Hubungan Harga Diri Dengan Makna Hidup Pada Narapidana
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN MAKNA HIDUP
PADA NARAPIDANA
SKRIPSI
Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
GERYN THIRSIA SIAHAAN 021301026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan Harga Diri dengan Makna Hidup
pada Narapidana adalah hasil skripsi saya sendiri dan belum pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip
dari hasil karya orang lain, telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2008
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tri Tunggal (Allah
Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang senantiasa mengaruniakan kekuatan,
kemampuan, kesehatan, kasih, semangat dan senantiasa memelihara hidup penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan
tugas akhir di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Hanya oleh
kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Harga Diri dengan Makna Hidup pada Narapidana.”
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM
& H, Sp. A (K).
2. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku ketua Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Hasnida M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis selama proses mengerjakan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan,
arahan, serta masukan- masukan yang telah ibu berikan kepada penulis.
Terima kasih juga karena ibu selalu menyediakan waktu untuk membimbing
saya, walaupun ibu sempat kesal dengan saya (Jurnal!!!). Buat Bu Mila,
(4)
4. Ibu Filia Dina, S.Sos selaku dosen pembimbing akademik yang tidak
bosan-bosannya memberi masukan dan semangat kepada penulis, mulai dari awal
perkuliahan sampai pada tahap penyusunan skripsi. Terima kasih ya bu...
5. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si dan Ibu Namora L. Lubis, Msc selaku dosen
penguji II dan penguji III. Terima kasih atas kesediaan waktunya untuk
menguji saya.
6. Kepala Departemen Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Sumatera Utara
yang telah memberikan izin pengambilan data di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas I A Medan dan Kelas II A Wanita Medan.
7. Bapak Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Medan, Ibu Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Medan, terima kasih atas izin
yang di berikan untuk melakukan pengambilan data.
8. Terima kasih kepada semua Pegawai Bimpas di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas I A Medan dan kak Santa di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wanita Medan yang bersedia membantu penulis melakukan pengambilan
data.
9. Kepada seluruh narapidana pria dan narapidana wanita yang telah bersedia
mengisi skala penulis, terima kasih atas kesediaan waktunya.
10. Kedua orang tua penulis, Ir. S M. Siahaan dan T. A. N br. Pasaribu, terima
kasih yang tak terhingga buat bapak dan mami yang selalu memberikan
dukungan dan perhatian kepada penulis. Meskipun penulis selalu mengeluh
dan cemas, tetapi kalian tetap menyayangi penulis. Kalian adalah karunia
(5)
berjuang buat keenam anak-anakmu. Di mata penulis, kalian adalah
semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini (terutama mami yang
terus-menerus bertanya bagaimana perkembangan skripsinya dan kapan
selesai!!!). Skripsi ini penulis persembahkan buat bapak dan mami tercinta,
dan terima kasih juga buat subsidinya selama ini. Oh yaa..., yang sabar yaa
pak’mi dengan tingkah kami anak-anakmu, maklum enam anak berarti enam
kepribadian yang harus dipahami.
11. Buat saudara-saudara penulis (k’gom, lola, geby, riste dan bang ponco),
terima kasih buat kebersamaannya saat penulis lagi ”down”. Buat bang
ponco, terima kasih buat sifatnya yang selalu membuat penulis semangat
untuk terus maju dan ingin segera menyelesaikan tanggung jawab dalam
penyusunan skripsi ini. Thx bro’... (Jangan malas belajar yaa...
SEMANGAT!!!).
12. Buat Reni kaban, Surti dan Mimi (2003) yang nun jauh disana, thanks atas
kebersamaannya selama ini yang telah membuat penulis semangat dan
bahagia dengan canda tawa kita. Buat Reni thanks yaa jeunk’ buat
peminjaman labtopnya. Buat surti thanks atas bantuannya dalam pencarian
jurnal yang buat kepala pusing, dan buat Mimi thanks juga atas kelakuannya
yang suka membohongi penulis (bercanda kira-kira dunk’...).
13. Buat sondang’03 dan Boby’04, thanks atas bantuan dan masukannya dalam
penulisan skripsi penulis. Buat angkatan 2002 (inri, matheus, novri, nauli,
dll) yang dalam keadaan detik-detik terakhir, SEMANGAT yaa... Dan buat
(6)
thanks atas semangat dan canda tawanya selama diperkuliahan kampus
Psikologi tercinta....
14. Buat bey, thanks a lot atas semangat dan perhatiannya saat penulis merasa
tidak mampu atau merasa kesulitan dalam mengerjakan skripsi ini, terutama
dalam mencari jurnal. Thanks atas kesabarannya saat penulis lagi emosi
(EJM: Emosi Jiwa Membara), thanks buat waktunya yang telah bersedia
menemani penulis membeli reward ke makro untuk para napi, membantu
menyebarkan skala ke LP, dan menemani penulis jalan-jalan saat lagi bosan.
Dan tidak lupa thanks juga buat labtopnya yang telah banyak membantu
penulis.
15. Kepada seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah memberikan
pengabdiannya pada negara dan sumbangsihnya bagi
mahasiswa-mahasisiwi. Terima kasih untuk ilmu yang sudah kalian berikan buat
penulis.
16. Kepada seluruh staff di Fakultas Psikologi, terima kasih atas bantuannya
buat penulis.
Akhir kata, penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam karya tulis ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
demi hasil yang lebih baik.
Medan, Juni 2008
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I. A. Latar Belakang Masalah ... 1
I. B. Tujuan Penelitian ... 10
I. C. Manfaat Penelitian ... 10
I. D. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
II. A. Makna Hidup ... 13
II. A. 1. Pengertian Makna Hidup ... 13
II. A. 2. Perkembangan Makna Hidup ... 16
II. A. 2. a. Perspektif Psikologis ...17
II. A. 2. b. Perspektif Transaksional ...18
II. A. 2. c. Perspektif Fenomenologis ...20
II. A. 3. Penyusunan LRI (Life Regard Index) ... 20
II. B. Harga Diri ... 22
II. B. 1. Pengertian Harga Diri ... 22
II. B. 2. Aspek-aspek Harga Diri ... 23
(8)
II. B. 4. Pembagian Harga Diri ... 25
II. C. Narapidana ... 30
II. C. 1. Pengertian Narapidana ... 30
II. C. 2. Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan ... 30
II. C. 3. Hak dan Kewajiban Narapidana ... 31
II. C. 4. Dampak Psikologis Hukuman Penjara ...32
II. D. Hubungan Harga Diri dengan Makna Hidup pada Narapidana ... 35
II. E. Hipotesa Penelitian ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39
III. A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39
III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39
III. B. 1. Makna Hidup ... 39
III. B. 2. Harga Diri...40
III. C. Subjek Penelitian ... 40
III. C. 1. Populasi dan Sampel ... 40
III. C. 2. Karakteristik Populasi ... 41
III. C. 3. Teknik Pengambilan Sampel ... 42
III. C. 4. Jumlah Sampel Penelitian... 42
III. C. 5. Lokasi Pengumpulan Data...43
III. D. Alat Ukur yang Digunakan ... 43
III. D. 1. Skala Makna Hidup ... 44
(9)
III. E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 46
III. E. 1. Uji Validitas Alat Ukur ... 46
III. E. 2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 47
III. E. 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 48
III. E. 3. a. Skala Harga Diri ... 48
III. F. Prosedur Penelitian ... 50
III. F. 1. Tahap Persiapan Penelitian ... 50
III. F. 2. Pembuatan Alat Ukur ... 51
III. F. 3. Pelaksanaan Uji Coba...52
III. F. 4. Hasil Uji Coba Alat Ukur...53
III. F. 5. Tahap Pelaksanaan Penelitian...53
III. F. 6. Tahap Pengolahan Data...54
BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA...56
IV. A. Gambaran Subjek Penelitian...56
IV. A. 1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia...56
IV. B. Hasil Penelitian...57
IV. B. 1. Hasil Uji Asumsi Penelitian...57
IV. B. 1. a. Uji Normalitas Sebaran...57
IV. B. 1. b. Uji Linearitas Hubungan...58
IV. B. 2. Hasil Penelitian Utama...59
IV. B. 2. a. Kategorisasi Skor Makna Hidup...60
IV. B. 2. b. Kategorisasi Skor Harga Diri...62
(10)
IV. B. 3. a. Kategorisasi Skor Makna Hidup pada
Narapidana Pria...64
IV. B. 3. b. Kategorisasi Skor Harga Diri pada Narapidana Pria...65
IV. B. 3. c. Kategorisasi Skor Makna Hidup pada Narapidana Wanita...68
IV. B. 3. d. Kategorisasi Skor Harga Diri pada Narapidana Wanita...69
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...73
V. A. Kesimpulan Penelitian...73
V. A. 1. Kesimpulan Penelitian Utama...73
V. A. 2. Kesimpulan Penelitian Tambahan...74
V. B. Diskusi...74
V. C. Saran...77
V. C. 1. Saran Teoritis...77
V. C. 2. Saran Praktis...78
DAFTAR PUSTAKA...80 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Cara Penilaian Skala Makna Hidup dan Skala Harga Diri...44
Tabel 2 Blue Print Skala Makna Hidup...45
Tabel 3 Blu Print Skala Harga Diri sebelum Uji Coba...45
Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Harga Diri setelah Uji coba...48
Tabel 5 Distribusi Aitem-aitem Skala Harga untuk Penelitian...49
Tabel 6 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia...56
Tabel 7 Normalitas Sebaran Variabel Makna Hidup dan Harga Diri...58
Tabel 8 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Makna Hidup...60
Tabel 9 Kategorisasi Data Empirik Makna Hidup...61
Tabel 10 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Harga Diri...62
Tabel 11 Kategorisasi Data Empirik Harga Diri...63
Tabel 12 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Makna Hidup pada Narapidana Pria...64
Tabel 13 Kategorisasi Data Empirik Makna Hidup pada Narapidana Pria...65
Tabel 14 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Harga Diri pada Narapidana Pria...66
Tabel 15 Kategorisasi Data Empirik Harga Diri pada Narapidana Pria...67
Tabel 16 Perbandingan mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Makna Hidup pada Narapidana Wanita...68
(12)
Tabel 17 Kategorisasi Data Empirik Makna Hidup pada Narapidana Wanita...69
Tabel 18 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk
Data Harga Diri pada Narapidana Wanita...70
(13)
DAFTAR GRAFIK
(14)
Uji Normalitas Sebaran Hasil Penelitian Utama
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
makna hidup harga diri
N 80 80
Normal Parameters(a,b)
Mean 79,64 109,85
Std. Deviation 8,070 9,834
Most Extreme
Differences
Absolute ,105 ,066
Positive ,094 ,066
Negative -,105 -,043
Kolmogorov-Smirnov Z ,937 ,590
Asymp. Sig. (2-tailed) ,344 ,877
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
Uji Linearitas Hasil Penelitian Utama
Linear Regression
70 80 90 10 0
makna hidup 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 h a rg a d ir i
harga diri = 49,54 + 0,76 * makna R-Square = 0,39
(15)
Korelasi Pearson Product Moment Hasil Penelitian Utama
makna hidup harga diri
makna hidup Pearson Correlation 1 ,621(**)
Sig. (1-tailed) ,000
N 80 80
harga diri Pearson Correlation ,621(**) 1
Sig. (1-tailed) ,000
N 80 80
(16)
(17)
(18)
Lampiran A:
1.
Skala Harga Diri untuk try-out
2.
Skala Harga Diri untuk Penelitian
3.
Skala Makna Hidup untuk Penelitian
(19)
Lampiran B:
1.
Data Try-out Harga Diri
(20)
Lampiran C:
1.
Data Penelitian
2.
Uji Normalitas Data Penelitian
3.
Korelasi Pearson Product Moment Data
(21)
Lampiran D:
1.
Uji Normalitas Data Penelitian Tambahan
2.
Korelasi Pearson Product Moment Data Penelitian
Tambahan
(22)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
program sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya
bermaksud mengadakan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan ini. Untuk itu,
saya membutuhkan sejumlah data yang akan dapat saya peroleh dengan adanya
kerjasama saudara dalam mengisi skala ini.
Dalam mengisi skala ini tidak ada jawaban yang benar dan salah.
Saudara diharapkan untuk memberikan jawaban yang paling sesuai atau paling mendekati dengan keadaan saudara yang sesungguhnya, tidak perlu meniru atau melihat jawaban orang lain. Semua jawaban yang saudara berikan akan
dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian saja. Sebelum mengisi skala ini, saya minta saudara terlebih dahulu mengisi
identitas diri saudara dengan lengkap. Daftar isian jawaban akan dijelaskan dalam
petunjuk pengisian, saya harapkan agar Anda memperhatikan setiap petunjuk dari
daftar isian dengan baik. Setelah selesai, mohon periksa kembali jawaban saudara jangan sampai ada yang terlewatkan.
Kerjasama saudara dalam mengisi skala ini merupakan bantuan yang
sangat besar artinya dalam keberhasilan penelitian ini, untuk itu saya ucapkan
terima kasih.
Hormat saya,
(23)
DATA DIRI
Nama/Inisial :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat 67 buah pernyataan.
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (x) dalam kotak di depan salah-satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Jika Anda ingin mengubah jawaban Anda, berilah tanda garis sejajar horizontal pada jawaban yang ingin Anda ubah, kemudian silanglah jawaban yang Anda anggap tepat.
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Menjadi:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang dianggap salah, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.
(24)
Skala Harga Diri untuk try-out
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya pantas dihargai walaupun saya berada disini STS TS S SS
2 Saya merasa putus asa dengan kondisi saya sekarang STS TS S SS 3 Tidak ada yang dapat saya banggakan dari diri saya STS TS S SS 4 Saya merasa diri saya dicintai sama seperti anggota
keluarga lain
STS TS S SS
5 Saya sering merasa kesepian disini STS TS S SS
6 Sulit bagi saya untuk menerima segala keterbatasan saya saat ini
STS TS S SS
7 Saya sering merasa putus asa dengan keadaan saya sekarang
STS TS S SS
8 Saya sering menghindari teman-teman disini karena malas bergaul
STS TS S SS
9 Saya merasa tidak ada anggota keluarga yang menyayangi saya saat ini
STS TS S SS
10 Sama seperti orang lain, saya mampu melakukan suatu pekerjaan dengan baik
STS TS S SS
11 Saya merasa diri saya berharga, setidak-tidaknya sejajar dengan orang lain yang berada disini
STS TS S SS
12 Saya tidak tahu bagaimana harus berperilaku pada situasi tertentu
STS TS S SS
13 Saya tahu apa kelebihan dan kekurangan saya STS TS S SS
14 Saya sering menyalahkan orang lain atas segala kesalahan yang saya perbuat
STS TS S SS
15 Perasaan bersalah terhadap keluarga sering saya alami STS TS S SS 16 Saya merasa diri saya cukup berharga dihadapan keluarga
saya
STS TS S SS
17 Saya cenderung menilai diri saya lebih buruk dari pada orang lain
(25)
18 Selama berada disini saya senang menerima pujian tetapi tidak suka menerima kritikan
STS TS S SS
19 Saya tidak mampu menghadapi perilaku buruk dari teman-teman terhadap saya selama disini
STS TS S SS
20 Walaupun berada disini, saya merasa bahwa saya dapat diandalkan dalam keluarga
STS TS S SS
21 Saya merasa lebih rendah dibandingkan dengan orang lain STS TS S SS 22 Selama berada disini, saya merasa diri saya lemah
dihadapan pasangan saya
STS TS S SS
23 Saya tidak cemburu dengan teman saya yang sering dijenguk keluarganya
STS TS S SS
24 Saya merasa tersinggung jika orang lain menceritakan kekurangan saya saat ini
STS TS S SS
25 Dengan keadaan saya sekarang, keluarga saya tetap menyayangi saya
STS TS S SS
26 Saya mempunyai sifat-sifat yang baik selama berada disini STS TS S SS 27 Saya mampu menerima kenyataan hidup bahwa saya
berada disini
STS TS S SS
28 Terkadang saya merasa tidak berharga dihadapan keluarga saya dengan kondisi saya sekarang
STS TS S SS
29 Saya tidak memiliki kelebihan apapun saat ini STS TS S SS
30 Saya bersedia menerima komentar positif maupun negatif tentang diri saya saat ini
STS TS S SS
31 Selama berada disini, banyak perubahan yang positif yang terjadi dalam diri saya
STS TS S SS
32 Saya mampu menghadapi situasi tidak menyenangkan yang terjadi disini
STS TS S SS
33 Saya mengakui segala keterbatasan yang saya miliki saat ini
STS TS S SS
(26)
35 Walaupun berada disini, saya masih bisa memiliki hidup bahagia, seperti orang lain pada umumnya
STS TS S SS
36 Saya bersikap positif terhadap diri saya sendiri STS TS S SS
37 Saya menerima keadaan saya apa adanya, seperti halnya dengan teman-teman yang lainnya yang berada disini
STS TS S SS
38 Saya menyesal dengan keadaan saya sekarang STS TS S SS
39 Saya sering menghukum diri saya untuk segala kekurangan saya
STS TS S SS
40 Walaupun berada disini, saya merasa pantas mendapatkan kasih sayang dari keluarga
STS TS S SS
41 Walaupun berada disini, saya disukai keluarga sama seperti anggota keluarga saya yang lainnya
STS TS S SS
42 Saya sering minta maaf walaupun terkadang bukan karena kesalahan saya
STS TS S SS
43 Orang lain mempunyai kemampuan untuk memberikan yang terbaik pada pasangannya, sedangkan saya tidak
STS TS S SS
44 Saya merasa puas dengan kehidupan saya sekarang STS TS S SS
45 Saya merasa orang lain lebih beruntung dari pada saya STS TS S SS
46 Saya mampu bergaul dengan baik disini STS TS S SS
47 Saya mampu menjadi orang yang berguna disini STS TS S SS
48 Bantuan orang terdekat penting bagi saya dalam menghadapi segala persoalan yang saya hadapi selama disini
STS TS S SS
49 Pendapat orang lain mengenai diri saya sangat mempengaruhi saya
STS TS S SS
50 Saya menganggap bahwa kritikan yang diberikan pada saya bermaksud untuk menjatuhkan saya
STS TS S SS
51 Kadang-kadang saya berpikir, tidak ada lagi yang dapat saya banggakan
STS TS S SS
(27)
53 Setidaknya saya masi merasa ada hal yang dapat dibanggakan dari diri saya
STS TS S SS
54 Saya berharap dapat lebih menghargai diri saya sendiri STS TS S SS 55 Dengan kondisi sekarang, saya merasa tidak ada anggota
keluarga yang menginginkan saya
STS TS S SS
56 Saya mampu menangani setiap penilaian buruk terhadap keadaan saya
STS TS S SS
57 Saya merasa diri saya dihargai oleh teman-teman disini STS TS S SS 58 Saya tidak mampu mengatasi masalah yang berhubungan
dengan kekurangan saya
STS TS S SS
59 Saya cenderung melihat diri saya sebagai orang yang gagal dalam banyak hal
STS TS S SS
60 Saya sering membandingkan diri saya dengan orang lain STS TS S SS 61 Saya merasa diri saya berharga dihadapan pasangan saya STS TS S SS 62 Saya marah jika ada orang yang menertawakan
kekurangan-kekurangan saya
STS TS S SS
63 Saya merasa orang lain lebih disukai sedangkan saya tidak STS TS S SS 64 Saya memiliki banyak kelebihan tetapi saya juga
menyadari bahwa saya memiliki kekurangan
STS TS S SS
65 Saya merasa bahwa saya memiliki kemampuan dalam menghadapi setiap persoalan yang berada disini
STS TS S SS
66 Secara keseluruhan, saya suka dengan diri saya sendiri STS TS S SS 67 Saya terbiasa menyangkal setiap kesalahan yang saya
perbuat disini
STS TS S SS
68 Saya merasa teman-teman disini jauh lebih berharga dari pada saya
STS TS S SS
69 Saya hanya mau menerima komentar positif tentang diri saya
STS TS S SS
70 Saya memiliki kemampuan untuk menangani perlakuan buruk terhadap saya disini
(28)
71 Kadang-kadang, saya merasa tidak berguna STS TS S SS 72 Saya mampu mengatasi setiap permasalahan dengan baik
terutama yang ada kaitannya dengan kehidupan saya sekarang
STS TS S SS
73 Saya memiliki banyak kelebihan yang dapat saya banggakan
STS TS S SS
74 Saya adalah orang yang pantang menyerah dalam setiap keadaan
STS TS S SS
75 Sekiranya mungkin, banyak hal dalam diri saya yang ingin saya ubah
STS TS S SS
76 Dengan kondisi sekarang, saya merasa tidak dibutuhkan lagi dalam lingkungan keluarga saya
STS TS S SS
77 Saya tidak akan panik ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan disini
STS TS S SS
78 Saya sulit menceritakan masalah yang saya hadapi kepada teman-teman disini
STS TS S SS
79 Saya sering berpikir, saya ini sama sekali tidak baik STS TS S SS 80 Bila saya diminta untuk menceritakan tentang diri saya,
saya tidak mengalami kesulitan untuk menceritakannya
STS TS S SS
Periksa Kembali Jawaban Anda
Jangan Sampai Ada Nomor Yang Terlewatkan
(29)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
program sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya
bermaksud mengadakan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan ini. Untuk itu,
saya membutuhkan sejumlah data yang akan dapat saya peroleh dengan adanya
kerjasama saudara dalam mengisi skala ini.
Dalam mengisi skala ini tidak ada jawaban yang benar dan salah.
Saudara diharapkan untuk memberikan jawaban yang paling sesuai atau paling mendekati dengan keadaan saudara yang sesungguhnya, tidak perlu meniru atau melihat jawaban orang lain. Semua jawaban yang saudara berikan akan
dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian saja. Sebelum mengisi skala ini, saya minta saudara terlebih dahulu mengisi
identitas diri saudara dengan lengkap. Daftar isian jawaban akan dijelaskan dalam
petunjuk pengisian, saya harapkan agar Anda memperhatikan setiap petunjuk dari
daftar isian dengan baik. Setelah selesai, mohon periksa kembali jawaban saudara jangan sampai ada yang terlewatkan.
Kerjasama saudara dalam mengisi skala ini merupakan bantuan yang
sangat besar artinya dalam keberhasilan penelitian ini, untuk itu saya ucapkan
terima kasih.
Hormat saya,
(30)
DATA DIRI
Nama/Inisial :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat 67 buah pernyataan.
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (x) dalam kotak di depan salah-satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Jika Anda ingin mengubah jawaban Anda, berilah tanda garis sejajar horizontal pada jawaban yang ingin Anda ubah, kemudian silanglah jawaban yang Anda anggap tepat.
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Menjadi:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang dianggap salah, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.
(31)
Skala Harga Diri untuk Penelitian
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya pantas dihargai walaupun saya berada disini STS TS S SS
2 Saya merasa putus asa dengan kondisi saya sekarang STS TS S SS 3 Tidak ada yang dapat saya banggakan dari diri saya STS TS S SS 4 Saya merasa diri saya dicintai sama seperti anggota
keluarga saya yang lain
STS TS S SS
5 Sama seperti orang lain, saya mampu melakukan suatu pekerjaan dengan baik
STS TS S SS
6 Saya merasa diri saya berharga, setidak-tidaknya sejajar dengan orang lain yang berada di luar sana
STS TS S SS
7 Saya sering menyalahkan orang lain atas segala kesalahan yang saya buat
STS TS S SS
8 Selama berada di sini saya senang menerima pujian tetapi tidak suka menerima kritikan
STS TS S SS
9 Walaupun berada disini, saya merasa bahwa saya dapat diandalkan dalam keluarga
STS TS S SS
10 Selama berada disini, saya merasa diri saya lemah dihadapan pasangan saya
STS TS S SS
11 Saya tidak cemburu dengan teman saya yang sering dijenguk keluarganya
STS TS S SS
12 Saya mempunyai sifat-sifat yang baik selama berada disini
STS TS S SS
13 Saya sering menghukum diri saya untuk segala kekurangan saya
STS TS S SS
14 Saya mampu bergaul dengan baik disini STS TS S SS
15 Saya mampu menjadi orang yang berguna disini STS TS S SS
16 Saya menganggap bahwa kritikan yang diberikan pada saya bermaksud untuk menjatuhkan saya
STS TS S SS
(32)
saya
18 Diantara saudara atau keluarga saya, saya yang paling sial
STS TS S SS
19 Setidaknya saya masih merasa ada hal yang dapat dibanggakan dari diri saya
STS TS S SS
20 Dengan kondisi sekarang, saya merasa tidak ada anggota keluarga yang menginginkan saya
STS TS S SS
21 Saya merasa diri saya dihargai oleh teman-teman disini STS TS S SS 22 Saya cenderung melihat diri saya sebagai orang yang
gagal dalam banyak hal
STS TS S SS
23 Saya marah jika ada orang yang menertawakan kekurangan-kekurangan saya
STS TS S SS
24 Saya merasa orang lain lebih disukai sedangkan saya tidak
STS TS S SS
25 Saya merasa bahwa saya memiliki kemampuan dalam menghadapi setiap persoalan yang terjadi disini
STS TS S SS
26 Secara keseluruhan, saya suka dengan diri saya sendiri STS TS S SS 27 Saya terbiasa menyangkal setiap kesalahan yang saya
perbuat disini
STS TS S SS
28 Saya merasa teman-teman disini jauh lebih berharga dari pada saya
STS TS S SS
29 Saya hanya mau menerima komentar positif tentang diri saya
STS TS S SS
30 Saya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan teman-teman saya disini
STS TS S SS
31 Kadang-kadang, saya merasa tidak berguna STS TS S SS
32 Saya memiliki banyak kelebihan yang dapat saya banggakan
STS TS S SS
33 Saya adalah orang yang pantang menyerah dalam setiap keadaan
(33)
34 Dengan kondisi sekarang, saya merasa tidak dibutuhkan lagi dalam lingkungan keluarga saya
STS TS S SS
35 Saya tidak akan panik ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan disini
STS TS S SS
36 Saya sering berpikir, saya ini sama sekali tidak baik STS TS S SS
Periksa Kembali Jawaban Anda
Jangan Sampai Ada Nomor Yang Terlewatkan
(34)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan Hormat,
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
program sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya
bermaksud mengadakan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan ini. Untuk itu,
saya membutuhkan sejumlah data yang akan dapat saya peroleh dengan adanya
kerjasama saudara dalam mengisi skala ini.
Dalam mengisi skala ini tidak ada jawaban yang benar dan salah.
Saudara diharapkan untuk memberikan jawaban yang paling sesuai atau paling mendekati dengan keadaan saudara yang sesungguhnya, tidak perlu meniru atau melihat jawaban orang lain. Semua jawaban yang saudara berikan akan
dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian saja. Sebelum mengisi skala ini, saya minta saudara terlebih dahulu mengisi
identitas diri saudara dengan lengkap. Daftar isian jawaban akan dijelaskan dalam
petunjuk pengisian, saya harapkan agar Anda memperhatikan setiap petunjuk dari
daftar isian dengan baik. Setelah selesai, mohon periksa kembali jawaban saudara jangan sampai ada yang terlewatkan.
Kerjasama saudara dalam mengisi skala ini merupakan bantuan yang
sangat besar artinya dalam keberhasilan penelitian ini, untuk itu saya ucapkan
terima kasih.
Hormat saya,
(35)
DATA DIRI
Nama/Inisial :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat 67 buah pernyataan.
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (x) dalam kotak di depan salah-satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Jika Anda ingin mengubah jawaban Anda, berilah tanda garis sejajar horizontal pada jawaban yang ingin Anda ubah, kemudian silanglah jawaban yang Anda anggap tepat.
Contoh:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Menjadi:
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Saya merasa hidup saya tidak berharga STS TS S SS
Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang dianggap salah, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.
(36)
Skala Makna Hidup untuk Penelitian
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya merasa telah menemukan makna penting untuk menjalani hidup saya
STS TS S SS
2 Kehidupan adalah sesuatu hal yang sangat memuaskan STS TS S SS 3 Saya tidak punya banyak tujuan untuk hidup saya
sendiri
STS TS S SS
4 Sejujurnya tidak ada hal yang benar-benar ingin saya lakukan dengan sepenuh hati
STS TS S SS
5 Saya merasa senang dengan hidup saya STS TS S SS
6 Saya menghabiskan sebagian besar hidup saya untuk mengerjakan hal-hal yang sebenarnya tidak penting bagi saya
STS TS S SS
7 Saya telah sampai pada pengertian tentang apa yang penting dalam hidup saya
STS TS S SS
8 Saya perlu mencari suatu hal dimana saya dapat berkomitmen di dalamnya
STS TS S SS
9 Saya tidak tahu apa yang sebenarnya ingin saya lakukan dalam hidup saya
STS TS S SS
10 Orang lain sepertinya memiliki gambaran yang lebih baik mengenai apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka dibandingkan diri saya sendiri
STS TS S SS
11 Saya memiliki beberapa tujuan dan target yang akan memberikan kepuasan bagi diri saya jika saya berhasil mencapainya
STS TS S SS
12 Saya sepertinya tidak mampu memenuhi hal-hal yang sebenarnya penting bagi saya
STS TS S SS
13 Saya sebenarnya tidak percaya akan semua hal dalam hidup saya
(37)
14 Saya memiliki sebuah filosofi hidup yang memberikan saya arti hidup
STS TS S SS
15 Orang lain sepertinya merasa lebih baik terhadap hidup mereka dibandingkan saya
STS TS S SS
16 Saya merasa amat bingung ketika berusaha memahami hidup saya
STS TS S SS
17 Ada suatu hal yang tampaknya menghentikan saya untuk mengerjakan hal yang benar-benar ingin saya lakukan
STS TS S SS
18 Saya memiliki banyak potensi yang tidak saya gunakan dengan baik
STS TS S SS
19 Ketika saya mengamati kehidupan saya, saya merasakan kepuasan karena telah berusaha mencapai sesuatu
STS TS S SS
20 Saya memiliki gairah yang nyata dalam hidup STS TS S SS
21 Saya merasa yakin akan meraih apa yang saya inginkan dalam hidup
STS TS S SS
22 Saya tidak benar-benar menghargai apa yang sedang saya lakukan
STS TS S SS
23 Saya memiliki gambaran yang jelas mengenai apa yang ingin saya lakukan dengan hidup saya
STS TS S SS
24 Saya merasa begitu bersemangat dengan apa yang sedang saya kerjakan, sehingga saya menemukan
sumber tenaga baru yang tidak saya ketahui sebelumnya
STS TS S SS
25 Ada beberapa hal yang saya curahkan segala energi hidup saya kepadanya
STS TS S SS
26 Tidak akan pernah ada hal luar biasa yang terjadi pada saya
STS TS S SS
27 Saya merasa hidup dengan seutuhnya STS TS S SS
28 Saya memiliki sebuah sistem atau kerangka acuan yang memungkinkan saya mengerti keberadaan saya
(38)
BAB I PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang
Manusia selain makhluk sosial juga merupakan makhluk yang bebas yang
terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang
terlepas dari tekanan batin atau psikis, dan orang yang terlepas dari paksaan
moral. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan yang mutlak tetapi kebebasan
yang bertanggungjawab (Bertens, 1993). Kebebasan manusia memiliki
batasan-batasan, seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor yang membatasi
kebebasan manusia dari luar adalah lingkungan dan pendidikan, sedangkan faktor
yang membatasi dari dalam adalah bakat, watak, dan sikap. Kebebasan manusia
juga memiliki aturan dalam berbagai norma, seperti norma kesopanan, norma
etiket, norma sosial, norma moral, norma agama, norma adat istiadat dan norma
hukum. Setiap manusia jika melanggar aturan dari norma-norma ini, maka akan
ada hukum yang mengatur, misalnya saja pada norma hukum. Manusia atau
ndividu yang melanggar segala peraturan yang terdapat di dalam norma hukum,
maka akan diberi sanksi pidana (Bertens, 1993).
Sanksi pidana itu merupakan peraturan yang menentukan
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan bentuk hukuman yang dapat diberikan.
Pemberian sanksi pidana ini bertujuan untuk menyadarkan perilaku menyimpang
(39)
pemeriksaan dan telah mendapat kepastian hukum, maka akan resmi menyandang
status sebagai narapidana (Panjaitan dan Simorangkir, 1995).
Menurut UU no. 12 tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kebebasan di penjara, sedangkan Wilson (2005)
menjelaskan bahwa narapidana adalah manusia yang bermasalah yang harus
dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik, dan
menurut Harsono (1995) narapidana adalah manusia yang sedang berada di
persimpangan jalan karena harus memilih akan meninggalkan atau tetap pada
perilakunya yang dahulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi (merasa takut
diasingkan di dalam masyarakat dan keluarga, tidak mampu bersosialisasi dengan
baik akibat rasa minder dan putus harapan). Berdasarkan penjelasan mengenai
narapidana di atas, maka ada sebuah anggapan yang menyatakan bahwa seorang
narapidana hanya dapat dibina jika diasingkan dari lingkungan sosialnya dan
seorang narapidana merupakan individu yang telah rusak dalam segala-galanya
(Panjaitan dan Simorangkir, 1995).
Panjaitan dan Simorangkir (1995) menjelaskan bahwa tindak pidana yang
diberikan kepada narapidana selalu direalisasikan dengan membina mereka di
lembaga pemasyarakatan, sehingga hampir semua orang berpendapat bahwa
lembaga pemasyarakatan merupakan tempat penyiksaan dan tempat
berkumpulnya para penjahat. Bangunan lembaga pemasyarakatan dirancang
secara khusus sebagai tempat untuk membuat jera para narapidana baik secara
fisik dan psikologis, dan dirancang agar seseorang tidak kerasan di dalamnya.
(40)
perampasan kebebasan sehingga narapidana akan kehilangan kebebasannya, yang
artinya narapidana hanya dapat bergerak di dalam lembaga pemasyarakatan saja.
Kebebasan ini dirampas untuk jangka waktu tertentu atau seumur hidup, dan tidak
hanya kebebasan bergerak yang terampas tetapi juga berbagai kebebasan lainnya.
Selama menjalani hukuman, narapidana tidak hanya akan mengalami pidana
secara fisik seperti makanan dijatah dan sebagainya, tetapi juga mengalami pidana
secara psikologis seperti kehilangan kebebasan dan kasih sayang dari anak atau
pasangannya. Dampak psikologis ini jauh lebih berat dibandingkan dengan pidana
penjara itu sendiri (Harsono, 1995).
Menurut Harsono (1995), dampak psikologis hukuman penjara antara lain:
lost of personality yaitu seorang narapidana akan kehilangan kepribadian diri, identitas diri akibat peraturan dan tata cara hidup di lembaga pemasyarakatan;
lost of security yaitu hilangnya rasa aman karena narapidana selalu dalam pengawasan petugas; lost of liberty yaitu kehilangan berbagai kemerdekaan individual; lost of personal communication yaitu kehilangan kebebasan untuk berkomunikasi karena komunikasi terhadap siapapun dibatasi; lost of good and service yaitu kehilangan akan pelayanan karena narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri; lost of heterosexsual yaitu kehilangan naluri seks, kasih sayang dan rasa aman bersama keluarga; lost of prestige yaitu kehilangan harga diri akibat perlakuan dan peraturan dari petugas; lost of belief yaitu kehilangan rasa percaya diri akibat tidak adanya rasa aman, dan yang terakhir lost of creativity yaitu hilangnya kreatifitas bahkan impian dan cita-cita narapidana.
(41)
Kehilangan hak-hak tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan
para narapidana.
Menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007), dampak fisik dan psikologis
yang dialami narapidana dapat membuat narapidana merasakan perasaan tidak
bermakna (meaningless) yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, bosan, penuh dengan keputusasaan, serta tidak memiliki tujuan hidup yang di dalamnya
juga terkandung makna hidup. Schultz (1991) mengatakan seorang individu bisa
saja tidak melihat adanya makna di dalam hidupnya, tetapi makna hidup itu akan
tetap ada, dan kehidupan baru terkadang dapat mengandung suatu arti ketika kita
berhadapan dengan situasi yang dipenuhi dengan penderitaan. Penderitaan
sebenarnya dapat memberikan makna dan kegunaan jika kita dapat mengubah
sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik, ini berarti bahwa dalam
berbagai keadaan (sakit, nista, dosa, bahkan maut) arti makna hidup tetap dapat
ditemukan (Frankl, dalam Bastaman 1996).
Menurut Battista & Almond (1973), individu yang menganggap dirinya
telah menemukan makna hidup adalah individu yang mempunyai kerangka kerja
yang dapat melihat hidup mereka dengan beberapa perspektif atau konteks,
individu yang telah memperoleh tujuan hidup, individu yang telah berkomitmen
secara positif terhadap suatu konsep yang memberikannya suatu kerangka
acuan atau tujuan untuk memandang kehidupannya, dan individu yang
mempersepsikan hidupnya berkaitan dengan, atau memenuhi konsep hidupnya.
Battista & Almond (1973) juga mengatakan bahwa dalam dewasa muda,
(42)
pendidikan. Individu yang dicukupi dengan pilihan karir dan studi telah
membuktikan bahwa hidupnya lebih penuh arti (meaningfull) dibandingkan dengan individu yang tidak dicukupi dengan pilihan karir dan studi.
Tokoh lain seperti Frankl (1996) mengatakan bahwa makna hidup
merupakan sesuatu yang dianggap penting, berharga, dan memberikan nilai
khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan di dalam kehidupan
(the purpose in life). Menurutnya makna hidup jika berhasil ditemukan akan memperoleh kehidupan yang bahagia dan makna hidup itu berbeda antara
manusia yang satu dengan yang lainnya, bahkan berbeda setiap hari dan setiap
jam. Frankl sendiri menemukan makna hidupnya ketika menjadi seorang tahanan
di kamp konsentrasi. Keberhasilannya bertahan hidup adalah dengan tetap
menjaga keimanan, memiliki harapan akan adanya perubahan, selalu mengingat
istrinya dengan penuh cinta, kedua orang tuanya yang juga ditahan, dan
diam-diam ia membantu sesama tahanan yang putus asa. Frankl mengamati bahwa
tahanan-tahanan yang berhasil menemukan dan mengembangkan makna dalam
hidup mereka ternyata mampu bertahan dalam menjalani penderitaan, sehingga ia
menyimpulkan bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, tidak
saja dalam keadaan normal dan menyenangkan, tetapi juga dalam penderitaan.
Makna hidup ketika di dalam penderitaan (penjara) juga ditemukan oleh
Anton Medan (Tan Hok Liang). Anton yang dijuluki seorang penjahat kaliber
kakap dan penjahat kambuhan yang hobinya keluar masuk penjara, akhirnya
(43)
menjadi seorang muslim yang taat beragama dan telah banyak membangun
tempat-tempat ibadah, seperti musholla dan mesjid (Anton, 2005).
Fenomena-fenomena lain di dalam penjara juga peneliti dapatkan
berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber. Berikut kutipan hasil
wawancara dengan beberapa subjek penelitian di lembaga pemasyarakatan
Tanjung Gusta Medan:
Subjek 1 (Lapas kelas 1)
“Em…kehidupan disini awalnya pahit bagi saya, saya tertekan dan tidak bebas. Tapi lama kelamaan saya mulai bisa menerima keadaan ini. Disini saya mulai membangun hubungan baik dengan Tuhan. Saya sering mengikuti kebaktian membaca alkitab dan menceritakan firman-firman Tuhan kepada teman-teman yang lainnya, sehingga pegawai lapas menyebut saya hamba Tuhan. Ketenangan mulai saya rasakan. Saya senang karena hidup saya masih berguna buat teman-teman disini. Saat mereka putus asa, saya dapat menghibur mereka dengan firman-firman yang saya kuasai. Ketakutan dengan hukuman seumur hidup lama-lama nggak menjadi masalah bagi saya. Bisa dikatakan saya seharusnya bersyukur karena setelah berada di penjara, hati saya terbuka untuk Tuhan dan menjadi hambanya. Dulu ke gereja saja saya jarang. Masalah hubungan saya dengan keluarga terutama istri saya, setahu saya baik-baik saja. Hanya saja kesedihan saya tentang anak-anak saya. Yang mereka tahu, saya sedang bekerja di luar kota. Saya sangat merindukan mereka. Tapi ini sudah takdir saya, saya hanya bisa pasrah dan berdoa..”
(Komunikasi Personal, 25 September 2007).
Subjek 2 (Lapas kelas 1)
“Saat pertama kali saya berada disini, hati saya sangat sedih karena kehilangan kehidupan bersama keluarga terutama istri dan anak saya. Penyesalan terus menerus datang. Kebebasan juga hilang. Apa-apa tidak bisa dilakukan. Yang biasanya setiap hari saya bekerja di kantor, ini jadi bingung mau ngapain. Yang membuat saya masih bertahan adalah dukungan istri, terutama anak-anak saya. Mereka sering mengunjungi saya disini. Untungnya anak-anak saya bisa mengerti tentang keadaan saya, mereka terus memberi support dan intinya masi menyayangi saya. Padahal mereka masih terlalu kecil. Saya ingin cepat bebas karena saya masih punya tanggung jawab. Saya ingin istri dan anak-anak saya dapat hidup normal kembali, kumpul bersama. Bahagia!! Apalagi saya punya
(44)
keinginan untuk menyekolahkan anak saya sampai ke luar negeri. Jadi setelah bebas nanti, saya harus bekerja keras. Tanggapan masyarakat nantinya setelah saya bebas dari sini tidak akan saya hiraukan, karena ini demi kehidupan keluarga saya.” (Komunikasi Personal, 25 September 2007).
Subjek 3 (Lapas kelas II)
“Berada dalam penjara ini sangat memuakkan, sakit. Orang yang dilihat itu-itu terus. Stress!! Lebih enak di kamar aja, itupun kerjaku nangis. Sedih kali hidupku.. Apalagi aku belum menikah, entah sapalah yang mau... Belum lagi sedih rasanya memikirkan kek mana kalau keluar dari sini. Entah apalah yang mau kulakukan.” (Komunikasi Personal, 20 Oktober 2007).
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya sesuatu yang positif dapat ditemukan apabila
meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri dan keinginan kuat untuk
melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. Sikap menerima dengan
penuh ikhlas dan tabah hal-hal tragis yang tidak mungkin dielakkan lagi dapat
mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan menjadi
pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu
(Frankl, dalam Bastaman 1996).
Menurut Harsono (1995), hidup adalah sebuah kesempatan untuk berbuat
sesuatu, baik membentuk nasib dan menentukan sikap terhadap nasib.
Hanya dengan kemauan dan hasrat yang besar seseorang dapat berhasil dan sukses
dalam kehidupannya, dan saat yang menentukan bagi seseorang untuk sukses dan
berhasil adalah pada saat seseorang mengalami krisis. Battista & Almond (1973)
menjelaskan bahwa ketika seorang individu merasa dirinya sebagai individu yang
(45)
telah memiliki penghayatan hidup yang bermakna, yang dicapai individu setelah
ia memiliki tingkat harga diri tertentu, dan menurut Maslow dalam Tjahningsih &
Nuryoto, 1994), kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan yang sangat
penting bagi setiap individu.
Menurut Frey & Carlock (1987), harga diri merupakan penilaian negatif
dan positif yang merupakan bagian dari konsep diri. Hal ini sejalan dengan
Rosenberg (dalam Taylor, dkk, 2000) yang mengatakan bahwa harga diri adalah
penilaian yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri, baik secara positif
maupun negatif. Frey & Carlock (1987) menjelaskan bahwa perilaku yang
ditampilkan seseorang dapat mencerminkan harga diri yang dimilikinya, yaitu
harga diri positif atau harga diri negatif. Harga diri positif itu seperti menghargai
diri sendiri, merasa diri berguna, memandang diri sama seperti orang lain, tidak
menganggap diri sebagai orang yang sempurna, mengenal keterbatasan diri, dan
mengharapkan diri tumbuh dan berkembang, sedangkan harga diri negatif, seperti
petunjuk verbal yang sering menunjukkan seseorang menilai dirinya negatif,
seseorang yang sangat takut akan pengalaman baru, reaksi yang berlebihan
terhadap kegagalan, terlalu banyak membual tentang diri sendiri, memiliki
kebutuhan yang sangat kuat akan dukungan, ketertarikan yang sangat dalam
terhadap kepemilikan suatu benda, enggan mengemukakan pendapat, melepaskan
tanggung jawab, memiliki energi yang rendah, kesadaran diri yang kurang,
kecemasan yang berlebihan, sangat sensitif terhadap kritikan, memiliki keluhan
(46)
Berikut hasil wawancara peneliti mengenai harga diri dengan beberapa
subjek penelitian di lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan:
Subjek 1 (Lapas kelas 1)
“Harga diri… Awalnya itu sudah hilang. Tetapi setelah saya mulai bisa menerima keadaan saya, saya mulai bangkit. Saya rasa harga diri tidak akan hilang, ya mungkin tidak sebaik sebelum semua ini terjadi.. Disini banyak yang membuat harga diri saya muncul lagi, misalnya kedekatan saya dengan Tuhan dan dengan kegiatan-kegiatan disini yang saya kerjakan dengan baik...” (Komunikasi Personal, 07 februari 2008).
Subjek 2 (Lapas kelas 1)
“Harga diri itu relatif dan semua orang pasti punya. Walaupun saya begini, saya tetap memiliki harga diri terutama ketika saya berada di depan teman-teman saya disini. Harga diri saya tetap saya jaga. Menurut saya banyak hal yang dapat dilakukan disini untuk memperoleh harga diri, misalnya berbuat baik, dan sebagainyalah. Walaupun saya nggak tahu bagaimana nantinya di luar sana..” (Komunikasi Personal, 07 Februari 2008).
Subjek 3 (Lapas kelas II)
“Mana ada lagi harga diri, yang ada hanya aib.. Bukan hanya aku yang malu, tapi juga keluarga. Aku sudah pasrah bagaimana tanggapan orang padaku, nggak ada lagi yang bisa aku banggakan!” (Komunikasi Personal, 07 Februari 2008).
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa harga diri dapat juga diperoleh melalui proses pengalaman
yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang (Branden, 1981), dan harga diri
individu terbentuk berdasarkan pada pandangan orang lain terhadap dirinya dan
bagaimana individu itu sendiri mempersepsikan pengalaman hidupnya (Baron &
Byrne, 1997). Hubungan individu dengan pengalaman hidupnya dapat dikaitkan
(47)
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berasumsi bahwa harga diri
berhubungan positif dengan makna hidup. Oleh karena itu, pada penelitian ini
peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan makna
hidup pada narapidana.
I. B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara
harga diri dengan makna hidup pada narapidana.
I. C. Manfaat Penelitian
Ada dua manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi tentang hubungan harga diri dengan makna
hidup pada narapidana.
b. Diharapkan dapat memperkaya kasanah ilmu Psikologi Klinis,
Psikologi Sosial, Psikologi Konseling, khususnya yang berkaitan
dengan harga diri dengan makna hidup pada narapidana.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan,
referensi dan bahan masukan bagi lembaga pemasyarakatan, keluarga yang
memiliki saudara yang berstatus sebagai narapidana, dan narapidana itu
(48)
I.D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Pada bab ini akan diuraikan tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam
pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang
berhubungan dengan harga diri dan kepuasan body image pada remaja putri.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional dari masing-masing variabel, populasi dan metode
pengambilan sampel penelitian, alat ukur penelitian, uji coba alat ukur,
prosedur penelitian, dan metode analisa data.
BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data
Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum subjek
penelitian, hasil penelitian, hasil utama penelitian, dan hasil tambahan
penelitian
(49)
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari
(50)
BAB II
LANDASAN TEORI
II. A. Makna Hidup
II. A. 1. Pengertian Makna Hidup
Battista dan Almond (1973) mendefinisikan secara operasional makna
hidup sebagai positive life regard, dan menyimpulkan bahwa teori Frankl dan Maslow tersusun dalam pendekatan filosofis. Pendekatan itu berangkat dari
pemahaman akan hakikat makna hidup, dimana pertanyaan dasarnya apakah
makna hidup itu merefleksikan adanya satu makna hidup yang absolut yang
berkembang dari komitmen dan usaha pemenuhan yang secara instrinsik berasal
dari sesuatu hal, misalnya berasal dari Tuhan (pandangan religius), alam
(pandangan naturalisme), kebebasan dan tanggung jawab individu (pendekatan
eksistensial), kapasitas menjadi manusia seutuhnya (pendekatan humanistik), atau
yang lebih spesifik makna hidup berasal dari kemampuan self-trancendence
manusia (pendekatan Frankl), atau berasal dari growth needs dalam diri manusia (pendekatan Maslow).
Battista dan Almond (1973) juga mengungkapkan pendekatan lain untuk
lebih mengerti akan makna hidup, yaitu pendekatan relativistik. Pada pendekatan
ini, dua pertanyaan dasar dikemukakan untuk mendapatkan pemahaman tentang
makna hidup. Pertama, apakah gambaran pengalaman individual yang
memandang kehidupannya bermakna?, dan kedua, apa sajakah kondisi-kondisi
(51)
Pendekatan inilah yang diadopsi oleh Battista dan Almond (1973) sebagai
alternatif baru pemahaman makna hidup agar bisa lebih diteliti secara ilmiah
dengan titik fokus pada proses yang dialami oleh individu. Pendekatan relativistik
ini juga menganggap bahwa tidak ada suatu makna hidup yang sifatnya paling
tinggi dan identik bagi semua orang, serta adanya beragam cara untuk mencapai
sense of meaningfull (Debats, 1993).
Selanjutnya Battista dan Almond (1973) mempublikasikan tulisan mereka
yang berjudul Development of Meaning of Life dalam jurnal Psychiatry pada tahun 1873, edisi 36. Dalam jurnal tersebut mereka melaporkan studi mereka yang
pada dasarnya menggunakan studi literatur, dengan metode metaperspektif
terhadap istilah meaningfull life secara linguistik, filosofis dan psikologis (terutama berdasarkan teori Frankl dan Maslow). Metode metaperspektif
dikembangkan pertama-tama dengan melakukan analisis fenomenologis terhadap
istilah meaningfull life dalam beragam literatur yang membahas gambaran pemahaman individu terhadap hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna.
Mereka menemukan bahwa istilah tersebut banyak digambarkan sebagai suatu
kondisi ketika seseorang berada dalam sebuah perasaan integration and relatedness, yaitu sebuah perasaan fullfillment and significance, atau lawan dari kata meaninglessness yang berarti alienation and nothingness. Dari sini mereka menyimpulkan bahwa konsep meaningfull life atau hidup bermakna sebenarnya bergantung pada konsep kehidupan itu sendiri dan sejauh mana seseorang merasa
(52)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan jika seseorang
memiliki makna hidup, berarti ia telah berkomitmen terhadap nilai-nilai tertentu
atau percaya terhadap keyakinan-keyakinan tertentu, dan memiliki pemahaman
tentang hal-hal tersebut. Pemahaman hidup tersebut menyangkut sebuah kerangka
acuan (framework), sistem, atau hubungan dimana individu mempersepsikan dirinya, baik dalam prinsip naturalisme, humanisme atau agama-agama tertentu.
Dapat disimpulkan juga, ketika individu menyatakan bahwa hidupnya itu
bermakna, berarti ia:
a. Secara positif berkomitmen terhadap suatu konsep makna hidup.
b. Konsep makna hidup itu memberikannya suatu kerangka acuan
atau tujuan untuk memandang kehidupannya.
c. Ia mempersepsikan hidupnya berkaitan dengan, atau memenuhi
konsep hidup itu.
d. Ia menghayati pemenuhan itu sebagai sebuah perasaan integration, relatedness, dan significance.
Poin-poin di atas menjelaskan secara sistematis gambaran pengalaman
individual yang memandang kehidupannya bermakna. Berdasarkan pendekatan
relativistik, maka pengalaman akan rasa bermakna bisa dicapai oleh individu yang
memiliki nilai, tujuan, dan keyakinan dari model apapun, mulai dari religius,
eksistensial, humanistik, naturalisme, sampai hedonisme. Hal ini dapat dipahami
bukan karena isi dari keyakinannya yang menjadi titik tekan, tetapi lebih kepada
(53)
bermakna (Debats, 1993). Dengan pendekatan ini, maka hidup bermakna
didefinisikan secara operasional sebagai positive life regard yang berarti:
”Individual`s belief that he is fulfilling a life-framework or life goal that provides him with a highly valued understanding of his life”
(Battista & Almond, 1973: 410)
Berdasarkan definisi di atas, maka disusunlah Life Regard Index (LRI) yang mengukur keyakinan seseorang tentang sejauh mana ia memandang dirinya
memenuhi suatu kerangka atau tujuan hidup.
II. A. 2. Perkembangan Makna Hidup
Battista dan Almond (1973) dapat menyimpulkan pengertian hidup
bermakna sebagai positive life regard, dengan pertanyaan awal ”Bagaimanakah gambaran pengalaman individual yang memandang kehidupannya bermakna?”,
dan jawabannya adalah individu memandang kehidupannya bermakna jika ia
percaya bahwa ia memiliki pemahaman, perspektif, atau tujuan hidup tertentu dan
merasa bahwa tujuan hidupnya itu telah terpenuhi atau setidaknya berada dalam
proses pemenuhan. Pertanyaan kedua yang berkenaan dengan hidup yang
bermakna, yaitu: “Apa sajakah kondisi-kondisi dimana individu akan mengalami
hidupnya sebagai sesuatu yang bermakna?”. Untuk menjawab pertanyaan ini,
Battista dan Almond (1973) memberikan 3 perspektif, yaitu psikologis,
transaksional dan fenomenologis, yang kemudian ia teliti dengan menggunakan
(54)
II. A. 2. a. Perspektif Psikologis
Pandangan ini menekankan pada human development dan menawarkan penjelasan tentang gambaran dan evolusi komitmen individu terhadap makna
hidup atau proses yang harus dilalui seseorang sampai pemenuhan makna
hidupnya tercapai. Battista dan Almond (1973) menekankan bahwa teori-teori
psikologi sangat kaya dari kelompok Freudian, sosial, dan eksistensial. Mereka
menyebutkan konsep Jung tentang individuation , konsep eksistensial tentang
authenticity, juga konsep hierarki kebutuhan Maslow, dan berasumsi bahwa konsep-konsep itu berkaitan dengan perkembangan positive life regard. Mereka tidak membahas lebih lanjut, apakah teori-teori itu bisa menjelaskan
perkembangan makna hidup, sebagai contoh untuk dapat lebih memahami
perkembangan makna hidup yaitu harga diri.
Battista dan Almond (1973) berasumsi bahwa makna hidup dicapai
individu setelah ia memiliki tingkat harga diri tertentu. Individu mengembangkan
harga diri terlebih dahulu secara sukses sebelum ia mengembangkan positive life regard (makna hidup). Harga diri merupakan suatu syarat yang necessary tetapi
insufficient untuk menciptakan positive life regard (makna hidup). Dengan kata lain, dalam perspektif developmental, harga diri yang positif mendahului positive life regard, dan orang yang memiliki positive life regard akan memiliki harga diri yang positif. Namun, harga diri yang positif tidak cukup kuat untuk memastikan
perkembangan positive life regard.
Battista dan Almond (1973) dengan menggunakan LRI membuktikan
(55)
life regard, dan juga ada perbedaan yang signifikan antara subyek yang memiliki
positive atau negative life regard dalam tingkatan harga diri. Mereka juga menuliskan perbedaan antara kedua konstruk tersebut, yaitu harga diri muncul
pada diri individu sebagai konsekuensi internalisasi pesan-pesan masyarakat dan
orang tua terhadap nilai-nilai dari dirinya, dan sebaliknya, positive life regard
lebih muncul dari evaluasi atau pertimbangan individu terhadap tujuan-tujuan
hidupnya.
Oleh karena itu, perkembangan positive life regard dianggap dilalui melalui 2 tahapan. Pertama, adanya perkembangan gambaran diri yang positif
yang berlangsung saat kanak-kanak dan remaja, dan kedua, adanya perkembangan
sebuah gambaran kehidupan dalam periode remaja akhir. Kedua tahapan ini bisa
disimpulkan sebagai berikut:
Problem Resolution
Stage one Self-concept Self-esteem
Stage two Life-concept Positive life regard
(Battista & Almond, 1973: 416)
II. A. 2. b. Perspektif Transaksional
Battista dan Almond (1973) menggambarkan teori transaksional sebagai
semacam sistem teori yang memandang individu dalam kerangka
kebutuhan-kebutuhan atau tujuan-tujuan yang ingin ia penuhi melalui peran-peran yang telah
(56)
secara vital bergantung pada peran-peran sosial. Pandangan ini memungkinkan
prediksi life regard seseorang dengan memprediksi kondisi-kondisi dimana ia mempersepsikan dirinya memenuhi kriteria sistem keyakinan atau tujuan hidup,
yaitu dengan menganalisa kecocokan dirinya dengan masyarakat.
Menurut Battista & Almond (1973), kemampuan individu untuk
mempersepsikan dirinya dalam memenuhi tujuan hidupnya itu bergantung pada:
1. Adanya sebuah peran atau kemampuan individu untuk menciptakan peran
yang akan memuaskan kebutuhan dan tujuannya.
2. Tersedianya akses terhadap peran tersebut.
3. Kecocokan antara tuntutan peran dan kapasitas individu.
4. Kecocokan antara nilai, tujuan, kebutuhan, dan peran individu dengan
nilai, tujuan, kebutuhan dan peran orang lain.
5. Kecocokan antara nilai, tujuan, kebutuhan dan peran individu dengan nilai,
tujuan, kebutuhan, dan peran dari struktur sosial dimanapun ia hidup.
Dengan memperhatikan proposisi di atas, Battista dan Almond (1973)
menekankan bahwa perkembangan positive life regard berkaitan dengan derajat kecocokan antara nilai, tujuan, kebutuhan dan peran individu dengan lingkungan
sosialnya. Mereka juga menuliskan hasil studi mereka sendiri dengan
menggunakan LRI, bahwa kecocokan antara individu dengan lingkungan
sosialnya bukan hanya mencakup ruang sosial terdekatnya saja, tetapi juga dengan
lingkungan sosial yang lebih luas, yang artinya ruang sosial yang terdekat dan
(57)
II. A. 2. c. Perspektif Fenomenologis
Fenomenologis membahas pengalaman manusia dan kesadarannya.
Battista dan Almond (1973) juga menggunakan model fenomenologi untuk
menjelaskan proses dimana seseorang mengevaluasi dirinya, terutama dalam
kerangka seberapa cepat ia meraih tujuan-tujuannya. Mereka menyatakan bahwa
tingkat seseorang mengalami positive life regard pada saat kapanpun merupakan fungsi dari posisinya saat ini, dengan memperhatikan tujuan hidup yang utama.
Intinya, semakin dekat seseorang mempersepsikan dirinya kepada tujuan
hidupnya, maka semakin besar kecenderungannya mengalami makna hidup.
Selanjutnya, penilaian seseorang terhadap progres yang ia lakukan untuk
mencapai tujuan hidupnya juga memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat
positive life regard yang ia alami. Faktor lain yang berpengaruh dalam perkembangan positive life regard adalah relativitas temporal, yaitu individu perlu membandingkan posisi tujuannya saat ini dan menilai progresnya berdasarkan
posisi tujuan itu sebelumnya. Jika individu mempersepsikan dirinya membuat
kemajuan yang berarti dalam mencapai tujuan hidupnya, kemungkinan semakin
besar ia akan mengalami makna hidup yang positif (Battista dan Almond, 1973).
II. A. 3. Penyusunan Life Regard Index (LRI)
Battista dan Almond (1973) mengembangkan LRI untuk mengukur sejauh
mana keyakinan seseorang bahwa ia memenuhi kerangka atau tujuan hidup
(58)
ke dalam 2 subskala secara merata, yaitu framework dan fulfillment. Definisi kedua subskala ini dituliskan sebagai berikut:
“The Framework Scale (FR) measures the ability of an individual to see his life within some perspective of contlext and to have derived a set of life goals, purpose in life, or life-view from them. The Fulfillment Scale (FU) measures the degree to which an individual sees himself as having fulfilled or as being in the process of fulfilling his framework or life-goals.”
(Battista dan Almond,1973: 411)
Individu yang memandang hidupnya secara positif, dengan kata lain
memiliki positive life regard atau merasa hidupnya bermakna, mengembangkan dua aspek yang membantunya mencapai rasa kebermaknaan. Pertama, ia memiliki
kerangka acuan yang membantunya untuk melihat hidupnya dalam suatu
perspektif atau tujuan hidup tertentu (framework), dan kedua, ia memandang bahwa tujuan hidupnya telah terpenuhi atau setidaknya berada dalam proses
pemenuhan (fulfillment).
Setiap subskala framework dan fulfillment terdiri dari 14 item. Penyajiannya dibuat dalam format sangat tidak setuju sampai sangat setuju, dan
disusun secara berturut-turut dalam 4 kelompok: 7 item framework positif, 7 item
framework negative, 7 item fulfillment positif, dan 7 item fulfillment negatif. Kedua subskala ini kemudian dijumlahkan menjadi skor LRI (Life Regard Index). Battista dan Almond (1973) menjelaskan bahwa subskala FR dan FU sangat
(59)
II. B. Harga Diri
II. B. 1. Pengertian Harga Diri
Menurut Frey & Carlock (1987), harga diri merupakan penilaian negatif,
positif dan netral yang merupakan bagian dari konsep diri. Hal ini sejalan dengan
pengertian dari Rosenberg (dalam Taylor, dkk, 2000), Deaux, dkk (1993), dan
Santrock (1998), yang mengatakan bahwa harga diri adalah penilaian yang dibuat
oleh individu mengenai dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif.
Harga diri juga merupakan sebagai penilaian yang diberikan orang lain untuk
seseorang, dimana penilaian tersebut akan membuat dirinya lebih berharga
Harter (dalam Papalia, 1990).
Menurut Santrock (1998), individu yang memiliki harga diri positif akan
menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Dalam harga diri tercakup
evaluasi dan penghargaan terhadap diri sendiri dan menghasilkan sikap positif
atau negatif terhadap dirinya sendiri. Sikap positif terhadap diri sendiri adalah
sikap terhadap kondisi diri, menghargai kelebihan dan potensi diri, serta
menerima kekurangan yang ada, sedangkan yang dimaksud dengan sikap negatif
adalah sikap tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri dan tidak menghargai
kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
harga diri adalah penilaian individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
dirinya sendiri baik secara positif maupun negatif, yang menunjukkan sejauh
(60)
II. B. 2. Aspek-Aspek Harga Diri
Menurut Frey & Carlock (1987), harga diri dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
a. Perasaan berharga, yaitu perasaan dimana individu mengakui dirinya dan
memandang diri sebagai suatu pribadi yang berharga. Perasaan berharga
merupakan perasaan yang dimiliki individu yang sering kali muncul dari
pernyataan pribadi, seperti bodoh, pintar dan sebagainya. Perasaan
berharga dapat berasal dari diri sendiri dan dapat juga berasal dari
penilaian orang lain, serta sangat tergantung pada pengalaman individu
yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungan.
b. Perasaan mampu, yaitu hasil persepsi individu mengenai kemampuannya.
Perasaan mampu akan mempengaruhi harga diri individu. Cohen (dalam
Frey & Carlock, 1987), mengatakan bahwa individu yang memiliki harga
diri yang positif cenderung lebih percaya diri dalam hidupnya, menyukai
dirinya dan melihat dirinya cukup mampu menghadapi dunia. Sebaliknya,
individu yang memiliki harga diri yang negatif akan menganggap dirinya
tidak mampu dalam menghadapi lingkungan.
II. B. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang, yaitu:
a. Interaksi Sosial.
Harga diri dipengaruhi oleh interaksi individu dengan sesama atau dengan
(61)
Salim 2004), yang mengatakan bahwa harga diri terbentuk dari interaksi
kita dengan lingkungan, dan pendapat Banner (dalam Salim, 2004) yang
mengatakan bahwa sebagian besar harga diri adalah reaksi individu
terhadap pendapat orang lain mengenai dirinya. Bagaimana cara orang lain
di sekitar kita melihat kita, dan menilai perilaku kita, serta semua hal yang
ada dalam diri kita pada saat berinteraksi, akan membentuk harga diri.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga diri positif
atau negatif tergantung pada penilaian yang diberikan orang lain di sekitar
kita, dan juga penilaian yang kita berikan terhadap diri sendiri.
b. Kelas Sosial
Harga diri dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, seperti kelas sosial.
Kedudukan kelas sosial tersebut dapat di lihat dari pekerjaan, pendapatan,
dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekerjaan yang lebih
bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi, dan lokasi rumah yang besar dan
mewah, akan di pandang lebih sukses dihadapan masyarakat. Hal ini
mengandung pengertian bahwa individu dengan kelas sosial yang tinggi,
menyakini bahwa dirinya lebih berharga dari pada orang lain.
c. Aktualisasi Diri
Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi
di dalam teori kebutuhan Maslow (dalam Salmi, 2004). Setiap individu
akan mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan keahlian dan kemampuan
yang dimilikinya, sehingga orang lain menilai diri individu tersebut
(62)
individu yang telah mampu mengaktualisasikan diri, biasanya akan
membentuk konsep diri yang sehat yang dapat terlihat dari harga diri
individu yang positif.
d. Jenis Kelamin
Menurut Baumeister dan Pipher (dalam ACT for Youth Upstate Center of ExcellenceFor Americans, 2003), wanita cenderung memiliki harga diri negatif dibandingkan dengan pria. Hal ini disebabkan karena pengaruh
stereotipe masyarakat yang memandang pria harus kelihatan tangguh dan
mengekspresikan emosi.
II. B. 4. Pembagian Harga Diri
Perilaku yang ditampilkan seseorang itu mencerminkan harga diri yang
dimilikinya. Frey & Carlock (1987) mengemukakan ciri-ciri individu yang
memiliki harga diri yang positif dan harga diri yang negatif.
a. Harga Diri Positif
1. Menghargai diri sendiri
Menghargai diri sendiri berarti individu menganggap dirinya
berharga. Individu yang menganggap dirinya berharga cenderung
dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar, mampu
mengekspresikan diri dengan baik, dan menerima kritikan dengan
(63)
2. Merasa diri berguna
Individu yang memiliki harga diri positif menilai bahwa mereka
adalah orang yang berguna, pantas dicintai, dan mendapatkan kasih
sayang. Individu dengan harga diri positif mampu bersosialisasi
dengan siapa saja dan dimana saja. Mereka tidak akan merasa
terasing atau diabaikan. Mereka akan meminta maaf jika memang
diperlukan. Mereka bukan orang-orang yang sering meminta maaf
atas segala sesuatu yang telah dilakukan dan berusaha
menyenangkan hati orang lain.
3. Memandang diri sama seperti orang lain
Individu yang memiliki harga diri positif tidak akan
membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, terutama dengan orang yang
melebihi mereka. Mereka tidak akan merasa cemburu atau iri pada
orang lain.
4. Tidak menganggap diri sebagai orang yang sempurna
Individu yang memiliki harga diri positif tidak menganggap dirinya
sebagai orang yang sempurna. Individu merasa sebagian dari diri
mereka itu unggul, tetapi tidak menganggap dirinya sebagai orang
yang sempurna. Mereka tidak berkeinginan mencari-cari
kelemahan atau kesalahan orang lain. Mereka juga tidak takut
membuat kesalahan, mereka berani menghadapi kegagalan,
sehingga mereka tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan
(64)
5. Mengenal keterbatasan diri
Individu yang memiliki harga diri positif, mengenal dan
memahami siapa diri mereka. Mereka percaya bahwa mereka
memiliki banyak kelebihan, tetapi juga menyadari bahwa dalam
diri mereka terdapat keterbatasan-keterbatasan. Mereka juga
bersedia menerima feedback, baik yang bersifat positif dan negatif. 6. Mengharapkan diri tumbuh dan berkembang
Individu yang memiliki harga diri positif, umumnya tertarik pada
hal-hal yang baru atau di luar kebiasaan, sehingga mereka tidak
takut pada perubahan. Mereka menyukai hal yang menantang,
berani mengambil resiko, bertanggung jawab atas apa yang mereka
lakukan, tidak hidup di masa lalu, dan tidak melebih-lebihkan apa
yang akan terjadi di masa depan, karena hal ini akan menghambat
diri individu untuk berkembang. Individu yang memiliki harga diri
positif, mempunyai keyakinan bahwa mereka akan sukses.
b. Harga Diri Negatif
1. Petunjuk verbal yang sering menunjukkan seseorang menilai
dirinya negatif, seperti perkataan-perkataan yang menyatakan ‘saya
bodoh’, ‘saya jelek’, ‘jangan tanya pada saya karena saya tidak
tahu apa-apa’.
2. Seseorang yang sangat takut akan pengalaman baru. Mereka adalah
(65)
baru, dan lebih menyukai melakukan aktivitas yang memiliki
resiko kecil.
3. Reaksi yang berlebihan terhadap kegagalan. Mereka adalah orang
yang memiliki dorongan untuk perfect (menjadi sempurna). Dorongan untuk menjadi individu yang sempurna membuat
mereka sulit menghadapi kegagalan.
4. Terlalu banyak membual tentang diri sendiri, yang merupakan
kompensasi dari perasaan yang tidak adekuat (lemah).
5. Kebutuhan yang sangat kuat akan dukungan, feedback (komentar) positif dan reinforcement positif.
6. Penampilan fisik juga dapat dijadikan indikasi bahwa individu
memiliki harga diri negatif, misalnya dari gaya berjalan, kontak
mata dan indikasi non verbal lainnya. Orang-orang yang jarang
mempertahankan kontak mata dan sering membungkuk pada saat
duduk, mempunyai indikasi bahwa harga diri mereka negatif.
7. Ketertarikan yang sangat dalam terhadap kepemilikan suatu benda.
Mereka mempunyai pemikiran yang salah. Mereka menganggap
bahwa benda tersebut dapat meningkatkan harga diri mereka.
8. Mereka yang enggan mengemukakan pendapat, karena mereka
merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Mereka tidak mampu
mengekspresikan pendapat karena mereka tidak percaya pada diri
(66)
9. Melepaskan tanggung jawab juga mengindikasikan orang yang
harga dirinya negatif. Individu yang memiliki harga diri negatif
biasanya mengatakan ‘saya tidak tahu bagaimana hal itu terjadi’.
10.Memiliki energi yang rendah, dimana melihat tugas sebagai hal
yang sangat menyulitkan, orangnya sangat pasif, dan menunggu
sesuatu terjadi.
11.Kesadaran diri yang kurang. Individu yang memiliki harga diri
negatif sangat sedikit menceritakan tentang dirinya.
12.Kecemasan yang berlebihan.
13.Sangat sensitif terhadap kritikan.
14.Secara psikologis, individu yang memiliki harga diri negatif
cenderung menutup diri, merasa tidak memiliki dukungan sosial
yang dapat membantu mereka dalam mengatasi stress, dan sering
merasa kesepian.
15.Keluhan psikosomatis.
16.Seringkali mengkritik orang lain.
17.Hidup di masa lalu. Mereka terus menerus menganalisa dan
mengenang masa lalu, dan hanya sedikit yang berhubungan dengan
masa sekarang.
(67)
II. C. Narapidana
II. C. 1. Pengertian Narapidana
Menurut UU no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga
permasyarakatan, sedangkan Wilson (2005) mengatakan bahwa narapidana adalah
manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar
bermasyarakat dengan baik.
Menurut Harsono (1995), narapidana adalah manusia yang tengah berada
di persimpangan jalan karena narapidana harus memilih akan meninggalkan atau
tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi
dengan masyarakat. Harsono juga mengatakan bahwa narapidana adalah
seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani
hukuman atau sanksi, yang kemudian akan ditempatkan di dalam sebuah
bangunan yang disebut rutan, penjara atau lembaga pemasyarakatan.
Bangunan penjara dirancang secara khusus sebagai tempat untuk membuat jera
para pelanggar pidana, baik secara fisik maupun psikologis.
II. C. 2. Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan
Pemenjaraan mendasarkan mekanismenya pada bentuk sederhana
perampasan kebebasan. Narapidana yang berada di dalam penjara akan merasakan
kehilangan hak-hak yang selama ini diperolehnya di luar penjara (Harsono, 1995).
(68)
institusi bermaksud mengisolasi unsur-unsur pengganggu “tertib sosial” dan
membuat jera mereka-mereka yang di penjara (Wilson, 2005).
Tujuan pidana pada awalnya adalah untuk membuat pelaku tindak pidana
jera untuk melakukan tindak pidana lagi. Tujuan itu kemudian berkembang
menjadi perlindungan hukum, baik kepada masyarakat maupun kepada pelaku
tindak pidana. Narapidana dalam menjalani hukumannya mendapat perlakuan
yang manusiawi dan mendapat jaminan hukum yang memadai. Bentuk perlakuan
dituangkan dalam usaha lembaga pemasyarakatan untuk membina narapidana
agar mengenal diri sendiri menjadi lebih baik, tidak lagi melakukan tindak pidana
dan mampu mengembangkan diri sendiri menjadi manusia lebih berguna bagi
nusa, bangsa, agama, dan keluarganya (Harsono, 1995).
II. C. 3. Hak dan Kewajiban Narapidana
Narapidana memiliki beberapa hak yang tertuang dalam pasal 14, UU no
12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, yaitu:
a. Memiliki ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
b. Mendapat perawatan, jasmani dan rohani.
c. Mendapat pendidikan dan pengajaran.
d. Mendapat pelayanan kesehatan dan makanan layak.
e. Menyampaikan keluhan.
f. Mendapat bahan bacaan.
g. Mendapat upah atas pekerjaan yang dilakukan.
(1)
V. C. 2. Saran Praktis
a. Saran untuk narapidana
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka diharapkan bagi para narapidana agar mampu menerima kondisi dirinya saat ini sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan baik di penjara dan dapat mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan atau bidang yang dikuasainya. Para narapidana yang memiliki ahli dalam suatu bidang juga dapat menjadi pengajar bagi teman-teman yang lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut akan membuat narapidana dapat lebih menghargai hidupnya dan merasa dirinya masih dibutuhkan dan berharga buat orang lain.
b. Saran untuk keluarga narapidana
Bagi para keluarga yang memiliki saudara seorang narapidana hendaknya mampu menerima (tidak malu) kehadiran seorang saudara yang berstatus sebagai narapidana sehingga mereka tidak merasa sendiri atau ditinggalkan. Peran keluarga sangat penting bagi narapidana untuk mengembalikan kepercayaan diri dan harga diri mereka. Keluarga juga diharapkan agar memberikan perhatian dengan sering menjenguk ataupun mengirim surat sehingga mereka masih merasa disayangi dan dibutuhkan
(2)
c. Saran untuk lembaga pemasyarakatan
Pada lembaga pemasyarakatan diharapkan agar memperlakukan narapidana sebagai makhluk yang berharga dengan cara tidak menjadi musuh bagi mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai budak. Hal ini dilakukan agar mereka merasa dirinya masih memiliki harga diri. Lembaga pemasyarakatan hendaknya juga dapat memberikan kesempatan bagi para narapidana untuk mengekspresikan ide-ide mereka melalui kegiatan-kegiatan yang ada atau kegiatan yang akan dilakukan sehingga mereka akan merasa bahwa masih ada dari diri mereka yang dapat dibanggakan atau diandalkan.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. (1999). Reliabilitas dan validitas: Seri pengukuran Psikologi. Yogyakarta: Sigma Alpha.
Azwar, Saifuddin. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Bastaman, H.D. (1996). Meraih Makna Hidup. Jakarta: Penerbit Paramadina
Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi. Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada.
Barnes, Robert C. 2000. Victor Frankl’s Logotherapy: Spirituality and Meaning in the New Millenium. TCA Journal pg. 24. Academic Research Library.
Battista, J., & Almond, R. (1973). The Development of Meaning in Life, Journal of Psychiatry, 36, 409 – 427. Retrieved August 9, 2006, from Boston
(4)
Corr,C.A., Corr,D.M., Nabe,C.M., (2003). Death and Dying Live and Living (4th ed). USA: Wadsworth.
Dagun, Save M. (1992). Maskulin dan Feminim. Jakarta: PT. Renika Cipta.
Debats, D. L., Van Der Lubbe, P. M., & Wezeman, F. R. A. (1993). On the Psychometric Properties of the Life Regard Index (LRI): A Measure of Meaningful Life. Personality and Individual Differences. Retrieved Dec 2005.Vol. 14, 337 – 345.
Frankl, V.E., (….). Meaningful Living
Frankl, V.E., (2004). Mencari Makna Hidup. Bandung: Penerbit Nuansa.
Frey, D., & Carlock, C. Jesse. (1987). Enchancing Self Esteem. Ohio: Accelerated Development.
Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1-4). Yogyakarta: Penerbit Andi.
Harlock, Elizabeth. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi-5). Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
(5)
Harsono, C.I. (1995). Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Irmawati, Meutia, Lili, dkk (2003). Pedoman Penulisan skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Lindeman, Marjanna, Verkasalo, Markku. (1996). Meaning in Life for Finnish Student. Journal of Social Psychology. Washington: Oct 1996. Vol. 136, Iss 5; pq. 647, 3 pgs.
Maulina, Bania. (2005). Hubungan antara Harga Diri dan Stress pada Ibu yang memiliki Anak Penyandang Retardasi Mental. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Michael F. Steger., Patricia Frazier., Shigehiro Oishi. (2006). The Meaning in Life Questionare: Assessing the Presence of and Search for Meaning in Life. Journal of Conseling Psychology, 2006. Vol. 53, No. 1, 80 – 93.
(6)
Paul Yelsma, Julie Yelsma. (1998). Self-Esteem and Social Respect within the High School. Journal of Social Psychology. Washington: Aug 1998. Vol. 138, Iss. 4; pg. 431, 11 pgs.
Richard W. R., Kali H. Trzesniewski., Jessica L. Tracy., Samuel D. Gosling (2002). Global Self-Esteem Across the Life Span. Journal Psychology and Aging. Vol. 17, No. 3, 423 – 434.
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Penerbit Politeia.
Suryabrata, Sumadi. (2000). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Van Dogen, Carol J. (1996). Quality of life and Self Esteem in Working and Nonworking Persons with Mental Illness. Journal of Community Mental Illness. New York: Dec 1996. Vol. 32, Iss. 6; pg. 535, 14 pgs.