species tumbuhan asli sudah ada di area, tidak mengikuti langkah 1,2,3,4 dan masuk langkah ke 5 dan 6 saja untuk menjadi invasif. Vale’ry et al 2008.
Catford et al 2009 menyimpulkan bahwa invasi adalah fungsi dari tekanan
propagule P, karakter abiotis ekosistem terinvasi A, karakter komunitas dan species terinvasi karakter biotis, B, dan merefleksikan posisi dalam ruang dan waktu. P meliputi
kendala dispersal dan geografis, A melibatkan kendala lingkungan dan habitat. Dan B meliputi dinamika internal dan interaksi komunitas. Agar terjadi invasi, ketiga faktor harus
terakomodasi, saling mendukung Fig. 1. Penyebaran dan intensitas invasi ditentukan oleh kombinasi tiga faktor, walaupun pengaruhnya tidak akan sama satu dengan yang lain dan
sering dimediasi oleh manusia introduksi, penyebaran propagul, alterasi kondisi lingkungan dan abundansi dan keragaman species lokal ; Wilson et al., 2007. Permulaan invasi
dikendalikan oleh faktor temporal maupun spatial dan karena PAB berfluktuasi dan berubah dalam waktu dan ruang, permulaan, distribusi dan laju invasi sangat dinamis Hastings,
1996. Olehkarena itu fase, extent dan keparahan invasi ditentukan oleh kombinasi kekuatan PAB, dan posisi dalam waktu dan ruang Richardson Pysek, 2006.
1.3.2.1. Tekanan Propagul
Umum bagi semua teori ekologi invasi adalah pemahaman bahwa invasi yang berhasil memerlukan P yang cukup jumlah individu diintroduksi dikalikan frekuensi. Walaupun satu
propagul secara potensial dapat menyebabkan kolonisasi, P sering penting untuk sukses yang berkelanjutan bukan hanya untuk introduksi. Beberapa ahli berpendapat bahwa ini adalah
kunci pendorong invasi dan mungkin dapat menjelaskan secara alamiah variasi invasi. Lockwood et al., 2005. Ini dikolaborasikan pada betapa signifikan Waktu Residen
Minimum karena P meningkat dengan waktu tetapi pentingnya Waktu Residen Minimum mungkin juga merefleksikan perobahan temporal pada A dan B yang menguntungkan
penginvasi Joshi Vrieling, 2005.
P yang tinggi medukung invasi dengan meningkatkan diversitas genetik dari populasi non- indigenous asing, dengan demikian meningkatkan peluang bahwa species itu akan
beradaptasi pada kondisi ekosistem disitu Lockwood et al., 2005. P yang tinggi, terutama jumlah introduksi, juga meningkatkan peluang bahwa invader akan diintroduksi pada
H
H P
H A
B I
Gambar 3. Diagram skematis menunjukkan
bagaimana populasi P, faktor abiotis A dan faktor biotis B berinteraksi untuk memacu
invasi I, dan bagaimana manusia memodifi kasi P,A, dan B. Invasi terjadi dimana semua
ketiga faktor lingkaran overlap. PAB semuanya harus terakomodasi agar invasi
berhasil tetapi kekutatan dan besarnya pengaruh dari tiap faktor beda. Lingkaran itu juga
memberi gambaran situasi dimana satu atau dua faktor mungkin membatasi invasi.
P mempunyai kekuatan terbesar waktu dan
ruang, mempunyai daya kecil membatasi invasi Panah menunjukkan interfensi manusia , yang
mungkin tidak harus ada, tetapi peluangnya besar dengan P garis tebal ; berbeda dengan
garis putus2 untuk A dan B.
lingkungan yang sesuai. Introduksi yang berkelanjutan dapat berfungsi sebagai buffer apabila kondisi secara temporal tidak mendukung. Lockwood et al., 2005. Terlepas dari A dan B, P
yang tinggi memungkinkan species menjadi mapan hanya karena melalui penjenuhan biji. Penginvasi akan lebih berhasil dalam kompetisi antar anakan, dapripada kompetisi anakan-
tumbuhan dewasa Crawley et al., 1999, olehkarena itu ketika penginvasi mendominasi lubuk biji , peluangnya akan lebih besar untuk mendominasi kolonisasi dan kemapanan.
Peristiwa membanjiri biji seperti ini mungkin dapat menjelaskan mengapa sebagian besar invasi tumbuhan terjadi dekat pemukiman manusia. Crawley et al., 1996.
1.3.2.2. Karakter Abiotis A