Pengaruh Limbah Cair Pengolahan Ikan Segar Terhadap Kualitas Air Laut Di Sekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR

TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

PAINDOAN NAIBORHU

097006016/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR

TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai salah satu syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Progam Studi Magister Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Universitas Sumatera Utara

Oleh

PAINDOAN NAIBORHU

097006016/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis :

PENGARUH LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP

KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN

PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG

BEDAGAI

Nama Mahasiswa : PAINDOAN NAIBORHU Nomor Pokok : 097006016

Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Tini Sembiring. MS) (Drs.Ahmad Darwin, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan FMIPA

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D) (Dr. Sutarman, M.Sc)


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR

TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGEI

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2011

PAINDOAN NAIBORHU 097006016


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : PAINDOAN NAIBORHU

N omor Pokok : 097006016

Program Studi : Ilmu Kimia

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non – Exclusif Royalty Free Right) atas

Tesis saya yang berjudul :

PENGARUH LIBMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN PANTAI SUNGAI NIPAH

KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikanTesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2011

PAINDOAN NAIBORHU


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 22 Juni 2011

__________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Tini Sembiring. MS Anggota : 1. Drs.Ahmad Darwin, M.Sc

2. Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc 4. Prof. Dr.Pina Barus, MS

5. Dr. Mimpin Ginting, MS 6. Prof.Dr. Yunazar Manjang


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Drs. Paindoan Naiborhu

Tempat dan Tanggal Lahir : Ramunia, 1 Juni 1960

Alamat Rumah : Jln. Kompleks BTN Jati Permai Lubuk

Pakam

Telepon/Hp : 061 – 7952544 / 081263748153

Email : -

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 2 Lubuk Pakam

Alamat Kantor : Jln. Hamparan Perak Lubuk Pakam

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Methodist Ramunia Tamat :1972

SMP : SMP Nasional Ramunia Tamat : 1975

SMA : SMA Negeri 2 Medan Tamat : 1979

Strata -1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1984


(8)

PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Semua parameter yang dianalisis terhadap outlet limbah telah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha/Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan kecuali BOD yaitu 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007; 100 mg/L ). Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan Wisata Bahari antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah TSS ( 36,4 mg/L ), BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar

oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) adalah TSS ( 22,2 mg/L ). Sampel

pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang naik ( Titik F ) dan masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari. Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Untuk sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel dari pertemuan limbah dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) maupun saat pasang naik ( Titik F ) ternyata masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Hasil penelitian sampel yang diperoleh disimpulkan pada jarak 50 meter ( Titik B ) hingga 500 meter ( Titik C ) dari outlet limbah kurang layak dijadikan untuk wisata bahari dan bahkan dapat mengganggu kehidupan biota laut perairan sekitar pantai.

Kata Kunci : limbah outlet, air laut, parameter, baku mutu, Suhu, pH, TSS, BOD, sulfida, amonia.


(9)

THE EFFECT OF FRESH FISH PROCESSING WASTE WATER QUALITY OF SEA WATER IN THE COASTAL WATERS

AROUND PANTAI SUNGAI NIPAH DISTRICT SERDANG BEDAGAI

ABSTRACT

The research of influence of fresh fish processing waste water on sea water quality at Sungai Nipah Beach Kecamatan Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai had been carried out. All parameters that were analyzed against the outlet of waste had supplied with Waste Water Quality Standards for work / Activity Processing of fishery Products except BOD is 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007 ; 100 mg/L).

Various parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for marine tourims activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ) are TSS ( 36,4 mg/L), BOD ( 78,04 mg / L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg/L ).The sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ), are TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfide ( 0,0181 mg/L ), Ammonia ( 0,624 mg/L ). For the predicted sea water samples are not polluted by wasteat low tide ( Point D ) are TSS ( 22,2 ) . Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg/L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). and predicted sea water samples are not polluted by waste at high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for marine tourims activities.

For some parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for Marine Biota activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ), are BOD( 78,04 mg/ L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg /L ), For sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ) are BOD ( 36,58 mg/ L ), Sulfide ( 0,0181 mg/ L ). Ammonia ( 0,624 mg/L ). Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg /L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). And predicted sea water sample are not polluted by low tide ( Point D ) and high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for Marine Biota activities. The results of researching obtained samples are concluded at a distance of 50 meters ( Point B ) to 500 meters ( Point C ) is not visible to be used for marine tourism and can disturb the live biota around the coastal waters.

Keywords : waste outlet, sea water, parameter, quality standards, TSS, BOD, sulfida, amonia.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul ”Pengaruh Limbah Cair Pengolahan Ikan Segar Terhadap Kualitas Air Laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Gubernur Sumatera Utara, H Gatot Pudjonogroho ST c.q. Ketua

Bappeda Provinsi Sumatera Utara memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga beserta Bapak Drs

Ramlan M,Pd selaku kepala sekolah SMA Negeri 2 Lubukpakam yang telah memberikan kesempatan dan izin kuliah kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr. dr. Syahril Pasaribu, DT & H.MScz(CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk memperoleh pendidikan.

4. Ketua Program Studi Kimia Bapak Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr Hamonangan Nainggolan selaku Sekretaris Prodi Kimia yang senantiasa memberikan bimbingan dalam perkuliahan.

5. Ibu Dr. Tini Sembiring, MS, selaku Pembimbing Utama dan Bapak Drs. Ahmad

Darwin, M.Sc , selaku anggota komisi pembimbing tesis yang setiap saat dengan penuh

perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

6. Kepala Pusat Laboratorium Uji Mutu (Lembaga Penelitian Universitas Sumatera

Utara) beserta Staf dan Asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan.

7. Rekan- rekan mahasiswa Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana USU angkatan

2009 yang telah banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan penelitian.


(11)

8. Kepada keluarga, yaitu Istri ( Tiori Sitanggang SPd ), anak-anakku Tersanyang ( dr.Anne Curie Naiborhu/Richard Nayer Parningotan Simaremare SH, Firdolin Joen Naiborhu, Ruth Hardiyanti Hersana Naiborhu S.ked, Frendy Jose Novedo Naiborhu ) yang memberikan semangat dengan penuh perhatian, doa restu serta dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Semoga Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan berkat dan rahmatnya kepada kita semua dan tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2011 Penulis


(12)

DAFTAR I S I

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ……… ...ii

KATA PENGANTAR……… iii.

DAFTAR ISI………...v

DAFTAR TABEL………...ix

DAFTAR GAMBAR………. ...x

DAFTAR LAMPIRAN………. ...xi

BAB 1 PENDAHULUAN... ...1

1.1. Latar Belakang………...1

1.2. Rumusan Masalah ………...2

1.3. Pembatasan Masalah………...2

1.4. Tujuan Penelitian………. ...2

1.5. Manfaat Penelitian………... ...2

1.6. Lokasi Penelitian………. ...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4

2.1. Air………... ...4

2.2. Air Laut... ...5

2.3. Salinitasi Air Laut... ...5

2.4. Limbah... ...6

2.5. Indikator Air Limbah... ...8

2.6. Ikan atau Tilapia... .21

2.6.1. Fillet Ikan Nila...26

2.6.2. Penanganan Fillet... ...26

BAB 3 METODE PENELITIAN... ...27

3.1. Bahan-bahan...27

3.2. Alat-alat... ...28


(13)

3.3.1. Penyediaan Bahan Pereaksi...29

3.3.2. Metode Pengambilan Sampel...32

3.3.2.1. Lokasi Pengambilan sampel... ...32

3.3.2.2. Cara Pengambilan Sampel...33

3.3.2.3. Pengawetan Sampel...33

3.3.3. Prosedur Pengukuran Sampel...33

3.3.3.1. Prosedur Pengukuran suhu... ...33

3.3.3.2. Prosedur Pengukuran TSS... ...33

3.3.3.3. Prosedur Pengukuran pH... ...34

3.3.3.4. Prosedur Pengukuran Sulfida... ...34

3.3.3.4.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi Sulfida... ...34

3.3.3.4.2. Prosedur Pengukuran Kadar Sulfida Dari Sampel...34

3.3.3.5. Prosedur Pengukuran BOD...35

3.3.3.6. Prosedur Pengukuran N-NH3...36

3.3.3.6.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi N-NH3 ... ...36

3.3.3.6.2. Prosedur Pengukuran N-NH3 untuk Sampel...36

3.4. Bagan Penelitian... ...37

3.4.1. Prosedur Penentuan TSS... ...37

3.4.1.1. Penentuan Berat Kering Kertas...37

3.4.1.2. Penentuan Nilai TSS dari Sampel...37

3.4.2. Prosedur Pengukuran pH...38

3.4.3. Pengukuran Konsentrasi Sulfida... ...38

3.4.3.1. Pembuatan Kurva Standar Sulfida... ...38

3.4.3.2. Pengukuran Sulfida Sampel... ...39

3.4.4. Prosedur Penentuan BOD...40

3.4.4.1. Prosedur Penentuan DO0...40

3.4.4.2. Prosedur Penentuan DO5...41


(14)

3.4.5.1. Penentuan Kurva Standar N-NH3 ...42

3.4.5.2. Penentuan Kadar N-NH3 Sampel ... ...42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...43

4.1. Hasil Analisis Sampel...43

4.1.1. Pentuan pH dan Suhu... ...43

4.1.2. Penentuan Nilai Total Padatan Tersuspensi (TSS) ...44

4.1.3. Pengukuran Kadar Sulfida...45

4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi... ...45

4.1.4. Penentuan Kadar Sulfida 48

4.1.5. Penentuan Nilai BOD5... ..48

4.1.6. Pengukuran Kadar Amoniak ... ...52

4.1.6.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi... ...52

4.1.7. Penentuan Kadar Amoniak ...55

4.2. Pembahasan...56

4.2.1 Perbandingan hasil penelitian sampel pada outlet 56 4.2.2. Perbandingan hasil penelitian sampel air laut... 57

4.2.2.1. Suhu dan pH... 58

4.2.2.2 Total Padatan Tersuspensi... 59

4.2.2.3 BOD... ...59

4.2.3. Perbandingan hasil penelitian sampel air laut dari beberapa titik pengambilan sampel. 61 4.2.3.1 Suhu,TSS,dan pH. 61 4.2.3.2 BOD,Sulfida dan Amoniak...63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ...65

5.1. Kesimpulan... ...65

5.2. Saran... ...66


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul ...Halaman

Tabel 2.1. Baku Mutu Air Laut untuk beberapa Logam berat……… ...…………..15

Tabel 2.2. Status kualitas air berdasarkan kandungan DO…...………...17

Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi Ikan Nila……… ...………23

Tabel 4.1.1. Data Hasil Pengukuran pH dan Suhu …... ………….………43

Tabel 4.1.2. Data Hasil Pengukuran TSS 44

Tabel 4.1.3. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida untuk Kurva Kalibrasi 45 Tabel 4.1.4. Penurunan Persamaan Garis Regreasi dengan Metode Least Square untuk pengukuran kadar Sulfida. 45 Tabel 4.1.5. Data Hasil Pengukuran Kadar Sulfida………… ……... 48

Tabel 4.1.6. Data Hasil Pengukuran Nilai BOD5... 51

Tabel 4.1.7. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Amoniak Untuk kurva Kalibrasi 52 Tabel 4.1.8. Penurunan Persamaan Garis Regreasi dengan Metode Least Square untuk pengukuran kadar Amoniak 52

Tabel 4.1.9. Data Hasil Pengukuran Kadar Amoniak... 55

Tabel 4.2.1. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Outlet Limbah. 56 Tabel 4.2.2. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Air Laut untuk

Wisata Bahari 57

Tabel 4.2.3. Hasil Pengukuran Sampel yang berasal dari Air Laut untuk

Biota Laut 61


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul...Halaman

Gambar 1 Denah Pengambilan Sampel...32

Gambar 2 Kurva Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Sulfida… ...47

Gambar 3 Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Larutan Standar Amoniak …...54

Gambar 4 Diagram Hasil Analisis Berbagai Parameter dari Sampel Outlet ...57

Gambar 5 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter Suhu, dan pH...58

Gambar 6 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter TSS,BOD, Sulfida dan Amoniak...60

Gambar 7 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter Suhu,TSS, dan pH...62

Gambar 8 Diagram Hasil Analisis Air Laut untuk Parameter BOD,Sulfida, dan Amoniak 64


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul ...Halaman Lampiran 1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No 6 Tahun 2007...69

Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari 70 Lampiran 3. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut... 73

Lampiran 4. Gambar mengambil samppel air laut pada Outlet... 77

Lampiran 5. Gambar mengambil samppel air laut pada titik D ... 78

Lampiran 6. Gambar wisatawan domestik sedang ... 79

Lampiran 7. Gambar Nelayan sedang mengemasi sampan... 80

                   


(18)

PENGARUH LIMBAH CAIR PENGOLAHAN IKAN SEGAR TERHADAP KUALITAS AIR LAUT DI SEKITAR PERAIRAN

PANTAI SUNGAI NIPAH KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut disekitar Perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Semua parameter yang dianalisis terhadap outlet limbah telah memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha/Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan kecuali BOD yaitu 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007; 100 mg/L ). Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan Wisata Bahari antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah TSS ( 36,4 mg/L ), BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar

oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) adalah TSS ( 22,2 mg/L ). Sampel

pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang naik ( Titik F ) dan masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari. Beberapa parameter dianalisis yang tidak memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut antara lain: Sampel pertemuan limbah outlet dengan air laut saat pasang surut ( Titik B ) adalah BOD ( 78,04 mg/L ), Sulfida ( 0,0208 mg/L ), Amonia ( 0,695 mg/L ). Untuk sampel air laut yang masih dipengaruhi limbah saat pasang surut ( Titik C ) adalah BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfida ( 0,0181 mg/L ), Amonia ( 0,624 mg/L ). Sampel dari pertemuan limbah dengan air laut saat pasang naik ( Titik E ) adalah BOD ( 28,45mg/L ), Sulfida ( 0,0167 mg/L ), Amonia ( 0,640 mg/L ). Serta sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat pasang surut ( Titik D ) maupun saat pasang naik ( Titik F ) ternyata masih memenuhi Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Hasil penelitian sampel yang diperoleh disimpulkan pada jarak 50 meter ( Titik B ) hingga 500 meter ( Titik C ) dari outlet limbah kurang layak dijadikan untuk wisata bahari dan bahkan dapat mengganggu kehidupan biota laut perairan sekitar pantai.

Kata Kunci : limbah outlet, air laut, parameter, baku mutu, Suhu, pH, TSS, BOD, sulfida, amonia.


(19)

THE EFFECT OF FRESH FISH PROCESSING WASTE WATER QUALITY OF SEA WATER IN THE COASTAL WATERS

AROUND PANTAI SUNGAI NIPAH DISTRICT SERDANG BEDAGAI

ABSTRACT

The research of influence of fresh fish processing waste water on sea water quality at Sungai Nipah Beach Kecamatan Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai had been carried out. All parameters that were analyzed against the outlet of waste had supplied with Waste Water Quality Standards for work / Activity Processing of fishery Products except BOD is 116,26 mg/L ( PerMen Lingkungan Hidup No.06 tahun 2007 ; 100 mg/L).

Various parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for marine tourims activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ) are TSS ( 36,4 mg/L), BOD ( 78,04 mg / L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg/L ).The sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ), are TSS ( 32,4 mg/L ), BOD ( 36,58 mg/L ), Sulfide ( 0,0181 mg/L ), Ammonia ( 0,624 mg/L ). For the predicted sea water samples are not polluted by wasteat low tide ( Point D ) are TSS ( 22,2 ) . Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are TSS ( 34,4 mg/L ), BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg/L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). and predicted sea water samples are not polluted by waste at high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for marine tourims activities.

For some parameters that were analyzed that do not fulfill Quality Standards for Marine Biota activities are ; Samples in mixing the waste water outlet to the sea water at low tide ( Point B ), are BOD( 78,04 mg/ L ), Sulfide ( 0,0208 mg/L ), Ammonia ( 0,695 mg /L ), For sea water samples that are still influenced by waste at low tide ( Point C ) are BOD ( 36,58 mg/ L ), Sulfide ( 0,0181 mg/ L ). Ammonia ( 0,624 mg/L ). Samples of mixing the waste water outlet with sea water at high tide ( Point E ) are BOD ( 28,45 mg/L ), Sulfide ( 0,0167 mg /L ), Ammonia ( 0,640 mg/L ). And predicted sea water sample are not polluted by low tide ( Point D ) and high tide ( Point F ) and can fulfill Quality Standards for Marine Biota activities. The results of researching obtained samples are concluded at a distance of 50 meters ( Point B ) to 500 meters ( Point C ) is not visible to be used for marine tourism and can disturb the live biota around the coastal waters.

Keywords : waste outlet, sea water, parameter, quality standards, TSS, BOD, sulfida, amonia.


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri saat ini sangat berperan dalam peningkatan taraf kehidupan manusia, namun seiring dengan kehadiran perkembangan industri tersebut berbagai kemungkinan hasil sampingan yang diperoleh dapat mengganggu kelestarian kehidupan mahluk hidup maupun lingkungan sekitar. Sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri dapat berupa gas/debu, cair atau padat yang disebut limbah. (http://

),dapat menimbulkan

pencemaran lingkungan sekitar terhadap air, tanah dan udara.

Perairan air laut seperti di daerah pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin yang merupakan tempat pembuangan limbah cair digunakan oleh para wisatawan baik lokal maupun domestik dan juga nelayan setempat untuk mencari ikan. Saat kegiatan pembuangan air limbah ke daerah pantai, warna air laut sekitar pembuangan limbah cair pengolahan ikan segar secara visual dapat dilihat adanya perubahan, di samping itu ada juga dirasakan bau yang kurang sedap.

Kegiatan dari perusahaan pengolahan ikan segar untuk eksport tersebut memerlukan air pencuci yang cukup banyak sehingga akan menghasilkan limbah cair. Dalam melakukan pengolahan limbah industri terutama limbah cair perlu dilakukan analisa terhadap jenis dan karakteristik limbah tersebut terlebih dahulu agar dapat dilakukan penanganan dengan efektif dan efisien. Untuk mengetahui karakteristik limbah cair dapat dilakukan beberapa analisa, sehingga kita mengetahui air limbah yang dihasilkan suatu industri dapat dikatakan sudah aman bagi lingkungan atau tidak.


(21)

Atas dasar itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejauh mana Pengaruh limbah cair pengolahan ikan segar terhadap kualitas air laut disekitar perairan pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten SerdangBedagai.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah air buangan dari pengolahan ikan segar yang dibuang ke perairan laut sudah memenuhi baku mutu limbah cair yang ditetapkan.

2. Seberapa jauh jarak pengaruh air limbah buangan pengolahan ikan segar mempengaruhi kualitas perairan air laut sekitar pantai Sungai Nipah kecamatan Pantai Cermin jika diukur dari garis pantai.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini parameter yang diukur adalah Suhu, TSS, pH, Sulfida, BOD, Ammoniak baik limbah cair pengolahan ikan segar maupun air laut tempat pembuangan air limbah tersebut.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kualitas limbah cair pengolahan ikan segar serta kualitas air laut sekitar pantai sebagai badan air penerima pembuangan akhir.

2. Untuk mengetahui sejauhmana jarak pengaruh limbah cair buangan pengolahan ikan segar terhadap kualitas perairan air laut sekitar Pantai Sungai Nipah kecamatan Pantai Cermin jika diukur dari garis pantai.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang kualitas limbah cair pengolahan ikan segar serta dampaknya terhadap perairan air laut disekitarnya.


(22)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA- Universitas Sumatera Utara, dan disekitar pantai perairan laut Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin secara In Situ .

   

                           


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan makhluk hidup di dunia ini. Kondisi dan sumber daya air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut (Darmono,1995). Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Secara garis besar total volume air yang ada yaitu air asin dan air tawar di dunia adalah 1.385.984.610 km 3 , terdiri atas ( UNESCO, dalam Chow dkk, 1988 ) air laut 96,54 % dan 1,73 % ada dibagian kutub,1,69 % berupa air tanah, 0,04 % yang ada dipermukaan bumi dan udara. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suat yaitu melalui banyak tempat atau negara di dunia ini masih ada yang kekurangan persediaan air bersih. Air dapat berwujud satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut (William, 2001).

Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Menurut dokter dan ahli kesehatan, manusia dianjurkan mengkonsumsi air minum 8 liter dalam satu hari. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60 % dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat dalam larutan air (Enger dan Smith, 2000). Air juga merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam yang mempunyai karakteristik unik, jika dibandingkan dengan sumber daya alam lainnya. Dimana air merupakan sumber daya alam yang terbaharui dan


(24)

dinamis. Artinya sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu dan musimnya sepanjang tahun (Chow dkk,1988).

2.2. Air Laut

Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 garam (namun tidak seluruhnya, garam dapur atau NaCl) dan material lainnya seperti gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. (UNESCO,1978 dalam Chow dkk., 1988).

Laut, menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya bersifat sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar 100 °C) karena panasnya itu karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium karbonat. Sinar Matahari yang masuk menyinari Bumi dan mengakibatkan terjadinya proses sehingga volume air laut di Bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian di Bumi yang awalnya terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan, menyebabkan air laut semakin asin.

2.3. Salinitas air laut

Air laut secara alami merupakan air saline mengandung 3,5 % garam- garaman, gas-gas terlarut, bahan- bahan organik dan partikel partikel tak terlarut. keberadaan garam garam mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas, kompresibilitas, titik beku, dan temperature dimana densitas menjadi maksimum beberapa tingkat. Beberapa sifat seperti viskositas, daya serap cahaya tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh


(25)

jumlah garam dilaut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis. 

Garam-garam yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potassium (1%), dan sisanya kurang dari 1% terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strosium dan

fluorida. . Ada

tiga sumber utama garam-garam di laut yaitu pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Salinitas atau kadar garam ialah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air. Biasanya dinyatakan dengan satuan gram per liter. Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang komplek, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dengan air laut yang lebih berat, juga ditentukan oleh pengadukan air (Nontji, 1993). Salinitas tertinggi biasanya ditentukan disekitar mulut estuari. Semakin ke hulu sungai, salinitas akan semakin menurun. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh , Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30% (Goetz, P.W., 1986). Penyelidikan komposisi air laut pertama sekali diselidiki oleh seorang ahli oseanografi W.Dittmar pada tahun 1873 dengan menggunakan contoh air laut sebanyak 77 sampel dari beberapa perairan di Samudera Pasifik, Hindia, dan Atlantik melalui ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S.Challenger

2.4. Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi domestik (rumah tangga) maupun industri, yang lebih dikenal sebagai sampah, dan kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena dapat merugikan bagi kehidupan sekitar. Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik


(26)

tersuspensi maupun terlarut seperti protein, karbohidrat, lemak dan juga unsur-unsur anorganik seperti garam, logam serta mikroorganisme.

Unsur- unsur organik tersebut memberikan corak kualitas air buangan dalam sifat-fisik kimiawi maupun biologi (Fair et al., 1979 ; Sugiarto, 1987). Sifat fisik air buangan domestik pada umumnya mempunyai suhu sedikit lebih tinggi dari air minum. Temperatur ini dapat mempengaruhi aktifitas mikroba, kelarutan dari gas dan viskositas. Warna air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu, serta dalam kondisi septik air buangan akan berwarna hitam. Bau air buangan segar biasanya mempunyai bau seperti sabun atau bau lemak dan dalam kondisi septik akan berbau sulfur dan kurang sedap. Kekeruhan pada air buangan sangat tergantung dari kandungan zat padat tersuspensi, dan pada umumnya air buangan pekat akan mempunyai kekeruhan yang tinggi. Air limbah memberikan efek dan gangguan buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan (Sugiarto, 1987).

Kualitas air menjadi menurun sebagai akibat dari masuknya berbagai limbah, baik limbah cair maupun padat kedalam aliran air ataupun danau. Limbah tersebut berasal dari :

1. Daerah pemukiman, yaitu berupa limbah domestik, yang bahan pencemar umumnya berupa bahan-bahan organik seperti: karbohidrat, minyak dan lemak, protein dan lain-lain.

2. Daerah pertanian, bahan pencemar dapat berupa resudi pestisida, pupuk dan lain-lain.

3. Daerah peternakan dan perikanan, bahan pencemar umumnya berupa sisa-sisa makanan ternak, kotoran ternak dan lain-lain.

4. Kawasan industri, bahan pencemar dapat berupa bahan-bahan organik, unsur-unsur lain seperti logam berat, serta barang berbahaya dan beracun lainnya.

Berbagai kegiatan/industri memang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap kualitas lingkungan termasuk air. Oleh sebab itu, pemerintah telah menetapkan baku mutu limbah cair untuk berbagai jenis kegiatan maupun industri seperti yang diatur pada KEPMEN LH. NO.51/ MENLH/10/1995, yang isinya


(27)

antara lain perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan.

Yang dimaksud dengan baku mutu limbah cair adalah batas maksimum nilai-nilai paremeter limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan (badan air)yang disebut juga dengan istilah Nilai Ambang Batas. Sedangkan limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh suatu kegiatan atau industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (air ). Itulah sebabnya sebelum dibuang ke sistem perairan, limbah cair terlebih dahulu harus diolah pada Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), sampai kualitas yang dicapai memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Namum pada kenyatannya kebanyakan industri maupun kegiatan lain masih membuang begitu saja limbahnya ke badan air, tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air.

2.5. Indikator Air Limbah

Untuk mengetahui kualitas air ada beberapa cara yang dilakukan seperti melakukan analisa terhadap parameter fisik dan kimia.Beberapa parameter yang bisa digunakan berfungsi sebagai indikator air yang tercemar adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Bau , Rasa, dan Warna

Bau air tergantung dari sumber airnya, dapat juga disebabkan oleh bahan- bahan kimia seperti adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor, protein dan bahan organik (Mahida,1992), serta adanya ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang terkandung didalamnya, seperti air yang berbau sulfit oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme anaerob. Bau busuk yang menyerupai bau hidrogen sulfida


(28)

menunjukkan adanya air limbah yang busuk. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan tergantung pada jenis dan banyaknya gas yang ditimbulkan (Gintings, 1992). Bau yang paling menyerang adalah bau yang berasal dari hidrogen sulfida.

Pentingnya bau dalam penentuan kondisi air limbah ditunjukkan oleh kenyataan bahwa konsentrasi yang sangat kecil dari pada sesuatu zat tertentu dapat ditelesuri dari baunya. Misalnya konsentrasi dari kira kiar 0,037 mg/l ammoniak dapat menimbulkan bau ammoniak yang sedikit menyengat, konsentrasi 0,0011mg/l daripada hidrogen sulfida menyebarkan bau khas telur busuk , konsentrasi 0,0026 mg/l karbon disulfida menimbulkan bau yang tidak enak dan memuakkan. Air dalam keadaan normal memiliki karakteristik yang bersih, tidak berwarna dan tidak mempunyai rasa. Biasanya perubahan warna dikarenakan adanya macam macam warna bahan buangan dari suatu industri seperti industri tekstil. Namun belum tentu air berwarna lebih berbahaya daripada air yang tidak berwarna. Standar warna limbah, meliputi coklat muda, berumur enam jam berwarna abu-abu tua, sedangkan air limbah yang mengalami pembusukan oleh bakteri anaerob berwarna hitam. Sedangkan perubahan bau dapat dikarenakan kandungan protein yang berasal dari limbah industri, sedangkan perubahan rasa dikarenakan adanya perubahan asam dan basa atau tercampurnya bahan pencemar (Hadihardja , 1977).

2 . Perubahan Suhu

Suhu air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, ukuran-ukuran suhu adalah berguna dalam memperlihatkan kecenderungan aktivitas-aktivitas kimiawi dan biologis, pengentalan, tekanan uap, tegangan permukaan dan nilai-nilai penjenuhan dari pada benda- benda padat dan gas. Tingkat oksidasi zat organik jauh lebih besar selama musim panas dari pada selama musim dingin. Nitrifikasi dari ammoniak secara kasar berlipat ganda dengan naiknya suhu sampai 10 oC.


(29)

bagi kehidupan biota air. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang berbeda beda. Secara umum, suhu berpengaruh langsung terutama terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme, namun tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan dispersi hewan air. Pada daerah tropis termasuk Indonesia, suhu permukaan laut berkisar antara 28oC – 31oC dan pada daerah subtropis 15 C – 20oC (Nontji, 1984 ).

Perubahan suhu dapat disebabkan adanya mesin pemanas dan pendingin, atau akibat proses pengolahan limbah bahan organik oleh bakteri anaerob. Pembusukan anaerobik juga sebagian besar dipengaruhi oleh perubahan suhu. Jarang pembusukan terjadi didaerah titik beku, sedangkan tingkatan pembusukan terjadi kira-kira empat kali lebih besar pada suhu 27oC jika dibandingkan pada suhu 8oC. Air panas hasil buangan suatu industri akan meyebabkan penurunan oksigen terlarut. Sedangkan pembuangan air dingin dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan mikroorganisme.

3. Kekeruhan

Kekeruhan dapat disebabkan karena adanya endapan, zat koloidal, zat organik yang terurai secara halus, jasad renik dan lumpur (Mahida, 1992), serta bahan bahan tersuspensi pada suatu bahan pencemar yang biasanya ditimbulkan oleh adanya bahan organik oleh buangan industri, debu, plankton atau organisme lainnya. Nilai kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi fotosintesis.

Selain itu kekeruhan akan mengganggu organ-organ pernafasan dan alat penyaring makanan dari organisme perairan yang dapat menyebabkan kematian (Wardoyo, 1981). Sampah industri dapat menambah sejumlah besar zat-zat organik yang menghasilkan kekeruhan. Air cucian dijalanan juga menambah kekeruhan, semakin luar biasa kekeruhan semakin banyak limbahnya. Kekeruhan diukur dalam bagian-bagian persejuta dalam ukuran berat atau dengan milligram per liter, Namun


(30)

ukuran tersebut umumnya terbatas pada air dan kadang kadang hanya dibuat untuk limbah dan selokan.

4. Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Total padatan tersuspensi merupakan materi atau bahan tersuspensi yang menyebabkan kekeruhan air terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid (Canter dan Hill, 1979 dalam Wardoyo, 1975).

Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa kedalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi kedalam perairan dapat

menimbulkan kekeruhan air.

Menurut Mays (1996), Total Padatan Tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang tertahan pada kertas saring millipore berdiameter pori 0,45μm. Nilai total padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter biofisik perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang terjadi di daratan maupun di perairan. Total padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya kedalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung total padatan terlarut (total dissolved solid) yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Total padatan tersuspensi dapat memberikan pengaruh yang luas dalam ekosistem perairan.

Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya kedalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Erosi tanah akibat hujan lebat dapat mengakibatkan naiknya nilai total padatan tersuspensi secara mendadak (Sastrawijaya,2000). Banyak mahluk hidup memperlihatkan toleransi yang cukup


(31)

tinggi terhadap kepekatan total padatan tersuspensi, namun total padatan tersuspensi dapat menyebabkan penurunan populasi tumbuhan dalam air,hal ini disebabkan oleh turunnya penetrasi cahaya kedalam air (Connel dan Miller, 1995). Oleh karena itu penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan dan buangan domestik yang tercemar serta dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu air, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Berdasarkan Kepmen-LH No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut Total padatan tersuspensi sebesar 20 mg/ l.

5. Keasaman (pH)

Karakteristik limbah yang memerlukan pemeriksaan terperinci adalah pH. Pada waktu limbah industri disalurkan kedalam saluran saluran air kotor umum, perlu dipastikan bahwa pH nya berada antara 5,5 sampai 8,5. Akan tetapi jika volume limbah industri tersebut komparatif besar, pH nya harus berada dalam batas yang lebih sempit yaitu 7 sampai dengan 8. Banyak limbah industri bersifat alkali keras, misalnya buangan limbah industri pabrik kulit, pembuatan gas karbit, penggosokan tekstil, pencelupan dengan cat dan sulfur. dapat juga bersifat asam keras misalnya buangan dari pembuatan asam, pencelupan wool, karbonisasi kapas, serta pengalengan buah-buahan.

Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi beberapa faktor antara lain oleh proses fotosintesis biologi dan adanya berbagai jenis kation dan anion diperairan tersebut. Air yang normal memiliki pH antara 6,5-7,5. Perubahan pH ini karena adanya buangan asam basa dari suatu industri. Merujuk pada baku mutu air laut untuk kegiatan wisata bahari Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu pH 7 – 8,5. Sedangkan air limbah domestik yang normal biasanya mengandung sedikit basa. Pengendalian pH suatu limbah sangat berguna dan sesuai dengan susunan yang cocok untuk organisme-organisme


(32)

khusus yang terlibat dalam pembenahan air limbah dan sampah industri dengan proses-proses biologis.

6. Sulfur

Sulfur atau belerang adala mempunyai simbol S dan berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau. Sulfur, dalam bentuk aslinya, adalah satu kristal padat yang berwarna kuning. Dalam alam ia ditemukan dalam bentuk unsur murni atau dalam bentuk mineral untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua dalam

Hidrogen sulfida (H2S) dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas

asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). Asam sulfida merupaka dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika Seperti di yang timbul dari aktivitas

Sebagai suplemen, belerang tersedia dalam dua bentuk , dimetil sulfoxide (DMSO) dan methylsulfonylmethane (MSM). Sekitar 15% dari DMSO terurai menjadi MSM dalam tubuh. Kedunya digunakan sebagai pengobatan untuk rasa sakit. DMSO terjadi secara alami di beberapa tanaman (seperti ekor kuda), buah- buahan dan sayuran dan susu. Suplemen menggabungkan DMSO dengan peroksida hidrogen. MSM penting dalam kesehatan karena membantu membentuk jaringan ikat ( tulang rawan, tendon dan ligamen). Hal ini juga dapat memperlambat impuls saraf yang mengirimkan sinyal rasa sakit, mengurangi rasa sakit.


(33)

digunakan sebagai pelarut industri, juga untuk tujuan pengobatan. Makanan dan obat administrasi telah disetujui untuk menggunakan DMSO intravesical (artinya dokter menanamkannya dalam kandung kemih). Hal ini juga digunakan dalam krim dan diminum untuk sakit serta kondisi lain. Tidak seperti MSM, DMSO diserap melalui kulit.

7. Adanya Radioaktivitas Pada Air

Adanya radioaktivitas pada air limbah dikarenakan adanya bahan sisa radioaktif dari suatu industri maupun dari bahan-bahan yang mengandung radioaktif. Limbah radioaktif dapat berasal dari pemanfaatan sumber radioaktif dari suatu industri, rumah sakit (diagnostik dan therapy), dan laboratorium. Limbah radioaktif dapat diklassifikasikan atas dasar jumlah radiasi dan jenis radiasi yang memancar. Umumnya limbah radioaktif dibagi menjadi menjadi dua yaitu : a. Limbah radioaktif tingkat tinggi (High Level Waste). b. Limbah radioaktif Tingkat rendah (Low Level Waste).

Sumber radioaktif itu sendiri berasal dari :

a. Alam lingkungan kita sendiri yang telah mendapatkan radioaktif alam seperti dari tanah, sinar kosmik sebagai akibat peluruhan Uranium dan Thorium.

b. Industri-industri yang memanfaatkan tenaga nuklir.

c. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Penggunaan teknologi nuklir dapat menghasilkan limbah radioaktif yang tidak terpakai, maupun bahan bekas serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioisotop karena operasi nuklir dan tidak dapat digunakan lagi. Hal ini merupakan kendala untuk pengembangan lebih lanjut, sehingga diperlukan pemecahan dengan menggunakan suatu metode analisis yang tepat yaitu “Cost Benefit Analysis”


(34)

8. Adanya Bahan–bahan Logam Berat

Berbagai kandungan logam berat yang ada dalam air limbah antara lain: cromium, tembaga, merkuri, timbal, cadmium, nikel, seng. Bahan kimia ini yang sering mencemari sumber air minum lewat air buangan oleh industri, namun bahan ini tidak disangkal juga bahwa sebagian berasal dari limbah pertanian akibat bahan dari campuran pestisida terutama Hg.

Pencemaran logam berat dapat terjadi pada air laut tempatnya para nelayan mencari ikan yang pada akhirnya masyarakat mengkonsumsi ikan tersebut. Logam berat tersebut masuk kedalam tubuh manusia lewat ikan-ikan yang telah mengandung merkuri karena air laut terkena pencemaran. Efek toksisitas merkuri terutama pada susunan sarap pusat, ginjal, saluran pencernaan dan gangguan pada mata serta kardiovaskuler dimana Hg ini terakumulasi.

Untuk logam Hg kadar < 0,001 ppm yang relatif rendah belum berbahaya bagi biota laut perairan terutama ikan, sesuai dengan Kepmen KLH N0 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk beberapa logam berat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Baku Mutu air laut untuk beberapa logam berat

No Logam terlarut Satuan Baku Mutu

1 Raksa (Hg) mg/L 0,001

2 Kromium (Cr) mg/L  0,005

3 Timbal (Pb) mg/L  0,008

4 Kadmium (Cd) mg/L  0,001

5 Zinkum (Zn) mg/L  0,05


(35)

9. Nitrogen

Nitrogen sebagai salah satu nutrient terdapat dalam protein. Sedangkan protein merupakan komposisi utama plankton dan sebagai dasar semua jaringan makanan yang bertalian dengan air. Dalam plankton terdapat 50 % protein atau 7 sampai 10% nitrogen. Ada tiga tendon (gudang) nitrogen dalam alam. Pertama ialah udara, kedua senyawa anorganik (nitrat, nitrit, ammoniak), dan ketiga ialah senyawa organik (protein,urea,dan asam urik). Nitrogen terbanyak ada di udara lebih kurang 78 % dari volumenya.

Nitrogen juga terdapat sebagai bahan organik dan diubah menjadi ammonia oleh bakteri sehingga menghasilkan bau busuk dan bisa menyebabkan permukaan air menjadi pekat sehingga tidak dapat ditembus cahaya matahari. Nitrogen organik terikat pada unsur pokok sel mahluk hidup seperti misalnya purin, peptida, asam-asam amino, dan dalam air limbah domestik. Kebanyakan dari nitrogen organik berada dalam bentuk protein-protein atau produk yang diakibatkan oleh degradasi

(penurunan kadar nilai).

Nitrogen organik berubah menjadi ammoniak dengan proses pembusukan secara anaerobik, sedangkan nitrit atau nitrat secara aerobik. Nitrogen anorganik seperti ammonia, nitrit, gas nitrogen dapat terlarut dalam air. Nitrogen nitrit jarang terjadi dalam konsentrasi yang lebih besar dari 1 mg/L di dalam air limbah dan selokan selokan. Terdapatnya nitrit dengan demikian dapat menunjukkan adanya air limbah yang pembenahannya tidak sempurna. Nitrat mewakili produk akhir dari pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen.

10. DO ( Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus


(36)

atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty and Oleom, 1994).

Difusi oksigen atmosfer ke air terjadi secara langsung pada kondisi air diam karena pergolakan massa air oleh angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.

Kadar oksigen akan berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries and Mills, 1996). Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan oleh adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari berbagai sumber, seperti kotoran hewan dan manusia, bahan-bahan buangan dari industri maupun rumah tangga.

Menurut Connel and Miller (1995), sebahagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Lee et al. (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan, seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Status kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al, 1978). No Kadar oksigen terlarut Status kualitas air

1 > 6 Tidak tercemar s/d tercemar sangat

ringan

2 4,5 -- 6,4 Tercemar ringan

3 2,0 -- 4,4 Tercemar sedang


(37)

DO (Dissolved Oxygen) yang menunjukkan jumlah kandungan oksigen didalam air dapat digunakan sebagai indikasi seberapa besar jumlah pengotoran limbah. Semakin tinggi oksigen terlarut maka semakin kecil tingkat pencemaran. kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya pencemaran bahan organik dengan bertambahnya dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk dalam perairan (Nybakken, 1982). Prinsip analisa oksigen terlarut berlangsung oleh adanya oksigen dalam sampel yang akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan kedalam larutan pada keadaan alkalis, sehingga terjadi

endapan MnO2. Dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan

dibebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisa dengan metode titrasi iodometris yaitu dengan larutan standard tiosulfat dengan indikator kanji, dengan reaksi sebagai berikut :

MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + K2SO4

Mn(OH)2 + ½ O2 MnO2 + H2O

MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH (pada pH rendah)

I2 + 2 S2O3= S4O6= + 2 I

Hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigennya semakin berkurang. Baku mutu air laut kegiatan wisata bahari untuk konsentrasi oksigen terlarut yang ditetapkan sesuai dengan PP No.82 Tahun 2001 yaitu > dari 3 mg/L.

11. COD (Chemical Oxygen Demand)

Angka COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik


(38)

pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses kimia. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik baik yang biodegradable maupun yang nonbiodegradable (Boyd,1990).

Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai akan teroksidasi (Boyd,1990 ;Metcalf & Eddy, 1991).

12. BOD (Biochemical Oxigen Demand). Adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin , 1988 ; Metcalf & Eddy, 1991 ). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.

Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOo) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yaitu 20oC yang disebut dengan DO5. Selisih DOodengan DO5 ( DOo - DO5 ) merupakan nilai BOD yang

dinyatakan dalam milligram oksigen per liter (mg/L).

Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi iodometri (metode winkler) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap,


(39)

agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selama lima hari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5.

Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bilamana

nilai DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan. Pada prakteknya, pengukuran

BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang bervariasi sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri.

Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu, karena oksidasi biokimia adalah proses lambat. Dalam 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95-99 % dan dalam waktu 5 hari sekitar 60-70 % bahan organik telah terdekomposisi ( Metcalf & Eddy,1991 ).

13. Amonia (NH3 –N)

Ammoniak (NH3-N) adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen yang

ditemukan di perairan Ion ammonium (NH4+) adalah bentuk transisi dari

ammoniak. Amoniak diperairan merupakan proses reduksi senyawa nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, selain itu juga dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur. Ammoniak yang terukur pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan NH4+) (Boyd ,1990).

Ammoniak merupakan proses reduksi senyawa nitrat (denitrifikasi) atau hasil sampingan dari proses industri. Perbedaan utama ammoniak dengan nitrat adalah dalam hal toksisitas dan mobilitasnya, dimana ammoniak memiliki toksisitas yang lebih tinggi (Goldman dan Horne, 1988). Pada ekosistem perairan umumnya


(40)

ammoniak terdapat dalam bentuk ion terdissosiasi NH4+ (ammonium) menjadi NH3

(ammoniak) yang ketosisitasnya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Didaerah perairan, ammonia berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air. Ammoniak yang terukur pada perairan alami adalah ammoniak total (NH3 dan

NH4+) (Boyd 1990).

Nitrogen amoniak dapat ditentukan dengan metoda Nessler yang terdiri dari suatu analisa kimiawi dengan menggunakan spektrofotometer. Reagen Nessler K2HgI4 akan bereaksi dengan NH3 dalam larutan yang bersifat basa,menghasilkan

kolloid berwarna kuning coklat sesuai reaksi berikut:

2 K2HgI4 + NH3 + 3 KOH I-Hg -O- Hg - NH2 + 7 KI + 2 H2O

Kadar ammoniak bebas pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L ( perikanan sebaiknya kurang dari 0,02 mg/l (Nemerow, 1991). Produk larutan komersil ammoniak berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baume (sekitar 300 persen berat ammoniak pada 15,5 oC . Penggunaan ammonia banyak digunakan pada proses industri pupuk urea, bahan kimia (asam nitrat, ammonium pospat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), dan industri pulp dan kertas (Eckenfelder,1989).

2.6. Ikan Nila atau Tilapia (Oreochromis niloticus).

Ikan Nila atau Tilapia bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yaitu ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan di Indonesia. Ikan ini merupakan ikan asli perairan Sungai Nil di Afrika. Namun secara resmi ikan nila tidak masuk dari Afrika melainkan dari Taiwan. Nama nila diambil dari nama latinnya yaitu nilotica yang mengacu pada asal ikan ini, yaitu Sungai Nil. Di luar negeri biasa disebut nile atau tilapia.


(41)

Filum : Chordota Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces

Subkelas : Achanthopterigii Ordo : Perciformes Familia : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila masuk ke Indonesia pada tahun 1969, dan secara resmi nama nila mulai digunakan sebagai nama spesies di Indonesia sejak tahun 1972. Setelah itu melalui penelitian dihasilkan berbagai macam ikan nila Strain unggul yang diliris oleh pemerintah antara lain Nila GIFT (Genetic improvement of farmed tilapias) , BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapias), Nirwana (Nila Ras Wanayasa), Gesit berasal dari rekayasa mutasi hormonal nila Gift generasi ketiga dan Red NIFI (Nila Merah), Citra lada, Hitam 69 (Oreochromis niloticus Bleeker), JICA (Japan for International Cooperatin Agency), Cangkringan, Larasati (Nila Janti).

Ikan Nila secara umum masih kerabat dekat dengan ikan mujahir (Oreochromis mossambicus). Karakteristik fisik pada beberapa strain ikan nila juga ada mirip dengan ikan mujahir. Bahkan masih ada masyarakat yang belum dapat membedakan antara ikan nila dengan ikan mujahir. Ikan nila sangat mudah beradaptasi dengan kondisi perairan. Mulai dari tambak pinggir air laut, kerambah ditengah aliran sungai, ditengah waduk atau danau hingga di kolam air. Bahkan tidak hanya itu, para petani padi di beberapa daerah di Pulau Jawa juga sudah


(42)

banyak yang menebar benih ikan nila di persawahannya yang bertujuan untuk menambah pendapatan mereka, namun jarang yang membudidayakannya secara intensif.

Berikut ini tabel kandungan gizi ikan nila pada berbagai macam strain, diantaranya BEST, Nirwana, Gesit, dan Red NIFI.

Tabel 2.3. Kandungan Nutrisi Ikan Nila.

Sumber : BARPBAT – Trubus No. 480 – November

Keunggulan ikan nila sebagai konsumsi ikan air tawar tidak hanya digemari oleh petani ikan saja . Banyak kalangan yang memelihara ikan ini hanya untuk hobi atau kesenangan saja. Namun ada juga yang serius membudidayakan secara komersial. Salah satu industri yang membudidayakan ikan nila secara komersial adalah PT Aquafarm Nusantara yang berlokasi di Surakarta, jawa tengah ini setiap bulannya mengekspor fillet nila ke USA sebanyak 252 ton. Untuk mendukung kesediaan barang, perusahaan PT. Aquafarm Nusantara telah mempersiapkan budi daya ikan nila di Wunut (300 ton/tahun), KJA di Wonogiri (700 ton/tahun) dan Waduk Wadaslintang di Wonosobo (1500 ton/tahun). Selain itu terdapat juga kolam di Lubuk Naga, Sumatera Utara dengan kapasitas produksi 200 ton per tahun dan sekitar Danau Toba berkapasitas produksi 4000 ton per tahun.

Berat Kering Strain Kadar air

(%) Protein (%)

Lemak (%)

Abu (%)

Serat (%)

Karbohidrat (%)

BEST 65,49 56,46 23,02 115,02 1,98 8,84

Nirwana 66,99 54,97 22,27 15,56 1,89 5,31

Gesit 66,77 57,49 18,51 13,20 1,96 8,84


(43)

Pengolahan ikan segar yang berada dikawasan perairan Pantai Sungai Nipah Kecamatan Pantai Cermin melakukan proses pencucian ikan terlebih dahulu. Ikan tersebut dibelah dan dibersihkan, tentu saja hasil pencucian ikan tersebut yang mengandung protein atau asam amino, lemak maupun sisa sisa kotoran ikan ditampung dalam kolam limbah dan diproses dengan instalasi pengolahan air limbah. Protein yng terkandung dalam limbah tersebut akan terdegradasi oleh mikro organisme sehingga menghasilkan kandungan nitrogen dalam bentuk amoniak baik dalam bentuk nitrat.

2.6.1. Fillet Ikan Nila

Fillet ikan nila adalah salah satu produk hasil perikanan dengan bahan baku daging ikan nila yang telah disayat dari batas operculum (tutup insang) sampai pangkal ekor.Tulang belakang dan tulang rusuk yang membatasi badan dengan rongga perut tidak terpotong pada waktu penyayatan. Ada beberapa alur proses atau tahapan yang harus dilalui hingga terbentuk fillet yang diinginkan dan dimulai dari penerimaan ikan nila, penyiangan, pencucian pertama, pemfilletan, pencucian kedua fillet, pengemasan fillet, penyimpanan di freezer.

2.6.2. Penanganan Fillet

Fillet yang diperoleh harus segera dipak dalam wadah yang sesuai dengan secepatnya dan setiap saat fillet harus didinginkan untuk mencegah penurunan mutu dan selalu menjaga kebersihan. Fillet umumnya digunakaan dalam pembuatan “fish block” atau tujuan lain. Fillet (tanpa tulang) yang dicetak dengan menekan fillet dalam suatu cetakan kayu atau aluminium kemudian dibekukan menjadi suatu balok ikan yang padat dengan dimensi tertentu. Fillet dipotong persegi di ujungnya dan dimasukkan dalam box apakah sejajar atau melintang terhadap panjang box. Ujung fillet yang tebal diletakkan pada sisi box. Bagian tengah yang melengkung karena ditempati bagian fillet yang tipis harus ditambah fillet lagi,lalu seluruhnya ditekan.


(44)

Penyusunan dan penekanan dilakukan berulang sampai box sedikit berlebih. Box lalu ditutup, ditekan dan permukaan diratakan. Cetakan dan box kemudian ditempatkan dalam kontak “ plate freezer “ dan dibekukan hingga – 38 oC selama lebih kurang 3 jam. Dalam bentuk balok,fillet mudah disimpan,diangkut dan ditangani. Selanjutnya “fish block” dapat dipotong dalam bentuk “stick” atau “portion”. Fillet yang diperoleh dari ikan yang belum dan sedang mengalami pengkakuan filletnya akan mengkerut/berlekuk atau jaringan otot pecah (gaping). Kebersihan harus dijaga karena fillet ikan sangat rentan terhadap kontaminasi bakteri penyebab pembusukan maupun bakteri patogenik yang sukar dihilangkan dengan cara-cara biasa karena kontaminan dapat mudah menyusup kedalam jaringan otot daging yang telah terbuka dari pada ikan utuh. Teknik pendinginan untuk setiap tahap pengerjaan harus dilakukan untuk menjaga ikan tetap segar dengan melindungi dari sinar matahari, angin dan sumber panas lainnya yang dapat meningkatkan suhu ikan. Untuk mengurangi drip (air dari jaringan otot yang hilang pada waktu produk beku dilelehkan) fillet dapat direndam dalam larutan garam murni 3-15 % selama 20 detik sampai 2 menit atau dalam larutan garam polifosfat 0,5 %. Untuk mencegah pengeringan dan oksidasi selama penyimpanan fillet beku harus menggunakan pembungkus atau kemasan “vegetable parchment paper” atau “ polyethylene film “ kemudian dipak dalam “waxed paper board “ atau “fiber board cartons “ dan dibekukan dalam contact plate freezer.

Untuk mencegah oksidasi dapat juga digunakan anti oksidan seperti asam askorbat (vitamin C) dan isomernya (asam isoaskorbat) atau BHT (butylated hydroxyl toluene) dan BHA (butylated hydroxyl anisole). BHT dan BHA tidak larut dalam air dan bila akan digunakan harur dilarutkan dahulu dalam alcohol kemudian diencerkan dengan air. Bekerja harus cepat tetapi cermat untuk menghindari pembusukan, pencemaran dan cacat akibat kecerobohan yang dapat berpengaruh buruk terhadap produk. Sedangkan limbah yang diperoleh dari pemfilletan agar segera disingkirkan dari pengolahan untuk menghindari pencemaran terhadap


(45)

produk. Penggunaan air pencuci yang cukup banyak yang bergabung dengan darah ikan, isi perut ikan, lemak ikan, dan sebahagian sisa daging hasil sayatan daging ikan yang mengandung protein, yang mana protein yang terkandung di dalamnya ada yang mengandung sulfur seperti sisteina dan metionina akan mengalami pembusukan akibat jumlah mikroba yang berkembang menghasilkan limbah cair yang mengandung H2S dan NH3.


(46)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

- Kertas saring Whatman

- NaOH p.a (E.Merck)

- KOH p.a(E Merck)

- Amonium klorida p.a(E Merck)

- Kanji p.a (E Merck)

- Larutan natrium tiosulfat p.a (E Merck) - Akuades

- Iodine alkalin Azida p.a (E.Merck) - Asam sulfat pekat p.a (E.Merck)

- Mangan sulfat p.a (E Merck)

- Zinkum Sulfat p.a(E Merck) - Natrium Iodida p.a(E Merck) - Merkuri Iodida p.a(E Merck) - Kalium Iodida p.a(E Merck) - Kalium Dikromat p.a(E Merck) - Larutan p-aminodimetilanilin dihidroklorida


(47)

- Asam salisilat p.a(E Merck)

- Natrium Azida p.a(E Merck)

- Natrium Sulfida p.a(E Merck) 3.2. Alat-alat

- Neraca analitik Chyo

- Botol Winkler Sibata

- Buret Pyrex

- Desikator

- Inkubator Sibata

- Pemanas Listrik Fisher

- Termometer

- Pipet volumetric Pyrex

- PH meter Hanna Instrument

- Corong Pyrex

- Pompa vakum Sibata

- Labu takar Pyrex

- Gelas Beaker Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Oven Fisher


(48)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Bahan Pereaksi

Prosedur penyediaan bahan pereaksi mengacu pada prodesur penyediaan bahan pada Standard Methods For Examination of Water and Wastewater sebagai berikut :

- Larutan Mangan Sulfat

Dilarutkan 480 g MnSO4.4H2O dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL,

ditepatkan sampai tanda tera.

- Larutan Alkali Yod Azida

Dilarutkan 500 g NaOH atau 700 g KOH dan 135 g Nal atau 150 g KI dengan air suling, diencerkan sampai 1000 mL. Ditambahkan larutan 10 g NaN3 dalam 40 mL

air suling.

- Larutan Kanji (Amilum/ Kanji)

Dilarutkan 2 g amilum dan 0,2 g asam salisilat, HOC6H4COOHsebagai pengawet

dalam 100 mL air suling yang dipanaskan (mendidih).

- Asam Sulfat 6 N

Dipipet sebanyak 23,43 ml asam sulfat pekat dengan pipet volum lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi air suling terlebih dahulu dan diencerkan sampai garis tanda.

- Larutan Natrium Tiosulfat 0,025 N

Ditimbang 3,1 g Na2S2O3.5H2O dan dilarutkan dengan air suling yang telah

dididihkan (bebas oksigen), tambahkan 1,5 mL NaOH 6 N atau 0,4 g NaOH dan dincerkan hingga 1000 mL. Dilakukan standarisasi dengan larutan kalium dikromat.

- Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,025 N Dilarutkan 3,675 g K2Cr207 yang telah dikeringkan pada 150°C selama 2 jam


(49)

- Penetapan Larutan Natrium Tiosulfat Dengan Kalium Dikromat a) Dilarutkan 14.7 g K2Cr2O7 (p.a) dalam air suling dan dilarutkan hingga 1000

mL untuk mendapatkan larutan 0,05 N. Disimpan di botol tertutup.

b) Kedalam 80 mL air suling, ditambahkan sambil diaduk 1 mL H2SO4 pekat,

10,00 mL. 0,1000 N K2Cr207 dan 1 g KI, aduk dan simpan ditempat gelap

selama 6 menit.

c) Dititrasi dengan 0,1 N Na2S203 sampai terjadi perubahan warna.

d) Hitung normalitas larutan Na2S203

- Pembuatan Larutan p-aminodimetilanilin dihidroklorida Ditimbang 0,2 gram p-aminodimetilanilin dihidroklorida dilarutkan dengan asam sulfat hingga volume 100 ml.

- Pembuatan Larutan ferri klorida 1 % Ditimbang 1 gram feri klorida dilarutkan dengan akuades sehingga volume 100 ml. - Pembuatan Larutan Baku Sulfida 1000 mg/L Ditimban 8,0625 gram Na2S.10H2O dan dimasukkan kedalam labu takar 1 liter,

kemudian dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan sampai garis tanda.

- Larutan Standar Sulfida 100 mg/L Dari larutan 1000 mg/L dipipet 10 ml kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis batas.

- Larutan Standar Sulfida 10 mg/L Dari larutan 100 mg/L dipipet 10 ml kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis batas.

- Pembuatan Larutan Seri Standar Sulfida Kedalam 5 buah labu takar 100 ml yang bersih dan kering secara terpisah dipipet dengan tepat 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ml larutan standar Sulfida 10 mg/L dan diencerkan dengan akuades hingga sampai garis batas (larutan ini mengandung berturut-turut Sulfida 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 mg/L).


(50)

- Pembuatan larutan pengencer untuk pengukuran BOD

Dimasukkan sebanyak 20 ml sampel kedalam labu takar 1 liter ditambahkan air suling ke hingga garis tanda batas dan dipindahkan dalam botol atau jerigen dan ditambahkan 1 ml masing-masing larutan buffer fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan larutan feriklorida. Campuran dihomogenkan lalu diaerasi + 1 jam dengan menggunakan pompa vakum.

- Pembuatan Larutan Baku N-NH3 1000 mg/L Ditimbang 3,147 gram NH4Cl dan dimasukkan kedalam labu takar 1 liter,

kemudian dilarutkan dengan aquadest dan diencerkan sampai garis tanda.

- Larutan Standar N-NH3 100 mg/L

Dari larutan 1000 mg/L dipipet 10 ml kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis batas.

- Larutan Standar N-NH3 10 mg/L

Dari larutan 100 mg/L dipipet 10 ml kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis batas.

- Pembuatan Larutan Seri Standar N-NH3 Kedalam 5 buah labu takar 100 ml yang bersih dan kering secara terpisah dipipet dengan tepat 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 ml larutan standar N-NH3 10 mg/L dan

diencerkan dengan akuades hingga sampai garis batas (larutan ini mengandung berturut-turut N-NH3 0,05; 0,10; 0,15; 0,20; 0,25 mg/L).

- Pembuatan Reagen Nessler

Larutkan 100 gr HgI2 dan 70 gr KI dalam sejumlah air dan tambahkan campuran ini

secara perlahan-lahan sambil diaduk, pada larutan 160 gr NaOH dalam 500 ml air yang dingin encerkan hingga 1 liter. Simpan dalam botol boron silikat dan jauhkan dari sinar matahari.


(51)

3.3.2. Metoda Pengambilan Sampel 3.3.2.1. Lokasi Pengambilan Sampel

Sampel air limbah dan air laut disekitar kawasan pantai pembuangan air limbah ditentukan koordinatnya pada empat titik yang berbeda dengan denah lokasi sbb :

s

Gambar 1. Denah pengambilan sampel       Pipa        Air 

      P A S I R      P A N T A I       Limbah          P A S I R     P A N T A I   

       

           

          B  A T A S      P A N T A I  atau       G A R I S     P A N T A I  Titik     

A

       A  I  R    L  A  U  T        J  A R A K   50  meter               T I T I K       B   dan   T I T I K     E       

                         

              J A R A K    450  meter                    

      T I T I K     C        

       A I R        L A U T       J A R A K    500   meter   

      T I T I K      D   dan   T I T I K    F         


(52)

Keterangan Gambar Titik Pengambilan Sampel :

A = Outlet terletak pada 99o4’40,9” BT dan 03o36’14,1” LU.

B dan E = Pertemuan Limbah outlet dengan Air Laut pada keadaan pasang surut dan pasang naik terletak pada 99o4’41,5” BT dan

03o36’15,3” LU.

C = Air Laut yang diprediksi masih dipengaruhi limbah terletak pada 99o4’50,0” BT dan 03o36’22,0” LU.

D dan F = Air Laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah keadaan pasang surut dan pasang naik terletak pada 99o4’58,1” BT dan 03o36’33,7”LU.

3.3.2.2. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air limbah maupun air laut disekitar kawasan pantai pembuangan air limbah dilakukan secara komposit yaitu dengan perbedaan kedalaman sebagai berikut; sampel diambil pada bagian permukaan, bagian tengah dan bagian dasar dengan volume yang sama, kemudian dihomogenkan kedalam satu wadah untuk selanjutnya dianalisa.

3.3.2.3. Pengawetan Sampel

Sampel air limbah dan air laut yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam cooler box yang terlebih dahulu diisi dengan es batu dengan perkiraan suhu 2oC. 3.3.3. Prosedur Pengukuran Sampel

3.3.3.1. Prosedur Pengukuran Suhu

Sampel diukur temperaturnya secara In Situ dengan menggunakan termometer merkuri dalam satuan oC dan dibaca skala angka yang tetap.

3.3.3.2. Prosedur Pengukuran TSS

1. Kertas saring Whatman no.40 dipanaskan di oven pada suhu 105oC selama 1 jam.


(53)

2. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Pemanasan diulangi sampai diperoleh berat konstan atau kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0,5 mg.

3. 250 ml sampel yang sudah dihomogenkan, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam corong penyaring yang sudah berisi kertas saring.

4. Kemudian disaring dengan sistem vakum.

5. Kertas saring diletakkan di atas cawan arloji, kemudian dimasukkan ke dalam oven, kemudian dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam kemudian kertas saring ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan.

6. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali. 3.3.3.3. Prosedur Pengukuran pH

1. pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH = 4, pH = 7, dan larutan buffer pH = 10.

2. Sebanyak ± 20 mL sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker 50 mL. 3. Diukur pH sampel dengan mencelupkan elektroda dari pH meter. 4. Dibaca nilai pH yang ditunjukkan oleh alat pH meter.

5. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali. 3.3.3.4. Prosedur Pengukuran Sulfida

3.3.3.4.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi Sulfida

1. Kedalam 5 buah labu takar 100 ml yang bersih dan kering secara terpisah dipipet larutan standar sulfida 10 mg/L dengan tepat 0,1;0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ml.

2. Ditambahkan 2 ml larutan p-aminodimetilanilin dihidroklorida dan 1 tetes larutan ferri klorida lalu diencerkan sampai tanda batas

3. Kemudian didiamkan selama 30 menit.

4. Diambil 5 ml masing-masing dari larutan diatas, lalu dimasukkan kedalam kuvet yang bersih dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang 670 nm.

5. Dibuat kurva absorbansi versus konsentrasi.

3.3.3.4.2. Prosedur Pengukuran Kadar Sulfida dari Sampel 1. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No 1. 2. 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.


(54)

3. Ditambahkan 2 ml larutan p-aminodimetilanilin dihidroklorida dan 1 tetes larutan ferri klorida lalu diencerkan dengan air suling sampai tanda batas. 4. Didiamkan selama 30 menit.

5. Diambil 5 ml larutan diatas, lalu dimasukkan kedalam kuvet kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang 670 nm.

6. Dihitung kadar sulfida dari sampel dengan mensubstitusi absorbansi sampel ke dalam persamaan least square.

3.3.3.5. Prosedur Pengukuran BOD5 - Pengukuran Nilai BOD5 dari Sampel.

1. Kedalam 2 botol Winkler yang bersih, dimasukkan sejumlah tertentu larutan sampel yang telah diencerkan dengan larutan pengencer sampai penuh, kemudian ditutup.

2. Satu botol Winkler tersebut disimpan dalam inkubator (suhu 20oC ± 1 oC) selama 5 hari . Botol satu lagi dianalisa untuk menentukan DOo.

3. Tutup botol Winkler untuk penentuan DOo dibuka kembali, lalu

ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iod azida, kemudian botol

Winkler ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol.

4. Dibiarkan selama ± 10 menit atau sampai terbentuk endapan putih kecoklatan.

5. Dipindahkan bagian larutan yang jernih dengan menggunakan pipet ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml.

6. Pada botol Winkler yang berisi endapan putih kecoklatan, ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat, kemudian botol Winkler ditutup dan dikocok kembali. 7. Larutan cokelat dalam botol Winkler dimasukkan ke dalam gelas

erlenmeyer 250 ml yang telah berisi larutan jernih, lalu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0250 N sampai terjadi warna larutan kuning pucat.

8. Ditambah ± 1 mL Indikator kanji sehingga akan timbul warna biru. Dilanjutkan titrasi dengan natrium tiosulfat 0,0250 N, sehingga warna biru hilang pertama kali.

9. Untuk penentuan DO5 dilakukan pekerjaan 3 s/d 8 pada larutan yang telah

diencerkan dan sudah di inkubasi selama 5 hari dalam inkubator . 10.Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali.


(55)

3.3.3.6. Prosedur Pengukuran N-NH3

3.3.3.6.1. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi N-NH3

1. Kedalam 5 buah labu takar 100 ml yang bersih dan kering secara terpisah dipipet dengan tepat 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 ml larutan standar N-NH3 10

mg/L.

2. Ditambah 1 ml reagen Nessler dengan pipet volum. 3. Diencerkan hingga garis tanda batas

4. Diukur Absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 410 nm.

5. Dibuat kurva absorbansi versus konsentrasi

3.3.3.6.2. Prosedur Pengukuran N-NH3 untuk Sampel

1. Diukur 50 ml larutan sample dan dimasukkan kedalam labu takar 500 ml 2. Ditambahkan aquades sampai garis tanda

3. Dipipet sebanyak 50 ml sampel dari labu takar dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

4. Ditambahkan 1 ml ZnSO4

5. Ditambahkan NaOH 6 N sampai pH + 10.

6. Gelas erlenmeyer dikocok sampai terbentuk flok-flok lalu didiamkan selama 20 menit sampai flok-flok tersebut mengendap.

7. Disaring, filtrat yang dihasilkan dipindahkan kedalam labu takar 50 ml. 8. Ditambahkan dengan 1 tetes larutan EDTA.

9. Ditambah 1 mL reagen Nessler dengan pipet volum. 10. Encerkan sampai garis tanda batas

11. Diukur Absorbansinya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang


(56)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Prosedur Penentuan TSS

3.4.1.1. Penentuan Berat Kertas Saring

    


(57)

3.4.2. Prosedur Pengukuran pH

3.4.3. Pengukuran Konsentrasi Sulfida 3.4.3.1. Pembuatan Kurva Standar Sulfida


(58)

(59)

3.4.4. Prosedur Penentuan BOD5

3.4.4.1. Prosedur Penentuan DO0

Larutan Sampel

Dimasukkan ke dalam 2 botol winkler

Botol Winkler I Botol winkler II

Ditutup dan dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 20oC selama 1 jam

Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 mL MnSO4

Ditambahkan 1 mL Alkali Iod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol Larutan Jernih dan Endapan

Putih Kecoklatan

Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas erlenmeyer 250 mL dengan menggunakan pipet tetes

Endapan Putih Kecoklatan Larutan jernih Ditambah 1 mL H2SO4

Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balikkan botol

Larutan Kuning

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O30,025 N sampai larutan berwarna kuning

pucat

Ditambah ± 0,5 mL indikator amilum Larutan Biru

Dititrasi kembali dengan Na2S2O30,025 N sampai warna biru hilang pertama kali

Dicatat volume Na2S2O30,025 N yang digunakan

Ditambahkan larutan pengencer sampai penuh lalu ditutup

Erlenmeyer Diaduk


(60)

3.4.4.2. Prosedur Penentuan DO5

Botol Winkler II Setelah 5 Hari

Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan

1 mL MnSO4

Ditambahkan 1 mL Alkali Iod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol

Larutan Jernih dan Endapan Putih Kecoklatan

Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas erlenmeyer 250 mL dengan menggunakanpipet tetes

Endapan Putih Kecoklatan Larutan jernih

Ditambah 1 mL H2SO4

Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balikkan botol

Larutan Kuning

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O30,025 N sampai larutan berwarna kuning pucat

Ditambah ± 0,5 mL indikator amilum Larutan Biru

Dititrasi kembali dengan Na2S2O30,025 N sampai warna biru hilang pertama kali

Dicatat volume Na2S2O30,025 N yang digunakan Hasil

Dikeluarkan dari Inkubator

Dibiarkan 10 menit

Erlenmeyer Diaduk


(61)

           

3.4.5. Penentuan Kadar N–NH3

3.4.5.1. Penentuan Kurva Standar N–NH3


(62)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Sampel

Berdasarkan analisis Suhu, TSS, Sulfida, BOD5, pH, dan Ammoniak dari

sampel limbah yang diperoleh dari daerah Pantai Sungai Nipah kecamatan Pantai Cermin di laboratorium maka didapat hasil sebagai berikut :

4.1.1 Penentuan pH dan Suhu

  Penentuan pH dan suhu dari sampel dilakukan pada saat sampel diambil dari lokasi. Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 7. Nilai pengukuran pH dan suhu dari sampel dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1.1. Data Hasil Pengukuran pH dan Suhu

No Sampel pH Suhu o

C

1 Sampel outlet limbah (Titik A) 7,2 27

2 Sampel pertemuan limbah dengan air laut saat pasang

surut(Titik B)

7,3 28

3 Sampel air laut yang diprediksi masih dipengaruhi limbah saat

pasang surut (Titik C).

7,4 28

4 Sampel air laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah saat

pasang surut (Titik D)

7,5 29

5 Sampel pertemuan limbah dengan air laut saat pasang naik

(Titik E)

7,6 29

6 Sampel air Laut yang diprediksi tidak tercemar oleh limbah

saat pasang naik (Titik F)


(1)

No. Parameter Satuan Baku Mutu

4. Kadmium (Cd) mg/I 0,001

5. Tembaga (Cu) mg/I 0,008

6. Timbal (Pb) mg/I 0,008

7. Seng (Zn) mg/I 0,05

8. Nikel (Ni) mg/I 0,05

BIOLOGI

1. Coliform (total)g MPN/100 ml 1000(g) 2. Patogen sel/100 ml nihil1 3. Plankton sel/100 ml tidak bloom6

RADIO NUKLIDA

1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/I 4

Catatan :

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai   dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik   internasional maupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam   dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual)

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis   (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm.

6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi.

Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrisi, cahaya, suhu,   kecepatan arus, dan kestabilan palnkton itu sendiri.

7. TBT adalah zat antofouling yang biasanya terdapat pada cat kapal.


(2)

c. Diperolehkan terjadi perubahan sampai dengan <20C dari suhu alami. d. Diperolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH.

e. Diperolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor

g. Diperolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.

Menteri Negara

Lingkungan Hidup,

ttd

Nabiel Makarim, MPA.,MSM Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,

Hoetomo, MPA

 

 


(3)

Lampiran   4 

               

             

 

 

 

 

 


(4)

   

                                       

SEDANG MENGAMBIL SAMPEL PADA TITIK B SAAT

AIR LAUT SURUT

SEDANG MENGAMBIL SAMPEL PADA TITIK D SAAT AIR

LAUT SURUT


(5)

Lampiran

  

6

 

WISATAWAN DOMESTIK SEDANG BERMAIN

DI PANTAI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(6)

NELAYAN

 

LOKAL

 

SEDANG

 

MENGEMAS

 

SAMPAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

NELAYAN

 

SEDANG

 

MENCARI

 

IKAN