Studi Komparasi Dan Karakteristik Pada Pasien Yang Di Lakukan Tindakan Laparoskopi Atau Laparotomi Atas Indikasi Tumor Ovarium Di RS HAM Dari Tahun 2010-2012

(1)

STUDI KOMPARASI DAN KARAKTERISTIK PADA

PASIEN YANG di LAKUKAN TINDAKAN

LAPAROSKOPI ATAU LAPAROTOMI ATAS

INDIKASI TUMOR OVARIUM DI RS HAM DARI

Tahun 2010-2012

Seminar hasilTesis magister

Oleh :

Ika Sulaika

PEMBIMBING:

dr M Rusda M Ked(OG),SpOG.K

dr Elida R Sidabutar,SpOG

PENYANGGAH:

Prof dr Delfi Lutan.MSc,SpOG.K

dr Hotma Partogi Pasaribu M.Ked(OG),SpOG

dr M Rizky Yaznil,M.Ked(OG),SpOG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GI NEKOLOGI

PROGRAM MAGI STER KEDOKTERAN KLI NI K

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Master Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

STUDI KOMPARASI DAN KARAKTERISTIK PADA PASIEN YANG di LAKUKAN TINDAKAN LAPAROSKOPI ATAU LAPAROTOMI ATAS INDIKASI TUMOR OVARIUM DI RS HAM DARI Tahun 2010-2012

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :


(3)

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr.dr M. Fidel Ganis Siregar,SpOG(K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie sahil, SpOG (K), Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. Dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); dan Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang secara bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Ketua Divisi obstetri ginekologi sosial dr.Ichwanul Adenin M Ked OG, SpOG (K) yang telah mengizinkan saya untuk

melakukan penelitian tentang STUDI KOMPARASI DAN

KARAKTERISTIK PADA PASIEN YANG di LAKUKAN TINDAKAN LAPAROSKOPI ATAU LAPAROTOMI ATAS INDIKASI TUMOR OVARIUM DI RS HAM DARI Tahun 2010-2012 .

4. dr.M Rusda Harahap M Ked OG, SpOG (K) yang telah

memberikan pengarahan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengan dr Elida R Sidabutar, SpOG yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. 5. Prof dr.Delfi,MSc SpOG K; dr. Hotma Partogi, M Ked OG SpOG, dr.

M. Rizky Yaznil Prabudi, M Ked OG SpOG selaku penyanggah dan narasumber yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan


(4)

waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. Pr of dr . De lf i, M S c SpO G K sel a ku Ba pa k Angk at saya

sel am a m enj al an i m asa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

7. Dr.dr Binarwan Halim,M Ked OG SpOG.K selaku

pembimbing minirefarat magister saya yang berjudul

TRANSPALANTASI UTERUS ”.

8. Kepada Dr. Surya Dharma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru saya.

10. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur Rumkit tk.II Puteri hijau Kesdam II/BB, Medan beserta staf yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah sakit tersebut.

12. Direktur RSU Sundari Medan beserta staf yang telah memberi

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.


(5)

13. Kepada seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, Dokter muda, bidan, paramedik, karyawan / karyawati di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU dan pasien pasien yang telah ikut membantu dan bekerja sama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam malik.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada

Allah SWT dan Sembah sujud serta terima kasih yang tidak

terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Ayahanda H. Syamsul Bachry Lubis, Ibunda Alm Elly Narti AM KEb yang t elah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini.

Terimakasih saya ucapkan kepada Papa mertua Alm Abdul Djalil hutasuhut, dan mama mertua Alm Maimunah Lubis, yang telah memberikan dorongan, doa dan semangat kepada saya selama menjalani pendidikan ini.

Tiada kata yang bisa mengungkapkan rasa terima kasih kepada Suami tercinta, Parmonangan Hutasuhut,ST,MM dan teramat khusus untuk Buah hatiku tercinta, Jhovankha Aurelya Hutasuhut dan Vyola Tytania Hutasuhut ter im a ka sih at as kasi h s a yang, semangat serta doa yang diberikan kepada Mama, semoga Allah SWT selalu memberikan kebahagiaan kepada keluarga kita.

Kepada saudara kandung saya : Sidik indra sakti lubis SP, terima kasih atas bantuan doa dan dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Kepada seluruh Keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan,


(6)

dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Sem og a Al la h S W T se na nt ias a m em ber ik a n r ahm at da n hid aya h- Nya ke pa da kit a semua. Amin Ya Rabbal ’Alamin

Medan, Juli 2014


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

Abstrak ...xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LatarBelakang ... 1

1.2. RumusanMasalah ... 3

1.3. Hipotesa ... 3

1.4. TujuanPenelitian ... 4

1.4.1. Tujuanumum ... .. 4

1.4.2. Tujuankhusus ... 4

1.5. ManfaatPenelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Defenisi Tumor Ovarium ... 5

2.2. Faktor Etiologipada tumor ovarium ... 6

2.3. Faktor Resiko ... 7

2.4. Insiden ... 7

2.5. Klasifikasi ... 7

2.6. GejalaKlinis ... 9

2.7. PemeriksaanPenunjang ... 10

2.8. Penatalaksanaan ... 11

2.9. Diagnosis Banding ... 12

2.9.1. IndikasiLaparoskopi ... 14

2.9.2. TujuanLaparoskopi ... 15

2.9.3. KontraindikasiLaparoskopi ... 16

2.9.4. KomplikasiLaparoskopi ... 16

2.10. Komplikasi ... 44

2.11. Penatalaksanaan ... 44

2.11.1. Laparoskopi Operatif dalam Penanganan tumor Ovarium ... 45

2.11.2. Indikasi Laparoskopi ... 47

2.11.3. Tujuan Laparoskopi ... 47

2.11.4. Kontraindikasi Laparoskopi ... 48

2.11.5. Komplikasi Laparoskopi ... 49

2.11.6. Laparotomi dalam Penanganan Tumor Ovarium ... 50

2.11.7. Keuntungan dan Kerugian dari Laparotomi dan Laparoskopi .... 51

2.12. KerangkaKonsep ... 54

BAB III. METODE PENELITIAN ... 55

3.1. RancanganPenelitian ... 55

3.2. WaktudanTempatpenelitian ... 55

3.3. Populasidansampelpenelitian ... 55

3.3.1. Populasipenelitian ... 55

3.3.2. Sampelpenelitian ... 55


(8)

3.4.1. Kriteriainklusi ... 56

3.4.2. Kriteriaekslusi ... 56

3.5. Variabelpenelitian ... 56

3.6. Defenisioperasional ... 56

3.7. Cara kerja ... 56

3.8. Pengolahan data ... 56

3.9. Analisa data ... 56

3.10. Kerangkapenelitian ... 57

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .. 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAK ... 67


(9)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Ovarium dan alat reproduksi wanita ... 6 GAMBAR 2 Teknik laparoskopi operatif ... 46 GAMBAR 3 Teknik operasi laparotomi ... 51


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Karakteristik pasien yang mendapat tindakan laparotomi atau laparoskopi berdasarkan kelompok umur ... 60 TABEL 2 Karekteristik pasien laparotomi atau laparoskopi berdasarkan Paritas ... 61 TABEL 3 Karakteristik pasien laparotomi atau laparoskopi berdasarkan Status Haid ... 62 TABEL 4 Karakteristik pasien laparotomi atau laparoskopi berdasarkan hasil PA ... 63 TABEL 5 Karakteristik pasien laparotomi atau laparoskopi berdasarkan lama rawatan ... 64 TABEL 6 Karakteristik pasien laparatomi atau laparoskopi berdasarakan Perbedaan kadar Hb sebelum dan sesudah tindakan laparotomi .... 65 TABEL 7 Karakteristik pasien laparotomi atau laparoskopi berdasarkan Perbedaan kadar Hb sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi ... 65 TABEL 8 Karakteristik pasien laparotomi atau lalaroskopi berdasarkan Perbedaan kadar Hb sebelum dan sesudah tindakan laparoskopi Dan laparotomi... ... .66


(11)

DAFTAR SINGKATAN

MRI : Magnetik resonance imaging CT Scan : Computer tomography scan AFP : Alpha fetoprotein

CA – 125 : Cancer anti-gen

HCG : Human chorionic gonadotropin LDH :Lactic Dehydrogenas

AKDR :Alat kontrasepsi dalam rahim CO2 : karbon dioksida


(12)

STUDI KOMPARASI DAN KARAKTERISTIK PADA PASIEN YANG DI LAKUKAN TINDAKAN LAPAROSKOPI ATAU LAPAROTOMI ATAS INDIKASI TUMOR OVARIUM DI

RS HAM DARI TAHUN 2010 – 2012

Ika Sulaika,M Rusda Harahap,Elida R Sidabutar,Delfi Lutan,Hotma Partogi Pasaribu,Rizky Yaznil

Departemen Obstetri dan Ginekologi Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

MEDAN -2014

Abstrak

TUJUAN : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien yang mendapat tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumor ovarium di RS HAM dari tahun 2010-2012.

METODE PENELITIAN : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif dengan populasi seluruh pasien yang di diagnosa dengan tumor ovarium dan mendapat tindakan laparotomi atau laparoskopi dengan mengumpulkan data-data pasien dari rekam medik berupa identitas pasien meliputi usia,paritas,karakteristik,lama rawatan,dan di lakukan analisa statistik.data di tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi atau grafik.analisis data di lakukan dengan analisis makna atau univariat,data di olah secara komputerisasi.

HASIL : dari 119 pasien di dapati 111 (93,3%) pasien mendapat tindakan laparotomi dan 8 (6,7%) pasien mendapat tindakan laparoskopi.sedangkan dari kategori umur didapati bahwa pada umur >40 tahun (48%) dan yang terendah adalah dengan umur <20 tahun (6%) umumnya penatalaksanannya adalah laparotomi dan untuk kelompok umur > 40 tahun seluruhnya di lakukan laparotomi.Berdasarkan dengan paritas >2 (37%) yang terendah adalah dengan paritas 1-2 (30%) umumnya penata laksanaannya adalah laparotomi (>84%) dan untuk kelompok paritas >2 seluruhnya di lakukan laparoskopi.berdasarkan status haid (74%) pada pasien yang masih mendapat haid dan sisanya dengan manopause(26%).umumnya penatalaksanaannya adalah laparotomi dan untuk kelompok manopause seluruhnya di lakukan laparotomi.berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi bahwa sebagian besar kasus kasus tumor ovarium adalah dengan kista adenoma serosum dan kista adenoma musinosum (64%) dan yang terendah adalah dengan yolk sac tumor (1%) dan kista lutein (4%).umumnya penatalaksaaanya adalah laparotomi dan untuk adencarcinoma ovarii,kista lutein,kista dermoid dan yolk sac tumor seluruhny di lakukan laparotomi.berdasarkan lama rawatan kasus tumor ovarium yang mendapat tindakan laparotomi umumnya di rawat selama 4 hari (99,1%) sedangkan yang mendapatkan tindakan laparoskopi seluruhnya di rawat dalam 2 hari. Berdasarkan perbedaan rerata kadar Hb sebelum dan sesudah laparotomisecara statistik bermakna dengan p- value<0,001. Sedangkan pada laparoskopi tidak terdapat perbedaan rerata kadar Hb sebelum dan sesudah tindakan dengan p-value o,451.

KESIMPULAN : Pada penelitian ini di dapati pada pasien laparotomi sebagian besar kasus di jumpai pada umur >40 tahun, paritas >2, dan masih mendapat haid. Pada hasil PA di dapati sebagian besar kasus jinak. Pada tindakan laparotomi lama rawatan 4 hari dan laparoskopi 2 hari. Pemeriksaan Hb sebelum dan sesudah tindakan laparotomi di jumpai adanya perbedaan yang bermakna sedangkan pada laparoskopi tidak di jumpai adanaya perbedaan yang bermakna


(13)

COMPARISON STUDY AND CHARACTERISTICS OF PATIENTS IN OR TAKE ACTION LAPAROTOMYOR LAPAROSKOPY OVARIAN TUMOR IN THE INDICATION OF RS HAM

YEAR 2010 - 2012

Ika Sulaika,M Rusda Harahap,Elida R Sidabutar,Delfi Lutan,Hotma Partogi Pasaribu,Rizky Yaznil

Department of Obstetrics and Gynecology Master Program of Clinical Medicine Faculty of Medicine, University of North Sumatra

MEDAN -2014

OBJECTIVE: This study aimed to investigate the characteristics of patients who received laparoscopy or laparotomy action on the indication of ovarian tumors of human rights in RS 2010-2012.

METHODS: This study is a retrospective descriptive analytic approach to the entire population of patients diagnosed with ovarian tumor and laparotomy or laparoscopy action gets to collect patient data from medical records of a patient's identity include age, parity, characteristics, duration of treatment, and in doing statistik.data in the tabulation and analysis presented in the form of frequency distribution tables or data grafik.analisis do with meaning or univariate analysis, if the data is computerized.

RESULTS: from 119patientsindapati111(93.3%) patientsreceivedlaparotomyand8(6.7%) patientsreceivedlaparoskopi.Even measuresofage categorieswas found thatat

age>40years(48%) andthe lowest istheage<20 years(6%) aregenerallymanagement of laparotomyandfor the age group>40yearsdoneentirelyatlaparotomy. Based

ontheparity>2(37%) the lowest iswithparity1-2(30%) aregenerallystylistof

managementlaparotomy(>84%) andforgroups ofparity>2entirelydonelaparoscopically. based onthe status ofmenstruation(74%) in patientswhostillhavemenstruationandthe rest

withmenopause(26%).Laparotomyandits

managementisgenerallytomenopausegroupentirelydonelaparotomi.Based on histopathologyresultsthat mostcasesof ovariantumorwith a

cystadenomaisserosumandmucinouscystadenomas(64%) andthe lowest waswithyolk sactumor(1%) andluteincysts(4%).

Generallymanagementislaparotomyandtoadencarcinomaovary, luteincysts, dermoidcystsandyolk sactumorindoinglaparotomi.Based

onlongseluruhnymaintainabilitycasesof ovariantumorswho

receivedlaparotomygenerallyhospitalizedfor 4days(99.1 %) whilegettingthe actionentirelyin-patient laparoscopyin 2 days. Based on thedifference inmeanhemoglobin levelsbeforeand afterlaparotomisecarastatisticallysignificantwithp-value<0.001. Whilethere were no differencesinlaparoscopicmeanhemoglobin levelbeforeand after theactionwith ap-value o, 451

CONCLUSION: .

Inthis studyinpatientslaparotomyfind inmost casesencounteredat

age>40years, parity>2, andstillgot my period. In thePAresultsinbenigncaseswould find most of. Atlonglaparotomyandlaparoscopymaintainability4days2days.

KEY WORDS: Ovarian tumors, laparotomy or laparoscopy, characteristics, Old maintainability,

Examination ofHbbeforeand afterlaparotomyencounteredsignificant differencewhile


(14)

STUDI KOMPARASI DAN KARAKTERISTIK PADA PASIEN YANG DI LAKUKAN TINDAKAN LAPAROSKOPI ATAU LAPAROTOMI ATAS INDIKASI TUMOR OVARIUM DI

RS HAM DARI TAHUN 2010 – 2012

Ika Sulaika,M Rusda Harahap,Elida R Sidabutar,Delfi Lutan,Hotma Partogi Pasaribu,Rizky Yaznil

Departemen Obstetri dan Ginekologi Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

MEDAN -2014

Abstrak

TUJUAN : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien yang mendapat tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumor ovarium di RS HAM dari tahun 2010-2012.

METODE PENELITIAN : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif dengan populasi seluruh pasien yang di diagnosa dengan tumor ovarium dan mendapat tindakan laparotomi atau laparoskopi dengan mengumpulkan data-data pasien dari rekam medik berupa identitas pasien meliputi usia,paritas,karakteristik,lama rawatan,dan di lakukan analisa statistik.data di tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi atau grafik.analisis data di lakukan dengan analisis makna atau univariat,data di olah secara komputerisasi.

HASIL : dari 119 pasien di dapati 111 (93,3%) pasien mendapat tindakan laparotomi dan 8 (6,7%) pasien mendapat tindakan laparoskopi.sedangkan dari kategori umur didapati bahwa pada umur >40 tahun (48%) dan yang terendah adalah dengan umur <20 tahun (6%) umumnya penatalaksanannya adalah laparotomi dan untuk kelompok umur > 40 tahun seluruhnya di lakukan laparotomi.Berdasarkan dengan paritas >2 (37%) yang terendah adalah dengan paritas 1-2 (30%) umumnya penata laksanaannya adalah laparotomi (>84%) dan untuk kelompok paritas >2 seluruhnya di lakukan laparoskopi.berdasarkan status haid (74%) pada pasien yang masih mendapat haid dan sisanya dengan manopause(26%).umumnya penatalaksanaannya adalah laparotomi dan untuk kelompok manopause seluruhnya di lakukan laparotomi.berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi bahwa sebagian besar kasus kasus tumor ovarium adalah dengan kista adenoma serosum dan kista adenoma musinosum (64%) dan yang terendah adalah dengan yolk sac tumor (1%) dan kista lutein (4%).umumnya penatalaksaaanya adalah laparotomi dan untuk adencarcinoma ovarii,kista lutein,kista dermoid dan yolk sac tumor seluruhny di lakukan laparotomi.berdasarkan lama rawatan kasus tumor ovarium yang mendapat tindakan laparotomi umumnya di rawat selama 4 hari (99,1%) sedangkan yang mendapatkan tindakan laparoskopi seluruhnya di rawat dalam 2 hari. Berdasarkan perbedaan rerata kadar Hb sebelum dan sesudah laparotomisecara statistik bermakna dengan p- value<0,001. Sedangkan pada laparoskopi tidak terdapat perbedaan rerata kadar Hb sebelum dan sesudah tindakan dengan p-value o,451.

KESIMPULAN : Pada penelitian ini di dapati pada pasien laparotomi sebagian besar kasus di jumpai pada umur >40 tahun, paritas >2, dan masih mendapat haid. Pada hasil PA di dapati sebagian besar kasus jinak. Pada tindakan laparotomi lama rawatan 4 hari dan laparoskopi 2 hari. Pemeriksaan Hb sebelum dan sesudah tindakan laparotomi di jumpai adanya perbedaan yang bermakna sedangkan pada laparoskopi tidak di jumpai adanaya perbedaan yang bermakna


(15)

COMPARISON STUDY AND CHARACTERISTICS OF PATIENTS IN OR TAKE ACTION LAPAROTOMYOR LAPAROSKOPY OVARIAN TUMOR IN THE INDICATION OF RS HAM

YEAR 2010 - 2012

Ika Sulaika,M Rusda Harahap,Elida R Sidabutar,Delfi Lutan,Hotma Partogi Pasaribu,Rizky Yaznil

Department of Obstetrics and Gynecology Master Program of Clinical Medicine Faculty of Medicine, University of North Sumatra

MEDAN -2014

OBJECTIVE: This study aimed to investigate the characteristics of patients who received laparoscopy or laparotomy action on the indication of ovarian tumors of human rights in RS 2010-2012.

METHODS: This study is a retrospective descriptive analytic approach to the entire population of patients diagnosed with ovarian tumor and laparotomy or laparoscopy action gets to collect patient data from medical records of a patient's identity include age, parity, characteristics, duration of treatment, and in doing statistik.data in the tabulation and analysis presented in the form of frequency distribution tables or data grafik.analisis do with meaning or univariate analysis, if the data is computerized.

RESULTS: from 119patientsindapati111(93.3%) patientsreceivedlaparotomyand8(6.7%) patientsreceivedlaparoskopi.Even measuresofage categorieswas found thatat

age>40years(48%) andthe lowest istheage<20 years(6%) aregenerallymanagement of laparotomyandfor the age group>40yearsdoneentirelyatlaparotomy. Based

ontheparity>2(37%) the lowest iswithparity1-2(30%) aregenerallystylistof

managementlaparotomy(>84%) andforgroups ofparity>2entirelydonelaparoscopically. based onthe status ofmenstruation(74%) in patientswhostillhavemenstruationandthe rest

withmenopause(26%).Laparotomyandits

managementisgenerallytomenopausegroupentirelydonelaparotomi.Based on histopathologyresultsthat mostcasesof ovariantumorwith a

cystadenomaisserosumandmucinouscystadenomas(64%) andthe lowest waswithyolk sactumor(1%) andluteincysts(4%).

Generallymanagementislaparotomyandtoadencarcinomaovary, luteincysts, dermoidcystsandyolk sactumorindoinglaparotomi.Based

onlongseluruhnymaintainabilitycasesof ovariantumorswho

receivedlaparotomygenerallyhospitalizedfor 4days(99.1 %) whilegettingthe actionentirelyin-patient laparoscopyin 2 days. Based on thedifference inmeanhemoglobin levelsbeforeand afterlaparotomisecarastatisticallysignificantwithp-value<0.001. Whilethere were no differencesinlaparoscopicmeanhemoglobin levelbeforeand after theactionwith ap-value o, 451

CONCLUSION: .

Inthis studyinpatientslaparotomyfind inmost casesencounteredat

age>40years, parity>2, andstillgot my period. In thePAresultsinbenigncaseswould find most of. Atlonglaparotomyandlaparoscopymaintainability4days2days.

KEY WORDS: Ovarian tumors, laparotomy or laparoscopy, characteristics, Old maintainability,

Examination ofHbbeforeand afterlaparotomyencounteredsignificant differencewhile


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tumor ovarium merupakan salah satu neoplasma yang dijumpai pada sistem genitalia wanita.Tumor ovarium dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu tumor jinak, borderline, dan tumorganas. Tumor ovarium diperkirakan 30% dari seluruh kanker pada sistem genitalia wanita. Kira-kira80% tumor jinak lebih sering dijumpai pada usia 20-45tahun, tumor borderlinedijumpai padausia yang lebih tua, dan tumor ganas umumnya antara usia 45tahun - 65 tahun. Peningkataninsidensi kanker ovarium erat hubungannya dengan semakin meningkatnya usia, jumlah paritas dan penggunaan oral kontrasepsi pada negara berkembang.

Kesehatan wanita merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kesehatan reproduksi karena dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan.

1,2

Angka kejadian tumor ovarium lebih rendah bila dibandingkan dengan tumor servik dan uterusnamun kanker ovarium memiliki mortalitas tertinggi di antara tumor ganas ginekologik. Padaumumnya kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut, dan sebagian besar tumor sudahmenyebar ke organ lain. Yang menyebabkan tumor ini demikian berbahaya bukan frekwensinyatetapi di jumpai adanya angka mortalitas yang tinggi karena pertumbuhannya yang tidak menimbulkan gejala, itulah sebabnya tumorini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam tapi mematikan (silent killer). Setiap tahunlebih dari


(17)

23.000 kasus baru yang terdiagnosa dan sekitar 13.900 di antaranya meninggal dunia,kanker ovarium menempati urutan kelima penyebab kematian perempuan pada tahun2001.

Massa pada adnexa memerlukan penanganan yang berbeda, tergantung pada kasusnya.Namun demikian secara umum penanganan konservatif dapat dilakukan apabila massa tersebut bersifat simptomatik atau berupa kista fungsional. Bila ukuran kista lebih besar dari 6 cm biasanya diperlukan penanganan secara operatif.Prosedur pembedahan perlu dilakukan untuk mengetahui asal massa bila dari pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan penunjang seperti USG, CT-Scan ataupun MRI sulit

menentukan asal massa.

1,3,4,5,6,7

Saat ini pemakaian laparoskopi sering digunakan untuk mendiagnosa massa di adnexa yang dikenal dengan laparoskopi diagnostik. Disamping itu dapat juga sebagai terapi operatif untuk mengangkat massa tersebut. Di bidang ginekologi, laparoskopi sering digunakan untuk mengangkat tomorovarium.

1,2,5

Pembedahan tumor ovarium ini dapat berupa kistektomi dan salfingo-ooforektomi. Kelebihan dari tindakan laparoskopi adalah trauma pada dinding abdomen dan resiko perlengketan lebih minimal,masa rawatan dan masa penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan laparotomi.

2.

Laparoskopi operatif sudah dilakukan lebih dari 20 tahun. Dibandingkan laparotomi, laparoskopi operatif menunjukkan kehilangan darah yang lebih sedikit, minimal perlengketan, nyeri post operasi yang kurang dan rawatan rumah sakit yang lebih singkat.2


(18)

Berdasarkan dari teori yang menyatakan bahwa lama rawatan dan kemungkinan komplikasi perlengketan pasca operatif beserta kehilangan darah ketika operasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan prosedur laparotomi, peneliti merasa tertarik untuk membuktikannya melalui penelitian ini. Dan penelitian ini belum pernah dilakukan di bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU. Kedua hal ini menjadi alasan utama peneliti untuk melakukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik pasien yang mendapat tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumor ovarium RSHAM pada tahun 2010-2012?.

1.3. Hipotesa

Karakteristikpasien yang mendapat tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumorovarium di RS-HAM dari tahun 2010-2012.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum

Memperoleh karakteristik pasien yang mendapat tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumorovarium di RS-HAM dari tahun 2010-2012.


(19)

1.4.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik,gambaran histopatologi dari pasien penderita tumor ovarium yang mendapat tindakan laparotomi atau laparoskopi.

2. Untuk mengetahui perbedaan Hb sebelum dan sesudah di lakukan tindakan laparotomi atau laparoskopi atas indikasi tumor ovarium.

1.5. Manfaat Penelitian

1. sebagaidata tentang karakteristik tindakan laparoskopi atau laparotomi atas indikasi tumor ovarium di RSHAM pada tahun 2010-2012.

2. sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan pilihan terapi laparaskopi danlaparatomi pada tumor ovarium.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Tumor Ovarium

Tumor ovarium merupakan salah satu neoplasma yang dijumpai pada sistem genitalia wanita.Ovarium mempunyai fungsi yang sangat krusial pada menstruasi dan reproduksi. Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur. Diantara gangguan yang sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan kanker ovarium.

Ovarium merupakan salah satu organ dari sistem reproduksi wanita,yang berlokasi pada pelvis yang berguna untuk menyokong uterus menutupi dinding lateral pelvis,di belakang dari ligament dan bagian anterior dan rektum.kedua ovarium terletak di kedua sisi uterus dalam rongga pelvis,selama massa reproduksi ovarium mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm.

1,3,6

Ovarium mempunyai 2 fungsi yaitu :

1. Menyimpan ovum (telur) yang di lepaskan satu setiap bulan. 2. Memproduksi hormon estrogen dan progesteron.


(21)

Gambar 1.Ovarium dan alat reproduksi wanita31

2.2. FaktorEtiologi pada Tumor Ovarium

Penyebab pasti tumor ini belum diketahui, Meyer berpendapat bahwa

kemungkinan tumor ini berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lainnya. Sedangkan sebahagian ahli berpendapat bahwa tumor ini berasal dari mesotel. Ada beberapa peneliti mengemukakan hipotesa bahwa penyebab terjadinya tumor ovarium adalah mungkin adanya hubungan lingkungan tertentu dengan faktor genetik terutama yang mengarah ke tumor ganas ovarium.3

2.3 . Faktor resiko

a. usia

b. riwayat keluarga c. infertility

d. nulipara

e. riwayat kanker payudara f. obat obatan.


(22)

2.4.Insiden

Pada sebagian besar kanker ovarium berbentuk tumor kistik (kista ovarium) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Tumor jinak ovarium terdapat ± 80-85 % dari seluruh tumor ovarium dan 2/3 dari tumor ovarium terjadi pada usia 20-40 tahun. Tumor ganas ovarium terjadi pada usia >45 tahun dan <15 tahun. Sekitar 15-25% kista ovarium merupakan kista ovarium musinosum dan 10% kista ovarium serosum. Kista Ovarium sering ditemukan pada wanita berusia 20-50 tahun dan jarang sekali pada usia prapubertas..6,7,8,17

2.5. Klasifikasi

Tumor ovarium dibedakan menjadi dua macam, yaitu kista non-neoplastik dan kista non-neoplastik :

.

Tumor Ovarium Non-Neoplastik

• kista folikel

• kista korpus lutein • kista teka lutein • kista inklusi germinal • kista endometrium

Tumor Ovarium Neoplastik jinak 1.Kistik:

• Kistoma ovari simpleks. • Kistadenoma ovarii serosum.


(23)

• Kistadenoma ovarii musinosum. • Kista endometroid.

• Kista dermoid.

2.Solid:

• Fibroma,Leimioma,Fibroadenoma,Papiloma,Angioma,Limfangioma. • Tumor brenner.

• Tumor sisa adrenal(maskulinova-blastoma).

Massa di ovarium yang paling umum ditemukan adalah kista ovarium fisiologis, kista ini disebabkan oleh karena kegagalan folikel untuk pecah atau regresi. Secara umum ukuran kista ovarium fisiologis kurang dari enam (6) cm, permukaan rata mobile dan konsistensi kistik.1,2

2.6. Gejala Klinis

Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor-tumor tersebut.Adanya tumor di dalam abdomen bagian bawah bisa menyebabkan pembenjolan pada abdomen. Tekanan terhadap alat – alat di sekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam abdomen. Misalnya sebuah kista dermoid yang tidak seberapa besar tetapi terletak di depan uterus dapat menekan kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi. Sedang suatu kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga abdomen kadang –kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam abdomen. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan obstipasi, edema pada tungkai. Pada tumor yang besar dapat terjadi penurunan atau


(24)

tidak adanya nafsu makan, rasa sesak dan lain-lain. Keluhan yang dapat terjadi selain adanya massa di daerah pelvik dapat juga terjadi ketidakteraturan haid..1,3,

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Laparoskopi Untuk mengatahui asal tumor dari ovarium atau tidak,dan menentukan sifat-sifat tumor.

UltrasonografiUntuk menentukan letak dan batas tumor kistik atau solid,cairan dalam rongga perut yang bebas atau tidak.

MRI( Magnetik resonance imaging) Untuk memberikan gambaran

dari jaringan lunak lebih baik dari ct-scan,dapat juga memberikan gambaran dari massa ginekologik yang lebih baik.

CT Scan( computer tommography scan) Di gunakan untuk

mengidentifikasi massa pada ovarium,dan massa pada pelvik lainnya,hasilnya memang kurang baik jika di bandingkan dengan hasil

dari menggunakan MRI.CT Scan dapat di pakai untuk mengidentifikasi

organ intraabdomen dan retroperitoneal dalam kasus kecurigaan adanyakeganasan pada ovarium.

Foto RontgenDi gunakan untuk mengetahui adanya

hidrothorax,dalam kasus-kasus tertentu seperti pada kista dermoid dapat terlihat gambaran adanya gigi.

Tes kehamilan Biasanya tidak di jumpai peningkatan dari


(25)

Pemeriksaan tumor marker

AFP ( Alpha Fetoprotein) Di lakukan pada tumor ovarium pada

endodermal sinus tumor,embrional karsinoma,mixed germ cell tumor.

Ca – 125(Cancer Anti-Gen) Di lakukan pada tumor ovarium yang

sensitif pada semua epitel tumor.

EstradiolDi lakukan pada tumor ovarium yang sensitif pada sel granulosa sel tumor(thecoma).

HCG (Human Ahorionic GonadotropinDi lakukan pada tumor

ovarium yang sensitif pada choriocarcinoma,embrional carcinoma,mixed germ cell tumor.

LDH (Lactic Dehidrogenase) Di lakukan pada tumor ovarium yang

sensitif pada Dysgerminoma,mixed germ cell tumor.

Testosteron Di lakukan pada tumor ovarium yang sensitif pada dysgerminoma,mixed germ cell tumor,sertoli cell tumor,leydig cell tumor.

2.8. Diagnosis

Diagnosis dari tumor ovarium dapat di tegakkan bila gejala klinis,pemeriksaan fisik,anamnese,pemeriksaan penunjang sesuai,hal ini juga dapat menentukan sifat-sifat dari tumor itu sendiri.


(26)

2.9. Diagnosis Banding

Tuba ovarium abses(TOA):

Definisi :

Tubo-ovarian abscess adalah akumulasi suatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di mana kondisi tersebut dikarakteristikkan dengan adanya massa pada dinding pelvis yang mengalami inflamasi.

Faktor Resiko :

Sepertiga sampai setengah pasien mempunyai riwayat PID yang

merupakan infeksi dari polymicrobial bakteri aerobic dan anaerobic.

Gejala Klinis :

Di jumpai adanya nyeri abdomen yang dapat menjadi nyeri yang hebat, nyeri pada bagian pelvis, dapat terjadi demam tinggi yang di sertai dengan menggigil, dan leukositosis.

Pemeriksaan penunjang :

2,3

USG yang terbaik di lakukan USGtransvaginal dan di jumpai gambaran

yang homogen,kistik,dengan dinding yang tipis,dengan batas yang tegas.

Komplikasi :

Infertility, kehamilan ektopik, chronic pelvic pain, pelvic thrombophlebitis dan ovarian vein thrombosis.

Penatalaksaan :

Biasanya respon terhadap terapi antibiotika, di indikasikan untuk di lakukan pembedahan atau drainase. Hypothesis sementara

mengatakan bahwa ukuran dari TOA berhubungan dengan lamanya


(27)

pembedahan dan drainase.22Secara umum, perawatan terhadap TOA

adalah tindakan bilateral oophorectomy dan hysterectomy.

Manajemen secara medikamentosa dengan pemberian antibiotika

broad spectrum secara umum direkomendasi untuk manajemen pada

TOA yang belum pecah. Pada tahun 2006 The Center For Disease

Control and Prevention Sexually Transmittede Disease Treatments Guidelines merekomendasikan pemberian antibiotika kurang dari 24Jam secara intra vena. Tidak terdapat spesifik antibiotika

yang direkomendasikan. Namun CDC menyarankan bahwa klindamisin

atau metronidazole digunakan dengan doksisiklin selama 14 hari

perawatan untuk merecoveredbakteri gram negative anaerobs.

Tindakan pembedahan direkomedasikan apabila terdapat kegagalan terhadap respon antibiotika dalam 48 jam sampai 72 jam.22

Kehamilan Ektopik (KE) :

Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yangtidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitukehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium(indung telur), rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).

Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan besarnya angka kematianibu akibat kehamilan ektopik.

23

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah : 1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


(28)

3. Kerusakan dari saluran tuba seperti : Penyakit radang panggul, infeksi TBC, Infeksi Clamidia,Gonorhoe,Endometriosis.

Tanda dan Gejala :

Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri tersebut dapat terasa tajam awalnya kemudian perlahan-lahanmenyebar ke seluruh perut. Nyeri bertambah hebat bila bergerakPerdarahan vagina (bervariasi, dapat berupa bercak atau banyak seperti menstruasi)

Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang

2. Pemeriksaan panggul untuk mengkonfirmasi ukuran rahim dalam masa kehamilan dan merasakan perutyang keras.

3. Pemeriksaan darah untuk mengecek hormon ß-hCG.

Pemeriksaan ini diulangi 2 hari kemudian. Padakehamilan muda, level hormon ini meningkat sebanyak 2 kali setiap 2 hari. Kadar hormon yang rendahmenunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.

4. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain

Penatalaksanaan :

Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini


(29)

Leiomyoma :

Leiomyoma / mioma uteri adalah neoplasma otot polos jinak yang muncul dari lapisan myometrium uterus. Mioma uteri terdiri dari kolagen-kolagen yang membentuk konsistensi fibroid. Kebanyakan mioma ini berbentuk bulat atau bundar, warnanya putih seperti buah pear, padat, dan bagian terluarnya dibungkus oleh lapisan jaringan ikat tipis, sehingga batasnya tegas dengan jaringan myometrium di sekitarnya.

Patogenesis :

Mioma uteri sebenarnya berasal dari sebuah sel miosit progenitor tunggal. Mutasi primer yang menginisiasi pembentukan tumor masih belum diketahui, namun 40% dari mioma uteri ini teridentifikasi mengalami defek kariotipe, seperti di kromosom. Selain itu, mioma uteri adalah tumor yang sensitif terhadap estrogen dan progesteron. Oleh sebab itu, ia tumbuh selama tahun-tahun reproduksi, dan setelah menopause tumor ini mengecil dan insidennya juga lebih rendah.

Faktor Risiko :

1. Menarche dini: meningkatnya lama paparan estrogen

2. Obesitas: meningkatnya konversi androgen menjadi estrogen 3. Ras afrika-amerika: genetik

4. Riwayat keluarga

Faktor yang menurunkan risiko

1. Post menopause: terjadinya hipoestrogenisme

2. Kehamilan: adanya jeda paparan estrogen dan adanya remodeling uterus selama involusi post partum


(30)

3. Obat kontrasepsi oral kombinasi: paparan estrogen dilawan oleh progesteron

4. Merokok: mengurangi kadar estrogen dalam darah

Klasifikasi :

1. Leiomyoma subserosa: berasal dari perbatasan miosit dengan serosa uterus, dan pertumbuhannya mengarah ke luar kavum uteri dan uterus itu sendiri. Jika tumor ini hanya menempel

dengan myometrium progenitornya lewat sebuah tangkai

maka disebut pedunculated leiomyomas. Jika tumor ini

menempelkan dirinya ke dekat struktur pelvis terdekat lainnya

maka disebut Parastic leiomyoma.

2. Leiomyoma intramural: adalah mioma yang tumbuh di tengah dinding uterus/ di lapisan ototnya.

3. Leiomyoma submukosa: mioma yang dekat dengan endometrium dan tumbuh mengarah dan menonjol di kavum uteri.

Gejala Klinis:

1. Perdarahan: merupakan keluhan tersering dan biasanya muncul

sebagai menorrhagia/ hipermenorhea (perdarahan uterus

yang berlebihan terjadi pada interval teratur, masa menstruasinya dalam batas normal).

2. Nyeri pelvis dan dismenorea. Uterus yang membesar dapat

menyebabkan sensasi tekanan, meningkatnya frekuensi berkemih, inkontinensia urin dan konstipasi. Selain itu mioma


(31)

menimbulkanobstruksi dan hidronefrosis, namun jarang.

Keluhan lain dapat berupa dispareuniaatau nyeri pelvik diluar

siklus menstruasi.

3. Infertilitas: meskipun belum jelas mekanismenya, mioma uteri

berhubungan dengan infertilitas, sekitar 2-3% kasus infertilitas disebabkan oleh mioma uteri. Diantaranya tumor dapat

menyumbat ostium tuba dan mengganggu kontraksi uterus

normal untuk mendorong sperma agar bertemu dengan ovum.

Selain itu, mioma uteri berhubungan dengan inflamasi

endometrium dan perubahan vaskuler yang dapat mengganggu

implantasi.

4. Gejala lain: <0,5% mioma uteri dapat menyebabkan

myomatous erythrocytosis syndrome. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi eritropoietin oleh ginjal, atau oleh tumor itu sendiri.

Diagnosis :

Mioma uteri sering dideteksi dari pemeriksaan pelvis dengan temuan adanya pembesaran uterus, permukaan yang tidak rata atau keduanya.

Pemeriksaan Penunjang :

1. USG (ultrasonografi) –> gambaran bervariasi, dapat hypo

hingga hyperechoic,tergantung rasio otot polos dan jaringan

ikatnya dan apabila adanya degenerasi. Kalsifikasi dan

degenerasi kistik lebih hiperechoic, sedangkan kistik atau


(32)

2. SIS (Saline-infusion sonography), hysteorscopy dan

hysterosalpingography (HSG) untuk melihat kavum endometrium jika ditemukan keluhan menoragia,

dismenoreaatau infertilitas yang dicurigai karena tumor.

3. Doppler imaging untuk membedakan mioma uteri dengan polip endometrium atau adenomiosis.

4. MRI (magnetic resonance imaging) –> lebih akurat untuk melihat ukuran, jumlah dan lokasinya.

Penatalaksanaan :

Observasi : untuk kasus asimptomatik

Terapi dengan obat: anti inflamasi non steorid (NSAID), obat kombinasi

kontrasepsi oral (COC), dan agonis GnRH. GnRH agonis biasanya

juga digunakan untuk obat preoperatif sebelum pembedahan untuk mengecilkan ukuran tumor.

Terapi pembedahan: meliputi histerektomi, miomektomi dan miolisis. 1. Histerektomi: pengangkatan uterus, adalah tatalaksana definitif dan

pembedahan tersering dari mioma uteri.

2. Miomektomi: reseksi tumor, adalah pilihan untuk wanita dengan gejala namun ingin memiliki anak, atau untuk mereka yang menolak histerektomi. Miomektomi dapat dilakukan via laparoskopi, histeroskopi atau via insisi laparotomi. Miomektomi biasanya memperbaiki keluhan nyeri, infertilitas dan perdarahan. Namun, risiko rekurensi mioma uteri lebih tinggi, rata-rata 40-50%.


(33)

3. Miolisis, yakni menginduksi nekrosis dan penyusutan mioma uteri dengan kauter mono atau bipolar, laser vaporization atau krioterapi. 24,25.

Neoplasia Tuba Fallopi :

Tumor tuba adalah kanker yang tumbuh dengan cepat dan tidak terkendali pada daerah tuba dan merusak jaringan sekitarnya. Tumor tuba fallopi adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem reproduksi wanita yaitu pada tuba fallopi, ini sangat jarang terjadi kalaupun ada biasanya merupakan penyebaran dari organ lain (misalnya ovarium/indung telur).Tumor tuba fallopi paling banyak ditemukan pada wanita pasca menopause, tetapi bisa juga ditemukan pada wanita yang lebih muda.Yang paling sering ditemukan adalah tumor Adneksa.

Etiologi

Penyebab tumor adneksa tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, peradangan ini menyebar ke ovarium dan tuba fallopi yang menyebabkan berbagai gangguan dan terjadi pertumbuhan jaringan yang abnormal.

Patofisiologi

Karsinoma tuba fallopi primer termasuk jarang, merupakan tumor ganas primer saluan genetalia perempuan yang jumlahnya paling sedikit, yaitu 0,5% hingga 1% dari semua keganasan ginekologi. Ditemukan 1 banding 1000 kasus operasi ginekologi abdominal, dapat dijumpai pada semua umur (dari 19-80), dengan rata – rata puncaknya


(34)

pada usia 52 tahun. Kebanyakan tumor ganas yang timbul dalam tuba fallopi adalah penyebaran dari kanker ovarium atau uterus. Sehingga terdapat kriteria untuk menetapkan tumor apapun sebagai tumor primer dari tuba fallopi. Kanker harus terletak dalam tuba, dan uterus serta ovarium harus terbebas dari karsinoma.

Klasifikasi

Tumor ganas primer tuba fallopi yang paling sering adalah

adenokarsinoma. Tumor – tumor lain dapat berupa sarcoma seperti

leiomiosarkoma, kondrosarkoma, tumor mesodermal campuran,

limfoma, dan kariokarsinoma. Semua jenis kanker ganas dalam tuba fallopi ini sangat jarang. Tumor ganas tuba fallopi bermetastasis dengan pembuluh limfe menuju kelenjar regional dan menyebar dengan cara bermigrasi ke dalam pelvis atau rongga abdomen, atau mungkin berpenetrasi ke serosa dan sel – sel melepaskan diri langsung ke dalah pelvis atau rongga abdomen.

Gejala Klinis

1. perdarahan abnormal vagina, 2. menstruasi yang tidak teratur, 3. nyeri.

Kanker tuba falopii paling banyak ditemukan pada wanita pasca menopause,tetapi bisa juga ditemukan pada wanita yang lebih muda.Pada awalnya penyakit tidak menimbulkan gejala. Mula-mula keluhan samar-samar seperti : perasaan lelah, makan sedikit,

terasa cepat kenyang dan sering kembung, kemudian timbul demam dan rasa nyeri pada uterus bagian kiri dan kanan. Diikuti


(35)

dengan gejala perdarahan pervagina mungkin juga disertai pengeluaran getah vagina yang bercampur dengan darah.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan pelvik

Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat perubahan pada vulva, vagina dan serviks dengan palpasi organ dalam khususnya ovarium dan permukaan uterus.

b. Test papanicolau

Merupakan pemeriksaan sistologis yang memungkinkan untuk mendeteksi adanya sel yang abnormal dan mendeteksi keganasan tumor pada tahap awal.

c. Ultra sound / USG

Digunakan untuk menentukan lokasi massa tumor d. Endoskopi

Untuk melihat lapisan dan jaringan disekitarnya secara langsung : a) Colposcopy : visualisasi vagina dan serviks dibawahkekuatan

magnet yang rendah.

b) Culdoscopy : pemasukan culdoskop melalui vagina bagianbelakang untuk melihat tuba fallopi dan ovarium.

c) Hysterescopy :pemasukan hyterescopy melalui servik untukmelihat bagian dalam uterus.

d) Biopsi : untuk mengetahui jenis dan keganasan sel.


(36)

Diagnosa

Untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat bisa menggunakan

hysterosalpingography. Pada prosedur ini, sinar X dilakukan setelah

radiopaque di disuntikkan melalui servik. Pewarna tersebut menyebar secara cepat ke dalam rongga rahim dan tuba falopi. Prosedur ini dilakukan dengan singkat setelah periode menstruasi seorang wanita berakhir. Prosedur ini bisa mendeteksi gangguan struktur yang bisa menyumbat tuba falopi. Meskipun begitu, sekitar 15% kasus,

hysterosalpingography mengindikasi bahwa tuba falopi tersumbat

padahal tidak- disebut hasil positif palsu. Setelah

hysterosalpingography dengan hasil normal, kesuburan tampak sedikit meningkat, kemungkinan karena prosedur tersebut sementara

waktu memperlebar pembuluh (dilate) atau menjernihkannya.

Prosedur lain (disebut sonohysterography) kadangkala digunakan

untuk memastikan apakah tuba falopi tersumbat. Cairan garam (saline) disuntikkan ke dalam interior rahim melalui servik selama ultrasonografi sehingga ruang dalam tersebut digelembungkan dan kelainan bisa terlihat. Jika cairan mengalir ke dalam tuba falopi, pembuluh tersebut tidak tersumbat. Prosedur ini cepat dan tidak

memerlukan anestesi. Hal ini dipertimbangkan lebih aman

dibandingkan hysterosalpingography karena hal ini tidak

membutuhkan radiasi atau suntikan pewarna. Meskipun begitu, hal ini tidak akurat.Jika kelainan di dalam rahim terdeteksi, di lakukan

hyteroscope, yang dimasukkan ke dalam servik ke dalam rahim. Jika


(37)

hyteroscopekemungkinan digunakan untuk mengeluarkan atau mengangkat jaringan tidak normal, meningkatkan kesempatan bahwa wanita tersebut menjadi hamil. Atau pun dapat di lakukan laparoskopi.

Pengobatan 25

Pengobatan yang utama untuk kanker tuba adalah pembedahan untuk mengangkat kedua saluran, kedua indung telur, dan rahim disertai pengangkatan kelenjar getah bening perut dan panggul. Pada kanker stadium lanjut, setelah pembedahan mungkin perlu dilakukan kemoterapi atau terapi penyinaran.24,25

Abses Appendiks.

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendiks terletak di ileocaecum,

Etiologi :

Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel

limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya,cacing usus atau neoplasma.

Patofisiologi :

Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang


(38)

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan

merangsang peritoneum parietale maka timbul nyeri somatic yang

khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu

infiltrate apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan

apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Manifestasi klinik

Gambaran klinis appendicitis akut 1. Tanda awal

Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.


(39)

2. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler

3. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung, nyeri kanan bawah

pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign), nyeri kanan bawah bila

tekanandi sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign), nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam,berjalan, batuk atau mengedan.

Pemeriksaan :

A. Pemeriksaan Fisik 1.Inspeksi

- Tidak ditemukan gambaran spesifik.

- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.

- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa

atauabses periapendikuler.

- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

2.Palpasi

- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.

- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietale.

- Pada apendisitis retrosekal atau retroilealdiperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.


(40)

3. Perkusi

- Terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitis,pekak hati ini hilang karena bocoran usus,maka udara bocor) 4. Auskultasi

- Sering normal

- Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut - Bising usus tidak ada (karena peritonitis)

5. Rectal Toucher

- Tonusmusculus sfingter anibaik - Ampula kolaps

- Nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00

- Terdapat massa yang menekan rectum(jika ada abses).

- Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka Kuncidiagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

6. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7. Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang


(41)

panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

Pemeriksaan Penunjang :

1.Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.

- Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat

b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Radiologis dan pencitraan a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:

- Scoliosis ke kanan

- Psoas shadow tak tampak

- Bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak


(42)

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai

adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan

diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, apendisitis dan sebagainya.

c.Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colonmelalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut

memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferiordari seccum; pengisian lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bilaterjadi abses.

e. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic

yang dimasukkan dalam abdomen, appendiks dapat

divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu


(43)

juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

Diagnosis Banding :

1. Gastroenteritis akut 2. Kehamilan Ektopik 3. Adenitis Mesenterium

Penatalaksanaan :

1. Sebelum operasi a. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik.

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau

apendisitisperforate. Penundaan tindakan bedah sambil memberikanantibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.


(44)

2. Operasi

1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi) 2.Appendiktomi elektif(appendisitis kronis)

3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)

Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

3. Pascaoperasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau

gangguan pernafasan. Angkat sondelambung bila pasien telah

sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi semi Fowler. Pasien dikatakan

baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Komplikasi :

Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis intraabdominal lain.26

Penyakit crohn.

Definisi :

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah


(45)

dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.

penyebab :

Penyebab penyakit Crohn sampai saat ini belum diketahui.

Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu:

- Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi

- Makanan.

Gejala dan tanda :

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan.

Komplikasi :

Yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran

penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses).

Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar


(46)

sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus.

Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).

Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami :

- peradangan sendi (artritis)

- peradangan bagian putih mata (episkleritis) - luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)

- nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) - luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala di saluran pencernaan, penderita masih bisa mengalami :

- peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa) - peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)

- peradangan di dalam mata (uveitis) dan

- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.

Diagnosis :

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.


(47)

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:

- anemia

- peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih - kadar albumin yang rendah

- tanda-tanda peradangan lainnya.

Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar.

Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.

CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

Penatalaksanaan :

Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya.Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.

Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja. Sering diberikan antibiotik berspektrum luas.

Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.


(48)

Sulfasalazine obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang.

Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.26

PID :

Pelvic inflammatory disease(PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba


(49)

spektrum infeksi pada traktus genitalia wanita yang termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis.

PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di

endoserviks yang bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba fallopi. Inflamasi dapat timbul kapan saja dan pada titik manapun di traktus genitalia.

Faktor Resiko :

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama

adalah aktivitas seksual atau disebabkan karena luka pada mukosa

misalnya akibat AKDR atau kuretase. Resiko juga meningkat berkaitan

dengan jumlah pasangan seksual. Pasien yang digolongkan memiliki

resiko tinggi untuk PID adalah wanita berusia dibawah 25 tahun,

menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel, tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi

penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang

pertama kali berhubungan seksual. Pemakaian AKDR meningkatkan

resiko PID 2-3 kali lipat pada empat (4) bulan pertama setelah

pemakaian, namun kemudian resiko kembali menurun.

Etiologi :

PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. Mikroorganisme endogen yang ditemukan di vagina juga sering

ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan PID. Mikroorganisme

tersebut termasuk bakteri anaerob seperti prevotella dan


(50)

dengan flora vagina menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak barier mukosa serviks.

Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan

adalah :

a. Salpingitis

Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C. trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki pasangan seksual multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi. Gejala meliputi nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat timbul sekresi vagina. Gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.

Temuan laboratorium yaitu normal leukosit atau leukositosis.

Penatalaksanaan adalah dengan antimicrobial terapi. Pasien harus

dirawat, tirah baring, dan diberi pengobatan empirik. Prognosis bergantung pada terapi antimicrobial spectrum luas dan istirahat yang total. Komplikasi berupa hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian, dan infertilitas.

b. Abses Tuba Ovarian

Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat infeksi adnexa yang berulang. Pasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan septic shock. Onset ditemukan 2 minggu setelah menstruasi dengan nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam, dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri. Leukosit dapat rendah, normal, atau sangat meningkat.


(51)

Diagnosa diferensial yaitu kista ovarium, neoplasma ovarium, kehamilan ektopik, dan periapendiceal abses. Penatalaksanaan awal dengan antibiotik. Jika massa tidak mengecil setelah dua atau tiga (2-3) minggu terapi antibiotik, merupakan indikasi pembedahan.

Diagnosis :

PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan

vagina, nyeri tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit. 1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati : • Nyeri tekan perut bagian bawah

• Pada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan mukopurulen,nyeri pada pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekanadnexa yang bilateral

• Mungkin ditemukan adanya massa adnexa Beberapa tanda tambahan adalah :

1. Suhu oral lebih dari 38ºC 2. Pemeriksaan Laboratorium

• Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebihdari 100.000 pada 50% kasus. Hitung leukosit mungkin normal,meningkat, atau menurun, dan tidak dapat digunakan untukmenyingkirkan PID.

• Peningkatan erythrocyte sediment rate digunakan

untukmembantu diagnose namun tetap tidak spesifik. • Peningkatan c-reaktif protein, tidak spesifik.


(52)

• Pemeriksaan DNA dan kultur gonorrhea dan

chlamidyadigunakan untuk mengkonfirmasi PID.

• Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kemih.

3. Pemeriksaan Radiologi

Transvaginal ultrasonografi : pemeriksaan ini memperlihatkanadnexa, uterus, termasuk ovaroium. Pada pemeriksaan ini PIDakut Nampak dengan adanya ketebalan

dinding tuba lebih darilima (5) mm, adanya septainkomplit

dalam tuba, cairan mengisituba fallopi, dan tanda cogwheel.

Tuba fallopi normal biasanyatidak terlihat pada USG.

CT scan digunakan untuk mendiagnosa banding PID.

PenemuanCT scan pada PID adalah servisitis, ooforitis,

salpingitis, penebalan ligament uterosakral, dan adanya abses

atau kumpulan cairan pelvis. Penemuan CT scan tidak spesifik

pada kasus PID dimana tidak ada bukti abses.

MRI jarang mengindikasikan PID. Namun jika digunakan

akanterlihat penebalan, tuba yang berisi cairan dengan atau tanpacairan pelvis bebas atau kompleks tubaovarian.

4. Prosedur Lain

Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif

PID.Mengevaluasi cairan di dalam abdomen dilakukan

untukmenginterpretasi kerusakan. Pus menunjukkan adanya abses tubaovarian, rupture apendiks, atau abses uterin. Darah ditemukan pada ruptur kehamilan ektopik, kista korpus luteum, mestruasi


(53)

retrograde, dll.Kriteria minimum pada laparoskopi untuk mendiagnosa

PID adalah edema dinding tuba, hyperemia permukaan tuba, dan

adanya eksudat padapermukaan tuba dan fimbriae. Massa pelvis

akibat abses tubaovarian atau kehamilan ektopik dapat terlihat.

Endometrial biopsi dapat dilakukan untuk mendiagnos endometritis secara histopatologis.

Penatalaksanaan

CDC(centres for disease control dan prevention)memperbaharui

panduan untuk diagnosis dan manajemen PID.Panduan CDC terbaru

membagi criteria diagnostik menjadi 3grup :

Grup 1: minimum kriteria dimana terapi empiris diindikasikan bilatidak ada etiologi yang dapat dijelaskan. Kriterianya yaituadanya nyeri tekan uterin atau adnexa dan nyeri saatpergerakan serviks.

Grup 2: kriteria tambahan mengembangkan spesifisitas diagnostik termasuk kriteria berikut : suhu oral >38,3ºC, adanya sekret mukopurulen dari servical atau vaginal,peningkatan

erythrocyte sedimentation rate, peningkatanc-reactif protein, adanya bukti laboratorium infeksiservikalis oleh N. gonorhea atau C. trachomatis.

Grup 3: kriteria spesifik untuk PID didasarkan pada prosedur yang tepat untuk beberapa pasien yaitu konfirmasilaparoskopik, ultrasonografi transvaginal yangmemperlihatkan penebalan, tuba yang terisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas pada


(54)

pelvis, ataukompleks tuba-ovarian, dan endometrial biopsy yangmemperlihatkan endometritis.

Kebanyakan pasien diterapi dengan rawatan jalan, namunterdapat indikasi untuk dilakukan di rawat inap yaitu :

• Diagnosis yang tidak jelas

• Abses pelvis pada ultrasonografi • Kehamilan

• Gagal merespon dengan perawatan jalan

• Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap regimen oral • Sakit berat atau mual muntah

• Imunodefisiensi

• Gagal untuk membaik secara klinis setelah 72 jam terapi rawat jalan. Terapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spektrum luas.

Jika terdapat AKDR, harus segera dilepas setelahpemberian

antibiotik empiris pertama. Terapi terbagi menjadi 2yaitu terapi untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

Terapi pasien rawatan inap

Regimen A: Berikan cefoxitin 2 gram iv atau cefotetan 2 gr iv per12 jam ditambah doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12 jam. Lanjutkan regimen ini selama 24 jamsetelah pasien pasien membaik secara klinis, lalumulai doxisiklin 100 mg per oral 2 kali sehariselama 14 hari. Jika terdapat abses tubaovarian, gunakan metronoidazole atau klindamisin untukmenutupi bakteri anaerob.


(55)

Regimen B: Berikan clindamisin 900 mg iv per 8 jam tambahgentamisin 2 mg/kg BB dosis awal iv diikuti dengandosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi ih dihentikan 24 jam setelah pasien membaik secaraklinis, dan terapi per oral 100 mg doxisiklindilanjutkan hingga 14 hari.

Terapi pasien rawatan jalan :

Regimen A : Berikan ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal tambah doxisiklin 100 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari,

dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari.

Regimen B : Berikan cefoxitin 2 gr im dosis tunggal dan proibenecid 1 gr per oral dosis tunggal atau dosis tunggal

cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin 100 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari

selama 14 hari.Pasien dengan terapi intravena dapat digantikan dengan terapi per oral setelah 24 jam perbaikan klinis. Dan dilanjutkan hingga total 14 hari. Penanganan juga termasuk penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan.

Terapi Pembedahan :

Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi


(56)

pembedahan. Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti rupture abses, abses yang tidak respon terhadap pengobatan, drainase laparoskopi. Penanganan dapat pula berupa salpingoooforektomi, histerektomi, dan bilateral salpingooforektomi. Idealnya, pembedahan dilakukan bila infeksi dan inflamasi telah

membaik.24

2.10. Komplikasi

Terkadang komplikasi terjadi dikarenakan adanya : - torsi. - perdarahan.

- ruptur.

- keganasan.

2.11. Penatalaksanaan

Tindakan operasi pada tumor ovarium adalah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksipada bagian ovarium yang mengandung tumor,tetapi juka tumornya besar atau ada komplikasi perlu di lakukan pengangkatan tumor, di sertai dengan pengangkatan tuba. Jika di jumpai adanya kistaovarium fungsional yang umumnya di jumpai pada wanita usia subur yang akan menghilang dengan sendirinya dalam 1 sampai 3 bulan. Meskipun ada diantaranya yang pecah namun tidak akan menimbulkan gejala yang berarti. Kista jenis ini termasuk jinak

Pada intinya penatalaksanaan tergantung pada berat dari gejala,usia dari pada pasien,dan adanya resiko keganasan dan keinginan untuk mendapatkan anak berikutnya.


(57)

2.11.1.Laparoskopi Operatif dalam Penanganan tumor Ovarium

Istilah laparoskopi digunakan sebagai cara untuk melihat rongga abdomen dengan bantuan laparoskop melalui dinding abdomen depan, yang sebelumnya telah dilakukan pneumoperitoneum. Penggunaan laparoskopi untuk penanganan massa di pelvik meningkat satu dekade terakhir ini. Di

Jerman, Semm(1987) sejak tahun 1960 sampai dengan 1977 dengan tekhnik

yang lebih disempurnakan, melaporkan penurunan morbiditas dan mortalitas yang bermakna pada operasi laparoskopi.18

Gambar 2. Tekhnik Laparoskopi Operatif31

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan melakukan tekhnik operasi laparoskopi antara lain :

• Singkatnya hari perawatan.


(58)

• Penyembuhan luka lebih cepat.

Sedangkan kekurangan melakukan tekhnik operasi laparoskopi antara lain:

• Memerlukan instrument khusus.

• Harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan terlatih dalam

penggunaan laparoskopi.

Pada tahun 1991 dr. Vicki Seltzer mengusulkan panduan penggunaan

laparoskopi sebagai alat diagnosis dan terapi. Hulka dkkmelaporkan pada

suatu survey, dilakukan 13. 739 prosedur laparoskopi untuk penanganan massa di ovarium.1

2.11.2.Indikasi Laparoskopi

Dengan telah berkembangnya inovasi instrumentasi dan tehnik operasi maka indikasi untuk melakukan operasi dengan tehnik laparoskopi menjadi lebih luas. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya resiko keganasan dari massa di ovarium yang menjalani prosedur laparoskopi, maka harus didapati kriteria sebagai berikut :

.

• Pasien yang tidak memiliki riwayat kanker pada keluarga.

• Pasien dengan usia reproduksi.

• Ukuran massa < 5 cm.

• Pemeriksaan sonografi didapat massa unilateral, unilokuler dengan

batas yang tipis.

• Tumor marker (CA-125) normal.

Penggunaan laparoskopi dalam prosedur pembedahan harus memperhatikan tujuan, kontraindikasi serta komplikasi yang dapat terjadi.18


(59)

2.11.3.Tujuan Laparoskopi

1.) Tujuan diagnostik:

Diagnosis diferensiasi patologi genitalia interna. - Infertilitas primer dan sekunder.

- Second look operation, apabila diperlukan berdasarkan operasi sebelumnya.

- Mencari dan mengangkat translokasi AKDR.

- Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi. 2.) Tujuan terapi:

• Miomektomi, histerektomi.

• Hemostasis perdarahan pada perforasi uterus akibat tindakan

sebelumnya.

3.) Tujuan operatif pada ovarium:

- Pungsi folikel matang pada program fertilisasi in-vitro.

- Biopsi ovarium pada keadaan tertentu (kelainan kromosom atau bawaan, curiga keganasan).

- Kistektomi antara lain pada kista coklat, kista dermoid dan kistaovarium.

- Ovariolisis, pada perlekatan periovarium.

2.11.4.Kontraindikasi Laparoskopi

1.) Kontra indikasi absolute :

- Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukan anestesi. - Kelainan darah berat, sehingga menganggu fungsi


(60)

- Peritonitis akut, terutama abdomen bagian atas disertai distensi dindingabdomen.

2.) Kontra indikasi relatif :

- Tumor abdomen yang telah sangat membesar, sehingga sulit untuk memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis. Trokar dapat melukai tumor tersebut.

- Hernia abdominalis, ditakutkan dapat melukai usus pada saat memasukkan trokar. Namun pada saat ini dengan modifikasi alat pneumoperitoneum otomatik, ketakutan ini dapat dihilangkan.

- Kelainan atau insufisiensi paru-paru, jantung, hepar, atau kelainan pembuluh darah vena porta, goiter, atau kelainan metabolism lain yang sulit menyerap gas CO2.

2.11.5.Komplikasi Laparoskopi

1.) Kemungkinan keluarnya cairan dari kista yang pecah akan menimbulkan penyebaran sel-sel kanker pada kista yang dicurigai ganas. Untuk menghindari hal ini maka sebelum pelaksanaan operasi sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang secara menyeluruh. Bila dicurigai adanya lesi keganasan maka pemeriksaan cairan peritoneal dan potong beku (frozen section) harus dilakukan.

2.) Pembuluh darah terutama yang terdapat pada dasar kista harus dikoagulasi untuk menghindari perdarahan yang banyak durante


(1)

blm

m enikah 12 75 167 26.9 63.51 63.51 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

3 12 64 157 25.96 140.5 140.5 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

blm

m enikah 16 62 159 24.52 40.55 121.65 m enopause laparat om i adenocarcinom a ovarii 4 hari

blm

m enikah 14 58 155 24.14 34.99 34.99 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

blm

m enikah 13 59 160 23.05 38.5 38.5 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

5 13 69 166 25.04 33.1 99.3 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

5 14 60 162 22.86 6.53 19.59 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

4 15 76 164 28.26 21.08 21.08 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

3 13 55 160 2.48 45.39 136.17 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

2 12 58 160 22.66 133 133 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

3 15 66 166 23.95 47.89 47.89 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

0 15 79 169 27.66 56.62 56.62 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

5 15 64 153 27.34 16.59 16.59 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

blm

m enikah 17 86 170 29.76 48.6 48.6 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

4 14 65 155 27.06 112.5 112.5 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

9 13 76 157 30.83 221 662 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

6 15 66 165 24.24 10.84 32.52 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

5 12 68 155 28.3 142 426 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

2 12 56 149 25.22 11.11 99.99 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

3 14 76 168 26.93 77.49 77.49 haid laparat om i

kist a adenom a


(2)

5 17 66 160 25.78 51.87 51.87 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

0 12 56 165 20.57 171.5 171.5 haid laparat om i kist a endom et riosis 4 hari

blm

m enikah 13 54 162 20.5 63.4 63.4 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

blm

m enikah 14 53 167 19 16.13 16.13 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

6 14 52 164 19.33 33.2 99.6 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

7 15 54 165 19.83 61.19 183.57 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

2 12 56 162 21.34 12.71 12.71 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

7 12 57 160 22.27 12.65 12.65 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

1 13 65 155 27.06 22.32 66.96 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

4 15 85 157 34.48 25.59 25.59 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

6 13 75 160 29.3 11.11 33.33 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

4 13 65 162 24.77 239.9 239.9 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

0 12 56 163 21.08 32.6 32.6 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

0 13 64 169 22.41 30.27 30.27 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

4 12 67 162 25.53 120.4 120.4 haid laparat om i kist a endom et riosis 4 hari

3 13 62 162 23.62 45.09 135.27 haid laparat om i kist a endom et riosis 4 hari

blm

m enikah belum 38 133 25.34 15.76 15.76 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

5 13 56 156 23.01 32.23 96.69 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

blm

m enikah 14 63 165 23.14 14.7 14.7 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

2 15 68 172 22.99 13.31 39.91 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

2 12 64 167 22.95 25.08 25.08 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari


(3)

7 13 60 154 25.3 22.33 66.99 m enopause laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari blm

m enikah 16 78 166 28.31 71.62 71.62 haid laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari

0 12 76 165 27.92 49.93 49.93 haid laparat om i kst a derm oid 4 hari

1 13 74 162 28.2 34.76 34.76 haid laparat om i kist a adenom a serosum 4 hari

3 12 62 167 22.23 21.21 63.63 m enopause laparat om i kist a lut ein 4 hari

0 14 62 157 25.15 89.12 89.12 haid laparoskopi kist a endom et riosis 4 hari

5 12 64 159 25.32 13.21 39.63 m enopause laparat om i

kist a adenom a

m usinosum 4 hari


(4)

DIAGNOSA KADAR Hb SEBELUM KADAR Hb SESUDAH

laparotomi 10 10

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 12 11

laparotomi 10 10

laparotomi 11 11

laparotomi 10 10

laparotomi 12 11

laparotomi 14 13

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 14 13

laparotomi 14 14

laparotomi 12 12

laparotomi 12 11

laparotomi 10 10

laparotomi 10 10

laparotomi 13 12

laparotomi 12 13

laparotomi 13 14

laparotomi 11 11

laparotomi 11 10

laparotomi 12 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 11 12

laparotomi 11 12


(5)

laparotomi 10 10

laparotomi 10 10

laparotomi 10 11

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 14 12

laparotomi 14 11

laparotomi 12 12

laparotomi 11 11

laparotomi 11 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 13 12

laparotomi 13 13

laparotomi 12 12

laparotomi 11 11

laparotomi 10 11

laparotomi 10 11

laparotomi 12 12

laparotomi 12 13

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 13 10

laparotomi 13 10

laparotomi 14 10

laparotomi 15 11

laparotomi 13 11

laparotomi 13 11

laparotomi 12 12

laparotomi 11 12

laparotomi 11 12

laparotomi 11 10

laparotomi 11 10

laparotomi 12 11

laparotomi 12 12

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 12 11


(6)

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 12

laparotomi 11 13

laparotomi 11 11

laparotomi 11 12

laparotomi 11 10

laparotomi 11 11

laparotomi 10 11

laparotomi 12 11

laparotomi 12 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 12

laparotomi 13 12

laparotomi 13 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 12

laparotomi 12 10

laparotomi 10 11

laparotomi 10 9

laparotomi 11 10

laparotomi 11 11

laparoskopi 12 12

laparoskopi 12 11

laparoskopi 12 12

laparoskopi 13 13

laparoskopi 11 11

laparoskopi 12 13

laparoskopi 12 10