1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ada maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengambilan keputusan konsumen atas pembelian produk
gerai kopi di Kota Medan? 2.
Bagaimana tingkat kepuasan konsumen gerai kopi di Kota Medan? 3.
Bagaimana kontribusi bauran pemasaran berupa tempat, harga, produk dan promosi terhadap tingkat kepuasan konsumen gerai kopi di Kota Medan ?
4. Bagaimana kontribusi tingkat kepuasan konsumen terhadap keinginan merekomendasi oleh konsumen?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1.
Untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh konsumen gerai kopi di Kota Medan.
2. Untuk menjelaskan tingkat kepuasan konsumen gerai kopi di Kota Medan.
3. Untuk menganalisis kontribusi bauran pemasaran berupa tempat, harga,
produk dan promosi terhadap tingkat kepuasan konsumen pada gerai kopi di Kota Medan.
4. Untuk menganalisis kontribusi tingkat kepuasan konsumen dengan
keinginan rekomendasi oleh konsumen.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dilakukannya penelitian ini antara lain : 1.
Sebagai bahan masukan kepada gerai kopi di Kota Medan dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan keuntungan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Kota Medan dalam
mengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan kepuasan konsumen dan gerai kopi.
3. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan bahan studi
untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh
informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, dimana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan
sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan affect dan kognitif, prilaku, serta lingkungan. Model
Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan dari beberapa model kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa prilaku dipengaruhi oleh
sikap terhadap perilaku dan norma subjektif Anonim
e
, 2011.
David L.Louden dan Albert J. Della Bitta mendefinisikan perilaku konsumsi sebagai suatu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik
yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Sementara itu, pendapat Nessim Hanna
dan Richard Wozniak bahwa perilaku konsumen merupakan suatu bagian dari aktivitas-aktivitas manusia, termasuk segala sesuatu yang teringat olehnya akan
barang atau jasa yang dapat diupayakan sehingga ia akhirnya menjadi konsumen Umar, 2003.
Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa. Setiap
konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu. Berbagai
macam keputusan mengenai aktivias kehidupan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari
atau setiap periode tanpa menyadari bahwa mereka mempelajari bagaimana konsumen mengambil keputusan dan memahami faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi dan terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut Sumarwan, 2004.
Konsumen tentunya ingin mendapatkan produk dan jasa-jasa pemuas kebutuhan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Banyak konsumen di Indonesia
yang menjadi masyarakat konsumsi tinggi dalam membeli barangproduk bahkan ada yang membeli suatu produk sampai ke luar negeri hanya untuk mendapatkan
produk tersebut, itulah sebagian besar masyarakat yang mempunyai dana lebih dan berprilaku sedemikian rupa, tapi ada juga masyarakat yang biasa-biasa saja,
mereka membeli produk cukup di dalam negeri, membeli barang disesuaikan dengan kebutuhan hidup dari dana yang dimilki dan juga mencari produk yang
walaupun harganya murah tapi dapat mencukupi kebutuhan mereka. Inilah sebagian besar prilaku konsumen di Indonesia yang perlu dikaji lebih dalam lagi,
serta meneliti konsumen di Indonesia yang masyarakatnya sebagian besar hidup disektor pertanian dan usaha kecil dalam memenuhi kebutuhan dan berprilaku
sesuai dengan kenyataan hidup Setiadi, 2003.
Sub-budaya atau sub-kultur pada dasarnya adalah sekelompok orang tertentu dalam sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki makna budaya yang sama
untuk respon afektif dan kognitif reaksi emosional, kepercayaan, nilai, pencapaian tujuan, perilaku kebiasaantradisi, sikap dan ritual, norma perilaku
dan faktor lingkungannya kondisi tempat tinggal, lokasi geografis, objek yang penting. Walaupun kebanyakan sub-budaya sama-sama memiliki makna budaya
yang sama dengan masyarakat secara keseluruhan, beberapa makna sub-budaya bisa unik dan sangat berbeda Setiadi, 2003.
Untuk merencanakan program pemasaran, yaitu mulai dari merancang produk, mengkomunikasikan produk kepada konsumen dan mendistribusikan produk
kepada pemakai akhir, pemasar dapat menggunakan faktor kepribadian dan gaya hidup. Penggunaan aspek gaya hidup dapat dilakukan dengan sikap, ketertarikan
dan pendapat konsumen. Jadi, sikap tertentu yang dimilki oleh konsumen terhadap suatu obyek tertentu misalnya merek produk bisa mencerminkan gaya
hidupnya. Gaya hidup seseorang juga bisa dilihat pada apa yang disenangi dan disukainya. Gaya hidup seseorang juga bisa ditunjukkan dengan melihat pada
pendapatnya terhadap obyek tertentu Setiadi, 2003. Meskipun pemasaran selalu menggunakan emosi untuk pedoman pemosisian
produk atau “product positioning”, persentase dan iklan pada suatu tingkat intuitif atau “the deliberate” , suatu sistematis tentang emosi yang relevan dalam strategi
pemasaran, secara relatif merupakan hal baru. Sebagai contoh, tenaga penjual dan penyedia jasa sering harus bertaruh dengan konsumen dengan menunjukkan suatu
rentetan emosi. Baru akhir-akhir ini pemasar mengembangkan pemahaman yang
cukup untuk menciptakan program pelatihan yang sistematis terkait dengan respon terhadap konsumen yang emosional Limakrisna dan Supranto, 2007.
Citra merek ialah apa yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka mendengarkan atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang
konsumen telah pelajari tentang merek sedangkan brand equity merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan di luar
karakteristikatribut fungsional dari produk. Brand equity didasarkan pada posisi produk dari merek. Seorang konsumen yang percaya bahwa suatu merek
menunjukkan penampilan kinerja superior, sangat menyenangkan untuk dipergunakan dan diproduksi oleh perusahaan yang sangat memperhatikan
masalah sosial, kemungkinan besar akan bersedia membayar harga yang tinggi premium price, bisa menjadi loyal dengan membeli berkali-kali, mengajak orang
lain membeli dan memberitahukan kepada orang lain tentang kebaikan merek tersebut. Jadi salah satu sumber nilai ekonomi dari citra merek yang positif
sebagai akibat perilaku konsumen terhadap item yang tersedia dengan nama merek yang terkenal.
Gambar 1. Creating Commited Customers is Increasingly the Focus of Marketing Strategy.
Total Buyers Satisfied buyers
Repeat Purchasers Commited Custumers
Gambar 1 mengilustrasikan komposisi pembeli sejenis merek pada suatu waktu
tertentu. Dari seluruh pembeli, beberapa persen akan dipuaskan dalam pembelian. Pemasar telah mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk persentase ini sebesar
mungkin. Alasannya ialah, sementara banyak konsumen yang tidak puas akan beralih berganti merek, konsumen yang puas kemungkinan besar akan tetap
tinggal atau melakukan pembelian berkali-kali berulang-ulang dari pada konsumen yang tidak puas. Pembeli yang berulang-ulang melanjutkan membeli
merek yang sama walaupun mereka kurang mempunyai keterkaitan emosional dengan pembelian itu.
Loyal kepada jasa dan toko juga didefinisikan seperti di atas sama. Jadi konsumen yang loyal kepada suatu merek tokojasa atau konsumen yang
berkomitmen Commited Customers mempunyai suatu ikatan emosional pada merek atau perusahaan. Konsumen yang menyenangi merek agak mirip dengan
pertemanan atau “friendship”.
2.2 Landasan teori