Jenis dan Kadar Air ... 27

5.1.4. Potensi Biomassa di Atas Permukaan Tanah ... 29

5.1.5. Potensi Karbon Terikat ... 30

5.1.6. Pembuatan dan Pemilihan Model Penduga Biomassa dan Karbon Terikat ... 31

5.1.6.1. Model Penduga Biomassa Mahoni dan Jati ... 31

5.1.6.2. Model Penduga Karbon Terikat Mahoni dan Jati ... 36

5.1.7. Menduga Total Biomassa dan Karbon Terikat pada Mahoni dan Jati ... 37

5.1.8. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa ... 38

5.2. Pembahasan ... 39

5.2.1. Komposisi Tegakan dan Analisis Vegetasi ... 39

5.2.2. Berat Jenis dan Kadar Air ... 40

5.2.3. Potensi Biomassa di Atas Permukaan Tanah ... 40

5.2.4. Potensi Karbon Terikat ... 41

5.2.5. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa ... 42

5.3. Analisis Kandungan Karbon Mahoni dan Jati di Lahan Reklamasi Gumulung Tonggoh ... 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 47


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karbon (ton/Ha) pada Berbagai Tipe Hutan ... 22

2. Komposisi Tegakan Mahoni dan Jati di Lokasi Penelitian ... 26

3. INP Tingkat Semai Jenis Lain pada Tegakan Mahoni ... 27

4. INP Tumbuhan Bawah di Tegakan Mahoni ... 27

5. Rata-rata Berat Jenis Mahoni dan Jati ... 28

6. Persentasi kadar air Mahoni dan Jati per Bagian Pohon berdasarkan Kelas Diameter ... 28

7. Potensi Biomassa di Atas Permukaan Tanah Pohon Mahoni terpilih ... 29

8. Potensi Biomassa di Atas Permukaan Tanah Pohon Jati terpilih... 30

9. Potensi Karbon Terikat Tanaman Mahoni Pohon Terpilih ... 30

10. Potensi Karbon Terikat Tanaman Jati Pohon Terpilih ... 31

11. Model Persamaan Penduga Biomassa pada Mahoni ... 32

12. Model Persamaan Penduga Biomassa pada Jati ... 33

13. Model Persamaan Penduga Karbon Terikat pada Mahoni ... 34

14. Model Persamaan Penduga Karbon Terikat pada Jati ... 35

15. Potensi Biomassa Tanaman Mahoni dan Jati di Atas Permukaan Tanah ... 36

16. Potensi Karbon Terikat Tanaman Tanaman Mahoni dan Jati di Atas Permukaan Tanah ... 37

17. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa pada Mahoni ... 37

18. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa pada Jati ... 38

19. Beberapa Karekteristik Tanah di Lahan Reklamasi Gumulung Tonggoh ... 42

20. Potensi Biomassa dan Karbon di Gumulung Tonggoh dan KPH Cianjur ... 44


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka Pemikiran………. 5 2. Peta Lokasi Lahan Bekas Tambang Pasir Gumulung Tonggoh…….. 23 3. Lokasi Penelitian a) Tegakan Jati, b) Tegakan Mahoni……….. 25


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Lay Out Petak Contoh Penelitian ... 52 2. Rekap Data Analisis Vegetasi Tingkat Semai Jenis Lain dan

Tumbuhan Bawah ... 53 3. ANOVA Model Persamaan Penduga Biomassa pada

4. ANOVA Model Persamaan Penduga Biomassa pada Jati ... 55 5. ANOVA Model Persamaan Penduga Karbon Terikat pada Mahoni ... 56 6. ANOVA Model Persamaan Penduga Karbon Terikat pada Jati ... 57 7. Bentuk Hubungan antara biomassa tiap bagian Pohon Mahoni dengan

Diameter setinggi dada ... 58 8. Bentuk Hubungan antara biomassa tiap bagian Pohon Jati dengan..

Diameter setinggi dada ... 59


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan dan perubahan iklim berkaitan erat karena ekosistem ini mempengaruhi iklim melalui penyerapan dan akumulasi karbon pada kayu, daun dan tanah. Ketika hutan terbakar atau selama penebangan dan pemanenan, karbon dilepaskan ke atmosfir. Konversi hutan menyumbangkan sekitar 20% dari emisi CO2 tahunan, dan selama 150 tahun terakhir telah diperkirakan memberikan kontribusi 30% penumpukan CO2 dari atmosfer (IPCC 2001). Deforestasi memiliki dampak dua kali lipat pada siklus karbon, melalui penurunan kapasitas fotosintesis dan melalui pelepasan cadangan karbon yang telah terakumulasi dalam ekosistem hutan dan karbon yang terkandung dalam bahan organik tanah (Apps MJ, Bernier P, Bhatti JP et al. 2006). Kuantifikasi peran hutan sebagai sumber emisi karbon dan dalam peran mereka sebagai penyerap karbon telah menjadi kunci untuk memahami siklus karbon global (FAO 2006).

Penyebab utama dari deforestasi adalah pembukaan hutan dan konversi menjadi padang rumput dan lahan pertanian untuk kebutuhan pertanian, meskipun itu bisa diperburuk oleh sejumlah faktor lain, seperti pembangunan jalan akses atau pertumbuhan di pasar kayu regional. Berlawanan dengan yang telah diyakini luas, hanya sebagian kecil dari deforestasi berakibat langsung dari penebangan, meskipun pembalakan liar sebagian besar bertanggung jawab atas penggundulan hutan tropis di Asia Tenggara (Reid et al. 2004).

Perubahan penggunaan lahan dari hutan atau kebun menjadi kawasan tak bervegetasi seperti contohnya pertambangan, menyebabkan tanah menjadi terbuka. Setelah lahan tambang tersebut diambil kandungan mineralnya maka yang tersisa dari lahan tersebut adalah kondisi tanah yang kehilangan fungsinya sebagai media tumbuh bahkan kadang malah bersifat toksik untuk mahluk hidup lainnya. Tanah yang sudah kehilangan fungsinya akibat perubahan karakteristik fisik, kimia dan biologi memerlukan bantuan manusia untuk mengembalikan sifat-sifat tanah yang penting agar tanah kembali berfungsi sebagai media tumbuh tumbuhan. Sebab tumbuhan adalah satu-satunya mahluk hidup yang dapat


(17)

merubah energi matahari dan CO2 menjadi bentuk energi lainnya. Saat tumbuhan dapat kembali berfungsi sebagai penyerap CO2 maka tumbuhan itu akan menjaga keseimbangan CO2, sedangkan saat lahan bervegetasi di konversi, maka sejumlah CO2 yang awalnya diserap oleh tanaman dan digunakan dalam fotosintesis menjadi bebas di atmosfer dan akhirnya menambah jumlah CO2 di atmosfer. Perubahan penggunaan lahan mempunyai pengaruh terhadap jumlah CO2 yang terdapat di atmosfer.

Sebagai usaha pengembalian fungsi lahan sebagai tempat tumbuh tanaman penyerap karbon di lahan bekas tambang, pemerintah mewajibkan para pengusaha tambang untuk melakukan pemulihan terhadap lahan yang ditambang sehingga dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya, kegiatan ini disebut reklamasi. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 60 Tahun 2009, reklamasi adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya. Di lahan bekas tambang yang telah direklamasi maka akan tumbuh vegetasi baru yang akan kembali menyerap CO2 sebagai bahan baku fotosintesisnya, sehingga dapat mengurangi jumlah CO2 di udara.

Kemampuan tumbuhan dalam menyerap CO2 bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor. Diantaranya faktor jenis dan tempat tumbuh. Penelitian Lubis (2011) menyatakan bahwa tempat tumbuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap simpanan karbon. Tempat tumbuh yang baik akan mendukung tanaman yang tumbuh di atasnya dengan optimal, saat tumbuhan dapat tumbuh optimal maka fungsinya sebagai penyerap karbon pun akan optimal. Sebaliknya apabila tempat tumbuh terganggu maka akan berpengaruh juga terhadap kemampuannya menyimpan karbon.

Lahan bekas tambang pasir mengalami perubahan sifat fisika, biologi dan kimia tanahnya, sedikit banyak mengakibatkan dampak terhadap daya dukung tanah terhadap vegetasi yang tumbuh diatasnya. Hal ini menjadikan pemilihan jenis pohon yang ditanam saat reklamasi tambang menjadi penting untuk memenuhi tujuan reklamasi dilakukan. Seiring dengan isu yang sedang marak saat ini, kemampuan jenis pohon yang digunakan dalam reklamasi juga sebaiknya mempertimbangkan kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon.


(18)

Karbon tersimpan dalam bentuk biomassa pada tanaman, untuk mengetahui seberapa besar vegetasi hasil reklamasi dapat menyerap dan menyimpan karbon, maka perlu dilakukan suatu penelitian di lahan reklamasi pasir.

1.2.Perumusan Masalah

Vegetasi memiliki peranan penting dalam menyerap CO2 yang dipergunakan dalam proses fotosintesis, sehingga diperoleh O2 dan energi. Tanaman akan menyimpan sisa hasil fotosintesis ini dalam bentuk biomassa. Saat suatu lahan yang pada awalnya bervegetasi berubah menjadi tidak bervegetasi maka proses penyerapan CO2 menjadi hilang. Hal inilah yang terjadi pada lahan bekas tambang, dan menjadikan kegiatan reklamasi menjadi sangat penting dilakukan. Jenis tanaman yang dipilih dalam kegiatan reklamasi pun menjadi penting untuk memaksimalkan penyerapan CO2.

Perubahan sifat pada tanah bekas tambang, kemungkinan memberikan pengaruh pada pertumbuhan pohon dan akhirnya berpengaruh juga pada penyerapan karbonnya. Karena hasil fotosintesis tanaman disimpan dalam bentuk biomassa.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana komposisi vegetasi di lahan reklamasi tambang pasir?

b. Bagaimana profil karbon terikat pohon dan bagaimana penyebarannya pada bagian pohon jati dan mahoni?

c. Berapa total karbon terikat yang terdapat pada pohon jati dan mahoni di lahan reklamasi tersebut?

d. Apakah jenis-jenis tanaman yang ditanam di lahan reklamasi menyimpan karbon sebaik jenis tanaman yang sama di lahan bukan bekas tambang? 1.3.Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui komponen vegetasi di lahan reklamasi bekas tambang pasir. 2. Memformulasikan model penduga biomassa dan kandungan karbon terikat

pada vegetasi tingkat pohon di lahan reklamasi bekas tambang pasir Gumulung Tonggoh.


(19)

3. Menyusun model hubungan antara biomassa dengan kandungan karbon terikat untuk masing-masing bagian pohon.

4. Menghitung potensi biomassa dan kandungan karbon terikat pada lahan reklamasi bekas tambang pasir Gumulung Tonggoh.

5. Menganalisis kemampuan penyimpanan karbon oleh tanaman di lahan reklamasi bila dibandingkan dengan tanaman di lahan bukan bekas tambang.

1.4.Hipotesis Penelitian

Potensi biomassa dan kandungan karbon terikat pada tegakan pohon mahoni dan jati yang ditanam pada lahan reklamasi bekas tambang akan berkorelasi positif dan signifikan terhadap jenis tanaman yang terdapat di lokasi penelitian.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jumlah total karbon terikat yang dikandung oleh jenis-jenis tanaman di lahan bekas tambang yang kondisinya berbeda dengan kondisi tanah normal dan menyediakan model persamaan alometrik karbon yang dapat digunakan untuk mengestimasi karbon terikat di waktu yang akan datang, sehingga dapat membantu pihak-pihak terkait (perusahaan atau pemerintah daerah) dalam mempertimbangkan jenis pohon atau tanaman apa yang akan digunakan dalam kegiatan reklamasi lahan bekas tambang pasir

1.6.Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran analisis karbon terikat di atas permukaan tanah pada tegakan jati dan mahoni di lahan reklamasi bekas tambang pasir disajikan dalam bagan alir di berikut ini.


(20)

                                                 

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Total biomassa pohon di lahan reklamasi bekas tambang pasir  Hutan  (ekologis, ekonomis, sosial) 

Pengelolaan berbasis ekonomi menyebabkan luasan hutan  berkurang sehingga penyerapan CO2 berkurang  

Penambangan 

Reklamasi   (PP No. 18 thn. 2008)

Pengikat karbon di atas permukaan tanah 

Pohon ( berkayu) 

‐ Tumbuhan Bawah (tidak berkayu) 

‐ Nekromassa

Potensi Karbon Terikat  Sumber Kayu, Penyerap CO2, 

Sebagai tempat pariwisata

Dampak terhadap lingkungan  (Tanah, Air dan udara) 

Penyerapan CO2meningkat, O2meningkat 

‐ Penyusunan Model Penduga  Biomassa dan Karbon Terikat 

‐ Menduga Biomassa Total dan  Karbon Terikat total  

Analisis Simpanan Karbon di  Hutan Tanaman 


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pertambangan dan Dampak Pertambangan

Mulyanto (2008) menyatakan kegiatan penambangan adalah kegiatan mengektraksi bahan tambang terencana dengan menggunakan berbagai metode sesuai dengan karakteristik bahan tambang. Salah satu penambangan yang menjadi sumber pendapatan Negara adalah penambangan pasir. Penambangan pasir termasuk ke dalam penambangan terbuka. Penambangan terbuka adalah usaha penambangan dan penggalian bahan galian yang kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka (Tim Puslitbang Tekmira 2004). 2.2.Biomassa dan Sekuestrasi Karbon

Chapman (1976 dalam Widyaningsih 2010) menyatakan bahwa biomassa adalah berat bahan organik suatu organism per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dengan satuan berat (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight). Sedangkan menurut Brown (1997 dalam Widyaningsih 2010), biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto. Hal ini tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan cirri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan tumbuhan disebut produktivitas primer bersih (Rahayu et al. 2004).

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, bawah tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur dan


(22)

 

arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organism tanah dan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala plot, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi (Rahayu et al. 2004).

Aktivitas kehutanan berpengaruh luas, baik sebagai sumber terjadinya GRK (gas rumah kaca), khususnya CO2 atau sebaliknya, dalam kegiatan pengurangan emisi dan penambatan karbon. Secara mendasar ada tiga macam praktek pengelolaan hutan yang dapat dilakukan untuk memperkecil laju peningkatan karbon dioksida di atmosfer), yaitu (1) pengelolaan untuk mengkonservasi karbon, (2) pengelolaan untuk pengambilan dan penyimpanan karbon dan (3) pengelolaan untuk mencari substitusi karbon. Pengelolaan dengan mengkonservasi karbon terutama mengamankan gudang karbon yang sudah ada di hutan yang dilakukan melalui pencegahan deforestasi, pengawetan hutan (cagar alam), perbaikan cara-cara pengelolaan hutan (dengan reduce impact logging, praktek silvikultur yang ramah, pengendalian kebakaran, efisiensi pemakaian kayu, dan pemupukan), dan mengendalikan gangguan lain oleh manusia dan serangan hama (Brown et al. 1996; Watson et al. 1996 dalam Widyaningsih 2010).

Pengelolaan melalui pengambilan dan penyimpanan karbon adalah memperluas simpanan karbon pada ekosistem hutan dengan meningkatkan luas atau kepadatan karbon di hutan alam atau hutan tanaman dan meningkatkan masa simpan produk-produk kayu yang tahan lama. Hal tersebut mencakup kegiatan aforestasi (penanaman pohon pada areal yang dalam waktu yang lama tidak berhutan), reforestasi (penanaman pohon-pohon kembali pada areal yang sebelumnya pernah berhutan), hutan kota agroforestri. Kegiatan lainnya termasuk permudaan alam, pengayaan tanaman dan pengelolaan produk kayu dari hutan. (Rusolono 2006).

Pengelolaan untuk mensubstitusi karbon bertujuan meningkatkan transferkarbon dari biomassa hutan ke dalam produk (misalnya kayu bahan


(23)

bangunan atau bahan bakar biomassa) untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil dan produk berbasis semen. Pengelolaan substitusi karbon adalah potensi mitigasi yang terbesar untuk jangka panjang (Rusolono 2006).

Sekuestrasi karbon melalui hutan dilandasi oleh dua pendapat. Pertama, CO2 adalah gas yang beredar secara global; konsekuensinya segala usaha untuk mengurangi GRK di atmosfir akan selalu sama efektifnya apabila dilakukan dimanapun di bagian belahan bumi ini, dekat ataupun jauh dari sumber emisinya. Kedua, tumbuhan mengambil CO2 yang ada di atmosfir melalui proses fotosintesis dan menghasilkan gula dan senyawa organik lain yang dipakai untuk metabolisme dan pertumbuhan. Tumbuhan berkayu dengan umur lebih panjang menyimpan karbon di kayu dan jaringan lain sampai tumbuhan tersebut mati dan terdekomposisi, yang pada waktunya akan dilepas kembali ke atmosfir sebagai CO2, karbon monoksida atau metana, atau mungkin saja tetap bersatu dengan tanah sebagai bahan organik (Anderson & Spencer 1991 dalam Rusolono 2006).

Sekuestrasi karbon umumnya diartikan sebagai pengambilan CO2 secara (semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, atau disebut juga fiksasi karbon (Hairiah et al. 2001b). Dalam konteks pertumbuhan hutan, sekuestrasi karbon adalah riap atau pertambahan terhadap persediaan karbon yang dikandung hutan (Murdiyarso dan Herawati 2005).

Potensi sekuestrasi karbon pada ekosistem daratan tergantung pada macam dan kondisi ekosistem, yaitu komposisi spesies, struktur dan distribusi umur (khusus untuk hutan). Kondisi tempat tumbuh juga penting akibat pengaruh iklim dan tanah, gangguan alami dan tindakan pengelolaan (Hairiah et al. 2001b; Hoover et al. 2000).

2.3.Kandungan Karbon

Jaringan tumbuhan bervariasi kandungan karbonnya. Batang dan buah mempunyai lebih banyak karbon per satuan beratnya dibanding dengan daun, tetapi tumbuhan umumnya mempunyai beberapa jaringan yang banyak karbon dan beberapa jaringan lagi sedikit karbon, dengan konsentrasi karbon rata-rata sekitar 45-50% yang telah diterima secara umum (Chan 1982). Jumlah karbon yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung jika diketahui jumlah


(24)

biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut dan memberlakukan suatu faktor konversi.

Karbon merupakan komponen penting penyusun biomassa tanaman melalui proses fotosintesis, kandungannya sekitar 45 % - 50 % bahan kering dan tanaman. Adanya peningkatan kandungan karbon dioksida di atmosfer secara global telah menyebabkan timbulnya masalah bagi lingkungan. Hal ini mempengaruhi kebijakan Negara-negara di dunia untuk mempertahankan keberadaan hutan yang dapat dianggap buffer terhadap kandungan karbon, sehingga para ilmuwan meneliti kandungan karbon yang tersimpan di hutan (Salim 2005).

Dalam inventarisasi karbon hutan, karbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah (Sutaryo 2009).

a. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas

permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

b. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan

yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

c. Bahan organic mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan

sebagai semua bahan organic mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organi mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.

d. Karbon organik tanah mencakup carbon pada tanah mineral dan tanah


(25)

2.4.Pendugaan dan Pengukuran Biomassa

Brown (1997) menyatakan bahwa berdasarkan cara memperoleh data terdapat dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon, yaitu berdasarkan penggunaan dugaan volume kulit kayu sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha) dan pendekatan dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan allometrik. Alometrik didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa hutan / pohon persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo 2009).

Sutaryo (2009) menyatakan bahwa persamaan allometrik dinyatakan dengan persamaan umum :

Y = a + bX

Keterangan :

Y = mewakili ukuran yang diprediksi X = bagian yang diukur

b = kemiringan atau koefisien regresi

a = nilai perpotongan dengan sumbuvertikal (Y).

Untuk mencari nilai a dan b dalam persamaan liner di atas digunakan metode kuadrat terkecil (least square). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Tidak semua perbandingan allometrik bersifat linier. Persamaan lain yang sering digunakan adalah persamaan pangkat (power function). Bentuk dasar dari


(26)

Menurut Chapman (1976) terdapat pendugaan biomassa di atas tanah, yaitu :

1) Metode Pemanenan

a) Metode Pemanenan individu tanaman

Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area tertentu.

b) Metode pemanenan kuadrat

Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu unit area tertentu.

c) Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata.

Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu yang seragam. Pohon ditebang dan ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon atau jumlah berat dari semua individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara LBDS dari semua pohon dalam suatu unit area dengan jumlah LBDS dari semua pohon contoh. 2) Metode Pendugaan tidak langsung

a) Metode hubungan alometrik

Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara diameter pohon dengan biomassanya. Untuk membuat persamaan alometrik, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.


(27)

b) Crop meter

Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan oleh alat tersebut.

2.5.Model Pendugaan Biomassa dan Karbon

Biomassa dan kandungan karbon pohon dapat diduga dengan membuat suatu model penduga. Model biomassa menstimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter pohon (Kusmana 1996 dalam Salim 2005).

Sebelum pembuatan model diperlukan parameter-parameter yang mendukung keberadaan model tersebut, yang menjadi criteria adalah adanya korelasi yang tinggi antara parameter-parameter penciri. Dalam pembuatan model penduga biomassa digunakan satu atau dua peubah bebas (diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, tinggi total dan tinggi tajuk) dalam bentuk linear dan non linear (Widyaningsih 2010).

Terdapat beberapa persamaan umum model penduga biomassa pohon yang telah dipakai oleh beberapa peneliti antara lain :

a. Model dengan satu peubah bebas:

W = a Db………..(Brown 1997) W = a + bD + cD2………(Brown 1997) b. Model dangan dua peubah bebas:

W = a (D2H)b………...(Ogawa et al.1965 dalam Salim 2005) W = a + bD2H……….(Brown 1997)

Keterangan:

W = Biomassa kering pohon (kg) H = Tinggi (m) D = Diameter pohon setinggi dada (cm) a, b = Konstanta


(28)

2.6. Penelitian - Penelitian Karbon lainnya

Hingga saat ini sudah banyak penelitian karbon yang dilakukan di berbagai tipe penutupan lahan. Beberapa di antaranya disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karbon (Ton/Ha) pada Berbagai Tipe Hutan

Jenis Pohon dan Lokasi Karbon (Ton/Ha)

Metode Sumber Hutan Sekunder Bekar

Terbakar, Kalimantan Timur 18,413 Destruktif (2006) Adinugroho Tegakan Acacia crasicarpa pada

berbagai tingkat umur, Sumatera Selatan

- Umur 2 tahun - Umur 4 tahun - Umur 6 tahun

23,032 19,567 26,377

Destruktif Limbong (2009)

Tegakan Jati di KPH Cianjur - Umur 13 tahun - Umur 20 tahun

73,52 93,94

Agnita (2010) Tegakan Mahoni di KPH

Cianjur

- Umur 8 tahun - Umur 10 tahun

7,45 22,73

Anggraini (2010) Hutan Gambut Bekas Terbakar

Merang, Sumatera Selatan 44,08 Destruktif

Novita (2010)


(29)

BAB III

BAHAN DAN METODE

2.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011, bertempat di lahan reklamasi bekas pertambangan pasir Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.

Pengukuran biomassa dan kandungan karbon terikat dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutan, Institut Pertanian Bogor.

2.2.Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tali rafia, kertas koran, kantong plastik (2-5 kg), kertas label, cat penanda, amplop kertas, plastik kedap udara, wrap plastik dan tally sheet.

Alat yang digunakan adalah kompas, GPS, patok bambu/kayu, meteran 50 meter, terpal, tambang, tali rafia, timbangan analitik, chainsaw, gunting daun, tanur, eksikator, kamera dan alat tulis.

2.3.Data

Data- data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari kegiatan lapangan, yaitu berupa tinggi dan diameter pohon, berat basah total berdasarkan bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun). Data primer yang diperoleh setelah analisis di laboratorium adalah data kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat.

b. Data sekunder yaitu kondisi umum lokasi penelitian, yang meliputi luas dan lokasi penelitian secara administratif, aksesibilitas, iklim dan hidrologi, kondisi sosial ekonomi masyarakat, serta sejarah areal.

2.4.Variabel yang Diamati

Pada penelitian ini variabel yang diamati adalah tingkat pohon dari jenis Mahoni dan Jati dan tumbuhan bawah yang ditemukan dilokasi, menurut


(30)

Heriyanto NI, Heriansyah, Siregar CA, Kiyoshi M. (2002), pohon adalah semua tumbuhan berkayu yang memiliki diameter setinggi dada ≥ 2 cm. Variabel yang diamati dari pohon dan tumbuhan bawah adalah

1) Nama Jenis, jumlah individu dan diameter pohon

2) Pohon terpilih diukur diameter, tinggi, berat basah setiap bagian-bagian pohon dan berat basah totalnya. Pohon dikelompokkan berdasarkan tingkat pertumbuhannya dengan criteria sebagai berikut :

a) Pancang adalah regenerasi pohon yang berdiameter 2 ≥10 cm. b) Tiang adalah pohon muda yang memiliki diameter 10 ≥ 20 cm. c) Pohon adalah pohon dewasa yang memiliki diameter ≥ 20 cm. 3) Tumbuhan bawah, dicatat nama jenis, jumlah individu dan dipetak mana

saja ditemukannya tumbuhan bawah jenis tersebut 2.5. Metode Penelitian

a2.5.1.Penentuan dan pembuatan petak penelitian.

Petak penelitian ditentukan secara purposive sampling di lahan reklamasi bekas tambang pasir Gumulung Tonggoh. Petak yang dibuat berukuran 20 x 20 meter sebanyak 5 buah. Petak-petak yang ditentukan dibuat berdampingan dalam jalur. Dalam petak tersebut terdapat pula subpetak-subpetak untuk pengamatan semai, pancang, tiang dan pohon. Desain jalur dalam penentuan petak pengambilan contoh dapat dilihat pada Lampiran 1.

Petak-petak tersebut dipergunakan dalam penentuan pohon-pohon yang dipanen/ditebang. Dari ke 5 petak yang telah dibuat dipilih 3 petak untuk penentuan pohon yang dipanen.

2.5.2.Inventarisasi Tegakan

Kegiatan inventarisasi tegakan dilakukan dengan mengambil tinggi dan diameter pohon yang ada pada petak berukuran 20 x 20 meter. Data tiang, pancang dan semai berturut-turut diambil pada subpetak berukuran 10x10 meter, 5x5 meter dan 2x2 meter. Kriteria yang digunakan untuk membedakan masing-masing batasan istilah untuk semai, pancang, tiang dan pohon adalah menurut Soerianegara dan Indrawan (2005).


(31)

2.5.3.Pemanenan Pohon

Kegiatan pemanenan pohon dilakukan setelah kegiatan inventarisasi tegakan. Berdasarkan data inventarisasi yang telah diperoleh, diameter pohon dijadikan dasar untuk menggolongkan pohon-pohon tersebut dalam beberapa kelas diameter. Kemudian dari data itu bisa dihitung jumlah pohon yang ditebang. Untuk menentukan unit contoh pohon yang ditebang pada setiap kelas diameter digunakan rumus sebagai berikut :

nh =

dengan nh adalah pohon contoh terpilih dalam kelas diameter h, Nh adalah jumlah pohon dalam kelas diameter ke-h, n adalah jumlah pohon contoh dan N adalah jumlah pohon dalam populasi. Dari ke-5 petak yang telah dibuat sebelumnya dipilih 3 petak sebagai lokasi pohon yang dipanen. Diusahakan pohon yang dipanen menyebar dan mewakili ke-3 petak yang dipilih.

Pohon yang telah dipanen/ditebang kemudian dipisahkan perbagiannya yaitu batang, cabang, dan daun. Batang utuh diukur diameter ujung dan pangkalnya baru kemudian dibagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian batang juga diukur lagi diameter ujung dan pangkalnya. Kemudian masing-masing bagian ini ditimbang, demikian pula untuk cabang dan daunnya. 2.5.4.Pengambilan Sampel Pohon

Pengambilan sampel untuk bahan analisis biomassa dan karbon terikat diambil dari pohon-pohon yang dipanen, atau disebut juga dengan metode

destructive sampling. Setelah pohon ditebang dan ditimbang, kemudian diambil dari masing-masing bagian batang untuk sampel uji berukuran 5x5 cm yang selanjutnya akan dianalisis di laboratorium. Untuk sampel daun, cabang dan ranting diambil kira-kira 50 gram.

2.5.5.Pengukuran Kadar Air

Dalam Widyaningsih (2010), pengukuran kadar air sampel uji dilakukan dengan metode standar TAPPI T268 OM 88, metode ini membandingkan selisih berat basah dengan berat kering terhadap berat keringnya dalam satuan %. Secara lebih jelas dapat dirumuskan seperti dibawah ini :


(32)

Keterangan:

KA = Kadar Air Contoh Uji (%) Bo = Berat awal sampel (gram) Bkc = Berat kering sampel (gram)

Pengambilan sampel untuk bahan analisis biomassa dan karbon terikat harus dilakukan sesegera mungkin setelah sampel selesai ditebang, dipilah dan ditimbang. Karena bila tidak maka kadar air dari sampel yang diambil akan lepas ke udara/berkurang dan kadar air yang dipergunakan saat analisis laboratorium tidak lagi akurat.

2.5.6.Pengukuran Volume Kayu

Persamaan yang digunakan untuk menghitung volume pohon adalah persamaan Smalian ( Simon 1987) yaitu :

2.5.7.Pengukuran Biomassa Total

Biomassa pohon total diketahui dengan menggunakan pendekatan kadar air. Besarnya biomassa dapat diketahui dengan perhitungan berat kering. Berat kering bagian pohon sampel, tumbuhan bawah, serasah dan nekromassa akan diperoleh setelah pengovenan. Menurut Simpson (1993), berat kering masing-masing sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

 

Keterangan :

BK = Berat Kering (kg) BB = Berat Basah (kg)

Keterangan :

V = volume log (cm3 atau m3) L = panjang kayu rebah (m)


(33)

% KA = Persen Kadar Air (%) 2.5.8.Penghitungan Kadar Karbon

Hal yang pertama dilakukan sebelum penghitungan kadar karbon terikat di laboratorium adalah persiapan contoh uji. Bahan-bahan yang telah diperoleh dilapangan dipotong-potong kecil sebesar batang korek api dan dioven pada suhu ± 60º C. Setelah kering bahan-bahan tersebut dibuat serbuk dengan menggunakan penggilingan dan dilewatkan pada alat saring berukuran 40 – 60 mesh.

Penghitungan Kadar Karbon diperoleh dari hasil analisis laboratorium. Sampel akan dianalisis di Laboratorium Kimia Kayu Puslitbang Kementerian Kehutanan. Budiyanto (2006) menyatakan proses untuk mendapatkan kandungan karbon terikat yang dilakukan dilaboratorium mencakup 3 proses yaitu :

1. Penentuan Zat terbang arang

Prosedur penentuan zat terbang yang digunakan berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Pertama, Cawan porselen diisi dengan contoh uji berupa serbuk sebanyak ± 2 gram, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 9500 C selama 2 menit. Kemudian cawan berisi contoh uji tersebut didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut :

2. Penentuan Kandungan abu

Prinsip penetapan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal dengan membakar serbuk menjadi abu dengan menggunakan energi panas. Bagian pohon digunakan dalam penentuan kadar abu adalah batang, cabang, ranting, daun daun. Prosedur penentuan kadar abu yang digunakan berdasarkan ASTM D 2866-94. Prosedur penentuan kadar abu adalah memasukkan sisa contoh uji dari penentuan zat terbang dimasukkkan de dalam tanur listrik bersuhu 7500 C selama 6 jam. Kemudian dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator dan kemudian


(34)

ditimbang. Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut

3. Penentuan Kadar Karbon terikat

Penentuan Kadar karbon terikat diperoleh dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. Rumus yang digunakan dalam penentuan kadar karbon adalah

2.6. Analisis Data

Setelah pengambilan data di lapangan, data yang diperoleh kemudian di analisis. Data-data yang dianalisis adalah data frekuensi, dominansi, kerapatan, model penduga biomassa pohon dan model penduga karbon pohon.

2.6.1.Analisis Komposisi Jenis

Data hasil kegiatan analisis vegetasi dihitung frekuensi, kerapatan, dominansi, dan didapat Indeks Angka Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), kerapatan tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan rumus:

1. 2. 3.

4. x 100%

5.

6. Dominansi relative (DR) =

7. Indeks Nilai Penting (INP) =KR + FR + DR

2.6.2.Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Terikat Pohon 1. Model Pendugaan Biomassa Pohon


(35)

Model hubungan antara biomassa pohon dan dimensi pohon dibuat dengan menggunakan persamaan regresi alometrik dan persamaan polynomial yang mengggambarkan biomassa sebagai fungsi dari diameter dan tinggi. Penyusunan dan analisa persamaan alometrik ini dibuat dengan menggunakan program statistik SPSS 17. Persamaan yang digunakan dalam analisis regresi alometrik dan persamaan polynomial adalah sebagai berikut :

W1 = aDb (Brown 1997) W2 = a (D2H)b (Ogawa et al.1965) W3 = exp{a+b[ln D]+ c [ln D]2 + [ln D]3} (Chave et al. 2005) W4 = exp {a + b [ln D2H]+c[ln(D2H)]2}

2. Model Pendugaan Karbon Terikat Pohon

Pembuatan model penduga karbon terikat pohon dilakukan dengan persamaan regresi alometrik dan persamaan polinomial yang menggambarkan karbon terikat sebagai fungsi dari diameter dan tinggi. Bentuk persamaan regresi alometrik dan polynomial yang digunakan sama seperti pada model pendugaan biomassa.

3. Model Hubungan Biomassa dan Kandungan Karbon Terikat

Model hubungan antara biomassa dan kandungan karbon terikat dibuat untuk suatu tegakan. Model hubungan tersebut dibuat berdasarkan pada fungsi bahwa karbon terikat merupakan fungsi dari biomassa. Fungsi hubungan ini disusun melalui suatu persamaan regresi sederhana. Dari model hubungan biomassa dan karbon terikat yang telah dibangun akan dapat diketahui tingkat keeratan antara biomassa dan kandungan karbon terikat.

2.6.3.Pemilihan Model

Model penduga yang telah disusun dipilih berdasarkan pada beberapa kriteria, yaitu:

1. Kesesuaian terhadap fenomena

2. Sifat keterandalan model (data reability) yang didasarkan pada: a. Koefisien determinasi (R2)


(36)

Koefisien determinasi adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus :

Jika nilai R2 mendekati 100%, maka model makin terandalkan dan jika R2 mendekati 0%, maka model makin tidak terandalkan dalam menjelaskan hubungan antara biomassa dan dimensi pohon.

b. Varian (S2)

Varian diukur berdasarkan tingkat keragaman data dengan rumus sebagai berikut:

Model terpilih adalah model yang memiliki nilai Varian (S2) terkecil dibandingkan model-model lainnya.

c. Koreksi determinasi terkoreksi (R2a)

Koefisien determinasi yang terkoreksi adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT), rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kriteria Uji determinasi terkoreksi (R2a) adalah sama dengan criteria uji untuk R2.

3. Uji Validasi Model, selain criteria nilai statistik, dilakukan pula uji validasi model untuk melihat persamaan alometrik terbaik. Kriteria yang dipertimbangkan adalah ketepatan dari suatu penduga dalam menduga nilai yang sebenarnya secara berturut-turut dinyatakan oleh sistematika. Pada penelitian ini digunakan nilai Mean Square Error (MSE)sebagai validasi modelnya. Persamaan alometrik yang baik adalah persamaan yang memiliki MSE yang mendekati 0.


(37)

Uji validasi model merupakan uji terakhir dalam pemilihan model terbaik. Selain factor-faktor dalam kekonsistenan dalam pemilihan model tertentu pada saat membangun model, kepraktisan pemakaian model dan kemudahan memperoleh modelnya pun dijadikan pertimbangan dalam pemilihan model.

2.6.4. Penghitungan Biomassa dan Karbon Total

Biomassa total dan karbon total masing-masing tegakan dapat diperoleh setelah kandungan karbon terikat pada sampel uji diketahui. Biomassa total dan karbon terikat total diperoleh dengan penggunaan rumus berikut ini:

  Keterangan:

W = Total biomassa masing-masing tegakan (kg/Ha) = Total karbon terikat masing-masing tegakan (kg/Ha) Wi = Jumlah biomassa terikat (kg)

Ci = Jumlah karbon (kg)


(38)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian terletak di pesisir pantai utara Jawa (Pantura), Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon. Lokasi tapak penambangan pasir (Galian C) terletak di desa Greged, Gumulung Tonggoh dan Lebak Mekar. Akses menuju lokasi penelitian relatif mudah, dapat dijangkau melalui jalan raya Pantai Utara (Pantura), ke arah Tenggara dari Kota Cirebon, berjarak sekitar 15-20 km. Berada disekitar jalan tol dan di sebelah barat jalur rel kereta api

Gambar 2 Peta lokasi Lahan Bekas Tambang Gumulung Tonggoh

Secara geografis daerah penelitian terletak diantara 6º45’50” dan 6º48’45” LS serta 108º37’12” dan 108º37’12” BT. Lokasi pertambangan berbatasan dengan Kecamatan Pangenan di sebelah Timur, Kecamatan Mundu di sebelah Barat, Kecamatan Lemah Abang di sebelah Selatan dan berbatasan dengan Laut Jawa disebelah Utara.

Kabupaten Cirebon termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara rata-rata 28˚ C. Kelembaban udara berkisar antara ± 48 % - 93 % dengan kelembaban


(39)

udara tertinggi terjadi pada bulan Januari – Maret dan terendah terjadi pada bulan Juni – Agustus. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, iklim di Kabupaten Cirebon termasuk tipe iklim C. Musim hujan jatuh pada bulan Oktober – April dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni – September. Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 0 – 150 meter diatas permukaan laut. Secara umum, kemiringan lahannya berkisar antara 0 – 15 %.

Kegiatan pertambangan pasir di kecamatan Greged dan Astanajapura ini mendukung kegiatan pemerintah daerah dalam peningkatan perbaikan ekonomi setempat dan regional. Pasir yang merupakan salah satu komoditas hasil tambang utama Kabupaten Cirebon, telah mengalami pertumbuhan pesat baik dalam eksploitasi hingga mempunyai produksi pasir mencapai 324.000 ton per tahun. Di samping itu dapat meningkatkan pendapatan berupa pajak bagi pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah.

Berdasarkan data statistik Jawa Barat, jumlah penduduk di Kabupaten Cirebon adalah 2.034.093 jiwa (tahun 2002). Sedangkan kecamatan Astanajapura berpenduduk 94.690 jiwa pada tahun yang sama. Pertumbuhan penduduk di kecamatan Astanajapura pada tahun 1997 – 2003 adalah 2,5 %. Jenis mata pencaharian masyarakat Gumulung Tonggoh dan Greged adalah petani yaitu sebesar 1.171 jiwa (1,24 %). Desa Gumulung Tonggoh dan Greged termasuk desa tertinggal (IDT).

Pengggunaan lahan di daerah sekitar pertambangan Kecamatan Greged dan Astanajapura terdiri dari lahan sawah, lahan perkebunan, lahan untuk pertambangan, pemukiman dan lahan kritis. Tanaman yang banyak terdapat di sekitar lokasi pertambangan adalah Jati (Tectona grandis), Kayu Putih (Melaleuca leucadendron), tebu (Sacharum offiinarum), Mahoni (Swietenia machrophylla), Jagung (Zea mays), Padi (Oryza sativa), Pisang (Musa acuminate), Kacang Tanah (Arachis hypogeal L).


(40)

Kegiatan penambangan di Astanajapura dan Greged sudah dihentikan sejak tahun 2005. Tanaman Jati dan Mahoni yang terdapat di dalam kawasan pertambangan merupakan tanaman untuk reklamasi. Tanaman-tanaman reklamasi ini ditanam oleh masing-masing perusahaan sebagai pelaksanaan sangsi produksi yang terjadi 2 tahun sebelumnya.

Gambar 3. Lokasi penelitian a) Tegakan Jati, b) Tegakan Mahoni


(41)

BAB V

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Komposisi Tegakan dan Analisis Vegetasi

Tegakan Mahoni di lokasi penelitian ditanam di lahan milik pribadi, berluas 3,9 Ha. yang ditanam dengan jarak tanam 2,5 x 3 meter. Tegakan Mahoni ini ditanam pada tahun 2005. Hasil perhitungan kerapatan tegakan mahoni adalah 1333,3 ind./H. Bila dilihat dari diameternya, tegakan Mahoni didominasi oleh tingkat pancang.

Tegakan Jati yang terdapat di lokasi penelitian berluas 40 Ha yang merupakan milik pribadi. Terdapat dalam 1 kawasan dan ditanam sejak tahun 2005. Tegakan Jati ini ditanam dengan jarak 6 x 2,5 meter, dari kegiatan analisis vegetasi, kerapatan tanaman jati adalah 666,6 Ind./Ha. Tegakan Mahoni didominasi oleh tingkat tiang.

Tabel 2. Komposisi Tegakan Mahoni dan Jati di lokasi penelitian

No. Kondisi Mahoni Jati

1 Luas (Ha) 3,9 40

2 3 4 5

6

Jarak Tanam (m)

Rata-rata Diameter (Dbh, cm) Rata-rata Tinggi (Tt, meter) Kerapatan (N/Ha)

Pancang Tiang

Pohon Hidup (N/Ha)

2,5 x 3 9,9 (2,2 – 22)* 6,33

1333 840 1120

2,5 x 6 11,97 (4,77 – 18,47)* 6,07

667 600 558 ■) * = merupakan kisaran nilai data terendah dan tertinggi

Perhitungan Analisis Vegetasi dilokasi penelitian hanya dilakukan untuk tingkat semai jenis lain dan tumbuhan bawah di tegakan Mahoni. Hal ini disebabkan pada tegakan Jati tidak ditemui vegetasi tingkat semai jenis lain dan tumbuhan bawah. Hasil dari analisis vegetasi tingkat semai jenis lain yang ditemukan dilokasi tegakan mahoni disajikan pada Tabel 3.


(42)

Tabel 3. INP Tingkat Semai Jenis Lain di Tegakan Mahoni

No. Nama Jenis K KR F FR INP

1 Sengon 2000 0,571 1000 0,667 1,238

2 Sengon Buto 1500 0,429 500 0,333 0,762

3500 1 1500 1 2

Hasil dari analisis vegetasi tumbuhan bawah tegakan pohon Mahoni disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah di Tegakan Mahoni

No. Nama Jenis K KR F FR INP

1 Rumput Gajah 7000 0,063 1500 0,049 0,112 2 Daun Kuras 6500 0,058 3000 0,098 0,157

3 Lantara cammara 13000 0,117 1500 0,049 0,166

4 Rumput Jajagoan 8500 0,076 3500 0,115 0,191

5 Rumput 17500 0,157 1500 0,049 0,206

6 Cukrak Cakrik 15500 0,139 6500 0,213 0,352 7 Bebelimbingan 24500 0,22 5500 0,180 0,400 8 Rarambutanan 19000 0,17 7500 0,246 0,416

111500 1 30500 1 2

5.1.2. Pemilihan pohon

Perhitungan untuk menentukan jumlah pohon yang dipanen dilakukan setelah kegiatan analisis vegetasi. Berdasarkan kelas diameter, diperoleh 4 kelas diameter untuk tegakan Mahoni maupun Jati. Dengan mempergunakan rumus dan memperhatikan proporsi untuk masing-masing kelas diameter dipilih 17 pohon Mahoni dan 8 pohon Jati yang ditebang.

5.1.3. Berat Jenis dan Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis laboratorium diketahui bahwa berat jenis masing-masing bagian pohon memperlihatkan variasi yang semakin menurun dari batang, cabang dan daun. Nilai rata-rata yang terbesar hingga terkecil, secara berturut-turut adalah bagian batang, cabang dan ranting. Ini terjadi pada kedua jenis kayu yang diteliti. Rata-rata kerapatan kayu Mahoni adalah 0,54 dan Jati adalah 0,53. Hasil rata-rata kerapatan kayu Mahoni dan Jati perbagian pohon disajikan dalam Tabel 5.


(43)

Tabel 5. Rata-rata berat jenis Mahoni dan Jati

No. Bagian pohon Mahoni Jati

1 Batang 0,58 0,55

2 Cabang 0,56 0,54

3 Ranting 0,52 0,48

Rata-rata 0,54 0,53

Berdasarkan hasil analisis laboratorium diketahui bahwa kadar air pada masing-masing bagian pohon berdasarkan diameter menunjukkan nilai yang bervariasi. Namun bila dicermati, secara umum kadar air setiap bagian pohon berdiameter lebih dari 16 cm merupakan kadar air terendah bila dibandingkan dengan kadar air perbagian pada setiap kelas diameter. Secara lengkap variasi kadar air pada setiap bagian terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentasi kadar air Mahoni dan Jati per bagian berdasarkan kelas diameter.

No. Bagian Pohon

Rata-rata Kadar Air (%)

2-6 cm 6-11 cm 11-16 cm > 16 cm Rata-rata Mahoni

1 Batang 12,61 10,87 11,39 9,17 11,78

2 Cabang 11,78 11,00 10,75 10,13 11,55

3 Ranting 11,79 13,63 9,27 8,74 10,81

4 Daun 8,07 11,78 13,59 7,75 9,43

Jati

1 Batang 10,45 12,00 11,06 10,74 11,29

2 Cabang 8,65 8,45 13,87 7,61 10,68

3 Ranting 9,04 12,42 10,13 12,14 10,77

4 Daun 11,79 12,98 9,52 9,77 11,13

Pada pohon Mahoni berdiameter 2 – 6 cm, kisaran kadar airnya adalah 8,07% - 12,06%; untuk diameter 6 – 11 cm kisaran kadar airnya adalah 10,87% - 13,63%; untuk diameter 11 – 16 cm kisaran kadar airnya adalah 9,27% - 13,59% dan untuk diameter 16 up kisaran kadar airnya adalah 7,75 % - 10,13 %. Demikian juga pada Jati, pohon berdiameter 16 cm up memiliki nilai kisaran persentase terkecil (7,61% - 12,14%).


(44)

5.1.4. Potensi biomassa di atas permukaan (Standing Stock)

Pohon-pohon yang dipanen dihitung potensi biomassanya Perhitungan potensi biomassa di atas permukaan untuk masing-masing tegakan pohon (Mahoni dan Jati) diperoleh dengan menggunakan pendekatan kerapatan kayu (berat jenis). Tabel 7 menyajikan potensi biomassa perbagian pohon dan total di atas permukaan pohon Mahoni pohon terpilih.

Tabel 7. Potensi Biomassa di atas permukaan pohon Mahoni terpilih No.

Pohon

DBH (cm)

TT (m)

Biomassa (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Total

1 2,23 6,7 5,53 5,55 2,11 13,19

2 3,82 5,2 4,82 6,14 0,56 5,2 16,72

3 4,46 6,9 4,84 7,81 4,69 2,33 19,67

4 4,78 5,1 9,68 5,94 3,89 7,39 26,90

5 5,41 3,1 5,37 0,29 0,05 1,97 7,68

6 6,05 3 6,29 0,44 0,19 0,62 7,54

7 6,37 3 7,74 0,88 1,65 10,27

8 6,37 4,8 6,9 5,40 2,63 0,65 15,58

9 7,32 3 9,86 3,15 0,91 1,06 14,98

10 7,32 3 8,57 4,58 2,36 0,85 16,36

11 8,91 5,14 17,61 3,05 0,77 2,53 23,96

12 9,87 4 18,04 2,60 0,26 3,86 24,76

13 9,87 4,3 42,27 3,86 1,24 1,3 48,67

14 11,46 3,7 16,11 2,28 2,30 1,2 21,90

15 13,69 3,7 35,59 4,74 4,64 6,83 51,80

16 14,33 4,87 42,37 3,53 2,55 10,55 59,00

17 22 7,7 205,62 24,91 7,78 12,28 250,59

■) : Dbh = Diameter setinggi dada, TT = Tinggi total

Metode penghitungan biomassa bagian pohon berkayu dilakukan dengan menggunakan pendekatan kerapatan kayu dimana volume pohon (m3) dikalikan dengan kerapatan kayu (kg/m3), sedangkan untuk biomassa bagian daun langsung diukur (ditimbang) dilapangan dengan memperhitungkan berat basahnya.

Tabel 8 menyajikan hasil perhitungan biomassa perbagian pohon dan total di atas permukaan tanah untuk tegakan pohon Jati di lokasi penelitian.


(45)

Tabel 8. Potensi Biomassa di atas permukaan pohon Jati terpilih No. Pohon DBH (cm) TT (m) Biomassa (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Total

1 15,92 4,30 76,44 3,20 0,97 2,09 82,70

2 16,56 7,70 219,18 1,52 0,84 3,20 224,75

3 10,51 6,65 50,99 0,33 1,23 52,54

4 8,28 5,00 23,19 0,43 0,56 24,18

5 12,74 3,20 64,80 0,52 0,30 1,46 67,08

6 9,55 3,50 50,99 0,28 0,11 1,19 52,57

7 5,10 4,00 5,92 0,16 0,06 1,08 7,22

8 13,69 4,30 64,85 1,56 0,34 1,84 68,60

■) : Dbh = Diameter setinggi dada, TT = Tinggi total 5.1.5. Potensi Karbon Terikat

Kandungan karbon terikat diperoleh dari analisis di laboratorium dengan menggunakan sampel. Tabel 9 menyajikan hasil perhitungan potensi karbon terikat pada tegakan Mahoni di lokasi penelitian.

Tabel 9. Potensi karbon terikat tanaman Mahoni pohon terpilih No.

Pohon

DBH (cm)

Kandungan Karbon Terikat (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Total

1 2,23 3,683 2,140 0,703 6,526

2 3,82 2,740 2,767 0,216 1,613 7,336

3 4,46 2,880 3,931 1,779 0,761 9,351

4 4,78 5,860 3,322 1,515 2,294 12,991

5 5,41 3,361 0,127 0,021 0,632 4,140

6 6,05 2,209 0,194 0,069 0,204 2,676

7 6,37 4,802 0,440 0,481 5,722

8 6,37 4,204 3,480 1,281 0,177 9,143

9 7,32 5,910 1,529 0,354 0,344 8,137

10 7,32 5,206 2,210 0,884 0,253 8,553

11 8,91 11,559 1,707 0,341 0,877 14,484

12 9,87 11,159 1,419 0,102 1,096 13,775

13 9,87 26,295 1,817 0,555 0,421 29,088

14 11,46 8,561 1,268 0,901 0,493 11,223

15 13,69 20,175 2,206 1,856 2,106 26,343 16 14,33 27,065 2,247 1,458 3,323 34,093

17 22 124,640 10,287 2,793 3,794 141,514

■) : Dbh = Diameter setinggi dada

Hasil perhitungan potensi karbon terikat pada tegakan jati disajikan pada Tabel 10.


(46)

Tabel 10. Potensi karbon terikat tanaman Jati pohon terpilih No

Pohon

DBH (cm)

Kandungan Karbon Terikat (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Total

1 5,10 3,96 0,08 0,04 0,33 4,37

2 8,28 13,36 0,20 0,00 0,17 13,73

3 9,55 15,11 0,18 0,07 0,35 15,63

4 10,51 32,83 0,16 0,00 0,37 33,37

5 12,74 35,79 0,24 0,12 0,46 36,49

6 13,69 45,31 0,70 0,15 0,50 46,51

7 15,92 52,27 1,86 0,56 0,70 54,84

8 16,56 145,69 3,03 0,16 1,00 149,73

■) : Dbh = Diameter setinggi dada

5.1.6. Pembuatan dan Pemilihan model Penduga Biomassa dan Karbon Terikat

5.1.6.1. Model Penduga Biomassa Mahoni dan Jati

Bagian pohon yang digunakan untuk menghitung biomassa diatas permukaan tanah adalah batang, cabang, ranting dan daun. Sedangkan biomassa bagian total merupakan total biomassa yang dikandung oleh semua bagian pohon yang dipilih. Dengan menghitung biomassa per bagian pohon yang ditebang maka model penduga dapat disusun. Persamaan yang disusun dalam penelitian ini didasarkan pada hubungan antara biomassa tiap pohon dengan parameter diameter dan tinggi total.

Persamaan model penduga biomassa yang berhasil disusun disajikan berturut-turut pada Tabel 11 dan Tabel 12. Biomassa dilambangkan dengan W, diameter dengan D dan tinggi total dilambangkan dengan H. Sedangkan satuan yang digunakan dalam penyusunan model persamaan penduga ini yaitu kilogram (kg) untuk biomassa (W), centimeter (cm) untuk diameter (D) dan meter (m) untuk tinggi total (H).

Penentuan model pendugaan yang dipakai dalam menduga biomassa dan karbon dipilih dengan melihat nilai R2 yang paling besar (mendekati 1 atau 100%) dan nilai mean square error yang paling kecil (mendekati 0) dan juga memperhatikan apakah persamaan tersebut nyata atau tidak pada uji F. Ini akan membantu dalam penentuan model apabila ada 2 jenis persamaan yang memiliki R2 yang besar dan MSE kecil.


(47)

Tabel 11. Model Persamaan Penduga Biomassa pada Mahoni

No. Bagian Persamaan R2 Mean Error Ket.

Batang W1 = 6,053 D2,022 0,675 0,062 **

W2 = 0,1749 (D2H)0,754 W3 = exp{0,77+0,311[ln D]-2,66[ln D]2 +0,103[ln D]3} W4 = exp{2,075-0,517[ln (D2H)]+0,103[ln (D2H)]2}

0,620 0,689 0,635 0,073 0,340 0,399 ** ** ** Cabang W1 = 0,0641 D1,756

W2 = 0,995(D2H)0,378 W3 = exp{-4,476+2,768[ln D]-4,09[ln D]2- 0,049[ln D]3}

0,670 0,644 0,530 0,111 0,002 0,616 ** ** *

W4 = exp{-8,218+2,294[ln (D2H)]-0,118[ln (D2H)]2} 0,649 0,490 **

Ranting W1 = 0,0047 D1,475

W2 = 0,038(D2H)0,747

0,600 0,561 0,197 0,092 ** ** W3 = exp exp{-7,551+3,838[ln D]-3,99[ln D]2 - 0,08[ln D]3}

W4 = exp{-11,178+2,811[ln (D2H)]-0,150[ln (D2H)]2}

0,511 0,517 1,113 1,098 * *

Daun W1 = 0,0319 D1,907 0,640 0,065 **

W2 = 0,029 (D2H)0,731 W3 = exp{-0,210-0,274[ln D]+3,54[ln D]2 – 0,132[ln D]3} W4 = exp{-0,468-0,290[ln (D2H)]+ 0,083[ln (D2H)]2}

0,620 0,663 0,622 0,069 0,350 0,394 ** ** **

Total W1 = 0,3006 D1,957

W2 = 0,275(D2H)0,754 W3 = exp{0,924+0,519[ln D]-2,85[ln D]2- 0,089[ln D]3} W4 = exp{0,861+0,021[ln (D2H)]+0,080[ln (D2H)]2}

0,800 0,786 0,821 0,800 0,030 0,033 0,158 0,176 ** ** ** **

■) : W = Biomassa (kg) Tanda (**) = menyatakan bahwa model nyata pada uji F

D = Diameter setinggi dada (cm) Tanda (*) = menyatakan bahwa model tidak nyata pada uji F


(48)

Tabel 12. Model Persamaan Penduga Biomassa pada Jati

No. Bagian Persamaan R2 Mean Error Ket.

1 Batang W1 = 0,11 D2,539 0,902 0,024 **

W2 = 0,0518 (D2H)1,081 W3 = exp{0,032+0,410[ln D]-2,69ln D]2 +0,102[ln D]3} W4 = exp{2,075-0,517[ln (D2H)]+0,103[ln (D2H)]2}

0,890 0,682 0,635 0,026 0,380 0,399 ** ** ** 2 Cabang W1 = 0,0026 D2,288

W2 = 0,00179(D2H)0,929 W3 = exp{-6,677+3,742[ln D]-4,09[ln D]2- 0,105[ln D]3}

0,750 0,673 0,541 0,059 0,077 0,629 ** * **

W4 = exp{-8,218+2,294[ln (D2H)]-0,118[ln (D2H)]2} 0,649 0,490 **

3 Ranting W1 = 0,00098 D2,330

W2 = 0,074(D2H)0,07

0,877 0,693 0,035 0,056 ** ** W3 = exp{-9,262+4,350[ln D]-3,95[ln D]2 - 0,110[ln D]3}

W4 = exp{-11,178+2,811[ln (D2H)]-0,150[ln (D2H)]2}

0,499 0,517 1,197 1,098 * **

4 Daun W1 = 0,01349 D0,983 0,649 0,027 **

W2 = 0,676 (D2H)0,01 W3 = exp{-2,396-0,422[ln D]+3,58[ln D]2 +0,092[ln D]3} W4 = exp{-0,468-0,290[ln (D2H)]+ 0,083[ln (D2H)]2}

0,878 0,673 0,622 0,092 0,337 0,394 ** * **

5 Total W1 = 0,1496 D2,438

W2 = 0,0724(D2H)1,038 W3 = exp{0,017+0,663[ln D]-2,93[ln D]2- 0,085[ln D]3} W4 = exp{0,861+0,021[ln (D2H)]+0,080[ln (D2H)]2}

0,908 0,896 0,767 0,800 0,020 0,023 0,238 0,176 ** ** ** **

Ket : W = Biomassa (kg) Tanda (**) = menyatakan bahwa model nyata pada uji F

D = Diameter setinggi dada (cm) Tanda (*) = menyatakan bahwa model tidak nyata pada uji F


(49)

Tabel 13. Model Persamaan Penduga Karbon pada Mahoni

No. Bagian Persamaan R2 Mean Error Ket.

1 Batang C1 = 0,08D2,105 0,670 0,069 **

C2 = 0,0798(D2H)0,798 C3 = exp{-1,534+1,630[ln D]-3,06[ln D]2 +0,066[ln D]3} C4 = exp{0,734-0,289[ln (D2H)]+0,088[ln (D2H)]2}

0,634 0,682 0,645 0,077 0,380 0,424 ** ** ** 2 Cabang C1 = 0,017 D1,999

C2 = 0,0098(D2H)0,846 C3 = exp{-6,677-3,742[ln D]-4,09[ln D]2- 0,105[ln D]3}

0,527 0,623 0,541 0,114 0,091 0,629 ** ** **

C4 = exp{-10,981+2,966[ln (D2H)]-0,172[ln (D2H)]2} 0,658 0,468 **

3 Ranting C1 = 0,0015 D2,507

C2 = 0,00143(D2H)0,963

0,547 0,487 0,213 0,213 ** ** C3 = exp{-9,262+4,350[ln D]+3,95[ln D]2 – 0,110[ln D]3}

C4 = exp{-13,910+3,402[ln (D2H)]-0,196[ln (D2H)]2}

0,499 0,517 1,197 1,153 * *

4 Daun C1 = 0,0092 D1,946 0,664 0,061 **

C2 = 0,00096(D2H)0,99 C3 = exp{-2,396-0,422[ln D]+3,58[ln D]2 +0,092[ln D]3} C4 = exp{-3,014-0,170[ln (D2H)]+ 0,46[ln (D2H)]2}

0,519 0,637 0,642 0,032 0,337 0,368 ** ** **

5 Total C1 = 0,1233D2,066

C2 = 0,1083(D2H)0,802 C3 = exp{0,017+0,663[ln D]-2,93[ln D]2- 0,085[ln D]3} C4 = exp{-0,401+0,196[ln (D2H)]-0,049[ln (D2H)]2}

0,757 0,752 0,767 0,757 0,044 0,044 0,238 0,248 ** ** ** **

■) : W = Biomassa (kg) Tanda (**) = menyatakan bahwa model nyata pada uji F

D = Diameter setinggi dada (cm) Tanda (*) = menyatakan bahwa model tidak nyata pada uji F H = Tinggi total (m)


(50)

Tabel 14. Model Persamaan Penduga Karbon pada Jati

No. Bagian Persamaan R2 Mean Error Ket

1 Batang C1 = 0,0477 D2,663 0,924 0,019 **

C2 = 0,0169(D2H)1,172 C3 = exp{-1,534+1,630[ln D]-3,06[ln D]2 +0,066[ln D]3} C4 = exp{-3,495-0,978[ln (D2H)]+0,016[ln (D2H)]2}

0,975 0,930 0,975 0,006 0,115 0,041 ** ** ** 2 Cabang C1 = 0,00035 D2,937

C2 = 0,00011(D2H)1,281 C3 = exp{3,049-4,760[ln D]-3,40[ln D]2- 0,503[ln D]3}

0,763 0,791 0,912 0,090 0,079 0,212 ** ** **

C4 = exp{3,429- 2,872[ln (D2H)]-0,338[ln (D2H)]2} 0,854 0,353 *

3 Ranting C1 = 0,0019 D1,711

C2 = 0,0017(D2H)0,678

0,682 0,605 0,063 0,078 ** * C3 = exp{-0,713-2,269[ln D]+4,50[ln D]2 – 0,267[ln D]3}

C4 = exp{-11,207+2,229[ln (D2H)]-0,132[ln (D2H)]2}

0,760 0,628 0,335 0,519 * *

4 Daun C1 = 0,0371 D1,021 0,529 0,031 **

C2 = 0,0276(D2H)0,433 C3 = exp{3,614-3,795[ln D]+3,37[ln D]2 – 0,315[ln D]3} C4 = exp{6,123-2,793[ln (D2H)]+ 0,263[ln (D2H)]2}

0,519 0,857 0,740 0,032 0,060 0,109 * * *

5 Total C1 = 0,055 D2,618

C2 = 0,0198(D2H)1,153 C3 = exp{-0,985+1,302[ln D]-3,05[ln D]2+0,085[ln D]3} C4 = exp{-2,702+0,748[ln (D2H)]+0,033[ln (D2H)]2}

0,923 0,975 0,931 0,975 0,019 0,006 0,110 0,039 ** ** ** ** ■) : W = Biomassa (kg) Tanda (**) = menyatakan bahwa model nyata pada uji F D = Diameter setinggi dada (cm) Tanda (*) = menyatakan bahwa model tidak nyata pada Uji F H = Tinggi total (m)


(51)

Tabel 11 dan 12 menampilkan 4 bentuk persamaan yang dipilih untuk menduga biomassa pada tanaman Mahoni dan Jati. Secara umum kisaran R2 dari semua persamaan penduga biomassa Mahoni yang berhasil disusun adalah yaitu 51,1 % - 82,1% dan MSE dengan kisaran 0,002 – 1,111. Sedangkan kisaran R2 dari persamaan penduga biomassa Jati berkisar antara nilai 49,9 % - 90,8 % dengan kisaran MSE antara 0,020 – 1,197.

Persamaan penduga biomassa Mahoni W1 (untuk semua bagian) memiliki kisaran R2 antara 60 % - 80 % dengan MSE yang kurang dari 1. Sedangkan persamaan W2, W3, dan W4 kisaran R2-nya lebih rendah dan MSE yang lebih besar. Pada persamaan – persamaan penduga biomassa Jati diketahui juga bahwa kisaran R2 persamaan W1 merupakan nilai kisaran yang lebih tinggi daripada kisaran R2 pada persamaan lainnya, yaitu 64,9 % - 90,8 % dengan kisaran nilai

MSE antara 0,20 – 0,059. Hubungan antara diameter dan biomassa pada Mahoni dan Jati dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Dari model persamaan penduga biomassa yang disusun diketahui bahwa hubungan antara biomassa dan diameter memiliki tingkat keterandalan yang lebih baik dibandingkan dengan persamaan yang menggunakan dasar hubungan antar biomassa dan interaksi diameter dan tinggi, ini terlihat dari nilai R2 yang lebih tinggi dan MSE yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya (Salim 2005 dan Onrizal 2004). Ini berarti biomassa tegakan Mahoni dan Jati di atas permukaan tanah di lahan reklamasi bekas tambang pasir Gumulung Tonggoh dapat diduga hanya dengan menggunakan diameter pohon atau sesuai dengan W = f (D).

5.1.6.2. Model Penduga Karbon Terikat Pada Mahoni dan Jati

Persamaan yang berhasil disusun untuk menduga karbon pada Mahoni dan Jati disajikan pada Tabel 13 dan 14. Pada persamaan penduga karbon Mahoni, persamaan C1 memiliki kisaran R2 yang lebih tinggi daripada persamaan lainnya diperoleh kisaran nilai R2 sebesar 52,7 % - 75,7 % dengan nilai MSE yang kecil,

yaitu 0,44 – 0,213. Sedangkan untuk menduga karbon pada Jati persamaan C1 Model penduga karbon terikat yang terbaik untuk Mahoni dan Jati adalah persamaan C1, karena memiliki nilai kisaran R2 yang tinggi dan nilai MSE yang


(52)

rendah. Dalam memilih dan memilih model untuk menduga karbon terikat yang perlu diperhatikan bukan hanya dilihat dari parameter statistiknya tapi juga dari keefisienan dan kepraktisan dalam penggunaan model tersebut. Dalam hal ini persamaan C1 telah memenuhi kriteria tersebut

5.1.7. Menduga Total Biomassa dan Karbon pada Tanaman Mahoni dan Jati

Memperhatikan keempat model yang telah disusun diperoleh beberapa persamaan terbaik untuk menduga biomassa dan karbon pada Mahoni dan Jati. Dalam pemilihan model perlu juga diperhatikan kepraktisan dan keefisiensian pengaplikasiannya selain nilai R2 dan MSE. Untuk pendugaan biomassa Mahoni dan Jati dipilih persamaan W1. Perhitungan biomassa/hektar dengan menggunakan persamaan terpilih disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Potensi Biomassa Tanaman Mahoni dan Jati di atas permukaan tanah

Biomassa/Ha Biomassa Mahoni Biomassa Jati

Ton/Ha (%) Ton/Ha (%)

Batang 40,02 62,14 40,89 96,84

Cabang 13,36 20,74 0,51 1,21

Ranting 8,30 12,80 0,19 0,45

Daun 5,71 8,86 0,62 1,47

Total 64,40 42,22

Pendugaan karbon terikat Mahoni dan Jati dengan menggunakan persamaan model penduga C1. Hasil perhitungan karbon/hektar tanaman Mahoni dan Jati disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Potensi Karbon Terikat Tanaman Mahoni dan Jati

Karbon/Ha Karbon Terikat Mahoni Karbon Terikat Jati

Ton/Ha (%) Ton/Ha (%)

Batang 17,10 72,15 8,03 91,0

Cabang 4,10 17,29 0,35 3,96

Ranting 1,13 4,77 0,094 1,06

Daun 1,35 5,69 0,34 3,85


(53)

5.1.8. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa

Potensi kandungan karbon dapat diprediksi dari biomassanya. Berdasarkan dari data biomassa dan karbon diketahui bahwa hubungan antara keduanya adalah linear positif, dimana kandungan karbon meningkat secara linear seiring dengan meningkatnya biomassa. Tabel 17 menyajikan model hubungan Karbon Terikat dengan biomassa pada tegakan pohon Mahoni.

Tabel 17. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa Pada Mahoni

Bagian Pohon Persamaan R2 (%)

Batang Cabang Ranting Daun Total

C = 0,535 W1,035 C = 0,445 W1,027 C = 0,399 W1,020 C = 0,315 W0,997 C = 0,405 W1,080

0,981 0,912 0,991 0,990 0,987

Tabel 18 menyajikan model hubungan karbon terikat dengan biomassa pada tegakan pohon Jati.

Tabel 18. Model Hubungan Karbon Terikat dengan Biomassa Pada Jati

Bagian Pohon Persamaan R2 (%)

Batang Cabang Ranting Daun Total

C = 0,582 W0,999 C = 0,645 W1,189 C = 0,326 W0,763 C = 0,296 W1,051 C = 0,503 W1,030

0,931 0,873 0,841 0,988 0,935

Dari model hubungan antara biomassa dan karbon terikat menunjukkan tingkat keeratan yang sangat tinggi berkisar 87,1 % - 99,1 %. Hasil ini menunjukan bahwa C = f (W). Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa model penduga karbon terikat dan biomassa tersebut diatas memiliki keterandalan yang sangat baik.


(54)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Komposisi Tegakan dan Analisis Vegetasi

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua jenis tanaman yang dipilih pada umumnya berada pada tahapan pertumbuhan pancang dan tiang. Tanaman Mahoni ditanam dengan jarak yang rapat dan selama pertumbuhannya tak pernah mendapatkan perlakukan perawatan apapun. Selain itu, asal benih yang digunakan juga tidak diketahui, sedangkan untuk tanaman Jati ditanam dengan jarak yang lebih jarang dan selama pertumbuhannya tanaman Jati ini juga tidak mendapatkan perlakuan perawatan apapun, kecuali pada awal penanaman. Benih Jati yang ditanam dilokasi berasal dari hasil stek pucuk Perum Perhutani di Cepu. Karena ditanam dengan jarak yang berbeda, secara otomatis potensi biomassa di atas permukaan tanahnya juga akan berbeda. Karena kerapatan tegakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya biomassa (Novita 2010). Demikian juga Tresnawan dan Rosalina (2002) menjelaskan bahwa variasi biomassa sangat dipengaruhi oleh jarak antar individu atau kerapatan individu.

Tanaman Mahoni di lokasi didominasi oleh tingkat pancang dan tiang dengan rata-rata diameter setinggi dada sebesar 9,9 cm dan tinggi total 6,67 m. Untuk tanaman Jati rata-rata diameternya lebih besar yaitu 11,97 cm tetapi tinggi totalnya lebih rendah yaitu 6,07 m. Perbedaan jarak tanam di lokasi antara kedua jenis ini kemungkinan menjadi elemen yang terpenting yang menyebabkan variasi diameter dan tinggi total pada Mahoni dan Jati.

Hasil perhitungan Analisis Vegetasi menyatakan bahwa di tegakan Mahoni ditemukan dua jenis lain dalam tingkat semai yaitu Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Sengon Buto. Semai ini tumbuh dibawah pohon Mahoni. Kemungkin semai Sengon dan Sengon Buto ini berasal dari tanaman pagar di luar petak. Sengon dan Sengon Buto memang ditanam sebagai tanaman pagar. Sedangkan hasil perhitungan Analisis Vegetasi tumbuhan bawah diketahui bahwa tumbuhan bawah yang terdapat dalam jumlah terbanyak adalah jenis Bebelimbingan (24500 Ind/Ha) dan yang frekuensinya terbesar (sering ditemukan dalam petak) adalah Rarambutanan.


(1)

LAY OUT JALUR PENENTUAN PETAK CONTOH

A

(20

 

meter)

Gambar 4 Lay Out Petak Sampel Penelitian

Keterangan :

Keterangan :

A.

Petak ukuran 20x20 meter, untuk pengambilan data pohon

B.

Subpetak ukuran 10x10 meter, untuk pengambilan data tiang

C.

Subpetak ukuran 5x5 meter, untuk pengambilan data pancang

D.

Subpetak ukuran 2x2 meter, untuk pengambilan data semai

E.

Subpetak ukuran 1x1 meter, untuk pengambilan data tumbuhan bawah.

20

 

meter

 

B

 

(10

 

meter)

 

10

 

meter

 

C

 

(5

 

meter)

 

D

 

(2

 

meter)

 


(2)

REKAP DATA ANALISIS VEGETASI SEMAI JENIS LAIN

DAN TUMBUHAN BAWAH

Tabel 21. Data Analisis Vegetasi Tingkat Semai Jenis Lain di Tegakan Mahoni

No.

 

Nama

 

Jenis

 

∑ 

individu

  ∑ 

plot

 

K

 

KR

 

F

 

FR

 

INP

 

1

 

Sengon

 

4

 

2

 

2000

0,571

1000

 

0,667

 

1,238

2

 

Sengon

 

Buto

 

3

 

1

 

1500

0,429

500

 

0,333

 

0,762

3500

1

1500

 

1

 

2

Tabel 22. Data Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah di Tegakan Mahoni

No.

 

Nama

 

Jenis

 

∑ 

individu

  ∑ 

plot

 

K

 

KR

 

F

 

FR

 

INP

 

1

 

Rumput

 

Gajah

 

14

 

3

 

7000

0,063

1500

 

0,049

 

0,112

2

 

Daun

 

Kuras

 

13

 

6

 

6500

0,058

3000

 

0,098

 

0,157

3

 

Lantara

 

cammara

 

26

 

3

 

13000

0,117

1500

 

0,049

 

0,166

4

 

Rumput

 

Jajagoan

 

17

 

7

 

8500

0,076

3500

 

0,115

 

0,191

5

 

Rumput

 

35

 

3

 

17500

0,157

1500

 

0,049

 

0,206

6

 

Cukrak

 

Cakrik

 

31

 

13

 

15500

0,139

6500

 

0,213

 

0,352

7

 

Bebelimbingan

 

49

 

11

 

24500

0,220

5500

 

0,180

 

0,400

8

 

Rarambutanan

 

38

 

15

 

19000

0,170

7500

 

0,246

 

0,416


(3)

ANOVA Model Penduga Biomassa Mahoni

1.

Batang

Persamaan : W = 6,053 D

2,022

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.950 1 1.950 31.204 .000a

Residual .937 15 .062

Total 2.887 16

a. Predictors: (Constant), log_dbh b. Dependent Variable: log_biobatang

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.782 .361 -2.165 .047

log_dbh 2.022 .362 .822 5.586 .000

a. Dependent Variable: log_biotat

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .822a .675 .654 .24997


(4)

ANOVA Model Penduga Biomassa Jati

1.

Cabang

Persamaan : W

1

= 0,0026 D

2,288

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .866a .750 .708 .24187

a. Predictors: (Constant), log_dbh

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.053 1 1.053 17.999 .005a

Residual .351 6 .059

Total 1.404 7

a. Predictors: (Constant), log_dbh b. Dependent Variable: log_cabang

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -2.574 .565 -4.553 .004

log_dbh 2.288 .539 .866 4.243 .005


(5)

ANOVA Model Penduga Karbon Terikat Mahoni

Batang.

Persamaan : C = 0,08 D

2,105

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .819a .670 .648 .26330

a. Predictors: (Constant), log_dbh

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.114 1 2.114 30.487 .000a

Residual 1.040 15 .069

Total 3.153 16

a. Predictors: (Constant), log_dbh

b. Dependent Variable: log_carbon batang

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.092 .381 -2.870 .012

log_dbh 2.105 .381 .819 5.521 .000


(6)

ANOVA Model Penduga Karbon Terikat Jati

Batang.

Persamaan : C = 0,0477 D

2,663

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .961a .924 .912 .13953

a. Predictors: (Constant), log_dbh

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.426 1 1.426 73.247 .000a

Residual .117 6 .019

Total 1.543 7

a. Predictors: (Constant), log_dbh b. Dependent Variable: log_carbatang

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.321 .326 -4.049 .007