Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

(1)

PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

PEMULIHAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

LISPARYANDA SIHOMBING NIM: 101000199

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

PEMULIHAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN TAHUN 2013

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

LISPARYANDA SIHOMBING 101000199

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRACT

Children under five years are group of society that very unstable from nutrition problem. They have a very fast Growth and development in this period so need enough and gratify food and nutrition supply. If malnutrition happens and even severe malnutrition can cause permanent growth and development disturbance physically, mentally, socially, and intelligently that will be brought until adult. If this problem ignored, the worst probability in the next 30 years is lost generation where decreasing human quality in many aspects and will influence productifity so when productifity is low the result is low also. So, to create a better Human Resources quality must begin early that is watch out nutrition status of children of five.

This research is observational method by using secunder data from Health center of Pekan Labuhan to learn correlation of Supplementary Feeding Program of Recovery with body weight improvement of children under five that severe malnutrition.

Based on research, known that there was different body weight of children under five before and after receiving Supplementary Feeding Program of Recovery in Health centre of Pekan Labuhan where all children under five years undergo improvement body weight. .

During follow Supplementary Feeding Program of Recovery process suggested always given socialitation inorder mothers watch out energy intake of children under five and make sure that they complete PMT-P.

Keyword: Supplementary Feeding, Severe Malnutrition, Children Under Five Years


(5)

ABSTRAK

Balita merupakan salah satu golongan penduduk yang sangat rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam periode ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Seandainya terjadi kurang gizi bahkan sangat kurang maka dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya menetap dan akan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Apabila masalah ini diabaikan maka kemungkinan terburuk yang terjadi 30 tahun kedepan adalah lost generation dimana terjadi penurunan kualitas manusia dari berbagai aspek yang akan mempengaruhi kinerja/ produktifitas sehingga saat kinerja buruk maka hasil pun rendah. Sehingga menciptakan kualitas SDM yang lebih baik harus dimulai dari sejak dini yaitu memperhatikan status gizi balita

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan menngunakan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Pekan Labuhan untuk mengetahui hubungan PMT-P dengan peningkatan berat badan balita.

Ada perubahan BB balita gizi buruk setelah mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 dimana setelah 3 bulam pemberian PMT-P semua balita mengalami peningkatan berat badan.

Selama proses mengikuti PMT-P hendaknya selalu diberikan penyuluhan agar ibu-ibu balita memperhatikan asupan energi balita dan memastikan balita menghabiskan PMT-P .


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lisparyanda Sihombing

Tempat : Huta Kabo

Tanggal lahir : 13 Maret 1991

Suku bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama ayah : Juber Sihombing

Suku bangsa ayah : Batak

Jumlah anggota keluarga : Anak ke 3 dari 6 bersaudara Alamat rumah : Huta Kabo

Riwayat Pendidikan Formal

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 030345 Hutagugung 2. Tahun 2005-2007 : SMP Negeri 1 Sumbul

3. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 1 Sumbul

4. Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena kasih rahmat dan karunia-Nya penulis dapat mengikuti studi hingga selesainya skripsi yang berjudul “ Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013” ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi memperkaya materi skripsi ini.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orangtua terkasih, Ayahanda Juber Sihombing dan Ibunda Sonti Rajagukguk yang telah membesarkan penulis dengan pengorbanan yang tidak ternilai dengan materi, penuh tanggung jawab, dan hati yang ikhlas serta memberikan perhatian, dorongan, dan doa yang tiada henti-hentinya.

Dengan selesainya skripsi ini, selain atas upaya penulis sendiri, juga tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis M.Kes dan Ibu Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat;

3. Ibu Dra. Syarifah MS selaku Dosen Pembimbing Akademik;

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si. dan Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS selaku komisi penguji yang banyak memberi bimbingan penulisan;

5. Seluruh dosen dan staf FKM-USU khususnya kepada Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, seluruh dosen dan Bapak Marihot Samosir sebagai staf yang telah banyak memberikan bimbingan dan membantu penulis selama proses pengerjaan skripsi ini;

6. Kakak, abang dan adik-adikku terkasih (Kak Desra Sihombing, S.P, Bang Hasoloan Sihombing, S.Pd, Toman Sihombing FT’12 USU, Indrawati Sihombing FK’12 USU, dan Pudan kami Budi Sihombing FT’14 USU) telah mendukung baik lewat materi, perhatian, dan doanya;

7. dr. Roi Hendra, selaku Kepala Puskesmas Pekan labuhan dan Ibu pegawai khususnya: Bunda Leli, Ka Kartina, Ka Yoshepin, dan Ibu Siti Aisyah yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini;

8. Sahabatku yang unik-unik (Fidrin, Fitri, Tetty, Fajaria, Andiko, dan Josep) terimakasih untuk dukungan dan kebersamaannya;


(9)

9. KK Suzugos (Kak Shinta DPS, Kak Bian dan Ka Nur yang pernah singgah sebagai PKK pengganti, Kak Arsika, Kak Lidya, Bernike, widya) untuk dukungan doa dan kebersamaannya;

10.Sahabat PBL (Bapak Sukardi, bang Mulkan, Kak Puput, Eci, dan Ranika) untuk dukungan dan semangatnya;

11.Sahabat seperjuanganku (Rosalyn, Henrika, Erikka, Purnama, Hermin, Rini Piliang)

12.Sahabat seperjuangan di HMP Gizi Kesehatan Masyarakat (Ria Solia, Adelina, Imaniar, Ria Sutiani, Tia, Pipit, Silvina, Afriani, Kak Dwinta, Kak Maria, Kak Dewita, Entiwe dan seluruh mahasiswa HMP Gizi) untuk kebersamaan dan semangat juangnya;

13.Adik-adik kandung kampusku (Abdon, Dolli, James, Leo, Ronny, Andreas) yang tak berhenti bertanya tentang usainya stuskripsi ini.

14.Paduan Suara EL-SHADDAI USU khususnya Kak Betty, Kak Efrina, Kak Heni, Kak Disa, Bang Ondy Yohan sang Maestro, Bang Mario, Bang Mul, Bang Matius, Bang Suryadi, Elisa, winta, Maya, Kak Elmaya, Padesi, Jimmy, Hizkia, Rinaldi, Theresia, Ricky, Kak Elsa, yang memberi melodi dan harmonisasi yang indah setiap hari selama proses perkuliahan di USU bahkan dalam proses mengerjakan Skripsi ini. Terimakasih untuk segalanya;

15.Semua Sahabat di Lingkungan FKM-USU khususnya semua teman stambuk 2010 terima kasih atas motivasi dan doanya; dan

16.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu saya ucapkan terima kasih.


(10)

Akhir kata semoga Tuhan Yesus senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 2015 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Hipotesis Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi ... 8

2.2 Klasifikasi Status Gizi ... 14

2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan ... 27

1. Prinsip ... 27

2. Jumlah dan Frekuensi ... 28

3. Penerapan Tata Laksana Penanggulangan Gizi Buruk ... 29

4. Kriteria Sembuh ... 30

5. Waktu dan Frekuensi Pelaksanaan ... 31

2.4 Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 34

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 34

3.4.1 Jenis Data... 34

3.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 34

3.5 Definisi Operasional ... 35

3.6 Aspek Pengukuran ... 37


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum daerah penelitian ... 39

4.1.1 Geografi... 39

4.1.2 Demografi ... 40

4.2 Karakteristik Keluarga Balita Gizi Buruk ... 43

4.2.1 Karakteristik Balita ... 43

4.2.2 Jenis Kelamin dan Umur Balita ... 43

4.2.2 Status Berat Badan Lahir Balita ... 44

4.2.3 Kelengkapan Imunisasi ... 44

4.2.4 Riwayat Penyakit Balita ... 45

4.2.5 Karakteristik Kepala Keluarga ... 45

4.2.6 Karakteristik Ibu... 47

4.2.7 Jumlah Anggota Keluarga ... 49

4.2.8 Jumlah Balita Dalam Keluarga ... 49

4.2.9 Pendapatan Keluarga ... 50

4.2.10 Sumber Air bersih ... 50

4.2.11 Jenis Rumah ... 51

4.3 Berat Badan Balita sebelum dan sesudah mendapat PMT-P ... 51

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Keterbatasan Penelitian ... 58

5.2 Berat Badan Sebelum dan Sesudah Mendapatkan PMT-P ... 59

5.3 Gambaran PMT-P ... 60

5.4 Gambaran Umur Balita yang mendapat PMT-P ... 60

5.5 Gambaran Distribusi Jenis Kelamin Balita ... 61

5.6 Gambaran Kelengkapan Imunisasi Balita Gizi Buru ... 61

5.7 Gambaran Penyakit penyerta Balita ... 61

5.8 Hubungan PMT-P dengan Berat Badan Balita ... 62

5.9 Hubungan PMT-P, Jenis Kelamin dan Peningkatan Berat Badan ... 62

5.10 Hubungan PMT-P, Peningkatan Berat Badan Menurut Umur ... 62

5.11 Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk di Setiap Bulan Menurut Jenis Rumah ... 63

5.12 Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk di Setiap Bulan Menurut Jenis Rumah ... 63

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Puskesmas

Pekan Labuhan Tahun 2013 ... 40 Tabel 4.2 Distribuasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja

Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2009 ... 41 Tabel4.3 Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan

Menurut Tingkat Pendidikan... 41 Tabel 4.4 Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan

Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin ... 42 Tabel 4.5 Distribusi Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas

Pekan Labuhan ... 43 Tabel 4.6 Data Sarana Fisik wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan ... 43 Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Balita gizi buruk menurut Umur

dan Jenis Kelamin ... 44 Tabel 4.8 Status Berat Badan Lahir Balita Gizi Buruk di Puskesmas

Pekan Labuhan 2013 ... 44 Tabel 4.9 Tabel Kelengkapan Imunisasi Balita Gizi Buruk di

Puskesmas Pekan Labuhan ... 45 Tabel 4.10 Riwayat Penyakit Balita Gizi Buruk Puskesmas

Pekan Labuhan Tahun 2013 ... 45 Tabel 4.11 Karakteristik Kepala Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013 Menurut Umur ... 45 Tabel 4.12 Karakteristik Kepala Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013 Menurut Pekerjaan .. 46 Tabel 4.13 Karakteristik Kepala Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013 Menurut Pendidikan 46 Tabel 4.14 Karakteristik Kepala Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013 Menurut Suku ... 47 Tabel 4.15 Karakteristik Ibu Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di

Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 Menurut Umur ... 48 Tabel 4.16 Karakteristik Ibu Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di

Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013Menurut Pendidikan ... 48 Tabel 4.17 Karakteristik Ibu Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di

Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 Menurut Pekerjaan ... 48 Tabel 4.18 Jumlah Anggota Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan

PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ... 49 Tabel 4.19 Jumlah Balita dalam Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ... 49 Tabel 4.20 Pendapatan Keluarga (Rp) Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan

PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ... 50 Tabel 4.21 Sumber Air Bersih Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ... 50


(14)

Tabel 4.22 Jenis Rumah Keluarga Balita Gizi Buruk yang Mendapatkan

PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ... 51 Tabel 4.23 BB balita gizi buruk sebelum dan sesudah PMT-P... 51 Tabel 4.24 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Riwayat Penyakit ISPA

dan Peningkatan Berat Badan Bulan I ... 52 Tabel 4.25 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Riwayat Penyakit ISPA

dan Peningkatan Berat Badan Bulan II ... 52 Tabel 4.26 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Riwayat Penyakit ISPA

dan Peningkatan Berat Badan Bulan III ... 53 Tabel 4.27 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Jenis Kelamin

dan Peningkatan Berat Badan Bulan I ... 53 Tabel 4.28 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Jenis Kelamin

dan Peningkatan Berat Badan Bulan II ... 53 Tabel 4.29 Distribusi Balita Gizi Buruk Menurut Jenis Kelamin

dan Peningkatan Berat Badan Bulan III ... 54 Tabel 4.30 Distribusi Balita menurut Umur dan Peningkatan Berat

Badan Bulan I PMT-P ... 54 Tabel 4.31 Distribusi Balita menurut Umur dan Peningkatan Berat

Badan Bulan II PMT-P ... 55 Tabel 4.32 Distribusi Balita menurut Umur dan Peningkatan Berat

Badan Bulan III PMT-P ... 55 Tabel 4.33 Distribusi Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk

Menurut Jenis Rumah Bulan I PMT-P ... 56 Tabel 4.34 Distribusi Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk

Menurut Jenis Rumah Bulan II PMT-P ... 56 Tabel 4.35 Distribusi Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Sekunder Penelitian Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian Lampiran 3 : Surat Bukti Penelitian Lampiran 4 : Master Data


(16)

ABSTRACT

Children under five years are group of society that very unstable from nutrition problem. They have a very fast Growth and development in this period so need enough and gratify food and nutrition supply. If malnutrition happens and even severe malnutrition can cause permanent growth and development disturbance physically, mentally, socially, and intelligently that will be brought until adult. If this problem ignored, the worst probability in the next 30 years is lost generation where decreasing human quality in many aspects and will influence productifity so when productifity is low the result is low also. So, to create a better Human Resources quality must begin early that is watch out nutrition status of children of five.

This research is observational method by using secunder data from Health center of Pekan Labuhan to learn correlation of Supplementary Feeding Program of Recovery with body weight improvement of children under five that severe malnutrition.

Based on research, known that there was different body weight of children under five before and after receiving Supplementary Feeding Program of Recovery in Health centre of Pekan Labuhan where all children under five years undergo improvement body weight. .

During follow Supplementary Feeding Program of Recovery process suggested always given socialitation inorder mothers watch out energy intake of children under five and make sure that they complete PMT-P.

Keyword: Supplementary Feeding, Severe Malnutrition, Children Under Five Years


(17)

ABSTRAK

Balita merupakan salah satu golongan penduduk yang sangat rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam periode ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Seandainya terjadi kurang gizi bahkan sangat kurang maka dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya menetap dan akan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Apabila masalah ini diabaikan maka kemungkinan terburuk yang terjadi 30 tahun kedepan adalah lost generation dimana terjadi penurunan kualitas manusia dari berbagai aspek yang akan mempengaruhi kinerja/ produktifitas sehingga saat kinerja buruk maka hasil pun rendah. Sehingga menciptakan kualitas SDM yang lebih baik harus dimulai dari sejak dini yaitu memperhatikan status gizi balita

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan menngunakan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Pekan Labuhan untuk mengetahui hubungan PMT-P dengan peningkatan berat badan balita.

Ada perubahan BB balita gizi buruk setelah mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 dimana setelah 3 bulam pemberian PMT-P semua balita mengalami peningkatan berat badan.

Selama proses mengikuti PMT-P hendaknya selalu diberikan penyuluhan agar ibu-ibu balita memperhatikan asupan energi balita dan memastikan balita menghabiskan PMT-P .


(18)

1.1 Latar Belakang

Garis- garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu: kecerdasan otak atau kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktifitas kerja (Supariasa, 2002).

Masa balita merupakan masa transisi yang sangat penting dimana pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dominan tampak terjadi dalam masa ini mulai dari belajar merangkak, turun ke tanah, belajar mengunyah, berbicara bahkan masa ini disebut sebagai golden period karena ini merupakan suatu periode emas untuk masa pertumbuhan otak sebagai organ vital suatu sumber daya manusia. Menurut Sanoesi (2003) anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang sangat rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam periode ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Seandainya terjadi kurang gizi bahkan sangat kurang maka dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya menetap dan akan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara


(19)

2

lebih spsifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Oleh sebab itu masa ini merupakan periode yang sangat menentukan bagaimana kualitas seorang manusia dewasa nantinya sehubungan dengan anak sebagai bagian dari sumber daya manusia sebagai penerus estafet kepemimpinan bangsa di masa mendatang. Kita semua menaruh harapan agar anak-anak dapat tumbuh kembang sebaik-baiknya, sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat fisik, mental dan sosial. Dengan demikian dapat mencapai produktifitas sesuai dengan kemampuannya dan berguna bagi nusa dan bangsa (Soetjiningsih, 2002). Generasi yang berkualitas sangat diperlukan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik

Menciptakan kesehatan yang baik dan kecerdasan anak maka faktor yang paling penting untuk mendukung adalah gizi dimana apabila terjadi kekurangan gizi maka dapat menyebabkan berat badan kurang, mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambat pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, psikomotor, dan maupun mental (Rahayu, 2008).

Menurut Alan Berg dan Robert (1985), keadaan kesehatan manusia dan juga kesehatan bangsa dapat ditingkatkan dengan jalan perbaikan gizi tetapi juga sangat tergantung pada keadaan ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup. Gizi bukan merupakan titik pusat dari pembangunan, tetapi merupakan bagian penting dari pembangunan yang patut mendapatkan lebih banyak perhatian.


(20)

Malnutrisi atau kerapkali disebut sebagai gizi buruk menjadi masalah yang masih terjadi pada balita yang berpengaruh terhadap rentannya terhadap penyakit infeksi khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini yang hidup di alam yang memberi lebih kekayaan flora dan fauna tetapi masih tidak sedikit yang mengalami gizi buruk atau kurang energi protein dalam jangka waktu yang lama.

Masalah kekurangan gizi terjadi karena banyak faktor yang saling mempengaruhi. Di tingkat rumah tangga, kekurangan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku, dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kekurangan gizi pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai. Pola asuh anak dalam setiap keluarga tidak selalu sama. Secara keseluruhan mutu asuhan dan perawatan anak yang kurang memadai disebabkan kurangnya pengetahuan dan perhatian ibu dan merupakan pokok pangkal terjadinya malapetaka yang menimpa bayi dan anak-anak menuju ke jurang kematian (Soekirman, 2000).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia berdasarkan indeks BB/U sebesar 5,4%, gizi kurang 13%, sedangkan menurut indeks BB/TB sangat kurus 6,2%, kurus 7,4%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi buruk berdasarkan indeks BB/U sebesar 4,9%, gizi kurang 13% Jika dibandingkan dengan prevalensi di Propinsi Sumatera Utara jauh lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 menurut indeks BB/U gizi buruk 8,4%, gizi kurang 14,3%, menurut indeks BB/TB sangat kurus 9,1%, kurus 7,9% dan pada tahun 2010 prevalensi


(21)

4

berdasarkan indeks BB/U gizi buruk 7,8%, gizi kurang 13,5%, sedangkan berdasarkan BB/TB kurus 5,6% dan kurus 8,4% (Riskesdas, 2010).

Prevalensi balita gizi buruk dan kurang berdasarkan survey Penilaian Status Gizi (PSG) tahun 2005-2009 mengalami penurunan khususnya sejak tahun 2006. Penurunan ini cukup bermakna terutama pada kasus balita dengan gizi buruk yang mampu diturunkan hampir 50% dalam kurun waktu 3 tahun (2006- 2009) yaitu dari sekitar 8% menjadi 4%. Dilain pihak, dalam kurun waktu yang sama, penurunan kasus gizi kurang lebih lambat sekitar 20% yaitu dari sekitar 21% menjadi 16%. Dengan angka sebesar 20,2% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO; 5-9% rendah, 10-15-9% medium, 20-35-9% tinggi, >40% sangat tinggi).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Kemenkes tahun 2010, menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan Survey PSG tahun 2009. Prevalensi balita dengan gizi buruk dan kurang di Provinsi Sumatera Utara yaitu 21,4%, dan angka ini mengalami penurunan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu 22,7%. Pada Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang, sedangkan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%). Dibandingkan tahun 2011, persentase balita gizi kurang sebesar 2,81%, artinya mengalami peningkatan sebesar 0,69%. Sedangkan penderita gizi buruk tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 0,29% dari tahun 2011 sebesar 0,4%. Selain masalah balita dengan gizi buruk dan kurang, fenomena obesitas pada balita juga sudah naik ke permukaan, pada tahun 2011 ditemukan 1,49%


(22)

balita mengalami gizi lebih meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,58% (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data surveilans gizi buruk yang dilaksanakan pada tahun 2008 di Kota Medan berdasarkan indeks BB/U gizi buruk sebanyak 447 balita (0,6%), gizi kurang 6545 balita (9,6%), tahun 2009 terdapat gizi buruk sebanyak 761orang (0,6%), gizi kurang sebanyak 7036 orang ( 5,9%), tahun 2010 terdapat gizi buruk sebesar 1018 balita (0,8%), gizi kurang 5466 balita (4,6%) (Dinkes Kota Medan), 2010). Meskipun kota Medan bukan merupakan kota yang paling tinggi angka balita gizi buruknya namun ini tetap menjadi masalah yang harus ditangani hingga tuntas.

Medan Utara merupakan salah satu daerah Medan yang angka balita gizi buruknya tinggi khususnya daerah Medan Labuhan dimana Puskesmas yang wilayah kerjanya di daerah tersebut adalah Puskesmas Medan Labuhan, Pekan Labuhan, dan Martubung.

Apabila masalah ini diabaikan maka kemungkinan terburuk yang terjadi 30 tahun kedepan adalah lost generation dimana terjadi penurunan kualitas manusia dari berbagai aspek yang akan mempengaruhi kinerja/ produktifitas sehingga saat kinerja buruk maka hasil pun rendah. Sehingga menciptakan kualitas SDM yang lebih baik harus dimulai dari sejak dini yaitu memperhatikan status gizi balita

Sesuai dengan rekomendasi dari World Health Organisation (WHO) dalam penanganan kasus gizi buruk, pemerintah membuat program PPG (Pusat Pemulihan Gizi) di 10 puskesmas Kota Medan termasuk puskesmas Medan


(23)

6

Labuhan dan Pekan Labuhan. PPG merupakan tempat pemberian makanan tambahan disertai dengan terapi diet dan medis pada anak yang menderita gizi buruk (sangat kurus) yang bertujuan menurunkan angka kematian balita. Dalam pelaksanaan dietnya diberikan makanan tambahan pemulihan.

Hasil penelitian Betti (2009) yang dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan bahwa status gizi balita yang dilihat dari hasil pemantauan berdasarkan indeks BB/U setelah mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) selama 3 bulan mengalami peningkatan. Dimana sebelum mendapatkan PMTP balita dengan status gizi kurang sebanyak 48 orang(100%) tetapi setelah mendapatkan PMT-P pada bulan I satus gizi balita menjadi baik sebanyak 21 orang (43,3%) dan status gizi kurang sebanyak 27 orang (56,2%) serta tidak terdapat balita yang mempunyai status gizi lebih dan gizi buruk. Pada bulan II balita dengan status gizi baik sebanyak 33 orang (68,8%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (27,1%) dan status gizi buruk ssebanyak 2 orang (4,1%) serta tidak terdapat balita yang mempunyai status gizi lebih. Sedangkan pada bulan III balita dengan status gizi baik sebanyak 36 orang (54,2%), kurang sebanyak 9 orang (18,8%) dan buruk sebanyak 3 orang (6,2%) serta tidak terdapat balita dengan status gizi lebih. Masih terdapatnya 3 orang balita dengan status gizi buruk disebabkan karena balita sering mengalami sakit terutama penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terjadi peningkatan berat


(24)

badan balita gizi buruk setelah mendapatkan PMT-Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana perubahan berat badan balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan setelah diberikan PMT-P.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya perubahan berat badan balita gizi buruk yang mendapat PMT-P di Puskesmas Labuhan tahun 2013

2. Diketahuinya gambaran jenis,jumlah, dan frekuensi PMT-P balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh pemberian PMT-P pada balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan terhadap berat badan balita

1.5 Manfaat Penelitian 1. Untuk Puskesmas

Sebagai sumber informasi untuk Puskesmas dalam hal pencapaian berat badan balita gizi buruk selama diberikan PMT-P.

2. Untuk masyarakat

Sumber informasi tentang pengaruh PMT-P dengan peningkatan berat badan balita gizi buruk selama perawatan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan sebagai cara untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, dan dapat menghasilkan energi. Makanan yang dimakan akan melalui berbagai proses seperti digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh (Proverawati & Asfuah, 2009).

Dampak dari proses tersebut menghasilkan status gizi dimana menurut Supariasa, dkk (2000) status gizi sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, sedangkan menurut Suhadjo (1992) adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Sementara itu menurut Notoatmodjo (1997) status gizi merupakan konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan.

Peran dan kedudukan Penilaian Status gizi di dalam ilmu gizi adalah untuk mengetahui status gizi, yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau masyarakat. Status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu 1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antopometri gizi berhubungan dengan berbagai macam


(26)

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Istilah Nutritional Anthropometry mula-mula muncul dalam Body Measurements and Human Nutrition yang ditulis oleh Brozek pada tahun 1966 yang telah didefinisikan oleh Jelliffe (1966) sebagai pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda. Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu : pertumbuhan dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak.

Pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang dapat untuk menilai status gizi. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak (Narendra, 2006). Jenis pengukuran antropometri, antara lain : .

1) Berat dan Tinggi Badan terhadap Umur

Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah diubah. Namun indicator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB.


(27)

10

Indikator TB/ U menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini.

Kelebihan indikator BB/U

a. Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; b. Sensitive untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu

pendek; dan

c. Dapat mendeteksi kegemukan Kelemahan indikator BB/U

a. Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedem

b. Data umur yang akurat seringkali sulit diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang berkembang

c. Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus.

d. Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbanganaknya karena dianggapa sperti barang dagangan.

Kelebihan indikator TB/U (PB/U)

a. Dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau b. Dapat dijadikan indicator keadaan sosial ekonomi penduduk

Kekurangan indikator TB/U (PB/U)

a. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita


(28)

b. Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini

c. Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di Negara-negara berkembang

d. Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional

2) Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita pengukur.

Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan lingkaran kepala (dikutip oleh Behrman, 1968). Sedangkan lingkaran lengan menggunakan baku dari Wolanski, 1961 yang berturut-turut diperbaiki pada tahun 1969. 3) Tebal kulit

Tebal kulit diukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan, subskapula dan daerah pinggul penting untuk menilai kegemukan. Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnyapun mahal (Harpenden Caliper).

4) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah Quetelet’s index memiliki formula berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). IMT mulai disosialisasikan untuk penilaian status mutrisi pada anak dalam kurva CDC (Center for Disease Center) tahun 2004. Tingkat kelebihan berat badan harus dinyatakan dengan SD dari mean (rerata) IMT untuk populasi umur tertentu. Mean IMT juga bervariasi seperti pada berat badan normal


(29)

12

pada status gizi dan frekuensi kelebihan berat pada rerata IMT dan standard deviasi yang dihitung (Narendra, 2006).

Kelebihan indikator BB/ TB

a. Independen terhadap umur dan ras

b. Dapat menilai status kurus dan gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat lainnya

Kelemahan indikator BB/ TB

a. Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus.

b. Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbanganaknya karena dianggapa sperti barang dagangan.

c. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok usia balita

d. Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional

e. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal, atau jangkung. (Soekirman, 2000)

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata,


(30)

rambut, dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah berdasarkan survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.


(31)

14

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikanan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain- lain. (Supariasa, 2002)

2.2 Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference (Ibnu Fajar et al, 2002). Berdasarkan Semi Loka Antopometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku rujukan World Health Organization – National Centre for Health Service (WHONCHS) (Gizi Indonesia, Vol. XV No 2 tahun 1999). Berdasarkan baku WHONCHS status gizi dibagi menjadi empat, yaitu:


(32)

1. Gizi lebih

Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energi yang positif (Gibney, 2008). Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama pola makan. Pola makan berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidat, rendah serat kasar, dan tinggi lemak sehingga menjadikan mutu makanan ke arah tidak seimbang. Dampak masalah gizi lebih tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner, diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan penyakit hati (Supariasa, 2002). Penanggulangan masalah gizi lebih adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik. Penyeimbangan masukan energy dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol (Almatsier, 2001).

2. Gizi baik

Gizi baik adalah gizi yang seimbang. Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan


(33)

16

memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002). Sekjen Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Dr. dr. Saptawati Bardosono (2009) memberikan 10 tanda umum gizi baik, yaitu:

1) Bertambah umur, bertambah padat, bertambah tinggi. Tubuh dengan asupan gizi baik akan mempunyai tulang dan otot yang sehat dan kuat karena konsumsi protein dan kalsiumnya cukup. Jika kebutuhan protein dan kalsium terpenuhi maka massa tubuh akan bertambah dan tubuh akan bertambah tinggi.

2) Postur tubuh tegap dan otot padat. Tubuh yang memiliki massa otot yang padat dan tegap berarti tidak kekurangan protein dan kalsium. Mengonsumsi susu dapat membantu mencapai postur ideal.

3) Rambut berkilau dan kuat. Protein dari daging, ayam, ikan dan kacang-kacangan dapat membuat rambut menjadi lebih sehat dan kuat.

4) Kulit dan kuku bersih dan tidak pucat. Kulit dan kuku bersih menandakan asupan vitamin A, C, E dan mineral terpenuhi.

5) Wajah ceria, mata bening dan bibir segar. Mata yang sehat dan bening didapat dari konsumsi vitamin A dan C seperti tomat dan wortel. Bibir segar didapat dari vitamin B, C dan E seperti yang terdapat dalam wortel, kentang, udang, mangga, jeruk.

6) Gigi bersih dan gusi merah muda. Gigi dan gusi sehat dibutuhkan untuk membantu mencerna makanan dengan baik. Untuk itu, asupan kalsium dan vitamin B pun diperlukan.


(34)

7) Nafsu makan baik dan buang air besar teratur. Nafsu makan baik dilihat dari intensitas anak makan, idealnya yaitu 3 kali sehari. Buang air besar pun harusnya setiap hari agar sisa makanan dalam usus besat tidak menjadi racun bagi tubuh yang dapat mengganggu nafsu makan.

8) Bergerak aktif dan berbicara lancar sesuai umur. 9) Penuh perhatian dan bereaksi aktif

10) Tidur nyenyak 3. Gizi Kurang

Menurut Moehji, S (2003) Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) pada tahun 1999, telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi kurang seperti pada bagan di bawah ini. Empat masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia, yaitu (Almatsier, 2001)

1) Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP bisa menurunkan produktivitas kerja dan derajat kesehatan sehingga rentan terhadap penyakit. Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya KEP, namun selain kemiskinan faktor lain yang berpengaruh


(35)

18

adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping serta tentang pemeliharaan lingungan yang sehat (Almatsier, 2001). 2) Anemia Gizi Besi (AGB)

Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi (AGB). Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologik tinggi (asal hewan), dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau persalinan. AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan produktivitas kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibody sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran.

3) Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

Kekurangan iodium umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana tanah kurang mengandung iodium. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid). Pada anak-anak menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Ini menampakkan diri berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium/iodized oil capsule kepada semua wanita usia subur da anak sekolah di daerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur.


(36)

4) Kurang Vitamin A (KVA)

KVA merupakan suatu ganguan yang disebabkan karena kurangnya asupan vitamin A dalam tubuh. KVA dapat mengakibatkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian khususnya pada anak-anak. Selain itu KVA dapat menurunkan epitelisme sel-sel kulit . Faktor yang menyebabkan timbulnya KVA adalah kemiskinan dan minim pengetahuan akan gizi. 4. Gizi buruk

Gizi buruk merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh penyebab langsung yaitu intake zat gizi dari makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi. Penyebab langsung dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ketersediaan pangan keluarga yang rendah, perilaku kesehatan termasuk pola asuh ibu dan anak yang tidak benar, serta pelayanan kesehatan rendah dan lingkungan yang tidak sehat. Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita:

1) Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.

2) Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi. 3) Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.


(37)

20

Dalam menginterpretasikan status gizi dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas tersebut dapat disajikan dalam standar deviasi unit. Standar Deviasi disebut juga dengan Z-score. WHO menyarankan untuk mengunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif 2 SD unit (Z-score) dari median. Dibawah nilai median -2 SD unit dinyatakan gizi kurang (Supariasa, 2001).

Rumus perhitungan Z-score adalah :

Z – score = Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Standar Baku Antropometri WHO 2005

No Batas Pengelompokan

Sebutan Status Gizi

1 < -3 SD

-3 s/d < -2 SD -2 s/d +2 SD > +2 SD

Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

2 < -3 SD

-3 s/d < -2 SD -2 s/d +2 SD > +2 SD

Sangat pendek Pendek

Normal Tinggi

3 < -3 SD

-3 s/d < -2 SD -2 s/d +2 SD > +2 SD

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

Sumber: Kemenkes 2010

Gizi buruk juga dikatakan sebagai status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan


(38)

kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).

Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di negara-negara berkembang (WHO, 2001). Bentuk bahaya dari malnutrisi termasuk marasmus, kretinisme, kerusakan otak yang irreversible akibat defisiensi iodin, kebutaan, peningkatan faktor risiko terhadap penyakit infeksi, dan kematian akibat defisiensi vitamin A (WHO, 2004).


(39)

22

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1) Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2) Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat


(40)

adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

3) Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1) Penyebab Langsung.


(41)

24

Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2) Penyebab tidak langsung,

Ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

Sesungguhnya masalah gizi buruk merupakan masalah yang kompleks karena penyebabnya multi faktor dan multi dimensi sehingga penanganannya memerlukan pendekatan yang menyeluruh, meliputi penyembuhan dan pemulihan anak-anak yang sudah menjadi gizi buruk, dan pencegahan dan peningkatan untuk menjaga/mempertahankan anak yang sehat tetap sehat.

Tidak jauh berbeda menurut UNICEF enyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang di konsumsi


(42)

atau makanan yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu (1) Faktor ketidaktersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengolalaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai (UNICEF, 2007).

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan


(43)

26

maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).

Oleh Burkhalter dalam tulisan Soekirman juga dituliskan tentang dampak kekurangan gizi secara umum dikelompokkan dalam 11 kategori, yaitu dampak terhadap :kematian anak, penyakit anak, kematian ibu, kesuburan wanita atau fertilitas, fungsi mata, kecerdasan, prestasi sekolah, anggaran pendidikan dan kesehatan pemerintah, jumlah dan nilai ekonomi air susu ibu, produktivitas kerja, masalah ekonomi bangsa.

Gizi buruk merupakan suatu penyakit yang multikausal atau tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja namun banyak faktor yang menyertai untuk terjadinya penyakit gizi buruk sehingga dalam penanggulangannya harus dengan pendekatan dari setiap aspek yang mempengaruhinya baik dari ketersediaan


(44)

pangan,pengolahan, penyajian, maupun pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi. Kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.

Upaya yang langsung ke sasaran berupa pelayanan dasar gizi, kesehatan dan pendidikan. Sedang upaya tidak langsung meliputi:

a) Jaminan ketahanan pangan sehingga setiap keluarga dan penduduk miskin dapat dipenuhi hak azasinya yaitu hak untuk memperoleh makanan yang cukup;

b) memperluas kesempatan kerja untuk meningkatkan daya beli;

c) membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah unuk memberikan kesempatan penduduk miskin meningkatkan pendapatan melalui usaha produksi barang dan jasa. (Soekirman, 2000)

2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan 1. Prinsip

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral.

2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa pemulihan.

3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair, lumat, lembik, padat.


(45)

28

4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi sebesar 30-60 % dari total kalori.

5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari. 6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara

tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

2. Jumlah dan Frekuensi

Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:

1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

• Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair (Formula 100).

• Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100).

3) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan


(46)

mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.

3. Penerapan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (buku pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk I dan II)

a. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan penyakit penyerta/penyulit.

b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut: 1) Fase Stabilisasi

Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI.

2) Fase Transisi

Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.

3) Fase Rehabilitasi

Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100, dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.


(47)

30

4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)

Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun. 4. Kriteria sembuh:

Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut:

a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif b) BB/PB atau BB/TB > -3 SD

c) Komplikasi sudah teratasi

d) Ibu telah mendapat konseling gizi

e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

f) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. (Buku Pedoman tata Laksana Gizi Buruk, 2011).

Dalam setiap fase tindakan pelayanan memiliki unsur gizi yang beragam untuk mencegah dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh balita karena gizi


(48)

buruk dengan mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi, kekurangan zat gizi mikro, dll.

Langkah-langkah tersebut diaplikasikan dalam penanggulangan gizi buruk dan disajikan dalam table 2.2 berikut:

Sumber: Buku Pedoman tata Laksana Gizi Buruk, 2011

5. Waktu dan frekuensi pelaksanaan

Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut:

1) 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu 2) Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2


(49)

32

Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan, jika:

3) Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat Pemulihan Gizi (PPG)

4) Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan tambahan dan konseling.

2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pemberian PMT-P pada

balita gizi buruk -Fase Stabilisasi -Fase Transisi -Fase Rehabilitasi -Fase Tindak Lanjut


(50)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian obsevasional dengan menggunakan data sekunder untuk melihat efek dari Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan terhadap peningkatan berat badan balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan dengan alasan bahwa Puskesmas Pekan Labuhan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang berada di daerah Kec. Medan labuhan dimana di setiap tahun daerah ini memberikan kontribusi balita gizi buruk yang paling banyak di Kota Medan. Waktu pelaksanaan pengumpulan data dilakukan mulai September- November 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan kelompok yang menjadi fokus dalam penelitian ini dimana sampel penelitian diambil. Berikut ini akan dijelaskan secara detail populasi dan sampel penelitian ini.

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita gizi buruk yang mendapatkan PMT-Pemulihan tahun 2013 yaitu sebanyak 18 balita.


(51)

34

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang memenuhi kriteria inklusi yaitu balita gizi buruk dan mendapatkan PMT-P selama 90 hari di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan 2013 yaitu 18 balita.

Seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) yaitu apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara total sampling yang artinya semua balita gizi buruk yang mendapatkan PMT-Pemulihan tahun 2013 yaitu 18 orang balita sebagai sampel penelitian.

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Laporan Puskesmas dan catatan pemantauan status gizi balita gizi buruk dari Nopember 2013 sampai Februari 2014.

3.4.2 Cara Pengumpulan Data

Semua data diperoleh dari instansi Puskesmas Pekan Labuhan berupa pencatatan laporan puskesmas dan pemantauan diambil langsung oleh peneliti kepada pihak TPG Puskesmas Pekan Labuhan mulai Nopember 2013 sampai Februari 2014. Data yang diperoleh berupa data pribadi balita, keluarga, dan catatan pemantauan berat badan selama PMT-P tahun 2013 yang telah dilakukan oleh tim TPG.


(52)

3.5 Definisi Operasional

Untuk lebih jelasnya variabel yang akan diteliti maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

1. PMT-P: Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT – P) pada balita yang menderita gizi buruk yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Gizi(TPG)

puskesmas Pekan Labuhan agar berat badannya meningkat selama 90 hari yang berupa makanan produk lokal seperti kacang-kacangan yang diolah oleh TPG menjadi bubur dan makanan hasil olahan pabrik berupa biscuit dan susu formula.

2. Berat Badan: Keadaan berat badan balita dari hasil pengukuran tim TPG dalam setiap fase setelah mendapatkan PMT-P

3. Fase Stabilisasi: Rentang waktu pemberian makanan formula 75 (F-75) oleh pihak TPG Puskesmas pada balita gizi buruk yaitu pada 7 hari I mengikuti perawatan.

4. Fase Transisi: Rentang waktu pemberian makanan F-100) oleh pihak TPG Puskesmas pada balita gizi buruk yaitu pada hari ke 8 sampai hari ke 14 mengikuti perawatan.

5. Fase Rehabilitasi: Rentang waktu pemberian F-100 ditambah dengan makanan keluarga oleh pihak TPG Puskesmas pada balita gizi buruk yaitu pada minggu ke III mengikuti perawatan.

6. Fase Tindak Lanjut: Rentang waktu dimana balita dikontrol secara berkala sampai berusia 5 tahun dan hanya diberikan biskuit dan susu formula.


(53)

36

3.6 Aspek Pelaksanaan Program

PMT-P: setiap balita mendapatkan paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi

1. Obat

1) Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat

2) Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan

2. Makanan untuk Pemulihan Gizi

Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan

1) Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak (minyak/santan/margarin)

2) Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi) :

• 1 minggu pertama pemberian F 100.

• Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan keluarga.

3) Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga kunjungan berikutnya.


(54)

3.7 Aspek Pengukuran

Berat badan: Hasil penimbangan berat badan balia gizi buruk yang telah dilakukan oleh tim TPG Puskesmas

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dalam penelitian in dikelompokkan dengan empat tahapan :

1. Coding (Pengkodean)

Yaitu mengklasifikasi data dan memberi kode tertentu untuk memudahkan dalam pengolahan data. Kode yang digunakan pada penulisan ini adalah: 1) Umur balita : 1= 6 – 24 bulan 2= >24 bulan

2) Penyakit penyerta : 1= Ada, 2= Tidak ada 3) Jenis Kelamin: 1=Laki-laki, 2=Perempuan

4) Perubahan Berat Badan: 1= Meningkat,2=Tidak Meningkat, 3=Menurun

5) Status Berat Badan Lahir: 1=BBLR, 2=Tidak BBLR

6) Kelengkapan Imunisasi: 0: Tidak Imunisasi, 1=Lengkap, 2=Tidak Lengkap

7) Usia Ayah: 1= ≤ 20 tahun, 2=21-35 tahun, 3= >35 tahun

8) Pendidikan Ayah: 1= PNS, 2= Karyawan Swata, 3=wiraswasta, 4=Petani, 5= Buruh, 6= Pekerja Bebas

9) Jumlah Anggota Keluarga: 1= Kecil (≤4 orang), 2=sedang (5-6 orang), 3= Besar (≥7 Orang)


(55)

38

11) Sumber Air Bersih: 1= PAM, 2= Sumur Bor

12) Pendapatan: 1=< 1.000.000, 2=1.000.000-2.000.000, 3=>2.000.000 13) Suku: 1=Jawa, 2=Batak, 3= Melayu, 4= Banjar

2. Entri Data (pemasukan Data)

Data yang telah di koding dan dimasukan kedalam kode selanjutnya dimasukan ke dalam kartu tabulasi.

7. Cleaning Data (pembersihan Data)

Sebelum analisis data, data yang sudah dimasukkan dilakukan pengecekan, pembersihan jika ditemukan kesalahan

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software komputer untuk melihat distribusi dan hubungan antar variabel. Data yang diperoleh akan dianalisis secara univariat dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi pada variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Variabel independen adalah PMT-P sedangkan variabel dependen adalah berat badan balita.


(56)

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Pekan Labuhan

Puskesmas Pekan Labuhan merupakan salah satu dari 13 puskesmas yang mengadakan program Pusat Pemulihan Gizi di Kota Medan dimana puskesmas ini menjadi tempat PPG di Kecamatan Medan Labuhan dengan menerima rujukan dari Puskesmas Medan Labuhan dan Puskesmas Martubung. Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan tentang Puskesmas Pekan Labuhan secara geografis dan demografis.

4.1.1 Data Geografis

Puskesmas Pekan Labuhan terletak di Jalan K.L. Yos Sudarso kilometer 18,5 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan. Puskesmas ini didirikan pada bulam Mei 1991 yang diresmikan oleh Walikota Medan Bach Djafar. Pada tahun 1993 Pusesmas Pekan Labuhan menjadi Puskesmas rawat inap dengan jumlah staf 6 (enam) orang. Luas wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan sekitar 781 H, mencakup dua kelurahan yaitu kelurahan Pekan Labuhan dan Kelurahan Nelayan Indah. Dalam pelayanan kesehatan, Puskesmas Pekan Labuhan dibantu satu satelit yaitu Puskesmas Pembantu (Pustu) Nelayan indah yang terletak di Kelurahan Nelayan Indah.


(57)

40

Letak wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan memiliki batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah selatan berbatasan dengan tanah masyarakat b. Sebelah Utara berbatasan dengan Gudang Farmasi c. Sebelah Timur berbatasan dengan jalan Medan Belawan d. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah masyarakat

4.1.2 Data Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan sebanyak 37.836 jiwa. Berdasarkan table 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak di Kelurahan Pekan Labuhan dengan 27917 jiwa dan 6574 KK. Jumlah lingkungan terbanyak terdapat di Kelurahan Pekan Labuhan yaitu 31 lingkungan sedangkan wilayah terluas di Kelurahan Nelayan Indah dengan luas wilayah 420 Ha.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

NO KETERANGAN

KELURAHAN

TOTAL PEKAN

LABUHAN

NELAYAN INDAH

1 Luas 361 420 781

2 Jumlah Lingkungan 31 8 39

3 Jumlah KK 6574 2129 8703

4 Jumlah Penduduk 27917 9919 37836

Sumber: SP2TP Puskesmas Pekan Labuhan

Mata pencaharian penduduk terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan adalah sebagai nelayan sebanyak 5019 orang, sedangkan mata pencaharian sebagai ABRI hanya 84 orang. Hal ini dapat dilihat dari table 4.2 di bawah ini:


(58)

NO Mata Pencaharian Pekan Labuhan Nelayan Indah

1 Pegawai Negeri 445 63

2 Pegawai Swasta 1443 1082

3 ABRI 76 8

4 Petani 2478 2152

5 Nelayan 2639 2380

6 Pensiunan 80 36

7 Lainnya 9271 3081

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang umumnya berpengaruh dalam social-ekonomi masyarakat. Untuk menunjukkan tingkat pendidikan terakhir penduduk wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan digambarkan dalam tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan Menurut Tingkat Pendidikan

No Kelurahan Tingkat Pendidikan

SD SMP SMA D3/S1 S2 S3

1 Pekan Labuhan 11.840 9.312 11.142 929 26 - 2 Nelayan Indah 4.599 2.081 1.950 77 2 -

Jumlah 16.439 11.393 13.092 1006 28 -

Dari tabel di atas digambarkan bahwa pendidikan terakhir penduduk kelurahan Pekan Labuhan adalah SD yakni sebanyak 11.840 jiwa, dan sama halnya dengan kelurahan Nelayan Indah, pendidikan SD merupakan pendidikan terakhir yang mendominasi di kelurahan tersebut.


(59)

42

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin

No Kelurahan Tahun 2013

Jenis Kelamin Rasio Jenis

Kelamin

Lk Pr

1 Pekan Labuhan 13.388 14.529 0.92

2 Nelayan Indah 5.126 4.793 1.07

Jumlah 18.514 19.322 1.99

Lk : Laki-laki Pr : Perempuan

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Pekan Labuhan lebih tinggi dan tertinggi adalah jenis kelamin perempuan.

Berikut ini tabel distribusi tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan

Tabel 4.5 Distribusi Tenaga Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan

No Jenis Tenaga

Kesehatan

Puskesmas Pekan Labuhan

Pustu Nelayan Indah

Jumlah

1 Dokter Umum 1 1 2

2 Dokter Gigi 1 - 1

3 Apoteker - - -

4 Asisten Apoteker 1 - 1

5 S. Keperawatan 1 - 1

6 Bidan 6 1 7

7 Perawat 11 3 14

8 Perawat Gigi 1 - 1

9 Analis 2 - 2

10 Pelaksana Gizi 1 - 1

11 Petugas SPPH 1 - 1

12 Petugas LCPK 1 1 2


(60)

dibutuhkan sarana fisik yang digambarkan sebagai berikut.

Tabel 4.6 Data Sarana Fisik wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan

No Sarana Fisik Pekan Labuhan Jumlah

1 Ruang Kepala Puskesmas 1

2 Ruang Laboratorium 1

3 Ruang P2M 1

4 Ruang KIA dan KB 1

5 Ruang SIK dan TU 1

6 Kamar Mandi 6

7 Dapur PPG 1

8 Gudang Obat 1

9 Ruang Rawat Inap 1

10 Ruang PPG 1

11 Ruang Petugas Jaga 1

12 Ruang Pertemuan 1

13 Ruang THT dan Penyakit Dalam 1

14 Ruang Poliklinik Gigi 1

15 Ruang Poliklinik Umum 1

16 Ruang Pendaftaran/ Kartu 1

17 Ruang P3K 1

18 Ruang Apotik 1

19 Ruang Imunisasi 1

20 Ruang Tunggu Pasien 1

4.2 Karakteristik Keluarga Balita Gizi Buruk

Gambaran fisik balita dapat menunjukkan bagaimana secara umum karakter balita tersebut baik terhadap lingkungan termasuk makanan. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana karakteristik balita gizi buruk yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013.

4.2.1 Jenis Kelamin dan Umur Balita

Berikut ini merupakan tabel distribusi frekuensi Balita gizi buruk menurut Umur dan Jenis Kelamin yang mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013


(61)

44

Tabel 4.7 distribusi frekuensi Balita gizi buruk menurut Umur dan Jenis Kelamin yang mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun

2013

No Umur Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan N %

1 6-24 Bulan 7 2 9 61

2 >24 Bulan 5 4 9 39

Jumlah 12 6 18 100

Dari tabel 4.7 di atas menjelaskan bahwa balita gizi buruk lebih banyak diderita oleh jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 12 orang (67%) dan jumlah yang sama di kedua rentang usia.

4.2.2 Status Berat Badan Lahir Balita

Dari tabel 4.8 di bawah dapat dilihat bahwa dari 18 balita gizi buruk yang mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan, hanya ada 2 orang yang BBLR (11%) dan pada balita berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 4.8 Status Berat Badan Lahir Balita Gizi Buruk di Puskesmas Pekan Labuhan 2013

No Status BBL Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan n %

1 BBLR 2 0 2 11

2 Tidak BBLR 10 6 16 89

Total 12 6 18 100

4.2.3 Kelengkapan Imunisasi

Berikut ini tabel yg menunjukkan kelengkapan imunisasi balita gizi buruk sebelum mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013


(62)

No Imunisasi Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan n %

1 Tidak mendapat Imunisasi 4 0 4 22

2 Lengkap 4 2 6 33

3 Tidak Lengkap 4 4 8 45

Jumlah 12 6 18 100

Dari tabel 4.9 di atas menjelaskan bahwa dari 18 balita gizi buruk yang mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013 ada sebanyak 8 orang balita (44%) yang belum megikuti imunisasi lengkap.

4.2.4 Riwayat Penyakit Balita

Dari tabel berikut terlihat bahwa dari 18 balita gizi buruk yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan ada sebanyak 6 orang menderita ISPA (33%) dan 12 orang (67%) yang tidak menderita ISPA.

Tabel 4.10 Riwayat Penyakit Balita Gizi Buruk Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

No Riwat Penyakit Jumlah

N %

1 Menderita ISPA 6 33

2 Tidak ISPA 12 67

Total 18 100

4.2.5 Karakteristik Kepala Keluarga

Berikut ini digambarkan karakteristik kepala keluarga balita gizi buruk yang mendapatkan PMT-P di Puskesmas Pekan Labuhan tahun 2013.

Tabel 4.11 Tabel Karakteristik Kepala Keluarga Menurut Umur No Karakteristik Kepala

Keluarga

Jumlah

Umur n %

1 21-35 tahun 10 56

2 >35 tahun 8 44


(1)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa umur yang paling cepat mengalami peningkatan adalah umur>24 bulan.

5.11 Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk di Setiap Bulan Menurut Jenis Rumah

Salah satu hal yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan dimana lingkungan yang sehat kecenderungan akan memberi pengaruh yang sehat untuk individu yang tinggal di dalamnya. Rumah sebagai lingkungan yang paling dekat dengan masyarakat karena sebagai tempat tinggal akan mempengaruhi kesehatan keluarga.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa balita gizi buruk dengan jenis rumah yang berbeda dimana balita yang tinggal di rumah tidak permanen lebih tinggi dan pada bulan I PMT-P lebih lambat perubahannya namun di bulan II meningkat


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

 PMT-Pemulihan memberikan perubahan pada berat badan balita gizi buruk dimana pada bulan I hanya 7 balita (39%) yang mengalami peningkatan, selanjutnya pada bulan II sebanayak 18 balita (100%) mengalami peningkatan namun belum signifikan dan pada bulan III 18 balita (100%) telah mengalami peningkatan yang signifikan.

 Makanan yang diberikan oleh pihak Pusat Pemulihan Gizi (PPG) Puskesmas Pekan Labuhan adalah produk makanan lokal/makanan biasa yang diolah di dapur Puskesmas Pekan Labuhan dan juga makanan produk pabrik berupa biskuit dan susu formula WHO F 75 selama 2 hari pertama dan susu Formula WHO F 100 selama 5 hari setelah F 75.

6.2Saran

1. Sebaiknya dibuat sistem pemantauan pemberian PMT-P serta penyakit penyerta sehingga semua pelaporan hasil dan pemantauan status gizi dapat dilaporkan secara lengkap.

2. Selama proses mengikuti PMT-P hendaknya sembari diberikan penyuluhan agar ibu-ibu balita memperhatikan asupan energi balita dan memastikan balita menghabiskan PMT-P.


(3)

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. Berg, Alan. 1985. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rajawali Apriadji, Wied harry. 1986. Gizi keluarga. Jakarta: PT. Penebar Swadaya,

Cetakan Pertama

Aryadita, Dida. 2000. Gambaran Status Gizi Balita di Kabupaten Pandeglang

Tahun 1999, Skripsi, FKM UI

Austin, James, E. 1981. Nutrition Program In The Third World, Cases and

Readding, Harvard College

DepKes RI. 1998. Pedoman Penanggulangan KEP dan Petunjuk pelaksanaan

PMT pada balita. Jakarta: Depkes RI

DepKesRI. 2009. Petunjuk Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat.

Johari A. B, dkk. 2000. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Setelah

Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989-1999). Prosiding Widya

Karya Nasional Pangan dan Gizi VII. Jakarta : Depkes RI. Krisno, Agus. 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press

Mulyati, S., dkk. 2006. Pencapaian pertumbuhan pada Balita Gizi Buruk selama

Mengikuti Pemulihan di Klinik Gizi Bogor. Puslitbang Gizi dan Makanan,

Badan Litbang Kes Depkes RI.

Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Narendra, Moersintowati. 2002. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja

Edisi Pertama IDAI. Jakarta: Sagung Seto

DepKes. 2006. Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat

DepKes. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta : Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi Masyarakat


(4)

65

Proverawati, A., & Asfuah, S. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pudjiadi, S. 2001. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak.Jakarta : EGC.

Suhardjo. 1992. Penilaian Gizi Masyarakat. Bumi Aksara. IPB. Bogor Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Kemenkes RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010.

Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta. Kemenkes RI Depkes. 2008. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta. Bina

Gizi Masyarakat

Widdowson EM. 1985. Growth and body composition in childhood, in clinical

Nutrition of the young child, 1st. New York: Ed. Raven Press.

Widodo, Rahayu. 2008. Pemberian makanan, suplemen, dan obat pada anak. Jakarta: BK KEDOKTERAN EGC


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk Yang Di Rawat DI RSUP. H. Adam Malik Medan

6 54 59

UPAYA ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN BERAT BADAN ANAK GIZI BURUK DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN YANG BERVARIASI Di Wilayah Puskesmas Arjowinangun Malang Tahun 2015

0 20 16

Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

0 33 259

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP STATUS GIZI BURUK BALITA DI KECAMATAN PAUH KODYA PADANG.

0 0 9

EVALUASI PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN UNTUK BALITA GIZI BURUK DI PUSKESMAS ANDONG KABUPATEN BOYOLALI.

0 4 153

Keputusan Bupati No. 193 Tahun 2014 Tentang Sasaran Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Balita Gizi Buruk Kabupaten Bojonegoro Tahun 2014

0 0 5

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 2 25

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 1 7

PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN TAHUN 2013 Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 0 15

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) TERHADAP PERUBAHAN STATUS GIZI BALITA GIZI BURUK DI RUMAH PEMULIHAN GIZI KOTA SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 14