43
kelompok pelaku, dan menganggap korban bukanlah bagian darinya.
i Bullying menimbulkan beban berat di otak penonton
Seorang penonton akan mempertimbangkan, siapa yang akan mereka bela. Hal ini menimbulkan ketegangan emosi
pada diri penonton. Dari kedua pendapat Barbara Coloroso diatas, dapat
disimpulkan bahwa alasan seorang penonton diam ketika menyaksikan school bullying adalah ketakutan akan dijadikan
korban berikutnya, ketidaktahuan akan apa yang harus dilakukan, menganggap diri sebagai bagian dari kelompok
pelaku school bullying, menganggap masalah tersebut bukan masalah mereka, tidak mau dianggap sebagi pengadu serta
menganggap korban memang layak untuk mengalami bullying.
3. Bentuk-Bentuk School Bullying
Riauskina dkk Novan Ardy W, 2012:26-27 mengelompokkan bullying kedalam lima kategori yaitu:
a. Kontak fisik langsung, yaitu kekerasan yang mengenai seseorang
secara langsung. Contohnya memukul, mendorong, merusak barang-barang milik orang lain.
b. Kontak verbal langsung, yaitu kekerasan yang bersifat
pembicaraan yang dilakukan secara langsung kepada seseorang.
44
Contohnya menyebarkan gosip, mencela atau meledek, memaki, memberikan nama panggilan lain dan lain sebagainya.
c. Perilaku nonverbal langsung, perilaku ini biasanya disertai bullying
fisik ataupun verbal. Contohnya mengejek, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi wajah
yang merendahkan bahkan mengancam.
d. Perilaku nonverbal tidak langsung, contohnya mengirimkan surat
kaleng, mengucilkan atau mengabaikan seseorang, mendiamkan dan memanipulasi pertemanan hingga menjadi retak.
e. Pelecehan seksual, perilaku ini biasanya dikategorikan perilaku
agresif fisik ataupun verbal. Sementara itu, Suharto Abu Huraerah, 2012:47-48 menggolongkan
kekerasan terhadap anak menjadi 4, yaitu: a.
Kekerasan anak secara fisik Physical abuse, yaitu tindakan seseorang yang menggunakan atau tidak menggunakan benda
tertentu yang dapat menimbulkan luka-luka secara fisik bahkan mengakibatkan kematian. Tindakan yang dimaksudkan adalah
penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan. b.
Kekerasan anak secara psikis psychological abuse, meliputi penyampaian
kata-kata kasar
serta kotor,
menghardik, memperlihatkan berbagai gambar dan film porno. Anak yang
mendapatkan perlakuan ini biasanya cenderung menarik diri,
45
menjadi pemalu, menangis bila didekati dan ketakutan bila bertemu orang lain.
c. Kekerasan anak secara seksual sexual abuse, berupa perlakuan
prakontak seksual, seperti sentuhan, memperlihatkan gambar visual, melalui kata-kata, maupun melakukan kontak seksual secara
langsung, contohnya pemerkosaan, incest serta eksploitasi seksual. d.
Kekerasan anak secara social social abuse, mencakup penelantaran dan eksploitasi anak.
Dikutip dari Ponny Retno A 2008: 22, Ong serta Sullivan membagi bullying kedalam 3 bentuk, yaitu kekerasan fisik yang
meliputi menggigit, menarik rambut, meludahi, mengancam, menggunakan senjata tajam bahkan tindak kriminal, serta kekerasan
non-fisik yang terbagi dalam bentuk kekerasan verbal dan non-verbal. Kekerasan verbal meliputi mengancam atau intimidasi, pemalakan,
berkata jorok pada korban, menekan. Sedangkan kekerasan non-verbal, kembali dibagi menjadi 2, yaitu kekerasan non-verbal secara langsung
menatap, menggeram, menghentak, mengancam dan tidak langsung memanipulasi pertemanan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan
bernada menghasut. Barbara Coloros 2006: 46-51 menyebutkan bullying sebagai
penindasan. Meskipun berbeda istilah namun tetap dalam satu bahasan. Barbara membagi penindasan menjadi tiga kategori, yang pertama
adalah, penindasan secara verbal. Penindasan ini adalah bentuk paling
46
umum digunakan. Perlakuan ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik yang kejam, penghinaan bahkan sampai pada pernyataan
yang bernuansa seksual, baik berupa ajakan maupun pelecehaan seksual. Selain itu ada pula tindakan berupa mengirim surat kaleng, e-
mail maupun telephon yang kasar, tuduhan, kasak kusuk, gosip dan masih banyak lagi kekerasan verbal lainnya. penindasan verbal adalah
yang paling mudah dilakukan dan kerap menjadi pintu masuk ke kedua bentuk penindasan lainnya serta menjadi lagkah pertama menuju pada
kekerasan yang lebih kejam dan merendahkan martabat. Selanjutnya penindasan fisik, penindasan ini lebih sedikit
presentasenya dari pada penindasan secara verbal. Perilaku yang masuk ke dalam penindasan ini adalah memukul, menendang,
mencekik, memiting, meludahi, menghancurkan barang-barang yang dimiliki korban serta masih banyak lagi. Pada tahap ini, seorang pelaku
yang secara terus menerus melakukan hal ini cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih serius. Terakhir adalah
penindasan relasional dalam hal ini adalah pelemahan harga diri secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku
ini sulit terdeteksi dan cenderung tersembunyi. Selain perilaku tersebut ada pula tindakan seperti lirikan mata, helaan nafas, bahu bergidik,
pandangan agresif, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.
47
Johan Galtung Novan Ardi W, 2012:27 membagi bullying kekerasan menjadi tiga, yaitu kekerasan langsung, yang berarti
sebuah peristiwa. Selanjutnya, kekerasan struktural yang merupakan proses serta kekerasan kultural, yakni sesuatu yang bersifat permanen.
Ketiga tipologi tersebut memasuki waktu tidak secara bersamaan. Bila dianalogkan, ketiganya dilambangkan sebagai gempa bumi, kekerasan
langsung, dianalogkan sebagai peristiwa gempa bumi, sedangkan kekerasan struktural digambarkan sebagai gerakan-gerakan lempeng
tektonik, atau proses gempa bumi dan kekerasan kultural digambarkan sebagai garis-garis retakan sebagai suatu kondisi yang permanen.
Sebagai contoh, kekerasn langsung diwujudkan dalam perilaku seseorang, contohnya pembunuhan, pemukulan, intimidasi dan
penyiksaan. Kekerasan struktural adalah kekerasan yang melembaga terwujud dalam pendidikan, pekerjaan dan pelayanan kesehatan.
Sedangkan kekerasan kultural, terwujud dalam sikap, perasaan dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, misalnya kebencian,
ketakutan, rasisme, seksisme dan tidak tolerir. Diambil dari berbagai sumber yang ada, dapat ditarik
kesimpulan bahwa school bullying memiliki bentuk, berupa bullying yang bersifat fisik memukul, mendorong, menampar, menendang, dll
dan non fisik verbal, non verbal langsung dan tidak langsung. Dari berbagai bentuk bullying yang ada, peneliti lebih condong pada
pendapat Oong dan Sullivan Ponny Retno A ,2008:22, yaitu
48
kekerasan fisik dan non fisik kekerasan verbal, nonverbal-langsung dan tidak langsung.
4. Undang-Undang Perlindungan Anak