Praktek Pembiayaan Murabahah
8.4.4 Praktek Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah yang umum dipraktekkan oleh perbankan syariah di Indonesia juga memiliki perbedaan dengan konsep klasik murabahah. Perbedaan karakteristik pokok pembiayaan murabahah dalam literatur klasik dan praktek di Indonesia dapat dibaca pada tabel 44.
Tabel 44. Perbandingan Karakteristik Pokok Pembiayaan Murabahah dalam Literatur Klasik dan Praktek di Indonesia
Karakteristik
Praktek Klasik
Praktek di Indonesia
Pokok
Tujuan transaksi
Kegiatan jual beli.
Pembiayaan dalam rangka penyediaan fasilitasbarang
Tahapan transaksi
Dua tahap
Satu tahap
Proses transaksi
(i) Penjual membeli barang
Bank selaku penjual dapat mewakilkan
dari produsen.
kepada nasabah untuk membeli barang dari
(ii) Penjual menjual barang
produsen untuk dijual kembali kepada
kepada pembeli
nasabah tersebut
Status kepemilikan
Barang telah dimiliki penjual
Barang belum jelas dimiliki penjual saat akad
barang pada saat
saat akad penjualan dengan
penjualan dengan pembeli dilakukan.
akad
pembeli dilakukan.
Perhitungan tingkat
(i) Perhitungan laba
(i) Perhitungan menggunakan benchmark (i) Perhitungan menggunakan benchmark
transaksi ril (real transactionary cost).
(ii) Perhitungan laba (ii) Perhitungan laba menggunakan
merupakan lumpsum dan
persentase per annum dan dihitung
wholesale.
berdasarkan baki debet (outstanding) pembiayaan.
Sifat pemesanan
- Tidak tertulis
Tertulis dan mengikat
barang oleh nasabah - Dua pendapat: Mengikat dan
Tidak mengikat
Pengungkapan
Harus transparan
harga pokok dan marjin
Tenor
Sangat pendek
Jangka panjang (1-5 tahun).
Cara pembayaran
Cash and carry
Dengan cicilan (ta’jil)
transaksi jual-beli Kolateral
Tanpa kolateral
Ada kolateraljaminan tambahan
Sumber: Buchori, et.al. (2004) Beberapa kendala yang dihadapi perbankan syariah Indonesia dalam menerapkan
murabahah dapat dibaca pada tabel 45.
Tabel 45. Kendala Penerapan Pembiayaan Murabahah dan Alternatif Solusi
Kendala
Alternatif Solusi
• Terkena pajak karena termasuk
• Menggunakan seminimal mungkin kata “jual beli” dan
jenis “jual beli”
mengaitkannya dengan ketentuan perbankan (Lex specialiste)
• Terkena pajak berganda karena 2
• Melakukan 1 tahap transaksi; nasabah menerima barang
tahap transaksi
langsung dari pemasok penjual
• Klaim nasabah bahwa ia tidak
• Memasukkan klausul dalam perjanjian yang berkaitan
berhutang kepada bank
dengan undang-undang khusus perbankan (Lex specialiste)
• Mengkredit rekening nasabah dan mendebetnya kembali
untuk membayar kepada penjual pertama setelah nasabah memberikan surat kuasa mendebet rekening.
• Tidak ada referensi biaya
• Menggunakan tingkat rata-rata bagi hasil PUAS
• Menyusun indeks harga berbagai industri
Sumber: Buchori, et.al. (2004) Beberapa deviasi pembiayaan murabahah yang perlu digarisbawahi adalah sebagai
berikut.
a) Kurangnya informasi dari pihak bank untuk menjelaskan secara penuh esensi dari pembiayaan murabahah dan keterangan lain yang berkaitan dengan keberadaan produk tersebut.
b) Dalam pembiayaan murabahah, pengikatan akad jual beli umumnya dilakukan mendahului kepemilikan barang oleh bank. Hal ini jelas telah menyalahi baik prinsip fiqh itu sendiri maupun hukum universal bahwa hak menjual merupakan hak turunan dari kepemilikan.
c) Dalam pembiayaan murabahah terdapat praktek perwakilan wakalah yang secara esensi telah menyalahi dua prinsip, yaitu pertama, esensi penjual yang memiliki kewajiban dan kesanggupan untuk menyediakan barang; dan kedua, esensi murabahah itu sendiri (Murabahah: kesepakatan untuk membelikan barang untuk pihak ketiga yang memesan, dengan transparansi harga pokok dan marjin).
d) Dalam pembiayaan murabahah terdapat praktek pencairan dana pembiayaan ke rekening nasabah yang selanjutnya nasabah diminta untuk melakukan pembayaran kepada supplier. Hal ini akan menimbulkan kesan adanya transaksi hutang piutang antara bank dan nasabah, dan bukan transaksi jual beli.
Hal-hal tersebut di atas menjadi perhatian utama dalam standardisasi akad murabahah yang dikeluarkan Bank Indonesia dalam rangka pemurnian ketentuan Syariah dengan memperhatikan syarat minimum menurut ketentuan Fiqih.