Usia Jenis Kelamin Waever dkk

Universitas Sumatera Utara

2.5.1. Usia

Fledelius dkk 9 pada tahun 1986 meneliti perubahan posisi bola mata seiring pertumbuhan dan saat dewasa pada subjek dengan rentang usia 5-80 tahun. Pada penelitiannya ditemukan bahwa terdapat hubungan liniar antara nilai protrusi bola mata dengan usia hingga usia 20 tahun, selanjutnya nilai protrusi bola mata menjadi stabil. Nucci dkk 6 pada penelitinnya menilai protrusi bola mata pada anak usia 3-10 tahun di Itali dan menemukan rerata nilai protrusi bola mata pada kelompok usia 3 tahun adalah 9,11±1,57 mm, 9,94±2,04 mm untuk kelompok usia 5 tahun, 11,30±1,35 mm dan 11,67±1,38 mm pada kelompok usia 10 tahun. Pada penelitian ini tampak rerata nilai protrusi bola mata keliatannya stabil setelah usia 7 tahun. Sodihi dkk 15 mendapatkan nilai protrusi bola mata pada rentang usia 3-10 tahun secara linier meningkat kemudian menurun pada dekade kedua dan meningkat lagi pada dekade ketiga. Nilai protrusi bola mata stabil setelah dekade ketiga dan keempat. Peningkatan nilai protrusi bola mata pada dekade kedua hingga dekade ketiga diduga akibat peningkatan deposit lemak. Ghozi dkk 8 tahun 1984 meneliti nilai protrusi bola mata pada subyek di Jogyakarta. Pada kelompok usia 6-12 tahun memiliki nilai protrusi bola mata sebesar 16,42±1,77 mm pada laki- laki dan 16,64±1,96 mm pada perempuian. Pada penelitian ini tidak terlihst adanya hubungtan antara nilai protrusi bola mata dengan usia. Namun di Indonesia maupun di luar negeri ada beberapa studi yang btelah dilakukan maka terdapat perbedaan pola hubungtan antara nilai protrusi bola mata dengan usia yang dapat disebabkan pertumbuhan orbita dan ras.

2.5.2. Jenis Kelamin Waever dkk

29 menemukan bahwa parameter orbita lebar orbita, tinggi orbita, protrusi bola mata dari rima orbita lateral, protrusi bola mata dari rima orbita superior dan inferior, perimetri rima orbita memiliki ukuran yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita. Chan dkk 4 dan Quant dkk 22 menemukan bahwa laki-laki memiliki nilai protrusi bola mata yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan wanita. Hal ini diduga karena laki-laki memiliki postur tubuh yang lebih besar dibandingkan wanita. 21 penelitian yang dilakukan Ghozi di Jogjakarta Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara tahun 1984 ditemukan nilai protrusi bola mata secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. 8 Kaye dkk 32 meneliti 462 pasien dengan rentang usia 9-82 tahun dan menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rerata protrusi bola mata pada laki-laki dan wanita. Tsai dkk 33 mendapatkan perbedaan signifikan antara rerata protrusi bola mata pada laki-laki dan wanita. Pengaruh jenis kelamin terhadap nilai protrusi bola mata masih kontroversi. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh ras.

2.5.3 Antropometri