Pemeriksaan Diagnosis Diagnosis Banding Pencegahan Stroke

dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupturnya plak yang terbentuk dari proses arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa Darpianur, 2011 : • Stroke hemisfer kanan • Hemiparese sebelah kiri tubuh. • Penilaian buruk • Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. • Stroke yang hemifer kiri • Mengalami hemiparese kanan • Perilaku lambat dan sangat hati-hati • Kelainan bidang pandang sebelah kanan. • Disfagia global • Afasia • Mudah frustasi

2.3.9. Pemeriksaan Diagnosis

a. Rontgen kepala dan medula spinalis b. Elektro ensefalografi c. Punksi lumbal d. Angiografi e. Computerized Tomografi Scanning CT Scan Universitas Sumatera Utara f. Magnetic Resonance Imaging MRI

2.3.10. Diagnosis Banding

Menurut Longmore et al 2010 diagnosa banding stroke adalah : cedera kepala, hemoragik subdural, hipoglikemia atau hiperglikemia, tumor intrakranial, epilepsi Cerebral Todd, limfoma pada sistem saraf pusat, pneumocephalus udara masuk melalui: otitis, sel-sel udara mastoid, trauma, ensefalopati Wernicke kondisi, biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit hati lanjut, ditandai dengan gangguan yang dapat berlanjut ke koma, perubahan kejiwaan dari berbagai derajat, flapping tremor, dan fector hepaticus, overdosis obat jika koma, ensefalopati hepatik, herpes ensefalitis, toksoplasmosis pada pasien acquired immune deficiency syndrome, abses misalnya tifoid dan mikotik aneurisma aneurisma terinfeksi disebabkan oleh jamur. 2.3.11. Penatalaksanaan Stroke 2.3.11.1. Stadium Hiperakut Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi gawat darurat dan merupakan tindakan resusitasi jantung-paru-otak RJPO bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2Lmenit dan cairan kristaloid atau koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin isotonik. Dilakukan pemeriksaan CT scan, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time PT, active partial protrombin time APTT, glukosa darah, elektrolit darah; jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang Setyopranoto, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.3.11.2. Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor penyebab maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, psikologis serta membantu pemulihan sosial pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga Setyopranoto, 2011. 1. Stroke Iskemik a. Terapi umum : Letakkan kepala pasien dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 litermenit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan sebaiknya dengan kateter urin. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah 150mg harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150mg dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia kadar gula darah 60mg atau 80mg dengan gejala diatasi segera dengan dekstrosa 40 intravena sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya Setyopranoto, 2011. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu Universitas Sumatera Utara segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220mmHg, diastolik ≥120mmHg, Mean Arterial Blood Pressure MAP ≥130 mmHg pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit, atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90mmHg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl 0,9 250mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih 90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μgkgmenit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg intravena pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral fenitoin, karbamazepin. Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1gkgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25gkgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas 320 mmol; sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik NaCl 3 atau furosemid Setyopranoto, 2011. b. Terapi khusus: Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA recombinant tissue Plasminogen Activator. Universitas Sumatera Utara Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam jika didapatkan afasia Setyopranoto, 2011. 2. Stroke Hemoragik a. Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di instalasi gawat darurat jika volume hematoma 30mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah pramorbid atau 15-20 bila tekanan sistolik 180mmHg, diastolik 120 mmHg, MAP 130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol intavena 10mg pemberian dalam 2 menit sampai 20 mg pemberian dalam 10 menit maksimum 300mg; enalapril intravena 0,625-1.25mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25mg per oral Setyopranoto, 2011. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol lihat penanganan stroke iskemik, dan hiperventilasi pCO2 sekitar 20-35mmHg. Penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah sama dengan penyakit tukak lambung, diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas Setyopranoto, 2011. b. Terapi khusus : Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2007 dalam Setyopranoto 2011, neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya semakin memburuk dengan perdarahan Universitas Sumatera Utara serebelum berdiameter 3cm³, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP- shunting, dan perdarahan lobar 60mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi Setyopranoto, 2011.

2.3.11.3. Stadium Subakut

Tindakan medis berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training termasuk terapi fisik. Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut Setyopranoto, 2011 : a. Melanjutkan terapi sesuai dengan kondisi akut sebelumnya b. Penatalaksanaan komplikasi c. Restorasi atau rehabilitasi sesuai kebutuhan pasien, yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi d. Prevensi sekunder e. Edukasi keluarga

2.3.12. Pencegahan Stroke

Menurut Longmore et al 2010 pencegahan stroke adalah : 1. Pencegahan primer yaitu sebelum stroke Pengendalian faktor risiko: mencari dan mengobati hipertensi, diabetes mellitus, peningkatan lipid pengobatan dengan statin penurunan lipid sebanyak 17, dan penyakit jantung. Olahraga yang teratur membantu meningkatkan high density lipoprotein HDL, meningkatkan toleransi glukosa. Suplemen folat juga dapat membantu penurunan homosistein serum. Membantu pasien untuk merokok terutama pada pria jika tekanan darah meningkat. Selain itu, berhenti Universitas Sumatera Utara merokok mengurangi risiko stroke, dengan manfaat terlihat dalam ≤5 tahun. Gunakan antikoagulan seumur hidup jika rematik atau katup jantung prostetik di sisi kiri, dan mempertimbangkan pada fibrilasi atrium non-rematik kronis, terutama jika ada faktor-faktor risiko vaskular lainnya. 2. Pencegahan sekunder yaitu mencegah stroke lanjut Kontrol faktor risiko sebagai pencegahan primer di atas. Beberapa penelitian besar menunjukkan keuntungan yang cukup besar jika menurunkan tekanan darah dan kolesterol. Pemberian antiplatelet setelah stroke, kecuali jika pada pasien dengan perdarahan primer diberikan aspirin 300mg24 jam selama 2 minggu, kemudian 75mghari. Clopidogrel setidaknya sama baiknya dengan aspirin sebagai monoterapi, dan mungkin sebagus aspirin ditambah dipyridamole. Jika aspirin toleran, tambahkan inhibitor pompa proton, jika aspirin hipersensitivitas, pengganti clopidogrel. Pemberian antikoagulasi setelah stroke seperti warfarin harus digunakan, bukan sebagai agen antiplatelet tapi hanya untuk stroke atau fibrilasi emboli atrium yang kronis, dan hanya dari 2 minggu setelah stroke jika klinis dan radiologis menunjukan stroke minor, pertimbangkan 7-10 hari. Gunakan terapi antiplatelet sampai antikoagulasi, jika sudah antikoagulan, tahan antikoagulan dan ganti dengan antiplatelet selama 1 minggu. Gunakan terapi antiplatelet jika risiko jatuh, trauma dan lain-lain. Pemberian warfarin dengan aspirin meningkatkan risiko perdarahan tanpa manfaat tambahan. Oleh karena itu, pemberian warfarin bersamaan dengan aspirin tidak dianjurkan.

2.3.13. Komplikasi