1
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Berdasarkan  hasil  survey  nasional  pendidikan  Tridjata,  1998:  1,  sistem pendidikan  formal  di  Indonesia  pada  umumnya  masih  kurang  memberi  peluang
bagi  pengembangan  kreativitas.  Pendidikan  di  sekolah  cenderung  hanya mengembangkan  kemampuan  kognitif  seperti  pengetahuan,  ingatan,  penalaran
dan mengabaikan pengembangan afektif bahkan  psikomotorik. Padahal Torrance 1974:  4  menyatakan  bahwa  pengembangan  afektif  seperti  kemampuan  berpikir
kreatif akan membantu seorang anak dalam mengatasi permasalahannya. Saat  ini  kreativitas  anak  di  Indonesia  cenderung  kurang  tumbuh  dan
berkembang.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Jellen  dan  Urban  Rachmawati  dan Kurniati,  2003:  8  berkenaan  dengan  tingkat  kreativitas  anak-anak  usia  10  tahun
di  berbagai  negara  ternyata  Indonesia  menempati  posisi  terendah  dibandingkan delapan  negara  lainnya,  jauh  di  bawah  Filipina,  Amerika  Serikat,  Inggris,  dan
Jerman, bahkan di bawah Negara India, Kamerun dan Zulu. Kondisi  di  atas  menunjukkan  bahwa  kreativitas  pada  anak  belum
berkembang  secara  optimal,  oleh  karena  itu  potensi  dan  kreativitas  anak  perlu dikembangkan  melalui  upaya  pendidikan,  baik  pendidikan  di  lingkungan  rumah,
di sekolah, maupun di masyarakat luas. Pribadi  kreatif  yang  tumbuh  dalam  lingkungan  sekolah,  masih  belum
banyak  mendapatkan  perhatian.  Kurikulum  yang  terlalu  padat,  pendekatan
2
pengajaran yang lebih berat menekankan pencapaian tujuan pengajaran dari pada proses  dimana  anak  didik  mencapainya,  dan  kurang  dihargainya  perbedaan
individual,  dipandang  sebagai  keadaan  yang  kurang  kondusif  bagi  tumbuh kembangnya pribadi-pribadi kreatif. Sebab dengan kondisi seperti itu, anak didik
tidak  memiliki  kesempatan  yang  cukup  untuk  mengembangkan  kemampuan imajinatif, intuitif, dan kreatifnya.
Sebenarnya, setiap individu memiliki beberapa fungsi otak. Seperti, fungsi otak sebelah kiri left-hemisphere seperti kemampuan berpikir linier, logis, eksak,
rasional,  penalaran  Clark,  1983:  Gowan,  1981  sebagai  manifestasi  kemampuan berpikir  konvergen  Guilford,  1956  mendapatkan  tekanan  yang  kuat  dalam
praktek-praktek  pendidikan.  Sedangkan,  fungsi  otak  sebelah  kanan  right- hemisphere  yang  menyangkut  kemampuan  berpikir  holistik,  imajinatif,  intuitif,
kreatif atau berpikir divergen, masih kurang mendapatkan perhatian. Mencermati  pentingnya  kreativitas  bagi  anak,  penelitian  menitikberatkan
pada  bagaimana  meningkatkan  kreativitas  secara  efektif.  Salah  satu  pendekatan yang  dapat  digunakan  untuk  meningkatkan  kreativitas  adalah  bermain.
Berdasarkan  beberapa  penelitian  sebelumnya,  bermain  berhasil  meningkatkan kreativitas seseorang Bush, 2003: 1, RSM Psychology: 2004.
Melalui permainan
menurut Ginsburg
2007 anak-anak
akan berkesempatan  mengembangkan  kreativitas  melalui  kekuatan  imajinasi,  fisik,
emosi,  dan  kognisi  mereka.  Permainan  juga  penting  untuk  kesehatan  otak  anak. Melalui  permainan,  anak  melibatkan  diri  dan  berinteraksi  dengan  lingkungan
sekitar.  Permainan  memungkinkan  anak  menciptakan  dan  mengeskplorasi  dunia
3
yang  mereka  kuasai,  menaklukan  rasa  takut  ketika  memainkan  peran  orang dewasa, bersama-sama dengan anak lain atau pengasuh dewasa.
Proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak yaitu melalui  bermain,  dapat  merangsang  kreativitas  anak  sesuai  dengan  potensi  yang
dimilikinya  sejak  usia  dini.  Ini  sejalan  dengan  apa  yang  dikemukakan  oleh Mulyasa  2005:164  bahwa:  “Proses  pembelajaran  pada  hakekatnya  untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan  pengalaman  belajar”.  Hasil  penelitian  di  Baylor  College  Of  Medicine
Nurlaily,  2006:12  menyatakan  bahwa  lingkungan  memberi  peran  yang  sangat besar dalam membentuk sikap, kepribadian dan pengembangan kemampuan anak
secara  optimal.  Anak  yang  tidak  mendapat  lingkungan  yang  baik  untuk merangsang  pertumbuhan  otaknya,  misal  jarang  disentuh,  jarang  diajak  bermain,
jarang  diajak  berkomunikasi,  maka  perkembangan  otaknya  akan  lebih  kecil  20- 30 dari ukuran normal seusianya. Oleh karena itu hak-hak anak usia dini harus
lebih  diperhatikan  lagi  termasuk  hak  akan  pendidikannya.  Hal  ini  menunjukkan bahwa anak-anak berhak mendapat pengajaran, baik yang diselenggarakan di jalur
pendidikan formal, informal, maupun di jalur non formal sesuai pasal 28 dari UU No 20 tahun 2003.
Mengingat  pentingnya  kreativitas,  peneliti  tertarik  untuk  melakukan penelitian  tindakan  dengan  judul  pengembangan  program  bimbingan  untuk
meningkatkan kreativitas siswa sekolah melalui metode bermain di sekolah dasar Al-Biruni Bandung.
4
B.   Batasan dan Rumusan Masalah