Di Indonesia teknologi hidroakustik telah diterapkan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan kelautan, namun penerapan tersebut hingga saat ini
masih sangat terbatas. Misalnya dalam dunia perikanan penerapannya baru sampai pada tahap inventarisasi awal sumberdaya ikan, sedangkan penelitian dan
penerapan teknologi hidroakustik pada daerah terumbu karang sampai saat ini relatif sangat sedikit dilakukan.
Metode akustik dianggap mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik dasar perairan, sejumlah penelitian lanjutan mengenai dasar perairan
pun dilakukan. Tingginya variasi yang terjadi pada dasar perairan membuat banyak hal yang masih belun jelas dalam pendugaan karakteristik dasar perairan
menggunakan metode akustik. Padahal seperti yang diketahui bahwa metode akustik sangat efektif pada penyediaan informasi tentang laut dalam dan dasar laut
dan telah digunakan pada laut baltik untuk klasifikasi dasar Tegowski 2005.
1.3 Kerangka Pemikiran.
Hewan bentik memiliki hubungan erat dengan jenis dasar perairan yang mereka tempati. Oleh karena itu bidang perikanan membutuhkan klasifikasi
sediment dan dasar perairan untuk memetakkan habitat bagi hewan bentik Orlowski 2007. Bermacam metode–metode konvensional survei bentik telah
digunakan untuk validasi terumbu karang seperti visual checks, line intercept transect, video dan survei–survei digital dalam melakukan klasifikasi terhadap
terumbu karang. Tetapi masih banyak kelemahannya disebabkan pengamatan cenderung tidak dapat dilakukan secara bersamaan karena sampling mencakup
daerah yang luas, serta membutuhkan waktu dan biaya yang sangat besar. Didasari oleh adanya masalah klasifikasi terumbu karang maka ada dua
kategori metode pemetaan habitat terumbu karang yaitu: berdasarkan observasi atau pengukuran langsung visual sensus dan metode tidak langsung melalui
peralatan penginderaan jauh yaitu airbone dan satelite remote sensing Green at al. 2000. Karena membutuhkan waktu dan tenaga, metode ini dinilai
tidak efektif. Selanjutnya, berkembang dua metode tidak langsung indirect berdasarkan instrumen penginderaan jauh yang digunakan, baik berdasarkan
penginderaan jauh optik optical remote sensing atau penginderaan jauh akustik
acoustical remote sensing. Lokasi penelitian dipilih pada perairan digugusan Pulau Pari yang memiliki habitat terumbu karang. Sounding akustik dilakukan
untuk mendapatkan nilai volume backscattering strength SV beberapa jenis lifeform
terumbu karang. Untuk pengambilan sampel terumbu karang dilakukan dengan observasi visual pemotretan sebagai groundtruth sampling pada lokasi
tersebut. Pengambilan sampel tersebut untuk memperoleh data klasifikasi terumbu karang pada daerah tersebut.
Secara diagramatik kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini seperti ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1 Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian.
Masalah klasifikasi substrat dasar terumbu karang Survei akustik
Observasi visual Optik
SIMRAD EY 60 Scientific echosounder
Raw data Pengukuran akustik terumbu
Echo logging Echo post processing
sofware Volume backscaterring strength SV
Surface backscattering strength SS Penyelaman
Photo Identifikasi
visual
Jenis lifeform terumbu karang
Validasi
TVG GPS
Noise filtering
Klasifikasit Lifeform Terumbu Karang Berbasis Akustik
1.4 Tujuan Penelitian