2. Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan genetika merupakan suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood. Pola penurunan genetika
melalui suatu mekanisme penurunan yang kompleks, bukan tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor nongenetik kemungkinan memiliki
peranan kausatif yang berperan dalam gangguan mood pada beberapa orang. 3.
Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan merupakan peranan primer
dalam terjadinya depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi adalah
kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
2.1.3. Gejala Psikis dan Somatis
Yang termasuk dalam gejala psikis adalah merasa sedih, susah, tidak berguna, gagal, putus asa, tidak mempunyai harapan. Yang termasuk gejala
somatis adalah anoreksia, kulit lembab, tekanan darah dan nadi naik turun, tidak semangat dan sulit tidur. Ada depresi yang disertai dengan penarikan diri dan ada
pula dengan kegelisahan dan agitasi Baihaqi, dkk, 2007.
2.2. Partus Normal
Partus adalah suatu proses kontraksi uterus yang teratur yang menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sehingga hasil konsepsi dapat
dikeluarkan dari uterus. Rata-rata masa kehamilan pada manusia adalah 266 hari sejak konsepsi atau 280 hari 40 minggu sejak hari pertama haid terakhir Scott,
2002; Hefner dan Schust, 2008.
2.2.1. Fase-Fase Partus Normal
Partus merupakan suatu seri dari empat fase fisiologis, yang ditandai dengan adanya pelepasan miometrium dari efek inhibisi selama masa kehmilan
dan aktivitas stimulan terhadap kontraktilitas uterus Hefner dan Schust, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Fase nol meliputi mayoritas pada masa kehamilan. Pada fase ini, uterus dalam keadaan tenang akibat adanya zat penghambat kontraktilitas. Zat
penghambat tersebut meliputi progesteron, prostasiklin, nitrat oksida, peptida yang terkait dengan hormon paratiroid, gen kalsitonin, relaksin, adrenomedulin,
dan peptida internal vasoaktif Hefner dan Schust, 2008. Menjelang akhir masa kehamilan normal, uterus mengalami proses
aktivasi pada fase satu. Selama fase ini, sejumlah protein yang berhubungan dengan kontraksi meningkat di bawah pengaruh esterogen. Protein tersebut
meliputi reseptor miometrium untuk prostaglandin dan oksitosin, kanal ion membran dan koneksin 43, suatu komponen kunci gap junction, yang akan
mengaktifkan sel-sel miometrium secara elektrik dan memaksimalkan koordinasi gelombang kontraksi yang bergerak dari fundus uteri ke serviks Hefner dan
Schust, 2008. Fase dua disebut stimulasi. Pada fase ini, oksitosin dan prostaglandin
PG seperti PGE
2
dan PGF
2α
dapat menginduksi kontraksi pada uterus, sehingga serviks berdilatasi, janin, membran dan plasenta dikeluarkan dari uterus yang
disebut kelahiran Hefner dan Schust, 2008. Fase tiga disebut involusi. Pada fase ini, kontraksi secara terus-menerus
pada uterus menyebabkan hemostasis yang diperlukan, pada akhirnya mengurangi uterus postpartum yang membesar masif ke ukuran yang sedikit lebih besar dari
ukuran sebelum hamil Hefner dan Schust, 2008.
2.2.2. Tahap Persalinan
Pembagian tahap persalinan dibagi dalam empat kala yaitu Manuaba, 2007:
1. KALA I
Kala I adalah kala pembukaan serviks yang berlangsung antara pembukaan lengkap 10 cm pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira tujuh jam. Proses pembukaan serviks sebagai his dibagi dalam dua fase:
Universitas Sumatera Utara
a. Fase laten, berlangsung selama delapan jam. Pembukaan sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. b.
Fase aktif, dibagi dalam tiga fase lagi, yaitu: 1
Fase akselerasi, yaitu dalam waktu dua jam, pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2 Fase dilatasi, yaitu dalam waktu dua jam terjadi pembukaan yang sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. 3
Fase deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu dua jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida maupun multigravida, tetapi pada multigravida fase laten, fase aktif dan fase deselerasi menjadi lebih pendek.
2. KALA II
Kala II adalah kala pengeluaran janin yang dimulai dari pembukaan lengkap 10 cm sampai bayi baru lahir, proses ini biasanya berlangsung 1,5-2
jam pada primigravida dan 0,5-1 jam pada multigravida. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap 10 cm sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung dua jam pada primigravida dan satu jam pada multigravida.
Gejala utama Kala II: a.
His semakin kuat, dengan internal 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik. b.
Menjelang kala II ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
c. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap dan di ikuti keinginan
ingin mengejan karena tertekannya pleksus franken houser. d.
Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi:
• Kepala membuka pintu • Sub occiput sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar,
dahi, hidung, muka dan seluruh kepala janin.
Universitas Sumatera Utara
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung. f.
Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan:
1. Kepala dipegang pada os occiput dan dibawahi dagu, ditarik curam ke
bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
2. Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan
bayi. 3.
Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
3. KALA III
Kala III adalah kala uri yaitu dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak boleh lebih dari 30 menit. Lepasnya
plasenta sudah dapat diperkirakan tanda-tanda dibawah ini: a.
Uterus menjadi bundar. b.
Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim. c.
Tali pusat bertambah panjang. d.
Terjadi perdarahan kira-kira 100-200 cc.
4. KALA IV
Kala IV adalah dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai dua jam pertama postpartum. Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk
mencegah kematian ibu. Pemantauan ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Pengawasan pada kala IV:
a. Periksa fundus:
- 15 menit pada jam pertama setelah persalinan.
- Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan.
- Masase fundus jika perlu untuk menimbulkan kontraksi.
Universitas Sumatera Utara
b. Periksa kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak ada bagian-bagian
yang tersisa dalam uterus. c.
Periksa luka robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan. d.
Memperkirakan pengeluaran darah. e.
Menghindari stagnasi lokia yang dapat menimbulkan infeksi. f.
Periksa untuk memastikan kandung kemih tidak penuh. g.
Periksa kondisi ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil pantau ibu
lebih sering. h.
Periksa kondisi bayi baru lahir: -
Apakah bayi bernafas dengan baik. -
Apakah bayi kering dan hangat. -
Apakah bayi siap disusuipemberian ASI memuaskan.
2.3. Postpartum