Nilai pH pada Berbagai Kombinasi Substrat

23 Peningkatan atau penurunan produksi gas tidak menunjukkan banyaknya kandungan metan CH 4 pada suatu biogas. Biogas yang dapat menimbulkan nyala api adalah yang mengandung metan CH 4 lebih dari 55. Pengujian nyala api ini dilakukan dengan melewatkan gas pada nyala api lilin. Biogas dikatakan menimbulkan nyala api, apabila api lilin berubah menjadi api biru dan membesar saat dilewatkan sejumlah gas. Sedangkan, biogas dikatakan tidak menimbulkan nyala api, bila api lilin menjadi padam saat dilewatkan sejumlah gas. Pada digester tahap I, keseluruhan perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif menghasilkan biogas yang tidak menimbulkan nyala api, karena sekitar 75 proses yang terjadi adalah proses hidrolisis dan pembentukan asam yang menghasilkan karbondioksida CO 2 . Sedangkan pada digester tahap II, setiap perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif menghasilkan biogas dengan nyala api pada hari yang berbeda-beda. Pada kombinasi 90 LC :10 LA , biogas menimbulkan nyala api pada hari ke 35, 36, 37, 38, dan 39, sedangkan pada kombinasi 80 LC :20 LA timbul nyala api pada hari ke 34, 35, dan 40. Berbeda pula pada kombinasi 70 LC :30 LA yang menimbulkan nyala api pada hari ke 33, 35, 38, dan 39. Pengujian terhadap nyala api ini membuktikan bahwa pada digester tahap II reaksi dominan yang terjadi adalah reaksi metanogenesis yang menghasilkan gas dominan berupa metana. Nyala api ini juga membuktikan kualitas biogas pada kombinasi 90 LC :10 LA lebih baik karena nyala api terjadi sebanyak lima hari, diikuti kombinasi 70 LC :30 LA dan 80 LC :20 LA sebanyak empat dan lima hari. Hasil pengujian terhadap nyala api dapat dilihat pada Lampiran 10. Jika dilihat pada kedua digester, kombinasi 90 LC :10 LA menghasilkan gas lebih tinggi dibandingkan kombinasi lainnya dan menunjukkan tren peningkatan pada digester tahap I dan digester tahap II. Kombinasi 90 LC :10 LA menghasilkan gas lebih tinggi, karena mampunyai imbangan CN paling optimum sebesar 22,26 sebagaimana yang dinyatakan oleh Simamora et al. 2006, bahwa imbangan CN yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 20-25. CN yang tidak optimum dapat mengganggu proses pembentukan biogas, karena substrat yang mengandung CN terlalu rendah akan meningkatkan produksi ammonia dan menghambat produksi metana sedangkan CN yang terlalu tinggi mengindikasikan terlalu sedikit unsur nitrogen yang berakibat buruk bagi pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis sel baru bagi mikroorganisme, karena sebanyak 16 sel bakteri terdiri dari unsur N Deublein, 2008. Faktor lain yang mengakibatkan tingginya produksi gas pada kombinasi 90 LC :10 LA adalah rendahnya nilai TVS, yang menandakan jumlah bahan organik dalam bahan. Jumlah TVS dalam substrat harus sesuai dengan kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi TVS menjadi VFA dan kemampuan dalam mengkonsumsi VFA hingga menjadi biogas. Apabila kemampuan mikroorganisme tidak seimbang, akan terjadi penumpukan VFA yang menyebabkan penurunan pH secara drastis dan menghambat aktivitas bakteri pembentuk metana Gerardi, 2003. Fenomena ini terjadi pada perlakuan 80 LC :20 LA , yang akan dibahas lebih rinci pada sub sub-bab 4.3.2.

4.3 NILAI pH DAN SUHU

4.3.1 Nilai pH pada Berbagai Kombinasi Substrat

Nilai pH kedua digester kombinasi 90 LC :10 LA terlihat pada Gambar 11, pada digester tahap I keeratan hubungan antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sangat rendah, bernilai negatif, dan tidak nyata sebesar -0,153. Waktu fermentasi Xi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH Yi, sehingga tren nilai pH selama waktu fermentasi tidak bisa ditentukan. 24 Pada digester tahap II keeratan hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi rendah, bernilai positif dan nyata, sebesar 0,558. Pada digester tahap II sekitar 31,24, nilai pH ditentukan oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 68,76 ditentukan oleh faktor lain. Waktu fermentasi Xi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH Yi dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,034X + 5,567, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap nilai pH sebesar 0,034. Nilai pH ini mengalami tren peningkatan selama 40 hari waktu fermentasi. Nilai pH tertinggi pada digester tahap I sebesar 6,33 dan pada digester tahap II sebesar 7,33. Hasil persamaan garis regresi antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi kombinasi 90 LC :10 LA pada D1 dan D2 dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12. Gambar 11. Nilai pH kombinasi 90 LC :10 LA pada digester tahap I dan digester tahap II Nilai pH kombinasi 80 LC :10 LA pada kedua digester terlihat pada Gambar 12. Pada digester tahap I keeratan hubungan antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sangat rendah, bernilai positif, dan tidak nyata sebesar 0,259. Waktu fermentasi Xi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH Yi, sehingga tren nilai pH selama waktu fermentasi tidak bisa ditentukan. Pada digester tahap II keeratan hubungan antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,772. Sekitar 59,64 nilai pH pada digester tahap II dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 40,36 ditentukan oleh faktor lain. Waktu fermentasi Xi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH Yi dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,055X + 5,066, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap nilai pH sebesar 0,055. Nilai pH ini mengalami tren peningkatan selama 40 hari waktu fermentasi . Nilai pH tertinggi pada digester tahap I sebesar 6,67 dan pada digester tahap II sebesar 7,67. Hasil persamaan garis regresi antara waktu fermentasi dan nilai pH kombinasi 80 LC :10 LA pada digester tahap I dan digester tahap II dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. 25 Gambar 12. Nilai pH kombinasi 80 LC :20 LA pada digester tahap I dan digester tahap II Nilai pH kombinasi 70 LC :10 LA pada kedua digester terlihat pada Gambar 13. Pada digester tahap I keeratan hubungan antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sangat rendah, bernilai positif, dan tidak nyata sebesar 0,168. Waktu fermentasi Xi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH Yi, sehingga tren nilai pH selama waktu fermentasi tidak bisa ditentukan. Pada digester tahap II keeratan hubungan antara waktu fermentasi Xi dan nilai pH Yi yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,682. Sekitar 46,58 nilai pH ditentukan oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan sekitar 53,42 ditentukan oleh faktor lain. Waktu fermentasi Xi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH Yi dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,049X + 5,866, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap nilai pH sebesar 0,049. Nilai pH ini mengalami tren peningkatan selama 40 hari waktu fermentasi . Nilai pH tertinggi pada digester tahap I sebesar 6,67 dan pada digester tahap II sebesar 8,67. Hasil persamaan garis regresi antara waktu fermentasi dan nilai pH kombinasi 70 LC :10 LA pada digester tahap I dan digester tahap II dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Gambar 13. Nilai pH kombinasi 70 LC :30 LA pada digester tahap I dan digester tahap II Nilai pH seluruh kombinasi limbah cair dan lumpur aktif pada digester tahap II berada pada rentang 5,33-8,67 dan mengalami tren peningkatan di setiap perlakuan, nilai ini lebih tinggi 26 dibandingkan nilai pH pada digester tahap I yang berada diantara rentang 5,00-6,67. Hal ini menunjukkan bahwa waktu fermentasi pada digester tahap II mempunyai korelasi positif terhadap nilai pH dan dapat dijelaskan melalui garis regresi. Sedangkan garis regresi tidak dapat diterima pada seluruh kombinasi pada digester tahap I. Nilai pH harian dapat dilihat pada Lampiran 17. Pada awal reaksi fermentasi anaerobik, nilai pH akan menurun seiring produksi VFA. Setelah itu, bakteri pembentuk methan akan mengkonsumsi VFA dan alkalinitas diproduksi, pH akan meningkat dan mencapai kestabilan Gerardi, 2003. Pembentukan VFA banyak terjadi pada digester tahap I dan konsumsi VFA oleh bakteri pembentuk metana banyak terjadi pada digester tahap II.

4.3.2 Nilai pH pada Digester Tahap I dan Digester Tahap II