tentang peringkat indeks Pengembangan Manusia Human Development indeks, yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan., kesehatan dan penghasilan
per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.
2.2. Pemberdayaan Pendidikan
Untuk memperoleh kemajuan dan kelestarian masa depan, diperlukan kualitas keberdayaan, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral,
kecerdasan spritual, dan keterampilan-keterampilan mega, yang akan dapat diwujudkan melalui pendidikan yang berkualitas. Pendidikan adalah suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk membangun dirinya sendiri dan masyarakat.
Konsekuensinya, proses pendidikan harus mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia. Pendidikan merupakan proses yang bersifat
individual, sehingga strategi upaya pendidikan harus dilengkapi dengan strategi khusus yang lebih intensif dan menyentuh kehidupan secara individual.
Pendidikan memang dapat menentukan corak kehidupan dan pertumbuhan seseorang. John Dewey dalam Democracy and Educatian mejelaskan bahwa
pendidikan memiliki dimensi sosial. Untuk setting Indonesia, pendidikan sebagai proses pemberdayaan masih amat relevan. Sebagai bangsa, kita masih harus berjuang
untuk memberdayakan diri. Pemberdayaan masyarakat melalui proses pendidikan misalnya dapat dikatakan melalui keinginan seseorang untuk memperoleh pendidikan
dan keinginannya untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Untuk kondisi diatas diperlukan pemberdayaan-pemberdayaan diri untuk meningkatkan kualitas SDM yang berkualitas dengan cara peningkatan mutu
pendidikan, karena pendidikan dapat memberikan efek kepada seseorang untuk dapat menerima faktor pendorong akibat perubahan yang ditimbulkannya. Dengan
demikian arti dari pendidikan itu sendiri adalah suatu usaha atau kegiatan agar dapat mengubah perilaku pengetahuan, sikap, dan keterampilan manusia yang sedang
dididik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pendidikannya menurut pola atau rencana yang telah ditentukan. A.G Kartasapoetra Rosyada 2004. Dengan kata lain,
pendidikan mempunyai peranan yang menentukan, sebab pendidikan merupakan kunci kemajuan sosial dalam jangka panjang karena hanya melalui pendidikan
termasuk pendidikan mental perubahan masyarakat akan dapat berlangsung tanpa mengorbankan martabat manusia tetapi justru sebaliknya manusia sebagai manusia.
Bersama dengan itu di awal abad ke-21 ini, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara Asia lainnya. Bahkan jika dilihat indeks
sumber daya manusia, yang salah satu indikatornya adalah sektor pendidikan, posisi indonesia kian menurun dari tahun ketahun. Padahal Indonesia kini sudah menjadi
bagian dari masyarakat dunia yang sudah tidak bisa dihindari. Indonesia kini menjadi bagian dari kompetisi masyarakat dunia. Lemahnya SDM hasil pendidikan juga
mengakibatkan lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukan sektor ekonomi yang merosot secara signifikan di tahun 1998 Rosyada, 2004:2.
Menurut Dali Santun Naga dalam Seminar Pendidikan Indonesia paling sedikit dalam waktu setengah abad terakhir ini, setiap kali ada berita tentang
pendidikan di koran, maka hampir pasti bahwa isinya bukanlah berita baik untuk
Universitas Sumatera Utara
pendidikan. Demikian pula dengan artikel, hampir semua artikel tentang pendidikan berisikan berbagai kekurangan di bidang pendidikan. Tidak mustahil bahwa berbagai
kekurangan di dalam pendidikan. Pendidikan terdiri dari tiga bagian yakni pendidikan informal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan formal. Penanggung jawab pendidikan informal adalah orang tua dan keluarga di rumah, mereka perlu mendidik anak mereka agar menjadi
anggota masyarakat yang berbudi. Sedangkan penanggung jawab pendidikan non formal adalah masyarakat kursus dan sejenisnya, mereka perlu mendidik peserta didik
sehingga memiliki keterampilan yang memadai, dan penanggung jawab pendidikan formal adalah sekolah dan perguruan tinggi. Sekalipun peranaan pendidikan informal
dan nonformal adalah penting namun sorotan berita artikel tentang kekurangan di bidang pendidikan kebanyakan tertuju ke pendidikan formal.
Menurut Daoed Joesoef dalam seminar pendidikan yang dulunya menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef memperkenalkan suatu
gagasan pendidikan. Menurut beliau, sekolah adalah pusat kebudayaan sedangkan perguruan tinggi adalah masyarakat ilmiah Civitas Academia. Sekalipun
memerlukan penyesuaian di sana sini, tampaknya gagasan ini masih tetap relevan pada zaman sekarang. Sekolah membudayakan peserta didik serta perguruan tinggi
mengilmiahkan mereka. Dengan gagasan demikian tanggung jawab pembudayaan dan pengilmiahan peserta didik terletak di sekolah dan perguruan tinggi.
Pada tahun 1918, Amerika Serikat telah menetapkan asas pokok bagi sekolah menengah mereka. Dikenal sebagai The Six Cardinal Principles of
SecondaryEducation, asas pokok ini mencakup a health, b command of
Universitas Sumatera Utara
fundamental processes, c worthy home membership, d vocation, e civic education, dan f ethical character. Ada baiknya juga kalau tujuh asas pokok ini
menjadi pelengkap di dalam pendidikan. Pendidikan kesehatan, proses dasar, warga rumah, vokasi, budi pekerti, dan etika berguna bagi kehidupan para siswa.
Peserta didik beranjak dari sekolah ke perguruan tinggi sehingga tanggung jawab ini adalah tanggung jawab kolektif di antara sekolah dan perguruan tinggi.
Keterpurukan dan ketertinggalan ini sangat meresahkan banyak orang sehingga muncullah gagasan-gagasan untuk memperbaikinya melalui penetapan standar
nasional pendidikan serta sejumlah visi dan misi untuk mendongkrak mutu pendidikan. Beban pemenuhan standar dan dongkrak mutu ini jatuh ke pundak
sekolah dan perguruan tinggi. Tanggung jawab spesifik di sekolah dan di perguruan tinggi saling berjalinan
satu dan lainnya, hasil didik perguruan tinggi sesungguhnya dimulai dari hasil didik di sekolah dan di lanjutkan di perguruan tinggi. Jika perguruan tinggi diharapkan
dapat menciptakan daya saing bangsa dengan mutu pendidikan yang bertaraf Internasional, maka hal ini perlu dilakukan melalui sinergi di antara sekolah dan
perguruan tinggi. Format daya saing bangsa Indonesia sudah harus dimulai dari sekolah dan di lanjutkan di perguruan tinggi. Ini berarti pula bahwa sekolah dan
perguruan tinggi memiliki tanggung jawab bersama untuk menuju ke harapan demikian.
Secara spesifik, lulusan sekolah yang masuk ke perguruan tinggi diharapkan sudah membawa cukup bekal untuk menapaki jalan ke sasaran yang di dambakan
bersama berupaya daya saing bangsa itu. Bekal paling utama adalah budaya belajar
Universitas Sumatera Utara
atau kebiasaan belajar. Penguasaan pengetahuan ilmiah memerlukan ketekunan belajar yang berkelanjutan. Sekolah diharapkan menciptakan budaya belajar sehingga
budaya belajar ini dapat dilanjutkan di perguruan tinggi. Selain ketekunan belajar, budaya belajar mencakup pula usaha untuk berpikir, untuk mencari bahan bacaan dan
membacanya, serta usaha untuk bertanya dan menjawab pertanyaan itu dengan memanfaatkan berbagai sumber pengetahuan.
2.3. Coorporate Social Responsibility CSR di Indonesia