Kinerja Keuangan

4. Kinerja Keuangan

Performance atau kinerja merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang diukur dengan mendasarkan pada suatu perbandingan dengan berbagai standar. Kinerja adalah pencapaian suatu tujuan dari suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk

Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu metode atau pendekatan. Pengukuran kinerja perusahaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran kinerja non keuangan (non financial performance measurement dan pengukuran kinerja keuangan (financial performance measurement). (Hiro, 2000). Informasi yang digunakan dalam mengukur kinerja non keuangan adalah informasi yang disajikan tidak dalam satuan uang atau rupiah (non financial information) namun dengan satuan ukur non keuangan (Bugshan, 2005). Adapun informasi yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan adalah informasi keuangan (financial information), yaitu informasi akuntansi manajemen dan informasi akuntansi keuangan seperti laba sebelum pajak, tingkat pengembalian investasi, dan sebagainya.

Penilaian kinerja bank sangat penting untuk setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka ada kemungkinan nilai sahamnya dan jumlah dana pihak ketiga akan naik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan Penilaian kinerja bank sangat penting untuk setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka ada kemungkinan nilai sahamnya dan jumlah dana pihak ketiga akan naik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan

Lastanti (2004) meneliti hubungan struktur corporate governance dengan kinerja perusahaan dan reaksi pasar. Struktur corporate governance diukur dengan komposisi Dewan Komisaris independen, struktur kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan institusional. Sedangkan reaksi pasar diproksi dengan nilai perusahaan (diukur dengan Tobin’s Q) dan kinerja perusahaan (diukur dengan ROA dan ROE). Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan positif yang signifikan antara independensi Dewan Komisaris dengan Tobin’s Q. Sementara variabel yang lain tidak berpengaruh secara signifikan, baik terhadap nilai perusahaan maupun kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosyana (1997) terhadap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode 1990- 1993 dengan indikator EVA, MVA dan ROA untuk mengukur kinerja saham menunjukan bahwa EVA belum banyak digunakan oleh para Penelitian yang dilakukan oleh Rosyana (1997) terhadap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada periode 1990- 1993 dengan indikator EVA, MVA dan ROA untuk mengukur kinerja saham menunjukan bahwa EVA belum banyak digunakan oleh para

Faccio dan Ameziane (1999) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial dan struktur dewan dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang diukur menggunakan return on equity (ROE). Kang dan Asghar (2000) dalam penelitiannya menemukan bukti bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara struktur kepemimpinan dewan dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on investment (ROI).

Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur rasio ROA dan ROE sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan perusahaan. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan operasi dengan total aktiva yang ada. Copeland dan Weston, 1994 menyatakan bahwa ROA mencoba mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya. Tinggi rendahnya ROA mengindikasikan seberapa besar efisinsi penggunaan modal dan turun naik pendapatan. ROE menunjukkan kemampuan modal yang ditanamkan oleh

Lemahnya pengawasan yang independen dan terlalu besarnya kekuasaan eksekutif telah menjadi sebagian dari penyebab tumbangnya perusahaan-perusahaan dunia seperti Enron Corp., World.Com, dan lain- lain. Sebab itu, lemahnya pengawasan terhadap manajemen juga diindikasikan sebagai salah satu penyebab krisis finansial di Asia, termasuk Indonesia yang diharapkan akan menjadi penggerak GCG telah menjadi bagian dari reformasi kehidupan bisnis di Indonesia pasca krisis (Alijoyo dan Zaini, 2004).

Harapan dari penerapan sistem good corporate governance adalah tercapainya nilai perusahaan (Tumirin, 2007). Dengan adanya salah satu mekanisme good corporate governance ini diharapkan monitoring terhadap manajer perusahaan dapat lebih efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai perusahaan.

Hastuti (2005) meneliti hubungan antara GCG dan struktur kepemilikan dengan kinerja keuangan. Hasil penelitian menunjukan (1) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahan, (2) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen laba dengan kinerja keuangan, (3) terdapat hubungan yang signifikan antara disclosure dengan kinerja perusahaan.

Mohammed Belkhir (2005) dari UAE University memeriksa hubungan antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan.

diproksikan dengan logaritma matural dari total asset, CEO ownership, serta CEO-chairman duality. Dari penelitian yang menggunakan metode regresi ini, didapatkan suatu hasil yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

Cai, et.al. (2001) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham dengan kepemilikan saham institusional. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 persen) mengindikasikan kemampuannya dalam memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen. Dewan komisaris yang ukurannya besar kurang efektif daripada dewan komisaris yang ukurannya kecil. Faisal (2005) menyatakan jumlah dewan komisaris yang kecil akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dari hasil pengujian teori diatas, maka ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan

Barnhart dan Rosenstein (1998) melakukan penelitian mengenai “Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”, yang membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris independen), maka semakin tinggi independensi dan Barnhart dan Rosenstein (1998) melakukan penelitian mengenai “Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”, yang membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris independen), maka semakin tinggi independensi dan

Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dituntut untuk memiliki kinerja yang baik. Salah satu aspek penting dalam pengukuran kinerja perbankan adalah efisiensi yang antara lain dapat ditingkatkan melalui penurunan biaya (reducing cost) dalam proses produksi. Berger, et al. (1993), mengatakan jika terjadi perubahanan struktur keuangan yang cepat maka penting mengidentifikasikan efisiensi biaya dan pendapatan. Bank yang lebih efisien diharapkan akan mendapat keuntungan yang optimal, dana pinjaman yang lebih banyak, dan kualitas servis yang lebih baik pada nasabah.

Tingkat efisiensi yang dicapai merupakan cerminan dari kualitas kinerja yang baik. Pada dasarnya pengukuran kinerja sebuah lembaga keuangan hampir sama. Pengukuran efisiensi sebenarnya tidak akan menghadapi kendala jika bank hanya memiliki satu input dan satu output saja untuk proses produksinya, namun hal demikian jarang dijumpai karena bank biasanya memerlukan multi input dan menghasilkan berbagai Tingkat efisiensi yang dicapai merupakan cerminan dari kualitas kinerja yang baik. Pada dasarnya pengukuran kinerja sebuah lembaga keuangan hampir sama. Pengukuran efisiensi sebenarnya tidak akan menghadapi kendala jika bank hanya memiliki satu input dan satu output saja untuk proses produksinya, namun hal demikian jarang dijumpai karena bank biasanya memerlukan multi input dan menghasilkan berbagai

Dari uraian dan penjelasan di atas, berikut ini hipotesis yang akan diperkirakan dalam penelitian ini adalah: H1 : Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap efisiensi manajemen

perusahaan. H2 : Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan. H3 : Struktur dewan komisaris berpengaruh terhadap efisiensi

manajemen perusahaan. H4 : Struktur dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan. H5 : Karakteristik komite audit berpengaruh terhadap efisiensi

manajemen perusahaan. H6 : Karakteristik komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan. H7 : Efisiensi manajemen berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan antar masing- masing variabel: