g. Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentusakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
2.3 Anak Berkebutuhan Khusus
Anak  berkebutuhan  khusus  adalah  anak  yang  mengalami  gangguan  tumbuh kembang fisik dan mental WHO dalam Menkes RI, 2010. Menurut Somantri 2007
dalam Zakarya 2013:2 anak  berkebutuhan  khusus  adalah  anak  yang  memiliki kelainan pada fisik, emosi, mental, intelektual dan sosial. Berdasarkan konsep diatas
dapat disimpulkan  bahwa  anak  berkebutuhan  khusus  ABK  adalah  anak  yang mengalami  hambatan  pertumbuhan  dan  perkembangan  yang  disertai  gangguan pada
fisik,  emosi,  mental,  sosial,  dan  intelejensi  yang  memerlukan  penanganan dan perlakuan khusus untuk  memfasilitasi semua kebutuhan. Anak berkebutuhan khusus
adalah  mereka  yang  memerlukan  penanganan  khusus    yang  berkaitan  dengan kekhususannya.  Anak  berkebutuhan  khusus  saat  ini  menjadi  istilah  baru  bagi
masyarakat  kota.  Jika dipahami  lebih  dalam  lagi  maksud  dari  anak-anak berkebutuhan khusus, istilah ini sudah tidak terlalu asing di Indonesia, istilah ini lebih
populer dengan istilah anak luar biasa Fadhli, 2010: 16. Istilah  berkebutuhan  khusus  secara  eksplisit ditujukan  kepada  anak  yang
dianggap  mempunyai kelainanpenyimpangan  dari  kondisi  rata-rata  anak normal umumnya,  dalam  hal  fisik,  mental  maupun karakteristik  perilaku  sosialnya  Efendi
dalam  Abdullah, 2013: 1. Berdasarkan Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia Nomor 72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa jenis kelainan peserta didik atau
anak  berkebutuhan  khusus  terdiri  atas  1kelainan  fisik  meliputi  tunanetra  yaitu kerusakan  atau  cacat  mata  yang  mengakibatkan  seseorang  tidak  dapat  melihat  atau
buta,  tunarungu  yaitu  kerusakan  atau  cacat  pendengaran  yang  mengakibatkan seseorang tak dapat mendengar atau tuli atau pekak, dan tunadaksa yaitu cacat tubuh
2kelainan  mental  meliputi  tunagrahita  ringan  dan  tunagrahita  sedang yaitu keterbelakangan mental 3kelainan perilaku meliputi tunalaras yaitu gangguan atau
hambatan  atau  kelainan  tingkah  laku  sehingga  kurang  dapat  menyesuaikan  diri dengan  baik  terhadap  lingkungan  keluarga,  sekolah,  dan  masyarakat, 4kelainan
ganda yaitu gabungan kelainan fisik dan mental. 2.3.1
Anak Tunagrahita Istilah  untuk  anak tunagrahita  sangat  bervariasi.  Dalam  bahasa  indonesia,
tunagrahita  juga  dikenal  dengan  sebutan  lemah  pikiran,  terbelakang  mental,  cacat grahita, dan sebagainya. Anak yang menderita tunagrahita tergolong luar biasa karena
mempunyai  kekurangan  atau  keterbatasan  dibanding  anak  normal.  Keterbatasan tersebut  mencakup  banyak  hal,  mulai  dari  segi  fisik,  intelektual,  sosial,  emosi,  dan
atau gabungan  dari  hal-hal  tersebut.  Jadi  anak  tunagrahita  dapat  dikatakan mempunyai  kekurangan  atau  keterbatasan  dari  segi  mental intelektualnya  di  bawah
rata-rata  sehingga  mengalami  kesulitan  dalam  mengerjakan  tugas-tugas  akademik, menjalin  komunikasi  serta  berhubungan  sosial.  Karena  itulah  penderita  tunagrahita
memerlukan layanan pendidikan khusus Putranto, 2015 : 208 Seseorang dikatakan  tunagrahita  tidak  hanya  dilihat  dari  IQ-nya  akan  tetapi
perlu dilihat sampai sejauh mana anak ini dapat menyesuaikan diri. Jadi jika anak ini dapat  menyesuaikan  diri  tidaklah  lengkap  ia  dipandang  sebagai  anak  tunagrahita.
Tunagrahita  terjadi  pada  masa  perkembangan,  maksudnya  bila  ketunagrahitaan  ini terjadi  setelah  dewasa,  maka  ia  tidak  tergolong  tunagrahita.  Tunagrahita  atau
terbelakang  mental  merupakan  kondisi  di  mana  perkembangan  kecerdasannya mengalami  hambatan  sehingga  tidak  mencapai  tahap  perkembangan  optimal
Somantri, 2012 : 105. a. Karakteristk Tunagrahita
1 Keterbatasan Intelegensi Intelegensi  merupakan  fungsi  yang  kompleks  yang  dapat  diartikan  sebagai
kemampuan  untuk  mempelajari  informasi  dan  keterampilan-keterampilan menyesuaikan  diri  dengan  masalah-masalah  dan  situasi-situasi  kehidupan  baru,
belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara
kritis,  menghindari  kesalahan-kesalahan,  mengatasi  kesulitan-kesulitan,  dan kemampuan  untuk  merencanakan  masa  depan.  Anak  tunagrahita  memiliki
kekurangan dalam semua hal tersebut. kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang  bersifat  abstrak  seperti  belajar  dan  berhitung,  menulis  dan  membaca  juga
terbatas.  Kemampuan  belajarnya  cenderung  tanpa  pengertian  atau  cenderung belajar dengan membeo.
2 Keterbatasan Sosial Disamping  memiliki  keterbatasan  intelegensi,  anak  tunagrahita  juga  memiliki
keterbatasan  dalam  mengurus  diri  sendiri  dalam  masyarakat,  oleh  karena  itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak
yang  lebih  muda  usianya,  ketergantungan  terhadap  orang  tua  sangat  besar,  tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus
selalu  dibimbing  dan  diawasi.  Mereka  juga  mudah  dipengaruhi  dan  cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3 Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan reaksi pada
situasi  yang  baru  dikenalnya.  Mereka  memperlihatkan  reaksi  terbaiknya  bila mengikuti  hal-hal  rutin  dan  konsisten  dari  hari  ke  hari.  Anak  tunagrahita  tidak
dapat  menghadapi  sesuatu  kegiatan  atau  tugas  dalam  jangka  waktu  yang  lama. Anak  tunagrahita  memiliki  keterbatasan  dalam  penguasaan  bahasa.  Mereka
bukannya  mengalami  kerusakan  artikulasi,  akan  tetapi  pusat  pengolahan pembendaharaan  kata  yang  kurang  berfungsi  sebagaimana  mestinya.  Karena
alasan itu  mereka  membutuhkan  kata-kata  konkret  yang  sering  didengarnya. Selain  itu  perbedaan  dan  persamaan  harus  ditunjukkan  secara  berulang-ulang.
Laihan-latihan  sederhana  seperti  mengajarkan  konsep  besar  dan  kecil,  keras  dan lemah,  pertama,  kedua,  dan  terakhir,  perlu  menggunakan  pendekatan  yang
kongkret. Selain  itu,  anak  tunagrahita  kurang  mampu  untuk  mempertimbangkan sesuatu,  membedakan  antara  yang  baik  dan  yang  buruk,  dan  membedakan  yang
benar  dan  yang  salah.  Ini  semua  karena  kemampuannya  terbatas  sehingga  anak
tunagrahita  tidak  dapat  membayangkan  terlebih  dahulu  konsekuensi  dari  suatu perbuatan.
b. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan  pada  umumnya  didasarkan  pada  taraf  inteligensinya,  yang
terdiri dari keterbelakangan  ringan, sedang, dan berat. Pengelompokannya seperti ini sebenarnya  bersifat artificial karena  ketiganya  tidak  dibatasi  oleh  garis  demarkasi
yang tajam. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford  Binet dan Skala  Weschler  WISC.  Berikut  ini  jenis  ketunaan  berdasarkan
taraf inteligensinya: Somantri, 2012 : 106. 1 Tunagrahita Ringan
Tunagrahita  ringan  disebut  juga moron atau debil.  Kelompok  ini  memiliki  IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler WISC memiliki
IQ  69-55.  Mereka  masih  dapat  belajar  membaca,  menulis,  dan  berhitung sederhana.
2 Tunagrahita Sedang Anak  tunagrahita  sedang  disebut  juga imbesil.  Kelompok  ini  memiliki  IQ  51-36
pada  skala  Binet  dan  54-40  menurut Skala  Weschler  WISC.  Mereka  dapat dididik  mengurus  diri  sendiri, melindungi  diri  sendiri  dari  bahaya  seperti
menghindari  kebakaran,  berjalan  di  jalan  raya,  berlindung  dari  hujan,  dan sebagainya.
3 Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Tunagrahita berat severe
memiliki  IQ  antara  32-20  menurut  skala  Binet  dan  antara  39-25  menurut  skala Weschler WISC. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara
total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain.
Berikut  dibawah  ini  tabel  klasifikasi  anak  tunagrahita  berdasarkan derajat keterbelakangannya:
Tabel 2.1 Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan derajat keterbelakangannya
Sumber: Blake, 1976 dalam Somantri, 2012 : 108 c. Kondisi Emosi, Penyesuaian Sosial, dan Kepribadian Anak Tunagrahita
1 Kondisi Emosi Anak Tunagrahita Perkembangan dorongan dan emosi berkaitan dengan derajat ketungrahitaan
seorang  anak.  Anak  tunagrahita  berat tidak  dapat  menunjukkkan  dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus
dan  tidak  dapat  menghindari  bahaya.  Pada  anak  tunagrahita  sedang,  dorongan berkembang  lebih  baik  tetapi  kehidupan  emosinya  terbatas  pada  emosi-emosi
yang sederhana. Pada anak terbelakang ringan, kehidupan emosinya jauh berbeda dengan  anak  normal,  akan  tetapi  tidak  sekaya  anak  normal.  Anak  tunagrahita
dapat  memperlihatkan  kesedihan  tetapi  sukar  untuk  menggambarkan  suasana terharu.  Mereka  bisa  mengekspresikan  kegembiraan  tetapi  sulit  mengungkapkan
kekaguman Somantri, 2012 :115. 2 Penyesuaian Sosial Anak Tunagrahita
Penyesuaian  diri  merupakan  proses  psikologs  yang  terjadi  ketika  kita menghadapi  berbagai  situasi.  Seperti  anak  normal,  anak  tunagrahita  akan
menghayati suatu emosi, jika kebutuhannya terhalangi. Emosi-emosi yang positif adalah cinta, girang, dan simpatik. Emosi-emosi ini tampak pada anak tunagrahita
yang  masih  muda  terhadap  peristiwa-peristiwa  yang  bersifat  konkret.  Jika lingkungan  bersifat  positif  terhadapnya  maka  mereka  akan  lebih  mampu
Level Keterbelakangan IQ
Stanford Binet Skala Weschler
Ringan 68-52
69-55 Sedang
51-36 54-40
Berat 32-90
39-25 Sangat Berat
19 24
menunjukkan  emosi-emosi  yang  positif  itu.  Emosi-emosi  yang  negatif  adalah perasaan takut, giris, marah, dan benci. Anak terbelakang yang masih muda akan
merasa takut terhadap hal-hal yang berkenaan dengan hubungan sosial Somantri, 2012 :116.
3 Kepribadian Anak Tunagrahita Dalam  kepribadian  tercakup  susunan  fisik,  karakter
emosi,  serta karakteristik  sosial  seseorang.  Di  dalamnya  juga  tercakup  cara-cara  memberikan
respon  terhadap  rangsangan  yang  datangnya  dari  dalam  maupun  dari  luar,  baik rangsangan fisik maupun rangsangan sosial. Dari penelitian  yang dilakukan oleh
Mc  Iver  dalam  Somantri,  2009 :  116 dengan  menggunakan
Children’s
Personality  Questionare ternyata  anak-anak  tunagrahita  mempuyai  beberapa kekurangan. Anak tunagrahita pria memiliki kekurangan berupa tidak matangnya
emosi,  depresi,  bersikap  dingin,  menyendiri,  tidak dapat  dipercaya,  impulsive, lancing, dan merusak. Anak tunagrahita wanita mudah dipengaruhi, kurang tabah,
ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Dalam hal  lain,  anak  tunagrahita  sama  dengan  anak  normal.  Kekurangan-kekurangan
dalam kepribadian akan berakibat pada proses penyesuaian diri Somantri, 2012 : 116.
2.4 Perkembangan Remaja