1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa anak-anak adalah masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan yang menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada dasarnya dunia
anak-anak adalah bermain. Bermain merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan cenderung merupakan kebutuhan dasar yang hakiki. Bermain
secara aktif melalui permainan tradisional mendorong anak mampu berubah menyesuaikan diri saat bermain, gerakan menjadi lentur, dan mampu mengikuti
berbagai aturan yang dibuat dengan cara-caranya sendiri. Namun, dewasa ini permainan tradisional kurang diminati anak-anak, mereka lebih tertarik dengan
permainan modern seperti play station, game online, dan game di handphone, sehingga membuat anak cenderung kurang melakukan aktivitas fisik.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak pada zaman sekarang ini lebih senang dan sering memainkan permainan game online hingga adiksi terhadap
game online tersebut. Sebuah penelitian pernah dilakukan oleh Kaiser Family Fondation terhadap 2.032 anak-anak pada usia antara 3 sampai 12 tahun mengenai
seberapa sering anak-anak tersebut bermain video games atau game di komputer. Ternyata didapatkan 73 anak laki-laki berusia 8 tahun sampai 10 tahun rata-rata
bermain game satu jam per hari dan hampir 68 anak usia 12 tahun sampai 14 tahun rata-rata bermain game 3 jam per hari dan untuk usia 17 tahun ke atas rata-
rata bermain game lebih dari 3 jam perhari Krisnayati, 2012. Penelitian
Sanditaria, 2012 di wilayah Jatinangor, Sumedang menghasilkan data sebanyak 71 responden, 62 diantaranya termasuk dalam kategori adiksi game online.
Responden dalam penelitian tersebut adalah anak usia sekolah yang memiliki rentang usia 6-12 tahun. Hal ini sejalan dengan pendapat Griffiths Wood, 2000
bahwa anak dianggap lebih sering dan rentan terhadap penggunaan permainan game online daripada dewasa Lemmens Peter, 2009.
Kurang melakukan aktivitas fisik maupun olahraga pada anak menyebabkan penurunan kebugaran jasmani. Terdapat 10 macam unsur kondisi fisik yang
menjadi komponen pendukung kebugaran jasmani, diantaranya: kekuatan strength, daya tahan endurance, daya tahan otot muscular power, kecepatan
speed, daya lentur flexibility, kelincahan agility, keseimbangan balance, koordinasi coordination, ketepatan accuracy, dan reaksi reaction Prasetyo,
2014.
Kelincahan termasuk salah satu komponen penting dalam peningkatan kebugaran jasmani. Kelincahan adalah kemampuan untuk merubah posisi tubuh
dan arah gerakan, memberikan reaksi terhadap stimulus, serta siap untuk merubah arah atau menghentikan gerakan dengan cepat, tepat dan efisien, tanpa kehilangan
keseimbangan Ismaryati, 2008. Tingkat kelincahan anak dapat diketahui melalui pengukuran dengan menggunakan shuttle run test. Pengukuran ini dilakukan
dengan lari cepat bolak balik sejauh 10 meter sebanyak 4 kali, dan dicatat waktu tempuhnya ke tempat semula dalam detik Nala, 2011. Berdasarkan survei
kelincahan pada siswa kelas IV –V di SDN 01 Mijan Kabupaten Kudus, 19 siswa
dengan kelincahan sangat baik, 38 baik, 24 cukup, 19 kurang, dan 2 sangat
kurang. Sekitar lebih dari 20 anak usia 9-11 tahun memiliki kelincahan kurang dan sangat kurang Ariani, 2010. Hasil ini menunjukkan masih perlunya latihan
kelincahan pada anak usia 9-11 tahun. Kurang berkembangnya kelincahan sebagai ciri khas seorang anak akan
berpengaruh pada keterampilan gerak dasar seperti berjalan, berlari, dan melompat. Keterampilan gerak dasar yang menurun, menyebabkan anak tidak dapat
menyesuaikan aktivitas bermain dengan anak lain, berkurangnya kemampuan berolahraga, dan anak menjadi mudah kelelahan. Hal ini mengakibatkan kebugaran
jasmani anak menurun, sehingga prestasi belajar mengajar di sekolah juga ikut menurun Purwanti, 2013.
Untuk mengatasi masalah diatas, dibutuhkan upaya dalam meningkatkan kelincahan pada anak usia 9-11 tahun. Salah satu alternatif untuk memecahkan
masalah ini ialah dengan memberikan bentuk aktivitas fisik baru yang mampu menarik minat dan membangkitkan semangat anak sehingga nantinya dapat berlatih
dengan bersungguh-sungguh dalam pelatihan olahraga bersama guru olahraga Winartha, 2015.
Ada berbagai macam bentuk latihan yang mempunyai karakter dan teknik berbeda dalam meningkatkan kelincahan. Dimana dalam pelaksanaannya peneliti
akan menerapkan proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise. Peneliti tertarik mengangkat tipe latihan ini karena tipe latihan ini secara aplikatif
tergolong mudah diterapkan pada anak usia 9-11 tahun. Selain itu, latihan ini juga secara tidak langsung dapat meningkatkan komponen biomotorik
kecepatan, keseimbangan, kekuatan, fleksibilitas, kecepatan reaksi, dan
koordinasi neuromuscular otot tungkai yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kelincahan anak usia 9-11 tahun.
Menurut Udiyana 2014 dalam jurnalnya menunjukkan hasil pelatihan modifikasi zig-zag run sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kecepatan
dan kelincahan. Selain itu, berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismaningsih 2015 menunjukan hasil penambahan proprioceptive exercise lebih
baik daripada intervensi strengthening exercise tunggal dalam meningkatkan kelincahan pada pemain sepak bola. Zig-zag run exercise merupakan metode
standar, sedangkan proprioceptive exercise merupakan metode baru terhadap peningkatan kelincahan. Kedua penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk
membedakan efektivitas proprioceptive exercise dan zig-zag run exercise dalam meningkatkan kelincahan. Selain itu belum banyak penelitian terhadap kedua
latihan tersebut dalam meningkatkan kelincahan pada anak usia 9-11 tahun. Hal tersebut yang mendasari peneliti ingin mengangkat judul “Perbedaan Efektivitas
Proprioceptive Exercise dan Zig-Zag Run Exercise terhadap Peningkatan Kelincahan Pada Anak Usia 9-
11 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 4 Sanur”.
1.2 Rumusan Masalah