Trisakti, Semanggi I dan II, dan Kerusuhan Mei
3. Trisakti, Semanggi I dan II, dan Kerusuhan Mei
Penderitaan rakyat Indonesia semasa Orde Baru telah mendorong radikalisasi gerakan rakyat. Kelompok-kelompok mahasiswa dan para pejuang HAM adalah garda depan dari gerakan reformasi 1998. Rejim Orde Baru semakin khawatir melihat perkembangan dari gerakan pro-demokrasi di Indonesia.
Mahasiswa yang telah didepolitisasi melalui konsep NKK/BKK bangkit kesadarannya akan penderitaan rakyat akibat tindakan represif Orde Baru dan pembangunan yang tak berpihak pada nasib mayoritas rakyat Indonesia yang miskin. Gerakan mahasiswa masa lalu juga menjadi inspirasi bagi mahasiswa di tahun 1997-1998 untuk melawan kekuasaan Orde Baru yang otoriter. Mahasiswa teringat para pendahulunya seperti gerakan mahasiswa 1966, 1974, 1978, kelompok-kelompok studi dan aksi di era 1980-an yang berani mengatakan tidak kepada penguasa yang lalim.
Aksi mahasiswa menjalar dari kampus ke kampus, dari kota ke kota bahkan sampai menyeberang lautan ke seluruh pelosok Indonesia. Melintasi kampus negeri dan swasta, melintasi latar belakang ekonomi mahasiswa. Semuanya serempak meneriakkan yel-yel reformasi, turunkan harga, dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Pada 12 Maret 1998, mahasiswa universitas Trisakti mengadakan aksi di depan kampusnya di Grogol. Aksi yang semula berjalan damai ternyata berujung duka. Empat mahasiswa tewas Aksi mahasiswa menjalar dari kampus ke kampus, dari kota ke kota bahkan sampai menyeberang lautan ke seluruh pelosok Indonesia. Melintasi kampus negeri dan swasta, melintasi latar belakang ekonomi mahasiswa. Semuanya serempak meneriakkan yel-yel reformasi, turunkan harga, dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Pada 12 Maret 1998, mahasiswa universitas Trisakti mengadakan aksi di depan kampusnya di Grogol. Aksi yang semula berjalan damai ternyata berujung duka. Empat mahasiswa tewas
Situasi politik yang memanas pasca-penembakan di Trisakti dan psikologi massa yang marah dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk makin memanaskan situasi politik nasional. Kelihatan seperti spontanitas massa yang marah akibat tragedi Trisakti, tetapi kerusuhan yang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan di hampir seluruh wilayah Jakarta menimbulkan pertanyaan tentang apa yang sesungguhnya terjadi di balik kerusuhan Mei 1998. Dari segi sasaran, ada korban utama yaitu kelompok masyarakat keturunan Tionghoa dan masyarakat miskin yang terperangkap dalam gedung-gedung yang terbakar. Dari segi jenis kelamin, perempuan adalah korban terbanyak. Mereka dianiaya, diperkosa dan bahkan dibunuh.
Naiknya Wakil Presiden Habibie untuk menggantikan Presiden Soeharto yang mundur tidak berarti bahwa situasi politik menjadi lebih baik. Mahasiswa menolak mengakui kepemimpinan Habibie yang dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rejim Orde Baru. Penolakan ini diekspresikan melalui aksi-aksi mahasiswa yang telah memilih keluar kampus untuk berdemonstrasi. Dalam aksi demonstrasi di depan kampus Atmajaya, tentara menyerang dengan menggunakan peluru tajam ke arah mahasiswa. Akibatnya sejumlah mahasiswa tewas tertembak. Wawan, mahasiswa Atmajaya yang menjadi relawan kesehatan hendak menolong para korban malah jatuh tersungkur akibat tertembak dan akhirnya meninggal. Tragedi ini kemudian dikenang sebagai tragedi Semanggi I.
Masalah kekerasan oleh militer di kampus Atma Jaya belum diselesaikan, jatuh korban lagi di lokasi yang berdekatan. Kali ini yang menjadi korban adalah Yun Hap, seorang mahasiswa UI yang bersama teman-temannya di Posko Teknik UI mengadakan aksi mahasiswa menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Peristiwa penembakan justru terjadi ketika situasi tengah cooling down. Mahasiswa yang baru selesai aksi sedang beristirahat di jalur hijau jalan Sudirman. Tak lama berselang melintas truk tronton yang berisi pasukan tentara dan dari tronton itu, meletus tembakan ke Masalah kekerasan oleh militer di kampus Atma Jaya belum diselesaikan, jatuh korban lagi di lokasi yang berdekatan. Kali ini yang menjadi korban adalah Yun Hap, seorang mahasiswa UI yang bersama teman-temannya di Posko Teknik UI mengadakan aksi mahasiswa menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB). Peristiwa penembakan justru terjadi ketika situasi tengah cooling down. Mahasiswa yang baru selesai aksi sedang beristirahat di jalur hijau jalan Sudirman. Tak lama berselang melintas truk tronton yang berisi pasukan tentara dan dari tronton itu, meletus tembakan ke
Pengungkapan kebenaran atas peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) dilakukan oleh Komnas HAM. Proses hukum juga dilakukan atas sejumlah prajurit yang dianggap terlibat dalam peristiwa penembakan di Trisakti. Mahasiswa Trisakti pada awalnya menyambut positif, tetapi perlahan-lahan meredup setelah proses persidangan menunjukkan hasil yang sangat mengecewakan. Mahasiswa dan aktivis kemanusiaan lainnya berupaya untuk memperjuangkan kasus TSS supaya dijadikan sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Para wakil di DPR dipercayakan untuk menentukan kasus TSS, tetapi hasilnya sungguh mengecewakan. DPR memutuskan bahwa peristiwa TSS bukan pelanggaran HAM berat. Keputusan politik DPR telah mendorong Kejaksaan Agung untuk menolak menindaklanjuti hasil laporan Komnas HAM.
Sirnalah harapan para orang tua korban yang meninggal. Orang tua Wawan sangat sedih karena anak mereka satu-satunya tidak mendapat keadilan. Demikian juga dengan orang tua dan keluarga dari para korban yang tewas. Dalam pengungkapan kebenaran masalah kerusuhan Mei 1998, muncul sejumlah problem. Berkembang suatu opini bahwa para korban yang tewas terbakar adalah para penjarah, karena itu kasus itu tak perlu diungkap. Persoalan lain adalah sulitnya tim investigasi mendapat informasi dari para korban, khususnya perempuan yang menjadi korban pemerkosaan.