Backscattering dasar laut Proses-Proses Akustik pada Dasar Perairan

densitas dari tiap lapisan yang dilewati oleh gelombang suara tersebut Gambar 8. Proses refraksi terjadi dengan mengikuti Persamaan 13. cos θ 1 c 1 = cos θ 2 c 2 13 θ 1 dan θ 2 dihitung pada grazing angle. Sumber: Coates 1990. Gambar 8 Gelombang suara yang mengalami proses refleksi dan refraksi saat merambat pada dua medium yang memiliki impedansi berbeda.

2.4.2 Backscattering dasar laut

Sejumlah penelitian mengenai hubungan antara sifat-sifat akustik dan sifat- sifat-sifat fisik sedimen dapat ditemukan pada buku yang ditulis oleh Urick 1983. Secara umum data yang diperlihatkan oleh penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat pola umum yang menggambarkan hubungan antara jenis sedimen dan nilai SV yang dihasilkan. Namun, Jackson et al. 1986 menjelaskan bahwa terdapat faktor dependensi yang lemah antara nilai SV yang dihasilkan terhadap sedimen yang relatif halus. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Stanic et al. 1989, dimana nilai scattering yang dihasilkan dari empat tipe sedimen: lumpur, pasir, kerikil, dan batu menunjukkan tingkat korelasi yang lemah dengan ukuran butiran. Oleh sebab itu dibutuhkan pemodelan yang gelombang datang gelombang terefleksi gelombang terefraksi P2 lebih lanjut guna mendapatkan hubungan antara sifat-sifat fisik sedimen dan sifat- sifat akustik. Dasar perairan laut memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut. Namun efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda- beda Urick, 1983. Nilai backscattering yang diberikan oleh dasar perairan biasanya memiliki intensitas [dB] yang besar, namun diperlukan juga pembatasan agar hanya nilai pantulan dari dasar laut yang ingin diamati dapat terekam dengan baik. Orlowski 2007 menyebutkan bahwa batas minimum deteksi threshold echo yang kembali dari dasar perairan adalah -60 dB mengacu pada standar EY500. Batas ini memberikan gambaran yang stabil terhadap seluruh area penelitian, dimana dasar perairan yang memiliki karakteristik nilai pantulan yang lemah juga dapat terdeteksi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa reverberasi pada dasar berbatu memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dasar berlumpur. Kemudian hal ini dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengaitkan backscattering dari dasar laut terhadap tipe dasar tersebut, seperti lumpur, lempung, pasir, batu, walaupun disadari bahwa ukuran dari partikel yang dikaitkan tersebut hanyalah indikator tidak langsung terkait dengan backscattering yang dihasilkan Urick, 1983; Richardson dan Briggs, 1993. Lebih lanjut Urick 1983 menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi yang digunakan dengan nilai bottom- backscattering strength yang dihasilkan dari dasar laut dengan tipe batu dan pasir berbatu serta pasir yang mengandung cangkang kerang. Hal ini diakibatkan oleh tekstur permukaan dasar tersebut yang cenderung lebih kasar sehingga energi suara yang mengenai dasar tersebut akan terhamburkan. Sedangkan untuk jenis dasar atau sedimen yang lebih halus, penggunaan frekuensi diatas 10 kHz akan memperlihatkan kecenderungan adanya hubungan antara frekuensi dan jenis dasar perairan Gambar 9. Sumber: Urick 1983. Gambar 9 Variasi nilai backscattering yang dihasilkan dari berbagai frekuensi. Selanjutnya, kecenderungan hubungan yang terjadi pada sedimen yang memiliki dasar yang lebih halus tersebut terkait dengan hubungan antara diameter objek dan panjang pulsa suara, dimana nilai backscattering yang terbesar akan didapatkan bila berada pada zona resonansi d =1. Hal ini berarti penggunaan frekuensi tinggi dimungkinkan untuk mengkaji sedimen dengan kandungan partikel berdiameter kecil Lohrmann 2001; Urick 1983. Pada kasus sedimen berpasir, nilai backscattering yang didapatkan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi Greenlaw et al. 2004. Penggunaan frekuensi tinggi memberikan nilai backscattering yang dominan dihasilkan oleh permukaan sedimen dibandingkan backscattering yang diberikan oleh volume sedimen. Sedangkan frekuensi yang lebih rendah nilai backscattering yang diperoleh dipengaruhi juga oleh backscattering dari volume sedimen Chakraborty et al. 2007; Mulhearn 2000.

2.5 Model Jackson