BAB II MACAM-MACAM HAK YANG
DITERIMA OLEH ISTRI YANG DI TALAQ
A. Hak-Hak Istri Yang Ditalaq
Rumah tangga adalah tempat bernaungnya seluruh anggota keluarga dan tempat saling bertukar kasih sayang di antara sesama anggota keluarga, terutama
antara suami dengan istri. Di dalam keluarga terjadi sebuah ikatan batin yang kuat baik itu antara suami dengan istri maupun antara anak dengan orang tua. Itulah
sebabnya jika terjadi perceraian di dalam sebuah keluarga maka bukan berarti pihak yang satu dengan yang lain benar-benar terputus ikatannya.
Ikatan antara anak dengan orang tua tetap ada karena tidak ada istilah bekasmantan anak atau mantan bapak, berbeda dengan hubungan suami istri ikatan mereka
memang terputus, namun selama sang istri masih menjalani masa iddah karena perceraian tersebut, suami masih memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah
secara lahir, berikut macam-macam hak yang diperoleh istri yang ditalaq oleh suami.
1. Mut’ah Pemberian
Mut’ah adalah suatu pemberian dari suami kepada istri sewaktu suami
menceraikannya. Pemberian ini diwajibkan atas laki-laki apabila perceraian itu terjadi karena kehendak suami. Tetapi kalau perceraian itu kehendak istri mut’ah
pemeberian itu tidak wajib. Banyaknya pemberian itu menurut keridhoan keduanya dengan mempertimbangkan keadaan kedua suami istri. Akan tetapi, sebaiknya
12
☺ ☺
⌧ ☺
☺
Artinya; “
Jika kamu menceraikan Isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah
seperdua dari mahar yang Telah kamu tentukan itu, kecuali jika Isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan
pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang
kamu kerjakan” Q.S Al-Baqarah:237.
Berdasarkan ayat di atas mengenai masalah mut’ah istri yang belum dijima imam syafi’i berpendapat bahwa istri yang belum dijima mendapatkan sepedua
mahar, sekalipun sudah khalwat.
1
Secara detail jumlah mut’ah kepada wanita yang pernah disetubuhi lebih banyak dari pada yang belum sempat disetubuhi adalah
karena hal itu sudah ketentuan al-Quran. Di samping itu, beban dan permasalahan yang harus di hadapi wanita yang diceraikan dalam status pertama untuk bisa
membina kembali kehidupan rumah tangga, jelas lebih berat dari pada wanita yang belum sempat dijima. Itulah menurut al-Quran, namun kebiasaan yang berlaku di
1
Muhammad Ibn Abdullah Al-Rabby,” Ahkamul Al-qur’an”, Bairut:Darul Al-Kutub, 1988, Juz 1, h. 292.
pengadilan agama tidaklah demikian. Wanita-wanita yang ditalaq tidak mendapatkan mut’ah
sama sekali apapun motif talaqnya. Kadang-kadang, langkah yang ditempuh oleh pengadilan agama hanyalah berorentasi pada beberapa fuqaha yang mengatakan
bahwa nafkah, tempat tinggal, dan pakaian, yang diberikan kepada wanita yang ditalaq selama dia menjalani masa iddah, sudah merupakan mut’ah yang mencukupi.
2
2. Hadanah Hak Mendidik dan Merawat