ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di eropa dimana dijumpai tingkat keluhan klasik menopasue yang berupa hot flashes dan
berkeringat adalah antara 45-75.
4.3 Tabel Perbandingan Keparahan Gejala Antara Kelompok
Perimenopause dan Post Menopause Perimenopause
Postmenopause Nilai p
Keluhan Somatis • Tidak ada atau sedikit 0-2
22 44 10 20
• Ringan 3-4
16 32 31 62
0,008
• Sedang 5-8
12 24 9 18
Keluhan Psikologis • Tidak ada atau sedikit 0-1
11 22 9 18
• Ringan 2-3
20 40 30 60
0,205
• Sedang 4-6
16 32 10 20
• Berat ≥7
3 6 1 2
Keluhan Urogenital • Tidak ada atau sedikit 0
16 32 0 ,0
• Ringan 1
20 40 5 10
0,0001
• Sedang 2-3
13 26 14 28
• Berat ≥4
1 2 31 62
Tabel diatas menjelaskan bahwa pada wanita perimenopause sebagian besar mempunyai keluhan somatis yang sedikit 44
sedangkan pada ibu pascamenopause sebagian besar mempunyai keluhan tingkat ringan 62. Berdasarkan uji statistik dengan Chi-square
maka didapat nilai p0,1. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang bermakna antara keluhan somatis dengan status menopause dan hipotesa penelitian yang menyebutkan ada hubungan yang bermakna
antara keluhan somatis dengan status menopause diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chuni dkk
2011 dimana ditemukannya tingkat keluhan somatis yang lebih tinggi pada kelompok pascamenopause dibandingkan dengan kelompok
perimoneopause yang bermakna secara statistik. Keluhan-keluhan somatis yang didalamnya termasuk keluhan
berupa hot flashes, berkeringat malam terjadi disebabkan oleh perubahan hormonal dimana terjadinya penurunan atau fluktuasi dari kadar estrogen
yang diikuti oleh peningkatan dari kadar FSH dan LH. Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah menopause pada sebagian besar wanita,
namun dapat terus sampai 10 tahun atau lebih pada wanita lainnya. Berdasarkan keluhan psikologis maka pada ibu perimenopause
sebagian besar mempunyai keluhan Psikologis tingkat ringan 40 demikian juga pada ibu postmenopause sebagian besar mempunyai
keluhan tingkat ringan 60. Berdasarkan uji statistik dengan Chi-square maka didapat nilai p0,1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan yang bermakna antara keluhan psikologis dengan status menopause dan hipotesa penelitian yang menyebutkan ada hubungan
yang bermakna antara keluhan psikologis dengan status menopause ditolak.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh chuni dkk 2010 dimana ditemukan perbedaan yang signifikan dalam hal keluhan
psikologis. Sedangkan menurut penelitian Siregar MFG dkk 2010 tidk
terdapat perbedaan bermakna secara statistik dalam hal tingkat kecemasan dan depresi diantara paramedis kelompok perimenopause
dan pascamenopause, Keadaan ini mungkin dapat disebabkan oleh karena para
responden yang mempunyai latar belakang pendidikan dan juga ruang lingkup pekerjaan dalam bidang kesehatan yang membuat mereka
memahami terjadinya proses menopause sehingga mereka dapat menerima keadaan yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis akibat
memasuki masa menopause. Dan juga dari literatur disebutkan bahwa keluhan psikologis yang muncul pada masa menopause bukan
sepenuhnya disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi, namun berkaitan dengan masalah-masalah fisik, psikologis dan kesehatan yan
berkaitan dengan usia. Dalam penelitian SWAN Amerika, prevalensi perubahan mood
meningkat dari premenopause ke perimenopause awal, dari sekitar 10 menjadi sekitar 16,5 , Ada tiga kemungkinan: 1 penurunan estrogen
saat menopause mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur mood, 2 mood dipengaruhi oleh gejala vasomotor 3 mood dipengaruhi oleh
perubahan hidup yang umumnya lazim disekitar masa menopause
.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan keluhan Urogenital menjelaskan bahwa pada ibu perimenopause sebagian besar mempunyai keluhan tingkat ringan 40
sedangkan pada ibu postmenopause sebagian besar mempunyai keluhan tingkat berat 62. Berdasarkan uji statistik dengan Chi-square maka
didapat nilai p0,1. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna keluhan urogenital dengan status menopause dan hipotesa
penelitian yang menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara keluhan urogenital dengan status menopause diterima.
Dari peneltian yang dilakukan rahman dkk 2010 didapat keluhan urigenital yang lebih tinggi pada kelompok pascamenopause dibandingkan
dengan kelompok perimenopause. Hal ini juga sesuai degan peneltian yang dilakukan oleh Dhillon dkk 2006.
Dari peneltian yang dilakukan oleh chuni 2011 menyimpulkan bahwa keluhan urogenital lebih tinggi secara statistik pada kelompok
pascamenopause 80.6 dibandingkan dengan kelompok perimenopause 77.2.
Produksi estrogen yang sangat rendah pada usia menopause akan menyebabkan atrofi permukaan mukosa vagina, yang disertai dengan
vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Kehilangan estrogen menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan adiposa, dan
kemampuan untuk menahan air. Sebagaimana dinding vagina menyusut, rugae akan merata dan menghilang. Epitel permukaan akan kehilangan
lapisan luar yang berserat dan kemudian menipis ke beberapa lapisan sel,
Universitas Sumatera Utara
dan berkurangnya rasio antara sel superfisial dan sel basal. Akibatnya, permukaan vagina rentan terhadap perdarahan dengan
Atrofi genitourinari menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas hidup, menyebabkan terjadinya dispareunia dan berakibat
terhadap penurunan dari gairah seksual. trauma minimal
4.4 Tabel Skor Total Gejala Keluhan Menopause Antara Kelompok Perimenopause dan Post Menopause.