70
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 97 Jakarta yang berjenis kelamin laki-laki, berusia 15-18 tahun, merokok, dan tidak
mempunyai keluarga dirumah yang merokok selain dirinya. Jumlah seluruh siswa laki-laki di SMAN 97 Jakarta sebanyak 555 siswa dan
semuanya berusia antara 15-18 tahun. Dari 555 siswa terdapat 358 siswa yang merokok dan terdapat 136 siswa yang merokok dan tidak mempunyai
keluarga di rumah yang merokok selain dirinya. Jadi jumlah responden yang ada sudah mencukupi perhitungan responden yaitu sebanyak 81
siswa. Mayoritas responden dalam penelitian ini berusia 16 tahun dan
berada dikelas XI. B.
Analisis Univariat
1. Gambaran bentuk konformitas teman sebaya pada remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta
Berdasarkan bentuk konformitas yang telah dikatakan oleh Myers, maka bentuk konformitas pada siswa SMAN 97 Jakarta dapat
dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu compliance dan acceptance. Untuk bentuk konformitas compliance, individu mengubah perilakunya
didepan publik agar sesuai dengan kelompoknya, tetapi secara diam- diam tidak mengubah pendapat pribadinya. Keseragaman perilaku yang
ditunjukan pada konformitas compliance ini dilakukan individu untuk
mendapat hadiah, pujian, rasa penerimaan, serta menghindari hukuman dari kelompok Butler, 2006. Sedangkan bentuk konformitas
acceptance, individu menyamakan sikap, keyakinan pribadi, maupun perilakunya didepan publik agar sesuai dengan kelompoknya, namun
perubahan keyakinan maupun perilaku individu terjadi apabila dirinya sungguh-sungguh percaya bahwa kelompok memiliki opini atau
perilaku yang benar dan sesuai dengan kepercayaan yang ia miliki. Kurangnya informasi yang didapat individu juga dapat menyebabkan
individu melakukan konformitas acceptance Stangor, 2004. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa
SMAN 97 Jakarta melakukan bentuk konformitas acceptance 63. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Indriya Nindiyati 2013
terhadap remaja usia 15-18 tahun yang menunjukkan bahwa mayoritas remaja melakukan bentuk konformitas acceptance. Mayoritas siswa
SMAN 97 Jakarta mempunyai bentuk konformitas acceptance karena mereka menganggap kelompoknya sebagai sumber informasi yang
mereka perlukan, mereka tidak begitu percaya diri terhadap pengetahuan yang dimilikinya sehingga cenderung mempercayai apa
yang dilakukan kelompoknya dan mengikutinya. Mereka juga menganggap apa yang dikatakan atau dilakukan kelompoknya masih
sesuai dengan apa yang mereka percayai dalam dirinya sendiri, jadi mereka dengan senang hati mengikuti aturan dalam kelompok dan
merasa nyaman berada dalam kelompok tersebut.
2. Gambaran tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta
Tomkins dalam Aula 2010 menyebutkan terdapat empat tipe perilaku merokok, yaitu positive affect smokers, negative affect
smokers, addictive smokers, dan pure habbits smokers. Hasil penelitian tipe perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta
menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki tipe perilaku merokok positive affect smokers 33,3. Ini berarti para siswa cenderung
merokok karena ingin merasakan kesenangan atau kenikmatan yang didapat ketika merokok, mereka juga cenderung lebih senang merokok
saat mereka sedang merasa senang atau bahagia, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesenangan yang sudah didapatkannya. Tomkins dalam
Aula 2010. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Nurlailah 2010 yang menyebutkan bahwa tipe perilaku merokok yang
tejadi pada remaja kebanyakan adalah negative affect smokers, yaitu ingin menghilangkan rasa cemas, tegang, stress, dan ingin mengatasi
masalah yang sedang dihadapi, sehingga merokok merupakan cara untuk menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
Mayoritas siswa SMAN 97 Jakarta memiliki tipe perilaku merokok positive affect smokers, karena mereka biasanya merokok
hanya ketika berada diluar rumah terutama saat sedang bersama temannya dan merasa nyaman bersama teman-temannya sesama
perokok. Mereka biasa berkumpul dengan teman-temannya sepulang sekolah dan merokok bersama. Tidak jarang juga mereka merokok di
lingkungan sekolah karena jarang ada pemeriksaan, mereka biasa merokok disekolah di tempat-tempat yang tersembunyi. Mereka merasa
lebih tenang dan senang ketika sedang merokok, walaupun hanya dengan memegang rokoknya saja.
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi-square karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara
konformitas acceptance terhadap tipe perilaku merokok remaja laki-laki di SMAN 97 Jakarta. Hasil uji Chi-square pada penelitian ini didapatkan
tingkat signifikan p 0,404. Hal ini menggambarkan bahwa tidak terdapat hubungan antara bentuk konformitas terhadap tipe perilaku merokok
remaja laki-laki usia pertengahan di SMAN 97 Jakarta. Hal ini tidak sama dengan hasil dari beberapa penelitian yang
dilakukan oleh Pertiwi 2009 yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konformitas teman sebaya dengan
perilaku merokok remaja. Begitu juga dengan hasil penelitian Iqbal 2008 yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
faktor teman dengan perilaku merokok. Hal ini karena dalam penelitian ini yang di teliti adalah bentuk konformitasnya.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk konformitas teman sebaya tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tipe
perilaku merokok. Hal ini terjadi karena bentuk konformitas, baik acceptance maupun compliance sama-sama tidak mempunyai pengaruh
terhadap tipe perilaku merokok yang terjadi pada siswa SMAN 97 Jakarta.
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas siswa yang memiliki bentuk konformitas acceptance termasuk dalam tipe perilaku merokok positive
affect smokers 33,3. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMAN 97 Jakarta merokok untuk menyenangkan perasaan mereka dan melakukan
konformitas dengan menganggap bahwa kelompoknya memiliki nilai-nilai yang sesuai dengan dirinya sehingga mereka bersedia merubah sikap dan
perilakunya agar sesuai dengan kelompoknya tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas siswa
mempunyai bentuk konformitas acceptance yang berarti bahwa siswa membutuhkan informasi dari temannya dan percaya terhadap temannya.
Hal ini sesuai dengan peryataan Soetjiningsih 2007, bahwa pada tahap remaja pertengahan, remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang
kalau banyak teman yang menyukainya. Namun remaja berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka
atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya sooetjiningsih, 2007.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk konformitas teman sebaya tidak berpengaruh pada tipe perilaku merokok pada remaja. Hal ini
dapat disebabkan masih banyak faktor-faktor lingkungan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi remaja merokok. Andika 2010 menyebutkan
bahwa faktor lain yang dapat menyebabkan remaja merokok adalah semakin cepatnya perkembangan teknologi sehingga remaja sulit
melakukan seleksi terhadap informasi dari luar, kurangnya sarana yang dapat memfasilitasi remaja untuk menyalurkan hobinya, adanya konflik-