Rasionalitas Penggunaan Obat Rekam Medis

15 sehingga akan meningkatkan tekanan darah. Antagonis kalsium bekerja menghambat ion kalsium di ekstrasel sehingga kontraktilitas jantung kembali normal. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah verapamil, diltiazem, nifedipin dan amlodipin. Penggunaan tunggal maupun kombinasi, obat ini efektif menurunkan tekanan darah. Untuk terapi hipertensi golongan obat ini sering dikombinasikan dengan ACEi, penyekat beta, dan penyekat alfa Fauci, dkk., 2008.

2.5 Rasionalitas Penggunaan Obat

Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah dan untuk masa yang memadai dengan biaya yang terendah. Bila pasien menerima obat atau menggunakan obat tidak sebagaimana dinyatakan dalam definisi di atas, itulah pengobatan yang tidak rasional. Dari sisi obatnya, dikenal istilah misuse yang artinya adalah penggunaan obat yang tidak bijak. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat kita lihat dalam bentuk peresepan obat oleh dokter. Berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan dokter dalam meresepkan obat dapat dilihat dalam gambar 2.4. Gambar 2.4 Berbagai faktor yang menentukan keputusan dokter dalam meresepkan obat WHO, 2006. 16 Ketidakrasionalan penggunaan obat juga dapat menyebabkan medication error. Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah Cohean, dkk., 1991. Kejadian medication error terdapat empat fase, salah satunya adalah fase prescribing penulisan resep Ariani, 2005. Hal ini berkaitan dengan faktor yang menentukan keputusan dokter dalam meresepkan obat. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat kita lihat dalam bentuk pemberian dosis yang berlebihan overprescribing atau tidak memadai underprescribing, penggunaan banyak jenis obat yang sebenarnya tidak diperlukan polifarmasi, menggunakan obat yang lebih toksik padahal ada yang lebih aman, penggunaan obat yang tidak sesuai dengan rutenya dan memberikan beberapa obat yang berinteraksi. Bentuk lain ketidakrasionalan pengobatan adalah extravagant prescribing, kebiasaan meresepkan obat mahal padahal tersedia obat yang sama efektifnya dan lebih murah, baik dalam kelompok yang sama atau berbeda kelompok Sadikin, 2011.

2.6 Medication Appropriateness Index

2.6.1 Definisi Medication Appropriateness Index

MAI Medication Appropriateness Index adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur kesesuaian resep dengan menggunakan kriteria sebagai alat pengukur dari setiap masing-masing obat dalam resep. Untuk setiap kriteria memiliki tingkatan evaluasi apakah obat sesuai, sedikit sesuai atau tidak sesuai sama sekali. Para pengembang instrumen MAI mengidentifikasi area penting dari peresepan obat yang digunakan untuk menciptakan sebuah alat yang bisa mengetahui berbagai efek lain dari peresepan terapi obat, diterima atau 17 tidaknya suatu obat dan kondisi klinik pasien. Dari berbagai informasi yang dikumpulkan para pengembang menciptakan sepuluh kriteria MAI, yang disajikan dalam bentuk instrumen pertanyaan Hanlon, dkk., 1992.

2.6.2 Klasifikasi Medication Appropriateness Index

Hanlon, dkk., 1992 mengklasifikasikan MAI menjadi 10 kriteria : a. Indikasi obat, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut. b. Efektivitas, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi mendapatkan obat yang kurang efektif. c. Dosis, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut tidak tepat. d. Petunjuk yang benar, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi pasien tidak mendapatkan instruksi penggunaan obat yang benar dari tenaga kesehatan. e. Penggunaan yang benar, keadaan dimana pasien mempunya kondisi medis dan dan mendapatkan obat yang benar tetapi tidak menjalankan instruksi penggunaan obat yang benar dari tenaga kesehatan. f. Interaksi obat-obat, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang benar tetapi mendapatkan obat lain yang memiliki potensi terjadinya interaksi obat dengan obat. g. Interaksi obat-penyakit, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat tetapi mendapatkan obat yang berpotensi menyebabkan interaksi dengan penyakit lain yang diderita pasien. 18 h. Duplikasi, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis tetapi menerima lebih dari satu obat dengan jenis, dosis dan cara penggunaan yang sama secara bersamaan. i. Durasi, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis tetapi menerima obat dengan frekuensi yang salah. j. Biaya, keadaan dimana pasien mempunyai kondisi medis tetapi pasien tidak mendapatkan obat dikarnakan kendala biaya. Adapun kasus dari masing-masing kriteria MAI memiliki bobot poin dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Bobot yang diberikan pada masing-masing kriteria MAI Kriteria Bobot ketidaksesuaian yang diberikan 1. Apakah indikasi untuk pasien sudah benar? 3 2. Apakah obat sudah efektif dengan kondisi pasien? 3 3. Apakah dosis sudah sesuai? 2 4. Apakah sudah diberi petunjuk yang benar dari tenaga kesehatan? 2 5. Apakah sudah dipraktikan dengan benar oleh pasien? 1 6. Apakah ada potensi terjadi interaksi obat– obat? 2 7. Apakah ada potensi terjadi interaksi antara obat–penyakit? 2 8. Adakah terjadi duplikasi obat ? 1 9. Apakah durasi pemakaian obat sudah sesuai? 1 10. Apakah biaya obat dapat dipenuhi oleh pasien? 1 Hanlon, dkk., 1992 19

2.7 Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis harus dijaga dan dipelihara dengan baik. Rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang- kurangnya harus membuat data mengenai : a. Identitas pasien b. Tanggal dan waktu c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik e. Diagnosis f. Rencana penatalaksanaan g. Pengobatan danatau tindakan h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik j. Persetujuan tindakan bila diperlukan Permenkes, 2008 20

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei deskriptif, yang dilakukan secara prospektif. Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer berupa data yang diperoleh langsung melalui pengisian kuesioner.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah pasien penderita hipertensi yang berobat jalan ke Puskesmas di Kota Medan. Ada empat 4 Puskesmas yang mewakili dari 39 Puskesmas Kota Medan dipilih berdasarkan jumlah kunjungan pasien terbanyak pada 6 bulan sebelumnya.

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien penderita hipertensi yang melakukan pengobatan di Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Teladan, Puskesmas Darussalam, dan Puskesmas Helvetia pada periode September- November 2014 yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: a. Pasien hipertensi yang menggunakan terapi antihipertensi b. Pasien yang bersedia secara suka rela menjadi responden Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah: a. Pasien yang tidak mengikuti penelitian hingga selesai b. Pasien yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik