Surut astromis terendah Teori analisis pasang surut

Bulan Purnama Kuartal Pertama = = posisi bulan tegak lurus bumi-matahari sehingga gaya tarik matahari memperlemah gaya tarik bulan untuk membangkitkan pasut. Sumber: Pugh 1987 Gambar 4. Pengaruh posisi bulan dan matahari terhadap pasut fase bulan

2.2. Surut astromis terendah

Lowest Astronomical Tide LAT atau yang disebut surut astronomis terendah adalah permukaan laut terendah yang dapat diramalkan dan terjadi oleh pengaruh benda-benda astronomi maupun dalam kondisi meteorologis normal Pugh, 1987. Surut astronomis terendah menurut definisi IHO International Hydrographic Organisation adalah sebagai chart datum, yaitu acuan bagi tinggi permukaan air yang berlaku untuk survei dan pemetaan, navigasi dan kegiatan oseanografi. Perhitungan surut astronomis terendah sebagai chart datum merupakan prediksi dari periode pengamatan yang panjang dan secara teoritis Pasang Purnama Bulan Baru Kuartal Terakhir Matahari Matahari Pasang Perbani Pasut oleh bulan Mean Sea Level Pasut oleh matahari Kombinasi Pasut memerlukan waktu 18,6 tahun. Namun, secara praktis surut astronomis terendah dapat dihitung dari peramalan satu tahun data pengamatan Bakosurtanal, 2006. Surut astronomis terendah merupakan bagian dari datum pasut yang merupakan suatu acuan dalam melakukan pengukuran pasang surut. Posisi surut astronomis terendah dalam datum pasut dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber: Pugh 1987 Gambar 5. Datum pasang surut Keterangan: 1. Highest Astronomical Tide HAT merupakan permukaan laut tertinggi yang dapat diramalkan oleh kombinasi benda-benda astronomis dan berada dalam pengaruh meteorologis normal. 2. Mean Higher High Water MHHW merupakan rata-rata dari air tinggi tetinggi pada saat pasang. 3. Mean High Water MHW merupakan rata-rata air tinggi pada saat pasang. 4. Mean Sea Level MSL merupakan rata-rata permukaan laut. 5. Mean Low Water MLW merupakan rata-rata air rendah pada saat surut. Laut Darat 6. Mean Lower Low Water MLLW merupakan rata-rata air rendah terendah pada saat surut.

2.3. Teori analisis pasang surut

Tujuan utama dari studi mengenai pasang surut adalah sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, selain itu juga dimaksudkan untuk dapat meramalkan kondisi pasut di suatu tempat. Peramalan pasut yang baik diperlukan untuk berbagai keperluan navigasi, hidrografi dan perencanaan bangunan laut dan pantai. Selain itu, penentuan surut astronomis terendah juga berdasarkan pada peramalan pasut. Oleh karena itu, untuk meramalkan dengan tepat tinggi pasut di suatu tempat tertentu diperlukan informasi yang akurat mengenai berbagai komponen pasut di lokasi tersebut. Komponen pasut sendiri didapatkan dari suatu analisis pasut terhadap data pengamatan tinggi muka laut selama jangka waktu tertentu Pugh, 1987. Menurut Pugh 1987, metode analisis pasut didasarkan pada perhitungan gerak sistem bumi, bulan dan matahari sebagai gaya penggerak pasutnya karena adanya hubungan yang erat antara gerak bulan dan matahari dengan hasil pengamatan pasut. Namun, kondisi pasut di suatu tempat umumnya berbeda dengan kondisi setimbangnya karena laut memberikan respon yang rumit terhadap pasut setimbang yang dihasilkan oleh adanya pantai dan kedalaman laut yang berbeda-beda. Ada tiga metode analisis pasut, yaitu metode non harmonik, metode harmonik, dan metode respons. Metode non harmonik didasarkan atas perhitungan hubungan antara waktu air tinggi dan air rendah dengan fase bulan dan berbagai parameter astronomis lainnya. Metode harmonik didasarkan pada tinggi muka laut yang dianggap sebagai superposisi dari sejumlah gelombang komponen harmonik pasut yang kecepatan sudut serta fasenya dapat dihitung berdasarkan parameter astronomis. Metode respon didasarkan pada pengembangan konsep dari teknik elektronik dimana frekuensi tergantung pada sistem respon dari suatu mekanisme yang bergerak Pugh, 1987. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode harmonik karena metode ini telah digunakan secara luas untuk keperluan teknik maupun ilmiah. Hipotesa yang digunakan dalam analisis harmonik adalah hukum yang dikemukakan oleh Laplace, yaitu gelombang komponen pasut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang dilewati sehingga amplitudo akan mengalami perubahan dan fase mengalami keterlambatan, namun frekuensi kecepatan sudut setiap komponen adalah tetap. Jadi, tinggi muka laut di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai superposisi dari berbagai gelombang komponen harmonik pasut. Oleh karena itu, tinggi muka laut   t T dapat ditulis dalam persamaan berikut Pugh, 1987:            k n n n n n n n u V g t f H Zo t T 1 cos  .......... 2 dimana, n H = amplitudo rata-rata komponen harmonik ke-n Zo = rata-rata tinggi permukaan laut Mean Sea Level n  = kecepatan sudut dari komponen harmonik ke-n t = waktu yang dinyatakan dalam GMT Greenwich Mean Time n g = fase komponen pasut ke-n k = jumlah komponen n f = faktor koreksi nodal untuk komponen harmonik ke-n selama satu periode nodal 18,6 tahun n n f H = amplitudo sebenarnya dari komponen harmonik ke-n pada waktu t di tempat pengamatan data n n u V  = argumen astronomi atau harga argumen dari pasut setimbang komponen ke-n pada saat t=0 dan dihitung di GMT Analisis harmonik pasut merupakan suatu metode untuk menghitung besarnya nilai n H dan n g dari data pengamatan terhadap muka air laut di lokasi tertentu. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan analisis harmonik pasut tersebut sehingga diharapkan dapat ditentukan nilai n H dan n g dari setiap lokasi penelitian untuk menentukan surut astronomis terendahnya.

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi stasiun pasut dapat dilihat pada Gambar 6, berada di Perairan Indonesia terluar bagian Barat hingga Selatan, yaitu stasiun pasut Sabang, Sibolga, Padang, Cilacap dan Benoa. Posisi geografis dari masing-masing stasiun pasut tersebut adalah stasiun pasut Sabang terletak pada koordinat 5°50’ LU dan 95°20’ BT, Sibolga 1°45’ LU dan 98°46’ BT, Padang 0°57’ LS dan 100°22’ BT, Cilacap 7°45’ LS dan 109°01’ BT, dan Benoa 8°45’ LS dan 115°13’ BT. Gambar 6. Peta lokasi stasiun pasang surut Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2008 sampai bulan Maret 2009, penelitian dimulai dengan proses pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pemantauan Pasang Surut Indonesia, Bakosurtanal Badan