3. Dalam bidang religi, sewaktu-waktu sistem-sistem kepercayaan
sekuler mulai menggantikan agama-agama tradisionalistis. 4.
Dalam lingkungan keluarga. Unit-unit hubungan kekeluargaan yang meluas akan hilang.
5. Dalam lingkungan stratifikasi. Mobilitas geografis dan sosial cendrung
untuk merenggangkan sistem-sistem hirarki yang sudah pasti dan turun-menurun.
52
Di sisi lain, adapula sosiolog yang berpendapat modernitas dan tradisi dianggap saling meniadakan Muttually Exclusive. Dalam masyarakat tradisional
pasti terdapat unsur-unsur modern dan begitu pula sebaliknya. Dalam beberapa hal, modernisasi dapat memperkuat unsur-unsur tradisi dan budaya tradisional.
Transportasi, komunikasi, radio dan televisi misalnya, dapat memperkuat unsur- unsur tradisi dan memperluas jangkauan budaya tradisional dalam masyarakat.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Jepang ada istilah Religi Tokugawa pada salah satu pemerintahan, dimana pada masa itu religi dan struktur masyarakat Jepang
telah menyediakan landasan bagi keberhasilan modernisasi.
53
D. Mitos Haji
Dalam konteks haji, seakan sudah menjadi kepercayaan umum bahwa apa yang dialami di tanah suci adalah ‘cermin kehidupan’ orang yang bersangkutan.
Jika perjalanan hajinya mulus, pertanda ia orang “baik-baik”, tetapi jika
52
Myron Weiner ed, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan , Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1984, hal. 60.
53
Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik, Suatu Kajian Analisis, hal.xii.
sebaliknya berarti dia adalah “pendosa”. Dan salah satu konsekuensinya harus menerima ganjaran yang setimpal secara tulus-ikhlas.
54
Kasus-kasus pengalaman buruk seperti tersesat, kehilangan sandal, kecopetan, ditipu orang atau terinjak dan sebagainya, selalu dikaitkan dengan
perilaku buruk yang dilakukan seseorang. Pengalaman buruk itu dipahami sebagai tulah atau kuwalat atau pembalasan. Mitos semacam ini tampaknya berdampak
positif, sehingga seseorang takut melakukan perilaku buruk selama menunaikan ibadah haji. Yang lebih menakutkan para jamaah adalah kalau mereka
mendapatkan pengalaman buruk, yang dianggap pula sebagai pembalasan sebagai akibat dari amal atau perilaku buruk yang telah dilakukan selama di Tanah Air.
Menurut mitos itu, di Tanah Suci manusia akan menerima pembalasan semacam yang terjadi Hari Pembalasan atau Hari Kiamat.
55
Kepercayaan mitos di atas begitu mengakar dan diyakini hingga orang yang mengalami musibah atau peristiwa buruk disana tidak berani
mengungkapkannya secara terbuka. Ini adalah aib diri dan berusaha ditutup rapat- rapat.
Selain itu tidak sedikit pula cerita-cerita tentang pengalaman jamaah haji yang merasa mendapat pertolongan gaib dari malaikat dalam wujud manusia
tinggi besar ketika mencoba mencium hajar aswad. Uluran pertolongan malaikat itu memang bisa terjadi dimanapun, namun ada kesan bahwa malaikat lebih sering
ngejawantah di Tanah Suci. Masih banyak lagi hal-hal yang dikaitkan dengan kegaiban yang religius dikisahkan selama menjalankan ibadah haji. Anggapan
54
Abu Su’ud, “Mitos-mitos dalam Haji”.
55
Abu Su’ud, “Mitos-mitos dalam Haji”.
semacam itu nyaris menjadi mitos, yang diyakini kebenarannya di kalangan jamaah.
Persepsi orang dari budaya Jawa yang sangat menghormati orang suci atau para wali, menimbulkan keyakinan bahwa orang tidak boleh berbuat sembarangan
di kawasan makam para wali. Tampaknya persepsi semacam itulah yang kemudian diterapkan selama menunaikan ibadah haji, karena Makkah dan
Madinah merupakan Tanah Suci atau Haramain, yang tentu harus lebih dihormati dibanding makam wali. Oleh karenanya, selama di sana, jamaah juga tidak boleh
berperilaku sembrono atau sembarangan, apalagi berperilaku jahat.
56
Proses sakralisasi tersebut, merupakan sesuatu perilaku sosial budaya yang sudah berlangsung lama sekali. Dan mau tidak mau, suka tidak suka, terjadi pula
persepsi yang menyimpang di sekitar perilaku ritus yang kemudian dibakukan. Persepsi menyimpang itu menjadi mitos, yang tidak gampang dihindari
Namun ada beberapa pertimbangan yang bisa digunakan untuk menghindari mitos tersebut. Pertama, Hari Pembalasan hanya terjadi kelak di
Hari Kiamat. Kedua, mustahil Allah akan mempermalukan hamba-Nya yang datang memenuhi panggilan-Nya, dan menjadi tamu. Sementara itu, kita tidak
boleh lupa bahwa pengalaman buruk seperti itu bisa saja di tempat lain, di negeri lain, kapan saja. Terutama kalau kita berada di tempat keramaian umum.
Tetapi, pada dasarnya kehidupan manusia dikuasai oleh mitos-mitos. Hubungan antar manusia dengan sendirinya dikuasai oleh mitos yang diciptakan
oleh manusia sendiri. Manusia adalah mahluk pencipta mitos. Dan karena itu
56
Abu Su’ud, “Mitos-itos Haji”.
maka manusia harus bisa hidup dengan mitos. Sikap kita terhadap sesuatu, ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos menyebabkan kita
menyukai atau membenci yang terkandung dalam mitos tersebut. Itulah sebabnya maka manusia itu selalu memiliki prasangka tentang sesuatu yang berkaitan
dengan mitos-mitos. Kita hidup dengan mitos-mitos yang membatasi segala tindak tanduk kita. Ketakutan atau keberanian kita terhadap sesuatu ditentukan
oleh mitos-mitos yang kita hadapi. Banyak hal yang sukar untuk dipercayai berlakunya, tapi ternyata berlaku hanya karena penganutnya begitu mempercayai
suatu mitos. Dan ketakutan kita akan sesuatu lebih disebabkan karena ketakutan akan sesuatu mitos, bukan ketakutan akan keadaan yang sebenarnya.
57
Mitos-mitos semacam itu memang merupakan keyakinan yang tidak bisa diterangkan dengan akal sehingga kebenarannya sulit dibuktikan secara ilmiah-
empiris, namun pengaruhnya amat kuat dalam menggerakkan perilaku orang yang mempercayainya. Karena sebuah mitos bisa berfungsi sebagai tali pengikat dan
memberi arah perjalanan hidup bagi yang meyakininya.
58
57
Dawam Rahardjo, Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam : Mitos dalam Agama dan Kebudayaan,
hal. 199.
58
Komaruddin Hidayat, “Mitologi dan Radikalisme Agama”.
BAB III PROFIL OBYEK PENELITIAN
KELURAHAN KARANG MULYA
A. Kondisi Geografis dan Demografis
Kelurahan Karang Mulya merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang Propinsi Banten. Karang Mulya .
Kelurahan Karang Mulya terletak pada jarak 4 km dari Ibukota Kota, 85 km dari Ibukota Propinsi, dan hanya berjarak 1 km dari Ibukota Negara. Sebagai daerah
penyangga Jakarta, Kelurahan Karang Mulya merupakan daerah strategis yang memiliki peranan penting, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, politik, sosial,
budaya maupun bidang lainnya. Secara geografis Karang Mulya berada 25 m di atas permukaan laut,
dengan curah hujan 4, 583 mmtahun dan tofografi rendah dengan suhu rata-rata 27 derajat celcius-35 derajat celcius. Wilayah Karang Mulya terbagi menjadi 13
Rw dan 56 Rt. Tabel I
No Jenis Kelamin
Frekuensi Presentase
1 2
Laki-laki Perempuan
7.268 6.642
52 48
Jumlah 13.910
100 Sumber : Buku Monografi Kelurahan Karang Mulya 2008