Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk Yang Di Rawat DI RSUP. H. Adam Malik Medan

(1)

PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK

YANG DI RAWAT DI RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN

Oleh :

YUNITA HASAROH 071000221

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK

YANG DIRAWAT DI RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YUNITA HASAROH NIM.071000221

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PERUBAHAN BERAT BADAN ANAK BALITA GIZI BURUK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP .H. ADM MALIK MEDAN

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : YUNITA HASAROH

071000221

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 5 Agustus 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si NIP. 196205291989032001 NIP. 196806161993032002

Penguji II Penguji III

Dra. Jumirah, Apt, M.Kes Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP.195803151988112001 NIP.197002121995012001

Medan, 5 Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Dr.Drs.Surya Utama, M.S NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Anak Balita Gizi Buruk pada umumnya akan dirawat di Rumah Sakit karena terdapat upaya untuk mengobati gejala-gejala klinis gizi buruk dengan penanganan khusus seperti terapi penyakit dan terapi diet sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk usia 6-59 bulan yang dirawat di RSUP.H. Adam Malik Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain Cohort Retrospektif. Jumlah populasi 34 orang anak balita gizi buruk dan sampel sebesar 31 anak balita gizi buruk yang

dirawat selama ≥ 7 hari.

Hasil penelitian umumnya kelompok umur 12-24 bulan 51,61 %, Jenis Kelamin perempuan 54,84 %, laki-laki 45,16 %, Status gizi kategori kurang berdasarkan BB/U pada awal dirawat adalah 70,97 % dan status gizi sangat kurang pada akhir dirawat 74,19 %, status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal dirawat 48.39 % dan akhir dirawat 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat 58,06 % dan akhir dirawat 54,84 %, perubahan berat badan kategori kurang 61,29 %. Jumlah pemberian energi protein pada anak balita gizi buruk kategori tidak baik 93,55 % dan jumlah anak berdasarkan komplikasi penyakit infeksi 51,61 %. Jumlah Anak Balita Gizi Buruk berdasarkan terapi penyakit kategori baik100,00 %.

Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur status Gizi Anak Balita yang akan dirawat dan diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk serta kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan.


(5)

ABSTRACT

The Severe undernutrition was one of the nutrition problems in Indonesia. Severe undernutrition of children under five would generally be treated in the hospitals because there was an attempt to cure the clinical symptoms of Severe undernutrition by special handling, such as disease thera py and diet therapy which were in accord with the phases of stabilization, transition, and rehabilitation.

The aim of this research was to know the weight transition of Severe undernutrition infants six to fifty nine months old that were treated in H. Ada m Malik General Hospital, Medan. This research was descriptive with Cohort Retrospective design. The population was 34 bad nutrition infants, and the samples were 31 Severe undernutrition infants that were treated during approximately seven-day treatment.

The result of the research showed that, in general, the group of 12 to 24 months of age was 51,61 %, of infants girls was 54,16 %, and of infants boys was 45,16%. The malnutrition status, based on BW/A for the initial inpatiens was 70,97 % and the malnutritioness status for the final inpatiens was 74,19%. The malnutritious infants ‘normal, based on H/A for the final inpatiens was 48,39% and for the final inpatiens was 48,39%, The malnutritious infants’ thinnes based on BW/H for the initial inpatiens was 58,06% and for the final inpatients was 54,84 %. The Weight changes with based category was 61,29 %. Energizing the amount of protein which was given to the malnutritious infants with bad category was 93,55% and the number of the respondents which were based on the complication of infected disease were 51,61%.Number of children under five malnutrition and disease therapy 100,00%.

It was suggested to the Adam Malik hospital department to measure the nutritional status of children under five are expected to be treated and coordination in regulating the diet of children under five severenutrition. It was recommended that those who want to continue this research should be able to analyze the factors which caused the obstacles of giving nutritious food.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama :Yunita Hasaroh

Tempat / Tanggal Lahir : Simatoras / 9 juli 1974

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Nama Suami : Zainuddin, SE Jumlah Anak : Tiga orang

Alamat : Jl. Irigasi Raya No.122 Komp. Medan Permai Kec. Medan Tuntungan

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 142510 Kec. BT. Angkola

Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1980 - 1986 2. SMP Negeri 1 Kec. BT. Angkola

Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1986 - 1989 3. SMA Negeri 1. Padang Sidempuan

Kab. Tapanuli Selatan : Tahun 1989 - 1992 4. Akper RSU.DEWI MAYA MEDAN : Tahun 1992 – 1996 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2007 – 2010

Riwayat Pekerjaan :

1. Tenaga Perawat Kesehatan RSUP .H. Adam Malik Medan tahun 1998 sampai Sekarang.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmatNya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “ Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk yang dirawat di RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2010.” Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini, dengan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr.Ir.Zulhaida lubis, MKes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr.Ir.Evawany Aritonang MSi selaku Dosen Pembimbing II yang banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hiswani MKes selaku Dosen PA.

6. Bapak Ibu dosen FKM USU atas Ilmu dan saran yang berarti bagi penulis. 7. Kepada Ayah dan Ibunda yang tercinta yang telah banyak memberikan doa dan

motivasi.

8. Kepada Suamiku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materi selama proses pendidikan.

9. Kepada putrid-putriku yang manis (Chairunissa Batubara, Eriza rahmi Batubara dan Amirah Chairani Batubara).

10. Kepada Direktur RSUP.H.Adam Malik yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.


(8)

11. Kepala Bidang DikLit RSUP H.Adam Malik Medan yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.

12. Rekan – rekan di ruangan VIP A, Neurologi dan bagian bedah syaraf yang telah banyak membantu penulis dari awal perkuliahan sampai dengan selesainya perkuliahan dalam pengaturan jadwal dinas.

13. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Angkatan 2007 (Febriani Sonatha br Purba, Marsini, Darwin Sagala, Riris Chaterina Nahampun, Jefri james Sihite, Jason Sinaga dkk Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala Amal baik dari semua pihak mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khusunya keluarga besar FKM USU.

Medan, Juli 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstrac ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.1 Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Buruk ... 6

2.1.2 Klasifikasi Gizi Buruk ... 7

2.1.2.1. Marasmus ... 7

2.1.2.2. Kwashiorkor ... 7

2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor ... 8

2.1.3. Patofisiologi Gizi Buruk ... 8

2.1.4. Dampak Gizi Buruk ... 11

2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk ... 12

2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk Di RSUP.H. Adam Malik Medan ... 14

2.2.1. Tahap Penyesuaian ... 14

2.2.2. Tahap Penyembuhan ... 15

2.2.3. Tahap Lanjutan ... 15

2.3 Komplikasi Penyakit ... 16

2.4 Perubahan Berat Badan ... 17

2.5 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri ... 18

2.5.1. Penilaian Secara Langsung ... 18

2.5.2. Penilaian Secara Tidak Langsung ... 19

2.6 Kerangka Konsep ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 21


(10)

3.2 Lokasi dan Tempat Penelitian ... 21

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.2.2 Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan sampel ... 21

3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel ... 22

3.5 Defenisi Operasional ... 22

3.6 Aspek Pengukuran ... 23

3.6.1 Perubahan Berat Badan ... 23

3.6.2 Komplikasi Penyakit ... 24

3.6.3 Jumlah Pemberian Energi dan Protein Berdasarkan Fase Pemberian Makanan ... 24

3.6.4 Terapi Penyakit ... 25

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUP.H.Adam Malik Medan ... 26

4.2 Jumlah Penderita Gizi Buruk Di RSUP.H.Adam Malik Medan ... 29

4.3 Karakteristik Anak dan Jenis Kelamin... 29

4.3.1 Umur dan Jenis Kelamin ... 29

4.4 Status Gizi Anak Menurut Antopometri WHO 2005... 30

4.5.1. Status Gizi BB/U ... 30

4.5.2. Status Gizi TB/U ... 31

4.5.3. Status Gizi BB/TB ... 32

4.5 Perubahan Berat Badan ... 33

4.6 Komplikasi Penyakit ... 35

4.7 Jumlah Pemberian Energi dan Protein ... 35

4.8 Terapi Penyakit ... 35

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gizi Buruk ... 36

5.2 Perubahan Berat Badan ... 36

5.2. Status Gizi ... 36

5.3. Jumlah Energi dan Protein ... 38

5.4. Komplikasi Penyakit ... 39

5.5. Terapi Penyakit ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(11)

Lampiran 1. Data Rekam Medik Anak Balita Gizi Buruk Rawat Inap RSUP.H. Adam Malik Medan

Lampiran 2. Status Gizi Anak Balita Pada Awal Rawat Inap RSUP.H.AdamMalik Medan

Lampiran 3. Status Gizi Anak Balita Pada Awal Rawat Inap RSUP.H.Adam Malik Medan

Lampiran 4. Berat Badan Awal dan Akhir Rawat Inap RSUP.H. Adam Malik Medan

Lampiran 5. Formula WHO

Lampiran 6. Jadwal, Jenis dan Jumlah Makanan Yang Diberikan

Lampiran 7. Fase Pemberian Makan anak Balita Gizi Buruk RSUP.H. Adam Malik Medan

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 9. Surat Izin Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Tata Laksana Rumah Sakit Pada Penderita Gizi Buruk ... 20

TABEL 3.1 Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makanan ... 24

TABEL 4.1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 29

TABEL 4.2 Distribusi Anak Menurut Status Gizi BB/U ... 30

TABEL 4.3 Distribusi Anak Menurut Status Gizi TB/U ... 31

TABEL 4.4 Distribusi Anak Menurut Status Gizi BB/TB ... 32

TABEL 4.5 Distribusi Anak Menurut Perubahan Berat Badan... 33

TABEL 4.6 Distribusi Anak Menurut Komplikasi Penyakit ... 33

TABEL 4.7 Distribusi Anak Menurut Pemberian Energi dan Protein ... ... 35


(13)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian


(14)

ABSTRAK

Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Anak Balita Gizi Buruk pada umumnya akan dirawat di Rumah Sakit karena terdapat upaya untuk mengobati gejala-gejala klinis gizi buruk dengan penanganan khusus seperti terapi penyakit dan terapi diet sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk usia 6-59 bulan yang dirawat di RSUP.H. Adam Malik Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain Cohort Retrospektif. Jumlah populasi 34 orang anak balita gizi buruk dan sampel sebesar 31 anak balita gizi buruk yang

dirawat selama ≥ 7 hari.

Hasil penelitian umumnya kelompok umur 12-24 bulan 51,61 %, Jenis Kelamin perempuan 54,84 %, laki-laki 45,16 %, Status gizi kategori kurang berdasarkan BB/U pada awal dirawat adalah 70,97 % dan status gizi sangat kurang pada akhir dirawat 74,19 %, status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal dirawat 48.39 % dan akhir dirawat 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat 58,06 % dan akhir dirawat 54,84 %, perubahan berat badan kategori kurang 61,29 %. Jumlah pemberian energi protein pada anak balita gizi buruk kategori tidak baik 93,55 % dan jumlah anak berdasarkan komplikasi penyakit infeksi 51,61 %. Jumlah Anak Balita Gizi Buruk berdasarkan terapi penyakit kategori baik100,00 %.

Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur status Gizi Anak Balita yang akan dirawat dan diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk serta kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan.


(15)

ABSTRACT

The Severe undernutrition was one of the nutrition problems in Indonesia. Severe undernutrition of children under five would generally be treated in the hospitals because there was an attempt to cure the clinical symptoms of Severe undernutrition by special handling, such as disease thera py and diet therapy which were in accord with the phases of stabilization, transition, and rehabilitation.

The aim of this research was to know the weight transition of Severe undernutrition infants six to fifty nine months old that were treated in H. Ada m Malik General Hospital, Medan. This research was descriptive with Cohort Retrospective design. The population was 34 bad nutrition infants, and the samples were 31 Severe undernutrition infants that were treated during approximately seven-day treatment.

The result of the research showed that, in general, the group of 12 to 24 months of age was 51,61 %, of infants girls was 54,16 %, and of infants boys was 45,16%. The malnutrition status, based on BW/A for the initial inpatiens was 70,97 % and the malnutritioness status for the final inpatiens was 74,19%. The malnutritious infants ‘normal, based on H/A for the final inpatiens was 48,39% and for the final inpatiens was 48,39%, The malnutritious infants’ thinnes based on BW/H for the initial inpatiens was 58,06% and for the final inpatients was 54,84 %. The Weight changes with based category was 61,29 %. Energizing the amount of protein which was given to the malnutritious infants with bad category was 93,55% and the number of the respondents which were based on the complication of infected disease were 51,61%.Number of children under five malnutrition and disease therapy 100,00%.

It was suggested to the Adam Malik hospital department to measure the nutritional status of children under five are expected to be treated and coordination in regulating the diet of children under five severenutrition. It was recommended that those who want to continue this research should be able to analyze the factors which caused the obstacles of giving nutritious food.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi oleh masalah kurang energi protein (KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), masalah kurang vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar yang perlu ditanggulangi. Disamping masalah tersebut, diduga ada masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan iptek gizi. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN lainnya (Supariasa,dkk 2002).

Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmic kwashiorkor.


(17)

Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan kurang energi dan marasmic kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein.

KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit (Aritonang, E, 2000).

Pudjiadi (1990) juga menyatakan bahwa penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur lima tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Sedangkan mortalitas yang tinggi terdapat pada penderita KEP berat, hal tersebut dapat terjadi karena pada umumnya penderita KEP berat menderita pula penyakit infeksi seperti tuberkulosa paru, radang paru lain, disentri, dan sebagainya. Pada penderita KEP berat, tidak jarang pula ditemukan tanda-tanda penyakit kekurangan zat gizi lain, misalnya xeroftalmia, stomatis angularis, dan lain-lain.

Anak yang mengalami gizi buruk disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut penyebab langsung yaitu tidak mendapat makanan bergizi seimbang pada usia balita dan penyakit infeksi dan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan lingkungan (Dinkes Propsu, 2006).

Berdasarkan data Depkes RI (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 5 juta anak (27,5%) kurang gizi. 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5


(18)

juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok adalah: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%). Gizi buruk merupakan kondisi

kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari-hari (Arifin, 2007)

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009), ditemukan gizi buruk sebanyak 447 balita (0,6%), sementara balita yang gizi kurang sebanyak 6.545 balita (8,9%). Kasus gizi buruk tertinggi di kota Medan terdapat di Kecamatan Medan Belawan yang mencapai 55 balita dan gizi kurang sebanyak 174 balita. Sementara di daerah Medan Timur ada 7 balita gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 16 balita.

Anak balita gizi buruk umumnya akan di rawat di rumah sakit, karena di rumah sakit terdapat upaya untuk mengobati penyakit penderita (kuratif), disamping upaya-upaya lain seperti promotif, preventif dan rehabilitatif. Dalam melakukan perawatan anak balita gizi buruk, RSUP H Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujuk tertinggi di wilayah Sumatera, baik bagi pengunjung rawat inap maupun rawat jalan. Berdasarkan data RSUP. H. Adam Malik tahun 2009, ditemukan sebanyak 34 anak balita gizi buruk yang di rawat inap dan 16 balita gizi buruk rawat jalan pada bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2009.

Anak balita gizi buruk yang menjalani perawatan dari pelayanan kesehatan rumah sakit, status gizi anak balita gizi buruk tersebut setidaknya akan mengalami peningkatan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari gizi buruk menjadi gizi kurang atau bahkan bisa berubah menjadi normal. Namun demikian juga tidak


(19)

menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang lebih parah lagi dalam kurun waktu beberapa minggu atau bulan karena pada kurun waktu tersebut adanya perubahan status gizi akan dapat dilihat kembali. Perubahan status gizi tersebut disebabkan oleh faktor tertentu seperti komplikasi penyakit dan pemberian makanan. 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut : bagaimana perubahan berat badan anak balita gizi buruk tahun 2009 yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui status gizi anak balita gizi buruk pada awal rawat dan akhir dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.

2. Mengetahui komplikasi penyakit anak balita gizi buruk pada awal rawat dan akhir dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.

3. Mengetahui jumlah pemberian energi dan protein anak balita gizi buruk pada awal rawat dan akhir dirawat di RSUP H Adam Malik Medan.

4. Mengetahui terapi diet dan penyakit anak balita gizi buruk. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit tentang perubahan berat badan anak balita gizi buruk.


(20)

2. Untuk memberikan informasi kepada pihak rumah sakit mengenai status gizi anak balita gizi buruk pada awal dan akhir rawat inap.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi semua pihak yang terkait dalam meningkatkan pelayanan terhadap anak balita gizi buruk yang dirawat di RSUP.H.Adam Malik Medan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).


(22)

2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

2.1.2.1. Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) : a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan

otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 2.1.2.2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh


(23)

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

2.1.3. Patofisiologi gizi buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel


(24)

batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi


(25)

pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat


(26)

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus 2.1.4. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.


(27)

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya

anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance

anak, akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak (Nency, 2005).


(28)

2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :

1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya (Dinkes SU, 2006).

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005).


(29)

Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo, 2008).

2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

2.2.1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.


(30)

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).

2.2.2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. 2.2.3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia.


(31)

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)

dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk

No. Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia 2 Hipotermia 3 Dehidrasi 4 Elektrolit 5 Infeksi

6 MulaiPemberian Makanan 7 Tumbuh

kejar/peningkatan pemberian makanan

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe 9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000. 2.3. Komplikasi Penyakit

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.

Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi


(32)

adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).

2.4. Perubahan Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :


(33)

1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan

2. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit 3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. 2.5 Penilaian status gizi secara Antropometri

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.5.1. Penilaian secara langsung 1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang


(34)

mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.

c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).

2.5.2 Penilaian Secara Tidak Langsung 1. survei konsumsi makanan, 2. statistik vital dan

3. faktor ekologi 2.6 Terapi Penyakit

Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu:

2. Atasi/cegah hipoglikemi 3. Atasi/cegah hiportemia 4. Atasi/cegah dehidrasi


(35)

6. Obati/cegah infeksi

7. Mulai pemberian makanan

8. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth) 9. Koreksi defisiensi nutrient mikro

10. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 11. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh 2.6 Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Bagan di atas menjelaskan bahwa perubahan berat badan anak balita gizi buruk dari awal dan akhir rawat inap disebabkan karena kekurangan energi protein dan komplikasi penyakit sehingga dapat mempengaruhi status gizi anak balita dengan memperhatikan terapi penyakit dan terapi diet anak balita gizi buruk dalam mengonsumsi energi dan protein.

Perubahan berat badan anak balita gizi buruk :

1.Kekurangan Energi&protein 2.Komplikasi Penyakit

Status Gizi Anak Balita Terapi diet :

Konsumsi energi Konsumsi protein


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cohort retrospektif dimana

merupakan tinjauan ke belakang yaitu memulai dengan pengaruh dan berjalan mundur ke kausa yang diduga(Budianto, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan berat badan anak balita gizi buruk dari awal rawat inap sampai pulang di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2009.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi atas pertimbangan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan wilayah Sumatera bagian Utara dan Tengah.

3.2.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2010. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita gizi buruk yang rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 adalah sebanyak 34 orang anak balita gizi buruk.


(37)

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut. Teknik penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiono, 2002). Adapun pertimbangan karakteristik dari populasi yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian adalah anak balita gizi buruk yang berusia 6-59 bulan dan rawat inap 7 hari di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 adalah sebanyak 31 balita.

3.4 Jenis Data

Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik anak balita gizi buruk yang dirawat di RSUP .H. Adam Malik Medan pada tahun 2009, yang meliputi : umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, komplikasi penyakit, jumlah pemberian energi dan protein dan terapi penyakit.. 3.5. Definisi Operasional

1. Anak balita adalah anak balita gizi buruk yang berusia 6-59 bulan .

2. Perubahan berat badan anak balita gizi buruk adalah perubahan jumlah gram berat badan yang dirawat 7 hari di RSUP H Adam Malik Medan.

3. Komplikasi penyakit adalah penyakit penyerta yang diderita anak balita gizi buruk yang terdiri dari penyakit infeksi dan non infeksi.

4. Jumlah pemberian energi dan protein adalah jumlah pemberian energi dan protein yang diberikan melalui makanan selama satu hari pada anak balita gizi buruk.


(38)

5. Terapi penyakit adalah suatu proses untuk mengobati gejala klinis anak balita gizi buruk

6. Status gizi adalah suatu keadaan yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan gizi anak balita yang diukur secara antropometri dengan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran diukur menurut antropemetri WHO 2005 dengan kategori sebagai berikut :

a. Kategori berdasarkan BB/U :

1. BB normal : ≥-2 SD s/d ≤ 1 SD 2. BB kurang : ≥-3 SD s/d ≤ -2 SD 3. BB sangat kurang : < -3 SD

b. Kategori berdasarkan TB/U : 1. TB lebih dari normal : > 3 SD

2. TB normal : ≥-2 SD s/d ≤ 3 SD 3. TB pendek : < -2SD s/d ≥-3 SD 4. TB sangat pendek : < -3 SD

c. Kategori berdasarkan BB/TB : 1. Sangat gemuk : > 3 SD

2. Gemuk : >2 SD s/d ≤ 3 SD 3. Resiko Gemuk : > -1SD s/d ≤ 2 SD 4. Normal : ≥-2 SD ≤ 1SD 5. Kurus : < -2SD s/d ≥-3 SD


(39)

6.Sangat kurus : <-3SD 3.6.1. Perubahan Berat Badan

Perubahan Berat Badan dikategorikan :

Baik : Bila kenaikan BB 50 gr/kgBB/minggu Kurang : Bila kenaikan BB < 50 gr/kgBB/minggu

Kemungkinan penyebab kenaikan BB<50 gram/KgBB/minggu antara lain: pemberian makanan tidak adekuat, defisiensi nutrient; vitamin, mineral, infeksi yang tidak terdeksi sehingga tidak diobati dan masalah psikologik. (Depkes RI, 2000). 3.6.2. Komplikasi Penyakit

Komplikasi Penyakit dikategorikan : Infeksi

Non infeksi

3.6.3. Jumlah Pemberian Energi dan Protein berdasarkan Fase Pemberian Makanan

Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan anak balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan.

Tabel 3.1. Kebutuhan Gizi Menurut Fase Pemberian Makan

Zat gizi Fase

Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

Energi 100 Kkal/KgBB/hr 150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr


(40)

Baik : Apabila sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian makan Tidak Baik : Apabila tidak sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian

makan 3.6.4. Terapi Penyakit

Baik : Apabila sesuai dengan pemberian terapi menurut fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.

Tidak Baik : Apabila tidak sesuai dengan pemberian terapi menurut fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan secara manual dan diolah dengan menggunakan komputer (Antropometri WHO 2005) kemudian di analisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN

RSUP.H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP.H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan untuk Wilayah Pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

RSUP.H Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP.H.Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 RSUP.H.Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh DitJen YanMed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) penuh. Untuk mewujudkannya hal ini memerlukan pemberdayaan dan kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien. RSUP.H. Adam Malik sebagai salah satu


(42)

bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jendral Pelayanan Medik wajib melaksanan Sistem Laporan Rumah Sakit

Visi dan Misi RSUP.H.Adam Malik : untuk “Membuat Rakyat Sehat”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan empat misi (Grand Strategy) pembangunan kesehatan yang meliputi :

a. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

c. Meningkatkan surveilance, monitoring dan informasi kesehatan. d. Meningkatkan pembiayaan.

Merujuk pada Misi Departemen Kesehatan tersebut diatas, maka visi RSUP.H. Adam Malik adalah sebagai “Menjadi pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta pusat rujukan kesehatan wialayah Sumatera Bagian Uatara dan Tengah pada tahun 2015 yang bertumpu kepada kemandirian”.

Dengan Misi RSUP.H. Adam Malik :

a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

b. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan yang bermutu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional di bidang kesehatan. c. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan


(43)

d. Menyelenggarakan pelayanan yang menunjang peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Untuk ketenagaan jumlah seluruhnya 2.038 orang dengan Pejabat Struktural 38 orang, Kepala Instalasi 25 orang, Kepala SMF 20 orang, Medis 790 orang, Paramedis Perawatan 604 orang, Paramedis Non Perawatan 298 orang, Non Medis 263 orang, Dokter Ahli/Spesialis (Fungsional) 257 orang

Instalasi gizi merupakan sarana penunjang kesehatan untuk pelaksanaan fungsional yang bersifat operasional yang dipimpin oleh seorang kepala instalasi dan dibantu oleh wakil kepala instalasi gizi yang membawahi kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari :

1. Pokja penyimpanan bahan makanan 2. Pokja pengolahan bahan makanan

3. Pokja pelayanan gizi di ruang rindu A dan rindu B

4. Pokja gizi klinik, konsultasi dan Diklitbang (pendidikan, penelitian dan pengembangan)

5. Pokja Pengendalian dan Evaluasi (PPE) 6. Tata Usaha

RSUP.H.Adam Malik Medan dalam menangani anak balita gizi buruk pada rawat jalan dan rawat inap memberikan therapy penyakit dan therapy diet sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi dimana pada rawat jalan RSUP.H.Adam Malik mempunyai Poliklinik Gizi untuk menangani masalah gizi baik rawat inap maupun rawat jalan.


(44)

4.2. Jumlah Penderita Gizi Buruk di RSUP .H. ADAM MALIK MEDAN

Jumlah anak balita gizi buruk di RSUP H ADAM MALIK pada bulan Januari–Desember 2009 berjumlah 50 anak balita gizi buruk, di rawat jalan berjumlah 16 orang dan yang dirawat inap 34 orang.

4.3. Karakterisitik Anak berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan data Medical Record dengan 31 anak balita maka diperoleh karakteristik anak berdasarkan umur dan jenis kelamin.

4.3.1. Umur dan Jenis Kelamin

Pengelompokan umur anak yang diperoleh dari data Medical Record dari Januari sampai dengan Desember tahun 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Distribusi anak Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin No Karakteristik Umur Jumlah Persentase (%)

1. Umur

6 - 11 bulan 6 19,36

12 - 24 bulan 16 51,61

25 - 36 bulan 3 9,68

37 - 48 bulan 4 12,90

49 - 59 bulan 2 6,45

2. Jenis

Kelamin

Laki-laki Perempuan

14 17

45,16 54,84

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kelompok umur anak yang paling banyak adalah umur 12-24 bulan adalah sebanyak 16 orang (51,61%), sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok umur 49-59 bulan adalah sebanyak 2 orang (6,45%).


(45)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin anak yang paling banyak adalah perempuan adalah berjumlah 17 orang (54,84%), Sedangkan laki-laki hanya berjumlah 14 orang (45,16%).

4.4 Status Gizi Anak menurut Antropometri WHO 2005

Status gizi balita diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan badan (BB/TB) dengan menggunakan standar WHO 2005 dalam skor simpangan baku (standard deviation score = Z-score). Adapun distribusi status gizi anak pada awal dan akhir rawat inap RSUP.H.Adam Malik Medan berdasarkan BB/TB, TB/U, BB/U dapat dilihat pada tabel 4.2, tabel 4.3 dan tabel 4.4.

4.4.1 Status Gizi berdasarkan BB/U

Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status). Berdasarkan hasil penelitian status gizi BB/U, dapat dilihat distribusi anak pada tabel 4.3

Tabel 4.2. Distribusi status gizi responden pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan BB/U

No Status Gizi Status Gizi awal % Status Gizi Akhir %

1. Normal 4 12,90 3 9,68

2. Kurang 22 70,97 5 16,13

3. Sangat Kurang 5 16,13 23 74,19

Total 31 100,00 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori sangat kurang pada awal rawat inap adalah sebanyak 17 orang


(46)

(54,84%) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori normal adalah sebanyak 9 orang (29,03%) sedangkan jumlah anak yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori kurang pada akhir rawat inap adalah sebanyak 20 orang (64,52%) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori normal adalah sebanyak 4 orang (12,98%), lihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.

4.4.2 Status Gizi berdasarkan TB/U

Indeks Tinggi Badan menurut Umur ini menggambarkan status gizi pada masa lalu dan juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian status gizi TB/U, dapat dilihat distribusi anak pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Distribusi status gizi anak pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan TB/U

No Status gizi awal % Status gizi akhir %

1. Normal 15 48,39 15 48,39

2. Pendek 6 19,35 7 22,58

3. Sangat Pendek 10 32,26 9 29,03

Total 31 100,00 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah responden yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori normal pada awal rawat inap adalah sebanyak 15 orang (48,39 %) dan responden yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori pendek adalah sebanyak 6 orang (19,35%) sedangkan jumlah responden yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori normal pada akhir rawat inap adalah sebanyak 15 orang (48,39%) dan responden yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori pendek adalah sebanyak 7 orang (22,58%) lihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.


(47)

4.4.3 Status Gizi berdasarkan BB/TB

Indeks Berat Badan menurut Umur merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Berdasarkan hasil penelitian status gizi BB/TB dapat dilihat distribusi responden pada tabel 4.5

Tabel 4.4. Distribusi status gizi anak pada awal rawat inap dan akhir rawat inap RSUP .H. Adam Malik Medan berdasarkan BB/TB

No Status Gizi Status Gizi Awal % Status gizi akhir %

1. Normal 7 22,58 7 22,58

2. Sangat Gemuk 1 3,23 1 3,22

3. Kurus 5 16,13 6 19,35

4. Sangat kurus 18 58,06 17 54,84

Total 31 100,00 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori sangat kurus pada awal rawat inap adalah sebanyak 18 orang (58,06%) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori kategori gemuk adalah sebanyak 1 orang (3,23 %) sedangkan jumlah anak yang paling banyak berdasarkan status gizi kategori sangat kurus pada akhir rawat inap adalah sebanyak 18 orang (58,06 %) dan anak yang paling sedikit berdasarkan status gizi kategori gemuk adalah sebanyak 1 orang ( 3,22 %) lihat pada lampiran 2 dan lampiran 3. 4.5 Perubahan Berat Badan

Berat badan merupakan parameter yang terpenting dan dipakai pada setiap kesempatan untuk memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur dan indikator terbaik untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak dan


(48)

sensitif terhadap perubahan sedikit saja. Adapun distribusi anak berdasarkan perubahan berat badan dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Distribusi Anak Menurut Perubahan Berat Badan

No Perubahan Berat Badan Jumlah %

1. Baik 12 38,71

2. Kurang 19 61,29

Total 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan perubahan berat badan kategori kurang adalah sebanyak 19 orang (61,29 %) dan responden yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik adalah sebanyak 12 orang (38,71%) lihat pada lampiran 4.

4.6 Komplikasi Penyakit

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat distribusi anak menurut komplikasi penyakit pada anak balita gizi buruk dimana dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Distribusi Anak Menurut Komplikasi Penyakit

NO KOMPLIKASI PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE

(%)

1. Infeksi

Dermatitis, Bronchopneumonia, Peritoritis TB, Effusi Pleura, Enchelopati,

Meningoencephalitis, GE

Kronik, Pneumonia.


(49)

NO KOMPLIKASI PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE (%)

2. Non Infeksi

Dekompensasiocordis, Higroma Coli, Herniainguinalis, Gagal

Tumbuh, Post craniotomy,

Hepatoblastoma, Post vp-shunt,

Hernia Umbilicalis, Dandy

Walker Malformation, Susp

Hisprung, Colostomy, Labio palatoschizis, Tumor Abdomen,

Hernia Umbilicalis, CHF,

Hypotiroid, Colostomy

15 48,39

Jumlah 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak menurut komplikasi penyakit kategori infeksi adalah sebanyak 16 orang (51,61%), sedangkan anak yang paling sedikit menurut komplikasi penyakit kategori non infeksi adalah sebanyak 15 orang (48,39 %). lihat pada lampiran 1.

4.6 Jumlah Pemberian Energi dan Protein

Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Adapun distribusi anak menurut jumlah pemberian energi dan protein dapat dilihat pada tabel 4.7


(50)

Tabel 4.7 Distribusi anak Menurut Jumlah Pemberian Energi dan Protein

No Jumlah Pemberian Energi dan Protein Jumlah Persentase(%)

1. Baik 2 6,45

2. Tidak Baik 29 93,55

Jumlah 31 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan jumlah pemberian energi dan protein yang tidak baik adalah sebanyak 29 orang (93,55%), sedangkan anak yang paling sedikit berdasarkan jumlah pemberian energi dan protein yang baik adalah sebanyak 2 orang (6,45%) lihat pada lampiran 7.

4.7Terapi Penyakit

Terapi penyakit pada anak balita gizi buruk di rumah sakit sesuai dengan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Adapun distribusi anak menurut terapi penyakit dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi anak berdasarkan Terapi Penyakit

No Terapi Penyakit Jumlah Persentase(%)

1. Baik 31 100,00

2. Tidak Baik 0 0

Jumlah 31 100,00

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa terapi penyakit berdasarkan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi seluruhnya ada pada kategori baik yaitu sebanyak 31 orang (100%) lihat pada lampiran1.


(51)

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.

5.2. Perubahan Berat Badan

Dari hasil penelitian dapat dilihat jumlah anak yang paling banyak berdasarkan perubahan berat badan kategori kurang adalah sebesar 61,29 % dan anak yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik adalah sebesar

38,71%. Perubahan berat badan kategori kurang berarti kenaikan BB<50 gram/KgBB/minggu dimana disebabkan karena pemberian makanan tidak

adekuat, defisiensi nutrient, vitamin, mineral dan infeksi tidak terdeteksi sehingga tidak diobati dan masalah psikologik.(Depkes RI, 2000)

5.3 Status Gizi

Balita atau anak usia dibawah lima tahun merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan, sehingga keadaan gizinya harus diperhatikan. Dimana keadaan gizi balita dapat dilihat dari status gizinya, dimana jika kekurangan

akan menyebabkan gizi buruk dan kelebihan menyebabkan obesitas (Depkes RI, 2003 ).

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik


(52)

untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur. (Supariasa,dkk 2002)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record, penilaian status gizi di RSUP.H.Adam Malik Medan masih mempergunakan CDC dimana data penelitian diolah dengan menggunakan WHO Antropometri. Berdasarkan hasil penelitian diketahui, jumlah anak terbanyak berada pada status gizi kategori sangat kurang berdasarkan BB/U pada awal rawat inap adalah sebesar 54,48 % sedangkan jumlah anak yang paling banyak pada status gizi kategori kurang pada akhir rawat inap adalah sebesar 64,52 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, jumlah anak yang paling banyak berada pada status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal rawat inap adalah sebesar 48,39 % sedangkan jumlah anak yang paling banyak berada pada status gizi kategori normal pada akhir rawat inap adalah sebesar 48,39 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, jumlah anak yang paling banyak berada pada status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal rawat inap adalah sebesar 18 orang (58,06 %) sedangkan jumlah anak yang paling banyak berada pada status gizi kategori sangat kurus pada akhir rawat inap adalah sebesar 54,84 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut status gizi mengalami perubahan pada awal dan akhir rawat disebabkan karena asupan gizi tidak adekuat, defisiensi zat gizi, penyakit infeksi dan masalah psikologis yang terjadi karena hipoglikemia, gangguan saluran pencernaan, asupan zat gizi kurang, modifikasi diet, formula rendah atau bebas laktosa.


(53)

5.4 Jumlah Pemberian Energi dan Protein

Jumlah pemberian energi dan protein disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak balita gizi buruk menurut fase pemberian makanan yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi.

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.(Supariasa,dkk 2002)

Orang yang menghadapi gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar

dapat dibedakan menjadi tiga, adalah marasmus, kwashiorkor dan marasmus –kwashiorkor.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui jumlah pemberian energi protein pada anak balita gizi buruk sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian makan dikategorikan baik adalah sebesar 6.45% sedangkan jumlah pemberian energi protein pada anak balita yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi menurut fase pemberian makan atau dikategorikan tidak baik adalah sebesar 93.55% dan dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 6.

Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Melalui tiga periode adalah periode stabilisasi, transisi dan rehabilitasi 2) Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari 3) Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari


(54)

4) Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu (Zn, Cu, Mg, Magnesium, Kalium)

5) Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari bila terdapat edema dikurangi 6) Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik

7) Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering

8) Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat

9) Terus memberikan ASI

10) Membedaan jenis makanan berdasarkan berat badan adalah BB < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB > 7 kg dapat langsung diberikan

makanan anak secara bertahap

11) Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi 5.5 Komplikasi Penyakit

Penderita gizi buruk yang menjalani perawatan dari pelayanan kesehatan rumah sakit, status gizi penderita gizi buruk tersebut setidaknya akan mengalami peningkatan. Dimana perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari gizi buruk menjadi gizi kurang atau bahkan bisa berubah menjadi normal, namun demikian juga tidak menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang lebih parah lagi dalam kurun waktu beberapa minggu atau bulan, karena pada kurun waktu tersebut adanya perubahan status gizi akan dapat dilihat kembali. Perubahan status gizi tersebut disebabkan oleh faktor tertentu seperti komplikasi penyakit yang dapat dikategorikan infeksi dan non infeksi serta pada pemberian makanan.


(55)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit infeksi adalah sebesar 51,61% dan jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit non infeksi adalah sebesar 48,39%. Dimana penyakit infeksi yang diderita anak balita gizi buruk terdiri dari Dermatitis, Bronchopneumonia, Hidrocefallus, TBC, GE, Meningoenchephatis dan penyakit non infeksi yang diderita anak balita gizi buruk terdiri dari Gagal Tumbuh, Hernia Umbilicalis, Post op Hepatectomy, Higroma Coli, Post Craniotomy, Tumor Abdomen, Hernia Umbilicalis, Susp Hisprung, Dekompensasiocordis, Herniainguinalis, Hypotiroid.

5.6 Terapi Penyakit

Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Dimana pada fase stabilisasi pemberian vitamin A diberikan dosis 1 kali pemberian saja dan pemberian multivitamin tanpa Fe 1 cth, asam folat diberikan 1 kali 5 mg pada awal pemberian selanjutnya 1 kali 1 mg dan pemberian zink 1 kali 1 mg. Pada fase transisi dan rehabilitasi, pemberian multivitamin sudah diberikan dengan Fe. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa terapi penyakit berdasarkan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi seluruhnya ada pada kategori baik yaitu sebesar 100%.


(56)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagai kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Anak balita gizi buruk dengan penyakit infeksi sebesar 51.62%. dan non infeksi sebesar 48.39%.

2. Perubahan berat badan dari awal rawat inap dan akhir rawat inap dialami anak balita gizi buruk dari usia 6 bulan sampai 59 bulan. Perubahan berat badan kategori kurang adalah sebesar 61,29 % dan anak yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik sebesar 38,71%.

3. Status gizi pada anak balita gizi buruk mengalami perubahan berat badan dari awal masuk rawat inap dan akhir rawat inap. Status gizi kategori kurang berdasarkan BB/U pada awal dirawat sebesar 70,97% dan status gizi sangat kurang pada akhir dirawat sebesar 74,19 %, status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal dirawat sebesar 48.39 % dan akhir dirawat sebesar 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat sebesar 58,06 % dan akhir dirawat sebesar 54,84, perubahan berat badan kategori kurang sebesar 61,29 %.

4. Jumlah pemberian energi dan protein yang diberikan melalui makanan pada anak balita gizi buruk berdasarkan fase pemberian makanan sesuai dengan kebutuhan gizi sebesar 6.45% dan tidak sesuai sebesar 93.55%.


(57)

5. Jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit infeksi sebesar 51,61% dan penyakit non infeksi sebesar 48,39%.

6. Pemberian terapi penyakit pada anak balita gizi buruk berdasarkan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi pada kategori baik sebesar 100,00%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian sebagai saran penelitian adalah sebagai berikut : 1. Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur

status Gizi Anak Balita yang akan dirawat.

2. Diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk.

3. Diharapkan kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan sesuai dengan tata laksana pemberian makanan anak balita gizi buruk.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2007. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses tanggal 14 Desember 2007

Aritonang, Evawany. 2000. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition).

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evewany.pdf

Depkes RI. 1997a. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein Pada Anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga. Depkes, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta.

Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegah dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010.

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2007. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.Cetakan Ketiga. Jakarta.

Depkes RI. 2003b. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang, http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, Diakses tanggal 14 November 2007

Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.

Nurcahyo. 2008. Malnutrisi. Akses di

http://www.indonesiaindonesia.com/f/11160malnutrisi/

Pardede, J, 2006. Atasi Gizi Buruk dengan Komprehensif dan Berkelanjutan, http://analisadialy.com. Diakses tanggal 10 Februari 2010.

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2003. Penuntun Diit Anak.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sadewa, A.L, 2008, Makalah KEP, http://ayahaja.wordress.com, 28 November 2008.


(59)

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

Supariasa, dkk 2002. Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


(1)

4) Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu (Zn, Cu, Mg, Magnesium, Kalium)

5) Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari bila terdapat edema dikurangi 6) Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik

7) Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering

8) Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat

9) Terus memberikan ASI

10) Membedaan jenis makanan berdasarkan berat badan adalah BB < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB > 7 kg dapat langsung diberikan

makanan anak secara bertahap

11) Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi 5.5 Komplikasi Penyakit

Penderita gizi buruk yang menjalani perawatan dari pelayanan kesehatan rumah sakit, status gizi penderita gizi buruk tersebut setidaknya akan mengalami peningkatan. Dimana perubahan tersebut dapat berupa perubahan dari gizi buruk menjadi gizi kurang atau bahkan bisa berubah menjadi normal, namun demikian juga tidak menutup kemungkinan adanya penurunan status gizi yang lebih parah lagi


(2)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit infeksi adalah sebesar 51,61% dan jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit non infeksi adalah sebesar 48,39%. Dimana penyakit infeksi yang diderita anak balita gizi buruk terdiri dari Dermatitis, Bronchopneumonia, Hidrocefallus, TBC, GE, Meningoenchephatis dan penyakit non infeksi yang diderita anak balita gizi buruk terdiri dari Gagal Tumbuh, Hernia Umbilicalis, Post op Hepatectomy, Higroma Coli, Post Craniotomy, Tumor Abdomen, Hernia Umbilicalis, Susp Hisprung, Dekompensasiocordis, Herniainguinalis, Hypotiroid.

5.6 Terapi Penyakit

Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Dimana pada fase stabilisasi pemberian vitamin A diberikan dosis 1 kali pemberian saja dan pemberian multivitamin tanpa Fe 1 cth, asam folat diberikan 1 kali 5 mg pada awal pemberian selanjutnya 1 kali 1 mg dan pemberian zink 1 kali 1 mg. Pada fase transisi dan rehabilitasi, pemberian multivitamin sudah diberikan dengan Fe. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa terapi penyakit berdasarkan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi seluruhnya ada pada kategori baik yaitu sebesar 100%.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagai kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Anak balita gizi buruk dengan penyakit infeksi sebesar 51.62%. dan non infeksi sebesar 48.39%.

2. Perubahan berat badan dari awal rawat inap dan akhir rawat inap dialami anak balita gizi buruk dari usia 6 bulan sampai 59 bulan. Perubahan berat badan kategori kurang adalah sebesar 61,29 % dan anak yang paling sedikit berdasarkan perubahan berat badan kategori baik sebesar 38,71%.

3. Status gizi pada anak balita gizi buruk mengalami perubahan berat badan dari awal masuk rawat inap dan akhir rawat inap. Status gizi kategori kurang berdasarkan BB/U pada awal dirawat sebesar 70,97% dan status gizi sangat kurang pada akhir dirawat sebesar 74,19 %, status gizi kategori normal berdasarkan TB/U pada awal dirawat sebesar 48.39 % dan akhir dirawat sebesar 48,39 % dan status gizi kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada awal dirawat sebesar 58,06 % dan akhir dirawat sebesar 54,84,


(4)

5. Jumlah anak balita gizi buruk berdasarkan komplikasi penyakit infeksi sebesar 51,61% dan penyakit non infeksi sebesar 48,39%.

6. Pemberian terapi penyakit pada anak balita gizi buruk berdasarkan fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi pada kategori baik sebesar 100,00%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian sebagai saran penelitian adalah sebagai berikut : 1. Disarankan kepada pihak RSUP Haji Adam Malik Medan agar mengukur

status Gizi Anak Balita yang akan dirawat.

2. Diharapkan adanya koordinasi dalam pengaturan diet Anak Balita Gizi Buruk.

3. Diharapkan kepada pihak yang ingin melanjutkan penelitian ini supaya dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya fase pemberian makanan sesuai dengan tata laksana pemberian makanan anak balita gizi buruk.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2007. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses tanggal 14 Desember 2007

Aritonang, Evawany. 2000. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition).

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evewany.pdf

Depkes RI. 1997a. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein Pada Anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga. Depkes, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta.

Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegah dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010.

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. 2007. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II.Cetakan Ketiga. Jakarta.

Depkes RI. 2003b. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,

http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113, Diakses tanggal 14 November 2007

Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.

Nurcahyo. 2008. Malnutrisi. Akses di

http://www.indonesiaindonesia.com/f/11160malnutrisi/


(6)

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

Supariasa, dkk 2002. Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.