Analisa Sambungan Struktur Beton Dan Baja Dimana Sambungan Beton Ke Baja Tidak Rigid Sempurna

(1)

ANALISA SAMBUNGAN STRUKTUR BETON DAN

BAJA DIMANA SAMBUNGAN BETON KE BAJA

TIDAK RIGID SEMPURNA

Disusun Oleh :

MUHAMMAD MAKHRUS

050404054

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA SAMBUNGAN STRUKTUR BETON DAN BAJA DIMANA

SAMBUNGAN BETON KE BAJA TIDAK

RIGID SEMPURNA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

MUHAMMAD MAKHRUS 05 0404 054

Dosen Pembimbing

Ir. Daniel R, MT NIP. 19590707 198710 1 001 Penguji I

Ir. Besman Surbakti, MT NIP.195410121980031002

Penguji II

Ir. Robert Panjaitan NIP. 1951708 198203 1 001

Penguji III

Nursyams, ST, MT NIP. 19770623 200501 2 001

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP.195612241981031002

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISA SAMBUNGAN STRUKTUR BETON DAN BAJA DIMANA

SAMBUNGAN BETON KE BAJA TIDAK

RIGID SEMPURNA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

MUHAMMAD MAKHRUS 05 0404 054

Disahkan Oleh :

Pembimbing

Ir. Daniel R, MT NIP. 19590707 198710 1 001

Ketua Departemen

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 195612241981031002

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

ABSTRAK

Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok,baik itu terbuat dari baja,kayu,maupun beton yang mana pada tempat tertentu harus disambung.sifat sambungan sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkakuan sendi sampai dengan berkekakuan sempurna,yang mana diantaranya terdapat sifat semi kaku atau semirigid.

Desain konstruksi, prosedur desain, keunggulan baja sebagai material konstruksi,kelemahan baja sebagai material konstruksi,sifat-sifat baja mekanis structural,jenis-jenis baja structural yang umum digunakan adalah hal yang sangat perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu struktur baja. Selain itu perlu juga diperhatikan metode-metode yang digunakan.

Pemodelan dalam tugas akhir ini dimana bangunan dasar yang terdiri dari struktur beton dan terdiri dari 3 lantai kemudian akan disambung dengan struktur baja 2 lantai dimana sambungan yang direncanakan pada kolom beton dan kolom pada struktur baja. Sambungan yang direncanakan adalah sambungan semirigid. Dimana release yang akan kita bandingkan adalah 20%, 40%, 60%,dan 80% dan akan dianalisa gaya-gaya dalam yang bekerja dan pengaruhnya terhadap bangunan dasar,akibat dari perubahan persentase yang dilakukan.

Berdasarkan analisa yang dilakukan dan hasil dari perhitungan SAP 2000, dan berdasarkan garfik yang telah dibuat yaitu grafik pada frame 16, frame 18, frame 20, frame 22 momen berpengaruh pada sambungan semirigid terutama pada titik-titik atau kolom-kolom tempat terjadinya sambungan yaitu pada kolom beton (bangunan dasar) dan kolom baja (bangunan penambah), sedangkan gaya lintang dan normal tidak berpengaruh dalam sambungan ini

Kata Kunci : sambungan kolom beton - kolom baja, sambungan semirigid, persentase kekakuan


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya penyusunan tugas akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, dimana tugas akhir ini merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak, hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Analisa Sambungan Struktur Beton Dan Baja Dimana Sambungan Beton ke Baja Tidak Rigid Sempurna”. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.DR.Ing. Johannes Tarigan. Selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Terunajaya, MSc. Selaku Sekertaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir Daniel R, MT sebagai Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis

4. Bapak Ir.Besman Surbakti,MT, Bapak Ir.Robert Panjaitan, Ibu Nursyamsi, ST,MT selaku Dosen Pembanding dan Penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian Tugas Akhir.

5. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Keluarga yang sangat penulis sayangi serta cintai . Hormat dan sujud penulis haturkan kepada Ayahanda Alm.Marionis dan Ibunda Alm.Roshayanis lubis Yang telah

merawat dan membeikan penulis kasih sayang yang tiada henti, mendidik, membimbing, dan memberikan motivasi semagat serta doa kepada penulis agar penulis mampu mencapai cita – cita yang mulia.


(6)

7. Saudara saya Abdul haaris, Ilham Taufiq, Muhammad Riskandi yang telah sangat banyak membantu dan mendukung penulis.

8. Dr.Alfansuri Kadri Sps, orang yang saya kagumi dan telah banyak memberikan banyak bantuan,motivator dan support yang luar biasa kepada penulis.

9. Rekan – rekan dan seluruh crew Radio most fm medan,yang telah banyak memberi semangat,bg arie anggara, yuga yusuf, brata saragih, uya kelisha, beby chubby, uci anandita, anja utada, arief badil, tya xlsize, indy putria, popy hasta, kak dayah, pak adek dan seluruh keluarga besar yang mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu. 10.Rekan-rekan terbaiku dalam mengarungi hidup bg mono, bg budi, harry octavin, bg

jol, bg avan, kak lilies yang selalu memberikan semangat yang luar biasa kepada penulis.

11.Rekan – rekan putra dan putri guntur ’05 terutama buat beni,mizan,ari,afrizal yang telah banyak membantu penulis selama kuliah di fakultas teknik,teknik sipil USU, dan buat seluruh teman-teman yang mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu sukses terus.

12.Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.

13.Dewa – dewi ’96, ’99, ‘02 dan Adik – adik ’08, kampus teknik sipil USU.

Medan, Mei 2011

MUHAMMAD MAKHRUS 05 0404 054


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL………. viii

DAFTAR GAMBAR... . ix

DAFTAR GRAFIK……… x

DAFTAR PERSAMAAN………... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan …..……... 4

C. Maksud dan Tujuan... 7

D. Pembatasan Masalah... 8

E. Metodologi Penulisan... 9

BAB II TEORI DASAR... 10

II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja... 10

A. Desain Konstruksi... 10

B. Prosedur Desain... 10

C. Keuntungan Baja Sebagai Material Konstruksi... 11

D. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi... 12

E. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural... 13

F. Jenis – Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan... 15

G. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja... 15


(8)

A. Plat……… 18

B. Balok………... 20

C. Kolom……….. 20

D. Momen………. 21

E. Gaya lintag……….. 23

F. Gaya normal……… 24

G. Lendutan………. 25

II.3. Konsep Perencanaan tahan gaya gempa……….. 26

A.Sejarah penggunaan gaya horizontal akibat adanya gempa………. 26

B. Analisis Beban static ekivalen………. 28

C. Wilayah gempa Indonesia……… 32

D. Kondisi Tanah………... 34

E. Analisis Dinamik………... 39

II.4. Metode Perencanaan Konstruksi BajA... 41

A. Metode ASD (Allowable Stress Design)... 41

B. Metode LRFD (Load Resistance Factor Design) ……….. 42

II.5. SRPM ………... 43

A. SRPMK ... 45

B. SRPMT ……….. 47

C. SRPMB ……….. 49

BAB III RANGKA SEMIKAKU (Semirigid Frame)... 52

III.1. Pendahuluan... 52

III.2 Sambungan………... 53

III.3 Prinsip-prinsip umum……... 62

III.4 Analisis Rangka Semirigid... 65


(9)

BAB IV ANALISIS DAN PEMODELAN STRUKTUR... 72

IV.1. Kriteria Desain dan Analisis... 72

A. Kemampuan Layanan ………. 72

B. Efisiensi ……….. 73

C. Konstruksi ……….. 73

IV.2. Hubungan Antar Panjang Bentang dan Jenis struktur... 74

IV.3. Pemodelan Analisa Struktur... 76

Pembebanan Pada Struktur... 76

Beban Mati... 76

Beban Hidup... 77

Berat Gempa ………... 77

IV.4. Kombinasi Beban ………...………... 79

Pemodelan Balok dan Kolom ……… 83

IV.5. Pembahasan ………... 87

BAB V KESIMPULAN………... V.1. Kesimpulan... 105

DAFTAR PUSTAKA... 107


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Sifat mekanis Baja... 13

Tabel II.2. Lendutan izin maksimum... 25

Tabel II.3. Jenis-jenis tanah... 34

Tabel II.4. Faktor keutamaan I untuk berbagai gedung dan bangunan... 36

Tabel II.5. Faktor daktalitas maksimum, factor reduksi gempa……….. 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Bidang momen dan garis lentur balok... 4

Gambar II.1. Denah bangunan Struktur... 23

Gambar II.2. Representasi beban horizontal akibat gempa... 27

Gambar II.3. Gaya Geser dasar………... 30

Gambar II.4. Pembagian Wilayah gempa Indonesia...……….. 32

Gambar III.1. Rotasi sudut pada tipe sambungan……… 65

Gambar III.2. Reaksi gaya……….. 66

Gambar III.3. skema rotasi... 67

Gambar IV.1. Tampak depan bangunan penambah (struktur baja)... 81

Gambar IV.2. Tampak depan bangunan dasar (struktur beton)... 82

Gambar IV.3. Tampak depan prototype struktur bangunan... 82

Gambar IV.4. Denah prototype system strukur... 83

Gambar IV.5. Rangka struktur bangunan... 83

Gambar IV.6. Model bangunan... 84


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik II.1. Hubungan tegangan regangan... 15

Grafik II.2. Respon spektrum gempa rencana... 33

Grafik III.1. Kurva tegangan dan regangan... 61

Grafik III.2. Hubungan M - θr …………... 63

Grafik IV.1. Selang bentang untuk berbagai jenis sistem sruktur... 76

Grafik IV.2. Respon spectra wilayah gempa 4... 79

Grafik IV.3. Hubungan momen – kekakuan frame 16... 90

Grafik IV.4. Hubungan momen – kekakuan frame 18... 91

Grafik IV.5. Hubungan momen – kekakuan frame 20... 92


(13)

DAFTAR PERSAMAAN

Pers. I.1. ……… 4

Pers. I.2. ……… 5

Pers. I.3. ……… 5

Pers. I.4. ……… 7

Pers. II.1. ……… 19

Pers. II.2. ……… 19

Pers. II.3. ……… 26

Pers. II.4. ……… 26

Pers. II.5. ……… 26

Pers. II.6. ……… 26

Pers. II.7. ……… 29

Pers. II.8. ……… 35

Pers. II.9. ……… 37

Pers. II.10. ……… 40

Pers. II.11. ……… 40

Pers. II.12. ……… 41

Pers. II.13. ……… 42

Pers. III.1. ……… 67

Pers. III.2. ……… 68

Pers. III.3. ……… 68

Pers. III.4. ……… 68

Pers. III.5. ……… 69

Pers. III.6. ……… 69

Pers. III.7. ……… 69


(14)

Pers. III.9. ……… 69

Pers. III.10. ……… 69

Pers. III.11. ……… 69

Pers. III.12. ……… 70

Pers. III.13. ……… 70

Pers. III.14. ……… 70

Pers. III.15. ……… 70

Pers. III.16. ……… 70

Pers. III.17. ……… 71

Pers. III.18. ……… 71

Pers. III.19. ……… 71

Pers. III.20. ……… 71


(15)

ABSTRAK

Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok,baik itu terbuat dari baja,kayu,maupun beton yang mana pada tempat tertentu harus disambung.sifat sambungan sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkakuan sendi sampai dengan berkekakuan sempurna,yang mana diantaranya terdapat sifat semi kaku atau semirigid.

Desain konstruksi, prosedur desain, keunggulan baja sebagai material konstruksi,kelemahan baja sebagai material konstruksi,sifat-sifat baja mekanis structural,jenis-jenis baja structural yang umum digunakan adalah hal yang sangat perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu struktur baja. Selain itu perlu juga diperhatikan metode-metode yang digunakan.

Pemodelan dalam tugas akhir ini dimana bangunan dasar yang terdiri dari struktur beton dan terdiri dari 3 lantai kemudian akan disambung dengan struktur baja 2 lantai dimana sambungan yang direncanakan pada kolom beton dan kolom pada struktur baja. Sambungan yang direncanakan adalah sambungan semirigid. Dimana release yang akan kita bandingkan adalah 20%, 40%, 60%,dan 80% dan akan dianalisa gaya-gaya dalam yang bekerja dan pengaruhnya terhadap bangunan dasar,akibat dari perubahan persentase yang dilakukan.

Berdasarkan analisa yang dilakukan dan hasil dari perhitungan SAP 2000, dan berdasarkan garfik yang telah dibuat yaitu grafik pada frame 16, frame 18, frame 20, frame 22 momen berpengaruh pada sambungan semirigid terutama pada titik-titik atau kolom-kolom tempat terjadinya sambungan yaitu pada kolom beton (bangunan dasar) dan kolom baja (bangunan penambah), sedangkan gaya lintang dan normal tidak berpengaruh dalam sambungan ini

Kata Kunci : sambungan kolom beton - kolom baja, sambungan semirigid, persentase kekakuan


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu, maupun beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan keterbatasan ketersediaan material di pasaran dan juga berhubungan dengan kemudahan pemasangan di lapangan. Khusus untuk konstruksi yang terbuat dari bahan beton, boleh jadi sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena pada konstruksi beton struktur secara keseluruhan adalah bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari baja maupun kayu, sambungan merupakan sesuatu hal yang perlu mendapat perhatian serius yang matang karena pada konstruksi baja dan kayu, elemen-elemen struktur yang disambung tidak dapat bersifat monolit seperti konstruksi beton.

Pada umumnya sambungan berfungsi untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada elemen-elemen struktur yang disambung. Sambungan dibuat karena keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran dan juga untuk kemudahan pemasangan di lapangan serta kemudahan dalam hal pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu struktur rangka gading-gading kap terbuat dari baja profil siku, maka tidak mungkin melaksanakannya secara langsung di lapangan karena tidak akan ekonomis, tetapi akan lebih hemat jika terlebih dahulu merakitnya di pabrikasi (bengkel/workshop), baru selanjutnya tinggal menyambungkannya pada kolom-kolom lapangan.


(17)

1. Sambungan dengan paku keeling (rivet) 2. Sambungan dengan baut (bolt)

3. Sambungan dengan las (welding).

Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang menghasilkan kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku jika dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan menggunakan paku keling sudah jarang digunakan karena kesulitan dalam pemasangannya. Pada tugas akhir ini perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut.

Bahan baja sebagai bahan bangunan, di produksi di pabrik-pabrik peleburan dalam bentuk ukuran dan panjang yang tertentu sesuai dengan standar yang dilakukan. Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit (dipabrikasi, dicetak) akan tetapi terpaksa dibangun dari elemen-elemen yang disambung satu per satu di lapangan dengan menggunakan salah satu alat sambung atau kombinasi dari dua alat sambung seperti yang telah disebutkan di atas.

Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkekakuan sendi sampai dengan berkekakuan sempurna. Untuk menghilangkan salah pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan tentang istilah kekakuan pada struktur batang, kata stiffness. Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi (ekstrem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstrem atas. Diantaranya terdapat sifat semi kaku “semi rigid”. Tidak ada ukuran yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kekakuan dan sambungan dimaksud. Disini cara yang ditempuh adalah dengan menggunakan kombinasi sendi dengan pegas momen sebagai pengganti sambungan (perletakan)


(18)

yang semi kaku. Besarnya konstanta pegas adalah menunjukkan tingkat kekakuan dari sambugan. Maka untuk seterusnya bila terpakai kata sambungan, yang dimaksud adalah kekakuan (konstante) pegas yang dimaksud di atas.

B. Permasalahan

Sambungan menerus balok dan kolom ditunjukan untuk memindahkan semua moment dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan (yaitu jenis : AISC – sambungan portal kaku).

Kolom dapat berhubungan secara kaku dengan balok-balok pada kedua sayapnya, tingkat kekakuan dari sambungan pada kosntruksi tersebut mempunyai peranan penting pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan deformasi, terutama untuk struktur tak tentu. Contoh berikut ini akan memperlihatkan permasalahan yang ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda-beda dari ujung-ujung (sambungan ) dari suatu batang. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi dan beban mati terpusat berada di tengah tengah bentang yaitu C maka momen di A atau B adalah nol. Momen di C yakni M c = ¼ PL. tetapi bila titik A dan B kaku sempurna maka besar moment akan berubah menjadi :

M°A = M°B = -1/8 PL dan M°c=1/8 PL = ½ M°c (Pers.1.1)

Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku (semi rigid),maka momen-moment tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan

½ L ½ L

C

B A

P


(19)

Dimana :

0 M”B M’B dan M°c M”c M’c (Pers 1.2)

Hal yang sama terjadi pada lenturan ,yakni bahwa :

(Pers 1.3)

Kalau pada waktu perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi, akan tetapi pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku maka di tengah bentang terdapat momen yang lebih kecil dari dihitung semula.sedangkan pada jepitan timbul momen sebesar M”B

yang semula adalah nol. Sebaliknya bila pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan yang semi kaku maka ditengah bentang terjadi moment M”c yang lebih besar dari M’c yang dihitung pada awalnya (jadi ada bahaya), sedangkan di titik A dan B momen menjadi berkurang.

Dalam menentukan tingkat kekakuan sambungan ada 2 cara, yaitu berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan perhitungan secara analisis dalam menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan menentukan jumlah dan susunan dari baut penyambung dan menentukan dari plat dasar sebagai plat penyambung adalah menentukan tipe las dan tebal las. Sedangkan bila berdasarkan perhitungan secara analitis, derjat kekakuan K dari sambungan dapat ditentukan melalui prosedur literasi metode kekakuan. Secara teoritis,

Gambar I.1. bidang momen dan garis l t b l k


(20)

factor-faktor yang memperngaruhi besarnya derjat kekakuan K dari sambungan adalah :

1. Ukuran baut, jumlah baut dan jarak baut 2. Tebal plat penyambung

3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun kolom 4. Gaya dalam

5. Deformasi akibat tegangan tarik aksial pada baut dan plat tersambung 6. Lenturan pada baut sendiri

7. Adanya kelonggaran antara baut dengan plat-plat tersambung dengan kata lain ukuran lubang baut lebih besar dari diameter baut.

8. Adanya tahanan gesek antara plat-plat tersambung yang ditimbulkan oleh pengunci baut yang sangat kuat.

Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom memperngaruhi besar beban yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan antara balok dan kolom mengalami pembebanan sampai batas elastisnya?

Oleh karena itu sangat perlu untuk menganalisa M sambungan pada perencanaan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja dan bagaimana pengaruhnya terhadap M kapasitas elastic (balok). Karena balok mengalami M kapasitas elastic, maka balok hanya akan mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada sambungan balok-balok pada span balok dari kolom) sebab balok bersifat monolit, sedangkan sambungan balok-kolom tidak. apakah M sambungan dapat memikul M kapasitas elastic?

berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini dalam perencanaan kekuatan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi portal baja sangat perlu memperhatikan hubungan di bawah ini :


(21)

C. Maksud dan Tujuan

Penulisan tugas akhir ini adalah untuk membahas mengenai analisis sambungan portal baja kebangunan dasar dimana dalam penambahan tinggi bangunan yang menggunakan struktur baja ini tidak rigid sempurna.

Adapun tujuannya adalah untuk :

1. Menganalisis kekuatan sambungan potal baja ke bangunan dasar dimana perletakan di anggap tidak rigid sempurna

2. Menganalisis kekuatan sambungan dan respon kepada seluruh bangunan 3. Analisis dilakukan dalam batas elastic menurut hokum Hooke, dimana

hubungan tegangan regangan adalah linear.

4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic homogeny.

5. Pembahasan hanya meliputi hubungan sambungan antara kedua struktur dan desain struktur baja (struktur tambahan)

6. Sambungan yang di analisis pada tugas akhir ini adalah tipe sambungan baut 7. Baut yang dianalisis adalah baut biasa, yaitu baut bubut yang terbuat dari besi

beton

D. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan yang relevan dengan judulnya dan juga keterbatasan literature serta untuk mempermudah perhitungan tetapi hasilnya masih mendekati kebenaran, maka perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Kontruksi yang akan di analisis adalah portal dengan elemen 2 dimensional dalam bentuk portal bidang


(22)

2. Analisis hanya dilakukan terhadap struktur baja (struktur tambahan) dan respon terhadap keseluruhan bangunan

3. Analisis dilakukan dalam batas elastic menurut hokum hooke, dimana hubungan tegangan regangan adalah linear

4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic homogen

5. Pembahasan masalah meliputi hubungan antar struktur bangunan awal dengan struktur bangunan penambah (struktur baja)

6. Sambungan yang dianalisis pada tugas akhir ini adalah sambungan antara beton dan baja

7. Analisa tidak dilakuakan terhadap pengaruh ketidakseragaman tegangan yang ditanggung oleh komponen-komponen sambungan (yaitu ada komponen yang lebih awal mengalami leleh)

8. Dimensi balok pada struktur beton 30/60 dan dimensi kolom 60/60 pada struktur beton

9. Dimensi balok dan kolom struktur baja menggunakan profil IWF 10.Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens dan web kolom ataupun

balok yang terjadi disekitar sambungan

E. Metodologi

Dalam penulisan tugas akhir ini, metoda yang digunakan adalah studi literatur, adapun sumbernya adalah buku-buku jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan analisa yang akan dibahas.

Analisis tugas akhir ini dilakukan dalam batas elastic dengan menggunakan analisa perhitungan LRFD (load and resistance factor design).dan dibantu dengan menggunakan program computer SAP 2000.V.10.


(23)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja A. Desain Konstruksi

Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik / keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika. Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana / desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang :

1. Sifat – sifat fisis material. 2. Sifat – sifat mekanis material. 3. Analisa Struktur.

4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur

B. Prosedur Desain

Prosedur perencanaan / desain terdiri dari 6 langkah utama, yaitu : 1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur.

2. Penentuan besarnya beban – beban yang bekerja pada struktur.

3. Menentukan gaya – gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.

4. Pemilihan komponen – komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis.

5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja. 6. Perbaikan akhir.


(24)

C.1. Kekuatan Tinggi ( High Strength )

Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900 Mpa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada struktur – struktur yang memiliki bentang panjang dan struktur pada tanah lunak.

C.2 Keseragaman ( Uniformity )

Sifat – sifat baja tidak berubah karena waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki sifat – sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya.

C.3 Elastisitas ( Elasticity )

Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan.

C.4 Daktalitas ( Ductility )

Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak – balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas. Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar.

C.5 Kuat Patah / Rekah ( Fracture Toughness )

Baja dalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang berulang – ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, masih mampu menahan gaya – gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih dibawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki keuletan yang tinggi,


(25)

keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas ( keruntuhan secara langsung ).

D. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi D.1 Biaya Perawatan ( Maintenance Cost )

Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus dicat secara berkala.

D.2 Biaya Penahan Api ( Fire Proofing Cost )

Kekuatan baja dapat berkurang drastis pada temperatur tinggi.

D.3 Kelelahan ( Fatigue )

Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding ( leleh ) atau deformasi yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan berulang – ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi dengan adanya konsentrasi tegangan karena adanya lubang.

D.4 Rekah Kerapuhan

Struktur baja ada kalanya tiba – tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda – tanda deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik.

E. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural

Menurut SNI 03 – 1729 – 2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan pada tabel II.1.

Tabel II.1 Sifat Mekanis Baja Struktural Jenis

Baja

Tegangan Putus Minimum, Fu (Mpa)

Tegangan Leleh Minimum, Fy (Mpa)

Peregangan Minimum (%)


(26)

BJ 34 BJ 37 BJ 41 BJ 50 BJ 55 340 370 410 500 550 210 240 250 290 410 22 20 18 16 13

E.1 Tegangan Putus ( Ultimate Stress )

Tegangan Putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1

E.2 Tegangan Leleh ( Yielding Stress )

Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 1.1

E.3 Sifat – Sifat Mekanis Lainnya

Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut :

• Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa

• Modulus Geser : G = 80.000 Mpa

• Poisson Ratio : µ = 0.3

Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC

F. Jenis – Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan

Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis – jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling ( rolled steel shape ) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin ( cold formed steel shapes ).


(27)

G. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja

Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (Rn) menggunakan tegangan leleh (Fy) maupun tegangan ultimate (Fu), pemilihan tegangan baik itu Fy maupun Fu didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maksimum diberikan.

Grafik II.1. hubungan tegangan regangan. [Salmon, Charles G, STEEL

STRUCTURE

Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan tegangan - regangan dalam percobaan tarik baja. Tipikal grafik tersebut hanya dapat diperoleh pada percobaan tarik baja lunak (mild). Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proporsional (Fp). Hubungan tegangan – regangan dari titik awal sampai titik A masih linear. Daerah antara titik O dengan titik A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami tegangan tidak melewati titik A dan apabila dilepaskan, maka baja masih dapat kembali ke bentuk atau panjang semula.

Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan tegangan regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (Fy) dari baja yang ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah antara titik A dan titik C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja mengalami tegangan sampai melewati titik A ( masuk kedalam daerah A s/d C ) dan


(28)

beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut.

Apabila beban diperbesar lagi, maka yang terjadi adalah regangan akan terus meningkat tanpa disertai tegangan. Titik C disebut dengan pengerasan regangan, pada titik C terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir mencapai maksimum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai pada titik D, yang disebut dengan tegangan ultimate (Fu). Daerah anatara titik C dan titik D merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan regangan setelah melewati batas plastis.

Jika beban ditambah samapi melewati batas tegangan ultimate, maka baja akan mengalami kegagalan struktural yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan yang terus bertambah sampai benda uji putus.

II.2. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu-batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perewatan beton berlangsung.

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan membantu dalam menahan gaya tarik. Sehingga pada beton bertulang, tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik sedangkan beton diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.

Beton dan baja tulangan dapat bekerja sama dengan didasarkan pada keadaan-keadaan: a. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton yang


(29)

b. Beton bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

c. Angka muai beton dan baja hampir sama.

Dalam perencanaan struktur beton bertulang hal yang harus diperhatikan adalah perilaku komponen struktur beton bertulang pada waktu menahan berbagai beban diantaranya adalah gaya aksial, gaya geser, puntiran ataupun gaya gabungan dari gaya-gaya tersebut. Secara umum dapat dipahami bahwa perilaku tersebut tergantung pada hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada beton dan juga jenis tegangan yang ditahan. Karena sifat beton yang hanya mempunyai nilai kuat tarik rendah, maka pada umumnya hanya diperhitungkan kuat desak yang bekerja pada daerah tekan pada penampangnya, dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan. Adapun struktur pendukung untuk rumah dan gedung adalah sebagai berikut :

A. Plat

Plat lantai menerima beban yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan plat. Berdasarkan kemampuannya untuk menyalurkan gaya akibat beban, pelat lantai dibedakan menjadi : plat satu arah, yaitu plat yang didukung pada kedua tepi sisi yang berhadapan sehingga lenturan timbul pada arah tegak lurus terhadap arah dukungan tepi, dan plat dua arah, yaitu plat yang didukung pada keempat sisinya yang dibatasi oleh dua balok induk pada sisi pendeknya dan dua balok anak pada sisi panjangnya.

Plat lantai yang dirancang adalah plat lantai dua arah yang didukung pada keempat sisinya. Untuk memudahkan perancangan akan digunakan tabel dari grafik dan hitungan beton bertulang berdasarkan SNI-03-2847-2002.

Tebal plat harus memenuhi syarat tebal plat minimum pada SNI-03-2847-2002 ayat 11.5.(3(3)) :


(30)

(Pers 2.1)


(31)

B. Balok

Bentangan plat tidak dapat panjang karena ada ketebalan tertentu (termasuk berat sendiri), karena akan menghasilkan strkutr yang tidak hemat dan praktis. Oleh karena itu banyak dikembangkan jenis sistem struktur plat yang bertujan untuk mendapatkan bentang sepanjang mungkin. Salah satunya adalah sistem balok anak dan balok induk serta kolom sebagai penopang struktur keseluruhan.

Analisis dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan pelat lantai atau atap didasrkan pada anggapan bahwa antra plat dengan balok terjadi interakasi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok. Interaksi antara plat dan balok yang menjadi satu kesatuan pada penampangnya membentk huruf T tipilal sehingga itulah dinamakan sebagai balok T. plat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens). Flens juga harus direncanakan dan diperhitungkan tersendiri terhadap balok pendukungnya.

C. Kolom

Pada pasal 10.8 SNI-03-2847-2002 memberikan defenisi kolom adalah komponen strkutur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertical dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti itu, kolom menempati posisi penting didalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya,atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan bangunan.

Pada umumnya keruntuhan atau kegagalan atau keruntuhan kolom sebagai komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat


(32)

mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya. Dalam prakteknya kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, definisi kolom diperluas mencakup untuk menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur,dengan kata lain kolom juga diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.

D. Momen

Berdasarkan kondisi dilapangan serta beban yang menyebabkan terjadinya, momen dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Momen Lentur

Beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi, beban hidup, beban angin, beban berat sendiri dari struktur tersebut maupun beban-beban yang lain, menyebabkan terjadinya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari regangan yang timbul karena adanya beban. Apabila bebannya bertambah maka akan terjadi regangan tambahan yang menyebabkan timbulnya retak lentur disepanjang bentang balok. Momen merupakan beban yang berbanding lurus dengan jarak. Akibat adanya momen, balok mengalami lenturan pada balok yang mengakibatkan retak pada balok. Mengingat sifat beton hanya tahan terhadap gaya tekan saja, maka diperlukan adanya tulangan baja untuk dapat menahan tegangan tarik yang terjadi.

b. Momen Torsi (puntir)

Gaya torsi terjadi pada saat suatu komponen memikul beban gaya sedemikian sehingga terpuntir terhadap sumbu memanjangnya. Momen


(33)

puntir ini sering menyebabkan tegangan geser yang cukup besar. Gaya torsi cendrung terjadi pada batang yang berpenampang bukan bulat. Gaya torsi yang timbul mengakibatkan retak tarik diagonal seperti yang diakibatkan oleh gaya geser lentur.

Selain terjadi pada elemen struktur beton bertulangnya seperti pada balok, momen putir juga terjadi pada bangunan itu sendiri. Pada balok, untuk mengurangi resiko akibat momen torsi, diperlukan tulangan baja yang dipasang melintang dengan arah retakan, umumnya dipasang pada arah memanjang balok. Pada bangunan, untuk menghindari terjadinya torsi, salah satunya adalah menjaga agar titik berat bangunan berhimpit dengan titik massa bangunan tersebut dan sebaiknya menghindari bentuk struktur bangunan seperti gambar dibawah ini.

E. Gaya Lintang

Gaya lintang merupakan gaya yang tegak lurus sumbu bagian konstruksi yang ditinjau. Gaya lintang yang terjadi mengakibatkan terjadinya geser. Akibat terjadinya lenturan, balok juga menahan gaya geser. Dalam konsep beton bertulang, apabila gaya geser yang bekerja sangat besar sehingga beton tidak


(34)

mampu menahanya, maka diperlukan tulangan tambahan untuk dapat menahan gaya yang tejadi.

Tegangan geser dan lentur akan timbul disepanjang komponen struktur tempat bekerjanya gaya geser dan momen lentur. Terjadinya lentur ditahan oleh tulangan longitudinal, sedangkan untuk gaya geser, ditahan oleh tulangan tambahan berupa sengkang. Adapun mekanisme perlawanan geser sebagai berikut:

a) Adanya perlawanan geser beton sebelum terjadi retak.

b) Adanya gaya ikatan antar agregat

c) Timbulya aksi pasak tulangan longitudinal sebagai perlawanan ter-hadap gaya transversal yang harus ditahan.

d) Terjadinya perlengkungan pada balok yang relatif tinggi.

e) Adanya perlawanan penulangan geser yang berupa sengkang vertikal ataupun miring (untuk balok bertulangan geser).

F. Gaya Normal

Gaya normal merupakan gaya yang sejajar sumbu bagian konstruksi yang ditinjau. Pada stuktur bangunan, yang mengalami gaya normal atau aksial paling besar adalah kolom. Pada kolom gaya aksial sangat dominan sehingga keruntuhan sangat sulit dihindari. Apabila beban ditambah, maka retak akan terjadi diseluruh badan kolom tersebut dan apabila bebannya terus bertambah, maka akan terjadi keruntuhan dan tekuk (buckling) yang ditandai dengan lepas atau hancurnya selimut beton kemudian diikuti dengan lelehnya tulangan baja. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan dan buckling, kolom diusahakan tidak terlalu


(35)

panjang/tinggi dan penulangan kolom harus sangat diperhatikan, baik tulangan memanjang, maupun sengkangnya.

G. Lendutan

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Besar lendutan yang terjadi dapat diatasi dengan meningkatkan inersia tampang tersebut. Untuk konstruksi dua arah, semua lendutan yang dihitung dengan menggunakan formula standar atau cara lain tidak boleh melebihi nilai lendutan izin maksimum yang ditetapkan dalam SNI 03-2847-2002. Rumus-rumus standar untuk untuk perhitungan lendutan diberikan dalam buku-buku mekanika teknik. Rumus lendutan δ untuk tengah -tengah bentang sebuah balok tertumpu bebas dengan panjang l dan EI konstan, serta letak beban terpusat ditengah bentang adalah


(36)

Untuk balok yang mendapatkan beban terbagi rata sepanjang balok, lendutan di tengah-tengah bentang adalah

Sedangkan lendutan dari pelat pada umumnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

II.3. Konsep Perencanaan Terhadap Gaya Gempa

A. Sejarah Penggunaan Gaya Horizontal Akibat adanya Gempa

(Pers.2.3)

(Pers.2.4)

(Pers.2.5)


(37)

Ketika gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan bergoyang goyang. Setelah mengalami sejarah yang panjang, goyangan massa bangunan kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horizontal dinamik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Hal ini seperti yang disajikan pada Gambar 2.1. Prinsip ini sudah diketahui sejak awal abad ke-20 tepatnya setelah gempa San Fransisco USA (1906) dan gempa Messina-Regio Italia (1908). Pada saat itu efek beban dinamik pada struktur bangunan belum sepenuhnya dikuasai, terutama secara analitik. Suatu komisi yang terdiri para ahli yang bertugas mempelajari perilaku bangunan gedung tahan gempa yang pada akhirnya menghasilkan dua rekomendasi yang berbeda yaitu bangunan diisolasi terhadap tanah dengan dukungan roll sementara rekomendasi yang lain bangunan disatukan secara rigid dengan fondasi,yang pada akhirnya rekomendasi kedua inilah yang diambil sebagai keputusan akhir. Efek beban dinamik terhadap bangunan kemudian disederhanakan yaitu menjadi beban ekivalen statik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Kemudian pada tahun 1909 disetujui bahwa suatu bangunan harus didisain dengan beban horisontal paling tidak dari berat total bangunan. Setelah terjadi pengembangan.


(38)

c). Beban horizontal ekuivalen

Gambar. II.2. Representasi Beban Horizontal Akibat Gempa Bumi.

B. Analisis Beban Statik Ekivalen

Perkembangan beban yang berkaitan dengan gempa bumi terus mengalami banyak perubahan, setelah itu pula banyak gempa besar terjadi misalnya gempa El Centro 1994, gempa Taft 1952, gempa Perlu 1940, gempa Chile 1943, yang mendorong untuk memperbaiki konsep beban horisontal akibat gempa. Beban ekivalen statik ini mempunyai karakter yang berbeda dengan beban statik. Intensitas beban statik misalnya beban gravitasi, beban angin maupun beban salju ditentukan berdasarkan nilai ratarata maksimum.

Karakter-karakter tersebut berbeda pada beban ekivalen statik. Beban ekivalen statik adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Jadi beban ekivalen statik adalah beban yang equivalent dengan beban gempa yang membebani bangunan dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terjadi overstress pada bangunan yang bersangkutan. Sedangkan untuk tujuan pembebanan yang lebih teliti guna memperoleh jaminan yang lebih besar,


(39)

maka harus dipakai konsep beban yang lain, misalnya dengan cara dinamik analisis. Bergetarnya bangunan akibat gempa kemudian disederhanakan seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada massa bangunan.

Apabila bangunan mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-masing bekerja pada massa-massa tersebut. Sesuai dengan prinsip keseimbangan maka dapat dianalogikan seperti adanya gaya horisontal yang bekerja pada dasar bangunan yang kemudian disebut Gaya Geser Dasar, V. Gaya geser dasar ini secara keseluruhan membentuk keseimbangan dengan gaya horisontal yang bekerja pada tiap-tiap massa bangunan tersebut.

Beban geser nominal, V yang bekerja pada bangunan menurut SNI 03-1726-2003 dapat dihitung dengan :

Dimana : V = Beban geser nominal static ekivalen C1 = nilai factor respon spectrum

I = Faktor keutamaan bangunan Wt = Berat total bangunan

R = Faktor reduksi gempa

Dinamik karakteristik bangunan adalah massa, kekakuan dan redaman. Dalam konsep ekivalen statik hanya massa yang diperhitungkan, dan inilah yang menjadi perbedaan utama antara konsep statik dan konsep dinamik. Apabila terdapat simpangan horisontal akibat gempa sebagaimana tampak pada Gambar II.3.a, maka simpangan horisontal y tersebut seolah-olah adalah akibat dari adanya gaya horisontal H. Konsep adanya gaya horizontal H akibat gempa kemudian menjadi lebih jelas pada stick model seperti pada Gambar II.3.c. Pada gambar tersebut terdapat keseimbangan antara gaya geser dasar V dengan gaya horisontal H yang bekerja pada massa.


(40)

a). Struktur SDOF b). Gaya Geser c). Stick Model Gambar II.3. Gaya Geser Dasar.

Di setiap tempat lokal maupun global biasanya mempunyai kondisi geologi, topografi dan kondisi tanah yang berbeda. Pada tempat-tempat tersebut juga mempunyai frekuensi kejadian, mekanisme kejadian, ukuran gempa dan kemungkinan daya rusak gempa yang berbeda-beda. Hal-hal tersebut adalah faktor pertama yang mempengaruhi koefisien gempa dasar C. Apabila terjadi gempa, maka daerah tersebut akan mempunyai respon dan juga resiko gempa yang berbeda pula. Faktor yang kedua adalah berhubungan dengan kondisi tanah setempat (tanah lokal). Pengalaman dari beberapa kejadian gempa bumi menunjukkan bahwa kondisi tanah lokalyang ditunjukkan oleh jenis, properti dan tebal lapisan tanah berpengaruh terhadap respon tanah dan kerusakan bangunan. Jenis tanah menurut SNI 03-1726-2002 adalah tanah keras dan tanah lunak, yang kedua-duanya mempunyai definisi yang jelas. Untuk semua daerah gempa, kedua jenis tanah tersebut akan berpengaruh terhadap nilai koefisien gempa dasar C. Faktor ketiga yang mempengaruhi koefisien gempa dasar C adalah periode getar T struktur. Dengan demikian untuk memperoleh koefisien gempa dasar C umumnya terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab yaitu dimana bangunan akan dibangun, jenis tanah dimana bangunan akan didirikan, dan periode getar struktur.

Agar perencanaan struktur beton dapat dilakukan dengan cara yang sederhana (analisis statis ekivalent) tanpa melakukan analisis yang rumit (analisis dynamis) dan


(41)

prilaku struktur diharapkan sangat baik bila dilanda gempa, maka tata letak struktur sangat penting untuk diatur. Tentunya tidak ada suatu bentuk struktur yang sangat ideal memenuhi semua syarat-syarat yang diijinkan tetapi beberapa pedoman dasar dibawah ini dapat dipakai sebagai acuan dalam merencanakan tata letak struktur.

1. Bangunan harus mempunyai bentuk yang sederhana 2. Bentuk yang simetris

3. Tidak terlalu langsing baik pada denahnya maupun potongannya 4. Distribusi kekuatan sepanjang tinggi bangunan seragam dan menerus 5. Kekakuan yang cukup

6. Terbentuknya sendi plastis harus terjadi pada elemen-elemen horisontal lebih dahulu dibandingkan dengan elemen vertikal.

C. Wilayah Gempa Indonesia

Indonesia merupakan zona patahan lempeng bumi, dimana lempeng tersebut sering terjadi patahan, lipatan, yang mengakibatkan terjadinya getaran sehingga menjadikan Indonesia daerah yang rawan gempa. Namun tidak semua daerah Indonesia memiliki kekuatan getaran gempa yang sama. Oleh karena itu, di Indonesia dibagi menjadi enam wilayah gempa, mulai dari wilayah yang gempa paling rendah hingga wilayah gempa yang paling tinggi. Pembagian gempa menurut SNI 03-1726-2003 adalah sebagai berikut:


(42)

(43)

Grafik II.2 Respon Spektrum Gempa Rencana

D. Kondisi Tanah

Indonesia terletak pada daerah patahan aktif, akibat terjadnya patahan pada lempeng bumi Indonesia menjadi kawasan yang rawan gempa. Tiap-tiap wilayah gempa mempunyai spektrum respons sendiri-sendiri sebagaimana yang tampak pada Grafik II.2 Pada grafik II.2 tersebut terdapat 6 spektrum respon masing-masing untuk tiap wilayah gempa. Tampak bahwa absis spektrum menunjukkan periode getar struktur T dalam detik sedangkan ordinatnya merupakan nilai koefisien gempa dasar C (tidak berdimensi). Pada setiap gambar tersebut juga tampak spektrum respon untuk tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak.

Berdasarkan SNI 03-1726-2003 jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel dibawah ini.


(44)

Dimana untuk menentukan

Dengan : ti = tebal lapisan tanah ke-i

Ni = nilai hasil test penetrasi standart ke-i

Nilai N didapat dari tes penetrasi standar. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan SPT (Standart Penetration Test) untuk mendapatkan nilai perlawanan tanah, di Indonesia percobaan SPT jarang digunakan, umumnya yang digunakan adalah alat Sondir (Dutch Penetrometer Test), karena lebih sesui dengan kondisi tanah di Indonesia dan juga hasilnya lebih dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan adanya suatu konversi dari nilai hasil sondir ke N-SPT. Menurut prof. weasley dalam bukunya yang berjudul mekanika tanah, dinyatakan bahwa nilai N-SPT = qc/4, dimana qc = perlawanan penetrasi konus (nilai sondir).

Berdasarkan SKBI-1.3.53.1987 menyebutkan bahwa untuk pemakaian pedoman ini suatu struktur gedung harus dianggap berdiri di atas tanah bawah yang lunak, apabila


(45)

struktur gedung tersebut terletak di atas endapan-endapan tanah dengan kedalaman-kedalaman yang melampaui nilai-nilai yang disebut dibawah ini :

a. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 0,5 kg/cm2 : 6 m

b. Untuk setiap tempat dimana lapisan yang menutupinya terdiri dari tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap ratarata tidak lebih dari 1 kg/cm2 atau terdiri dari tanah butiran yang sangat padat : 9 m

c. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 2 kg/cm2 : 12 m

d. Untuk tanah butiran terikat yang sangat padat : 20 m

Kedalaman harus diukur dari tingkat dimana tanah mulai memberikan penjepitan lateral yang efektif kepada struktur gedung. Tanah bawah yang lebih dangkal dari pembatasan-pembatasan di atas harus dianggap sebagai tanah keras. Analisis beban statik ekivalen juga dipengaruhi atas beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :

1). Faktor Keutamaan Bangunan (I)

Setiap bangunan umumnya didirikan dengan maksud pemakaian tertentu. Pada tiap-tiap jenis pemakaian, suatu bangunan harus mempunyai kemampuan minimum untuk melindungi pemakainya. Mengingat hal tersebut, maka pengamanan bangunan dengan cara mengurangi resiko terhadap kerusakan bangunan merupakan sesuatu yang penting. Pengamanan bangunan tersebut diakomodasikan dengan menggunakan faktor keutamaan bangunan I. factor keutamaan bangunan I unutk berbagai jenis bangunan menurut SNI 03-1726-2003 adalah sebagai berikut:


(46)

2). Faktor Reduksi Gempa (R)

Faktor reduksi gempa adalah untuk menjadikan beban gempa tersebut menjadi beban gempa nominal sesuai dengan faktor daktalitas yang dipilih untuk struktur bangunan tersebut. Adapun persamaan faktor reduksi gempa sebagai berikut:

2,2 ≤ R = μ .f1≤ Rm

Dalam persamaan diatas, R = 2,2 adalah faktor reduksi gempa untuk bangunan gedung yang berprilaku elastik, sedangkan adalah faktor reduksi gempa maksimum yang terdapat dalam tabel II.4

Nilai f1≈ 1,6

Dimana adalah faktor tahanan lebih beban dan bahan yang terkandung dalam struktur bangunan gedung. Dan μ merupakan nilai faktor daktalitas struktur bangunan

gedung. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil melebihi nilai factor daktalitas maksimum μm yang dapat

di-kerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur bangunan gedung seperti yang dijelaskan dalam tabel II.5


(47)

Tabel II.5. Faktor daktalitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total beberapa system dan subsistem bangunan gedung


(48)

Untuk gedung yang tidak beraturan dan bertingkat banyak, digunakan perencanaan analisis dinamik, Banyak metode yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung dalam analisis dinamik, diantarnya adalah :

1. Analisis Ragam Spektrum respons

Pada metode analisis ini kita menggunakan spectrum respons gempa rencana sebagai dasar untuk menetukan responsnya. dalam hal ini, analisis respons spektrum hanya dipakai unutk menentukan gaya geser tingkat nominal dinamik akibat pengaruh gempa rencana. Gaya-gaya internal dalam unsur struktur gedung didapat dari analisis 3 dimensi biasa berdasarkan beban-beban gempa statik ekuivalen.

2. Analisis Respons Dinamik Riwayat Waktu

Dalam analisis ini, faktor I adalah untuk memperhitungkan kategori gedung yang ada, sedangkan faktor R adalah untuk menjadikan pembebanan gempa tersebut menjadi pembebanan gempa nominal. Yang lebih ditekankan pada percepatan tanah yang disimulasikan sebagai gerakan gempa.

F. Eksentrisitas rencana

Pusat massa lantai tingkat suatu struktur merupakan titik tangkap resultan beban-beban yang bekerja pada lantai tingkat struktur tesebut. Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur adalah suatu titik pada lantai tingkat tersebut yang bila terjadi gaya horizontal, gaya tersebut tidak berotasi tetapi hanya bertranslasi.

Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. apabila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat

itu diukur tegak lurus arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut :


(49)

ed = 1,5 e + 0,005 b atau

ed = e – 0,05 b

dan pilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsure subsistem struktur gedung yang ditinjau.

2. Untuk e > 0,3 b ed = 1,33 e + 0,1 b

atau ed = 1,17 e – 0,1 b

serta pilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsure subsistem struktur gedung yang ditinjau.

.

II.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja A. Metode ASD ( Allowable Stress Design )

Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi.

(Pers.2.10)

(Pers.2.11)


(50)

Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 Fy yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.

B. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design )

Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut.

Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik.


(51)

Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD.

II.5. Sistem Rangka Pemikul Momen

Ada beberapa macam sistem struktur yang dapat dipakai dalam desain bangunan tahan gempa. Secara umum ada tiga system yang lazim dipakai, yaitu :

• System struktur portal

• System struktur dinding

• System gabungan

Dalam memilih system struktur yang tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, misalnya tinggi bangunan, arsitektural, fungsional bangunan, dan denah organisasi. Tiap system memiliki perilaku yang berbeda-beda. System struktur portal umumnya lebih mengandalkan daktilitas struktur, sementara sistem struktur dinding lebih mengandalkan kekakuannya.

SAC joint venture dengan didanai oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA) pernah melakukan penelitian dengan meninjau kerusakan-kerusakan bangunan pasca gempa Northridge (1994) dan Kobe (1995). Penelitian ini memberikan suatu informasi mengenai respon seismic struktur baja, khususnya sistem rangka pemikul momen.

Sistem rangka pemikul momen dengan menggunakan struktur baja dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :


(52)

2. Sistem rangka pemikul momen terbatas (SRPMT) 3. Sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

Perbedaan ketiga jenis system struktur terletak pada kemampuannya dalam mengalami deformasi inelastic dan tingkat daktilitas. SRPMB merupakan system yang memiliki deformasi inelastic dan tingkat daktilitas yang paling kecil, tetapi memiliki kekakuan yang besar. Oleh karena itu, desain SRPMB boleh mengabaikan persyaratan “strong column weak beam” yang dipakai untuk mendesain struktur yang lebih mengandalkan daktilitas. Hal ini harus diperhatikan agar pola keruntuhan berupa “ soft storey mechanism” dapat dihindari. Soft storey dapat menghasilkan drift yang sangat besar karena deformasi dan disipasi enegi yang besar terkumpul pada satu atau bebrapa tingkat pada bangunan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh “weak column strong beam” (FEMA 355F, 2000). Model yang diteliti berupa bangunan 3, 9, dan 20 lantai dengan rasio momen kolom terhadap balok diambil 0,9. Bangunan 3 lantai setinggi 39 ft, bangunan 9 lantai setinggi 134 ft, dan bangunan 20 lantai yang tidak memenuhi syarat kinerja dari ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, disarankan agar struktur yang diijinkan mengalami “weak column strong beam” memiliki tinggi maksimal 100 ft (30,5 meter)

Di indonesia ketentuan-ketentuan khusus perencanaan struktur baja terhadap beban gempa diatur dalam SNI 03-1729-2002, yang mana juga memberikan klasifikasi terhadap sistem penahan gempa dimana salah satunya adalah SRPMB.namun dalam praktek desain, SRPMB masih jarang dipergunakan. Referensi penelitian yang telah dilakukan terhadap kinerja SRPMB yang cukup baik untuk daerah dengan resiko gempa kecil, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kinerja SRPMB yang didesain berdasarkan SNI-1729-2002 diwilayah gempa 2 di indonesia.


(53)

Dalam hal rekayasa desain, saat ini berkembang suatu perencanaan bangunan berbasis kinerja atau performance based design (PBD) dimana bangunan tidak hanya direncanakan dari segi kekuatan (strength ), tetapi juga memperhatikan daktalitas sebagai faktor yang sangat berpengaruh pada prilaku bangunan saat terkena gempa. Perencanaan semacam ini memberikan informasi lebih detail dimana baik / buruknya kinerja struktur saat terjadi gempa dapat dinilai secara jelas dan kuantitatif. Dalam perencanaan ini, istilah-istilah teknik disajikan dalam bentuk grafis dan bahasa yang lebih awam sehingga mudah dipahami.

A. Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

SRPMK diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang besar apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban gempa rencana. Perencanaan semua sambungan balok-ke-kolom yang digunakan pada Sistem Pemikul Beban Gempa harusdidasarkan pada hasilhasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastis sekurang-kurangnya 0,03 radian. Hasil-hasil pengujian kualifikasi

didapat terhadap sekurang-kurangnya dari dua pengujian siklik dan diijinkan berdasarkan salah satu dari dua persyaratan berikut ini:

a) Laporan penelitian atau laporan pengujian yang dilakukan untuk sambungan yang serupa dengan yang sedang direncanakan untuk suatu proyek;

b) Pengujian yang dilakukan khusus untuk sambungan yang sedang direncanakan untuk suatu proyek dan cukup mewakili ukuran-ukuran komponen struktur, kekuatan bahan, konfigurasi sambungan, dan urut-urutan pelaksanaan pada proyek tersebut.

Interpolasi atau ekstrapolasi dari hasil-hasil pengujian dengan ukuran-ukuran komponen struktur yang berbeda-beda harus dilakukan menggunakan analisis rasional yang memperlihatkan distribusi tegangan dan besar gaya-gaya-dalam yang konsisten


(54)

terhadap model uji sambungan dan dengan memperhatikan pengaruh negatif dari ukuran bahan dan ketebalan las yang lebih besar serta variasi dari sifat-sifat bahan.

Ekstrapolasi dari hasilhasil pengujian harus didasarkan pada kombinasi serupa dari komponen struktur. Sambungan yang sebenarnya harus dibuat menggunakan bahan, konfigurasi, proses, dan kendali kualitas demikian sehingga dapat menjamin keserupaannya dengan model uji sambungan. Balokbalok

dengan hasil pengujian tegangan leleh kurang dari 85% f ye tidak boleh digunakan dalam pengujian kualifikasi.

Pengujian sambungan balok-ke-kolom harus memperlihatkan kuat lentur, yang diukur di muka kolom, sekurang-kurangnya sama dengan momen plastis nominal balok

M p pada saat terjadinya rotasi inelastis yang disyaratkan, kecuali bila:

a) Kuat lentur balok lebih ditentukan oleh tekuk lokal daripada oleh tegangan leleh bahan, atau bila sambungan menghubungkan balok dengan penampang melintang yang direduksi maka kuat lentur minimumnya sama dengan 0,8M p dari balok pada pengujian;

b) Sambungan-sambungan yang memungkinkan terjadinya rotasi dari komponen struktur yang tersambung dapat diijinkan, selama dapat ditunjukkan menggunakan analisis yang rasional

bahwa tambahan simpangan antar lantai yang disebabkan oleh deformasi sambungan dapat diakomodasikan oleh struktur bangunan. Analisis rasional yang dilakukan harus memperhitungkan stabilitas sistem rangka secara keseluruhan dengan memperhatikan pengaruh orde kedua.

Gaya geser terfaktor, Vu, sambungan balok-ke-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi beban 1,2D+0,5L ditambah dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1,1Ry f yZ pada arah yang berlawanan pada masing-masing ujung balok. Sebagai alternatif, nilai Vu yang lebih kecil dapat digunakan


(55)

selama dapat dibuktikan menggunakan analisis yang rasional. Gaya geser terfaktor tidak perlu lebih besar daripada gaya geser yang dihasilkan oleh kombinasi pembebanan.

B. Sistem Rangka Pemikul Momen Terbatas (SRPMT)

SRPMT diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis secara moderat akibat gaya gempa rencana. SRPMT harus memenuhi persyaratan pada butir ini dan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga deformasi inelastis akibat beban gempa rencana terakomodasi dengan tercapainya pelelehan pada komponen struktur untuk rangka dengan sambungan kaku, atau tercapainya pelelehan pada sambungan untuk rangka dengan sambungan semi kaku Perencanaan semua sambungan balok-ke-kolom yang digunakan pada Sistem Pemikul Beban Gempa harus didasarkan pada hasil hasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastic sekurang-kurangnya 0,02 radian. Hasil-hasil pengujian kualifikasi didapat terhadap sekurang-kurangnya dari dua pengujian siklik.

Pengujian sambungan balok-ke-kolom harus memperlihatkan kuat lentur, yang diukur di muka kolom, sekurang-kurangnya sama dengan momen plastis nominal balok

M p pada saat terjadinya rotasi inelastis yang disyaratkan, kecuali bila:

a) Kuat lentur balok lebih ditentukan oleh tekuk lokal daripada oleh tegangan leleh bahan, atau bila sambungan menghubungkan balok dengan penampang melintang yang direduksi maka kuat lentur minimumnya sama dengan 0,8M p dari balok pada pengujian;

b) Sambungan-sambungan yang memungkinkan terjadinya rotasi dari komponen struktur yang tersambung dapat diijinkan, selama dapat ditunjukkan menggunakan analisis yang rasional bahwa tambahan simpangan antar lantai yang disebabkan oleh deformasi sambungan dapat memperhitungkan stabilitas sistem rangka secara keseluruhan dengan memperhatikan pengaruh orde kedua.


(56)

Perencanaan semua sambungan balok-ke-kolom yang digunakan pada Sistem Pemikul Beban Gempa harus didasarkan pada hasilhasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastic sekurang-kurangnya 0,02 radian. Hasil-hasil pengujian kualifikasi didapat terhadap sekurang-kurangnya dari dua pengujian siklik

Pengujian sambungan balok-ke-kolom harus memperlihatkan kuat lentur, yang diukur di muka kolom, sekurang-kurangnya sama dengan momen plastis nominal balok

M p pada saat terjadinya rotasi inelastis yang disyaratkan, kecuali bila:

a) Kuat lentur balok lebih ditentukan oleh tekuk lokal daripada oleh tegangan leleh bahan, atau bila sambungan menghubungkan balok dengan penampang melintang yang direduksi maka kuat lentur minimumnya sama dengan 0,8M p dari balok pada pengujian;

b) Sambungan-sambungan yang memungkinkan terjadinya rotasi dari komponen struktur yang tersambung dapat diijinkan, selama dapat ditunjukkan menggunakan analisis yang rasional bahwa tambahan simpangan antar lantai yang disebabkan oleh deformasi sambungan dapat diakomodasikan oleh struktur bangunan. Analisis rasional yang dilakukan harus memperhitungkan stabilitas sistem rangka secara keseluruhan dengan memperhatikan pengaruh orde kedua.

Kedua pelat sayap dari balok harus dikekang secara lateral dengan cara langsung atau tak langsung. Panjang daerah yang tak terkekang secara lateral tidak boleh melampaui 25.250ry / f y . Sebagai tambahan, pengekang lateral harus dipasang dekat titik tangkap beban-beban terpusat, perubahan penampang, dan lokasi-lokasi lainnya yang mana menunjukkan kemungkinan terbentuknya sendi plastis pada saat terjadinya deformasi inelastis pada SRPMT


(57)

SRPMB diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis secara terbatas pada komponen struktur dan sambungan-sambungannya akibat gaya gempa rencana SRPMB harus memenuhi persyaratan dibawah ini :

Sambungan balok-ke-kolom harus menggunakan las atau baut mutu tinggi. Dapat digunakan sambungan kaku atau sambungan semi kaku sebagai berikut:

a) Sambungan kaku yang merupakan bagian dari Sistem Pemikul Beban Gempa harus mempunyai kuat lentur perlu Mu yang besarnya paling tidak sama dengan yang terkecil dari 1,1RyM p balok atau gelagar, atau momen terbesar yang dapat disalurkan oleh sistem rangka pada titik tersebut.

Untuk sambungan dengan sambungan pelat sayap yang dilas, pelapis las dan kelebihan las harus dibuang dan diperbaiki kecuali pelapis pelat sayap atas yang tetap diperbolehkan jika melekat pada pelat sayap kolom dengan las sudut menerus di bawah las tumpul sambungan penetrasi penuh. Las tumpul penetrasi sebagian dan las sudut tidak boleh digunakan untuk memikul gaya tarik pada sambungan, Sebagai alternatif, perencanaan dari semua sambungan balok ke kolom yang digunakan pada Sistem Pemikul Beban Gempa harus didasarkan pada hasil-hasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastis sekurang-kurangnya 0,01 radian. Hasil-hasil pengujian kualifikasi didapat terhadap sekurangkurangnya dari dua pengujian siklik

b) Sambungan semi kaku diizinkan jika syarat-syarat di bawah ini dipenuhi: i. Sambungan tersebut harus memenuhi kekuatan yang dipersyarat ii. Kuat lentur nominal sambungan melebihi nilai yang lebih kecil

daripada 50% M p balok atau kolom yang disambungkan;

iii. Harus mempunyai kapasitas rotasi yang dibuktikan dengan uji beban siklik sebesar yang dibutuhkan untuk mencapai simpangan antar lantai;


(1)

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg 8 0,00000 live LinStatic -18,84 -18,84 -18,84 -18,84 8 1,66667 live LinStatic -18,84 -18,84 -18,84 -18,84 8 3,33333 live LinStatic -18,84 -18,84 -18,84 -18,84 8 5,00000 live LinStatic -18,84 -18,84 -18,84 -18,84 8 0,00000 gempa LinRespSpec Max 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 8 1,66667 gempa LinRespSpec Max 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 8 3,33333 gempa LinRespSpec Max 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 8 5,00000 gempa LinRespSpec Max 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 3,124E-02 9 0,00000 DEAD LinStatic -156,65 -156,65 -156,65 -156,65 9 1,66667 DEAD LinStatic -156,65 -156,65 -156,65 -156,65 9 3,33333 DEAD LinStatic -156,65 -156,65 -156,65 -156,65 9 5,00000 DEAD LinStatic -156,65 -156,65 -156,65 -156,65

9 0,00000 live LinStatic -9,00 -9,00 -9,00 -9,00

9 1,66667 live LinStatic -9,00 -9,00 -9,00 -9,00

9 3,33333 live LinStatic -9,00 -9,00 -9,00 -9,00

9 5,00000 live LinStatic -9,00 -9,00 -9,00 -9,00

9 0,00000 gempa LinRespSpec Max 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 9 1,66667 gempa LinRespSpec Max 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 9 3,33333 gempa LinRespSpec Max 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 9 5,00000 gempa LinRespSpec Max 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02 4,270E-02

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap gaya normal yang terjadi pada balok yang di tinjau.

7. Perbandingan momen yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 % pada

kolom bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 24, 25, dan 26.

Frame Station OutputCase CaseType StepType 20% 40 % 60% 80%

Text m Text Text Text Kg.m Kg.m Kg.m Kg.m

24 0,00000 DEAD LinStatic 27,08 27,08 27,08 27,08

24 1,33333 DEAD LinStatic -1,91 -1,91 -1,91 -1,91

24 2,66667 DEAD LinStatic -30,89 -30,89 -30,89 -30,89 24 4,00000 DEAD LinStatic -59,88 -59,88 -59,88 -59,88 24 0,00000 live LinStatic -11,74 -11,74 -11,74 -11,74

24 1,33333 live LinStatic 0,19 0,19 0,19 0,19

24 2,66667 live LinStatic 12,11 12,11 12,11 12,11

24 4,00000 live LinStatic 24,04 24,04 24,04 24,04

24 0,00000 gempa LinRespSpec Max 3,04 3,04 3,04 3,04 24 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,38 1,38 1,38 1,38 24 2,66667 gempa LinRespSpec Max 0,29 0,29 0,29 0,29 24 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,95 1,95 1,95 1,95 25 0,00000 DEAD LinStatic -27,08 -27,08 -27,08 -27,08

25 1,33333 DEAD LinStatic 1,91 1,91 1,91 1,91

25 2,66667 DEAD LinStatic 30,89 30,89 30,89 30,89

25 4,00000 DEAD LinStatic 59,88 59,88 59,88 59,88

25 0,00000 live LinStatic 11,74 11,74 11,74 11,74

25 1,33333 live LinStatic -0,19 -0,19 -0,19 -0,19

25 2,66667 live LinStatic -12,11 -12,11 -12,11 -12,11 25 4,00000 live LinStatic -24,04 -24,04 -24,04 -24,04 25 0,00000 gempa LinRespSpec Max 3,04 3,04 3,04 3,04 25 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,38 1,38 1,38 1,38 25 2,66667 gempa LinRespSpec Max 0,29 0,29 0,29 0,29 25 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,95 1,95 1,95 1,95 26 0,00000 DEAD LinStatic -515,76 -515,76 -515,76 -515,76

26 1,33333 DEAD LinStatic 9,42 9,42 9,42 9,42

26 2,66667 DEAD LinStatic 534,60 534,60 534,60 534,60 26 4,00000 DEAD LinStatic 1059,78 1059,78 1059,78 1059,78 26 0,00000 live LinStatic -12,87 -12,87 -12,87 -12,87

26 1,33333 live LinStatic 0,11 0,11 0,11 0,11

26 2,66667 live LinStatic 13,09 13,09 13,09 13,09


(2)

Text m Text Text Text Kg.m Kg.m Kg.m Kg.m 26 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,96 1,96 1,96 1,96 26 1,33333 gempa LinRespSpec Max 0,95 0,95 0,95 0,95 26 2,66667 gempa LinRespSpec Max 7,575E-02 7,575E-02 7,575E-02 7,575E-02 26 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,08 1,08 1,08 1,08

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap momen yang terjadi pada kolom yang di tinjau

8. Perbandingan gaya lintang yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 % pada

kolom bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 24, 25, dan 26.

Frame Station OutputCase CaseType StepType 20% 40 % 60% 80%

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg

24 0,00000 DEAD LinStatic -68216,21 -68216,21 -68216,21 -68216,21 24 1,33333 DEAD LinStatic -67247,22 -67247,22 -67247,22 -67247,22 24 2,66667 DEAD LinStatic -66278,23 -66278,23 -66278,23 -66278,23 24 4,00000 DEAD LinStatic -65309,24 -65309,24 -65309,24 -65309,24 24 0,00000 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 24 1,33333 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 24 2,66667 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 24 4,00000 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 24 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 24 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 24 2,66667 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 24 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 25 0,00000 DEAD LinStatic -68216,21 -68216,21 -68216,21 -68216,21 25 1,33333 DEAD LinStatic -67247,22 -67247,22 -67247,22 -67247,22 25 2,66667 DEAD LinStatic -66278,23 -66278,23 -66278,23 -66278,23 25 4,00000 DEAD LinStatic -65309,24 -65309,24 -65309,24 -65309,24 25 0,00000 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 25 1,33333 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 25 2,66667 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 25 4,00000 live LinStatic -13941,57 -13941,57 -13941,57 -13941,57 25 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 25 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 25 2,66667 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 25 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,83 1,83 1,83 1,83 26 0,00000 DEAD LinStatic -41897,47 -41897,47 -41897,47 -41897,47 26 1,33333 DEAD LinStatic -41096,66 -41096,66 -41096,66 -41096,66 26 2,66667 DEAD LinStatic -40295,84 -40295,84 -40295,84 -40295,84 26 4,00000 DEAD LinStatic -39495,02 -39495,02 -39495,02 -39495,02 26 0,00000 live LinStatic -7240,54 -7240,54 -7240,54 -7240,54 26 1,33333 live LinStatic -7240,54 -7240,54 -7240,54 -7240,54 26 2,66667 live LinStatic -7240,54 -7240,54 -7240,54 -7240,54 26 4,00000 live LinStatic -7240,54 -7240,54 -7240,54 -7240,54 26 0,00000 gempa LinRespSpec Max 2,91 2,91 2,91 2,91 26 1,33333 gempa LinRespSpec Max 2,91 2,91 2,91 2,91 26 2,66667 gempa LinRespSpec Max 2,91 2,91 2,91 2,91 26 4,00000 gempa LinRespSpec Max 2,91 2,91 2,91 2,91

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap gaya lintang yang terjadi pada kolom yang di tinjau

9. Perbandingan gaya normal yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 % pada

kolom bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 24, 25, dan 26.


(3)

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg

24 0,00000 DEAD LinStatic 21,74 21,74 21,74 21,74

24 1,33333 DEAD LinStatic 21,74 21,74 21,74 21,74

24 2,66667 DEAD LinStatic 21,74 21,74 21,74 21,74

24 4,00000 DEAD LinStatic 21,74 21,74 21,74 21,74

24 0,00000 live LinStatic -8,95 -8,95 -8,95 -8,95

24 1,33333 live LinStatic -8,95 -8,95 -8,95 -8,95

24 2,66667 live LinStatic -8,95 -8,95 -8,95 -8,95

24 4,00000 live LinStatic -8,95 -8,95 -8,95 -8,95

24 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 24 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 24 2,66667 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 24 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 25 0,00000 DEAD LinStatic -21,74 -21,74 -21,74 -21,74 25 1,33333 DEAD LinStatic -21,74 -21,74 -21,74 -21,74 25 2,66667 DEAD LinStatic -21,74 -21,74 -21,74 -21,74 25 4,00000 DEAD LinStatic -21,74 -21,74 -21,74 -21,74

25 0,00000 live LinStatic 8,95 8,95 8,95 8,95

25 1,33333 live LinStatic 8,95 8,95 8,95 8,95

25 2,66667 live LinStatic 8,95 8,95 8,95 8,95

25 4,00000 live LinStatic 8,95 8,95 8,95 8,95

25 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 25 1,33333 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 25 2,66667 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 25 4,00000 gempa LinRespSpec Max 1,25 1,25 1,25 1,25 26 0,00000 DEAD LinStatic -393,88 -393,88 -393,88 -393,88 26 1,33333 DEAD LinStatic -393,88 -393,88 -393,88 -393,88 26 2,66667 DEAD LinStatic -393,88 -393,88 -393,88 -393,88 26 4,00000 DEAD LinStatic -393,88 -393,88 -393,88 -393,88

26 0,00000 live LinStatic -9,73 -9,73 -9,73 -9,73

26 1,33333 live LinStatic -9,73 -9,73 -9,73 -9,73

26 2,66667 live LinStatic -9,73 -9,73 -9,73 -9,73

26 4,00000 live LinStatic -9,73 -9,73 -9,73 -9,73

26 0,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 26 1,33333 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 26 2,66667 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 26 4,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap gaya normal yang terjadi pada kolom yang di tinjau

10. Perbandingan momen yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 % pada

balok bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 1, 2,dan 3

Frame Station OutputCase CaseType StepType 20% 40 % 60% 80%

Text m Text Text Text Kg.m Kg.m Kg.m Kg.m

1 0,00000 DEAD LinStatic -2284,31 -2284,31 -2284,31 -2284,31 1 1,66667 DEAD LinStatic 1297,86 1297,86 1297,86 1297,86 1 3,33333 DEAD LinStatic 1074,64 1074,64 1074,64 1074,64 1 5,00000 DEAD LinStatic -2953,97 -2953,97 -2953,97 -2953,97 1 0,00000 live LinStatic -57,45 -57,45 -57,45 -57,45 1 1,66667 live LinStatic -17,82 -17,82 -17,82 -17,82

1 3,33333 live LinStatic 21,80 21,80 21,80 21,80

1 5,00000 live LinStatic 61,43 61,43 61,43 61,43

1 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,96 1,96 1,96 1,96 1 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,69 0,69 0,69 0,69 1 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,58 0,58 0,58 0,58 1 5,00000 gempa LinRespSpec Max 1,85 1,85 1,85 1,85 2 0,00000 DEAD LinStatic -2872,63 -2872,63 -2872,63 -2872,63 2 1,66667 DEAD LinStatic 932,77 932,77 932,77 932,77 2 3,33333 DEAD LinStatic 932,77 932,77 932,77 932,77


(4)

Text m Text Text Text Kg.m Kg.m Kg.m Kg.m 2 5,00000 DEAD LinStatic -2872,63 -2872,63 -2872,63 -2872,63

2 0,00000 live LinStatic 6,97 6,97 6,97 6,97

2 1,66667 live LinStatic 6,97 6,97 6,97 6,97

2 3,33333 live LinStatic 6,97 6,97 6,97 6,97

2 5,00000 live LinStatic 6,97 6,97 6,97 6,97

2 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,79 1,79 1,79 1,79 2 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,60 0,60 0,60 0,60 2 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,60 0,60 0,60 0,60 2 5,00000 gempa LinRespSpec Max 1,79 1,79 1,79 1,79 3 0,00000 DEAD LinStatic -2953,97 -2953,97 -2953,97 -2953,97 3 1,66667 DEAD LinStatic 1074,64 1074,64 1074,64 1074,64 3 3,33333 DEAD LinStatic 1297,86 1297,86 1297,86 1297,86 3 5,00000 DEAD LinStatic -2284,31 -2284,31 -2284,31 -2284,31

3 0,00000 live LinStatic 61,43 61,43 61,43 61,43

3 1,66667 live LinStatic 21,80 21,80 21,80 21,80

3 3,33333 live LinStatic -17,82 -17,82 -17,82 -17,82 3 5,00000 live LinStatic -57,45 -57,45 -57,45 -57,45 3 0,00000 gempa LinRespSpec Max 1,85 1,85 1,85 1,85 3 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,58 0,58 0,58 0,58 3 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,69 0,69 0,69 0,69 3 5,00000 gempa LinRespSpec Max 1,96 1,96 1,96 1,96

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap momen yang terjadi pada balok yang di tinjau.

11.

Perbandingan gaya lintang yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 %

pada balok bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 1, 2,

dan 3

Frame Station OutputCase CaseType StepType 20% 40 % 60% 80%

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg

1 0,00000 DEAD LinStatic -3290,92 -3290,92 -3290,92 -3290,92 1 1,66667 DEAD LinStatic -1007,69 -1007,69 -1007,69 -1007,69 1 3,33333 DEAD LinStatic 1275,55 1275,55 1275,55 1275,55 1 5,00000 DEAD LinStatic 3558,79 3558,79 3558,79 3558,79 1 0,00000 live LinStatic -23,78 -23,78 -23,78 -23,78 1 1,66667 live LinStatic -23,78 -23,78 -23,78 -23,78 1 3,33333 live LinStatic -23,78 -23,78 -23,78 -23,78 1 5,00000 live LinStatic -23,78 -23,78 -23,78 -23,78 1 0,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 1 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 1 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 1 5,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 2 0,00000 DEAD LinStatic -3424,85 -3424,85 -3424,85 -3424,85 2 1,66667 DEAD LinStatic -1141,62 -1141,62 -1141,62 -1141,62 2 3,33333 DEAD LinStatic 1141,62 1141,62 1141,62 1141,62 2 5,00000 DEAD LinStatic 3424,85 3424,85 3424,85 3424,85 2 0,00000 live LinStatic 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 2 1,66667 live LinStatic 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 2 3,33333 live LinStatic 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 2 5,00000 live LinStatic 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 5,684E-14 2 0,00000 gempa LinRespSpec Max 0,72 0,72 0,72 0,72 2 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,72 0,72 0,72 0,72 2 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,72 0,72 0,72 0,72 2 5,00000 gempa LinRespSpec Max 0,72 0,72 0,72 0,72 3 0,00000 DEAD LinStatic -3558,79 -3558,79 -3558,79 -3558,79 3 1,66667 DEAD LinStatic -1275,55 -1275,55 -1275,55 -1275,55


(5)

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg 3 3,33333 DEAD LinStatic 1007,69 1007,69 1007,69 1007,69 3 5,00000 DEAD LinStatic 3290,92 3290,92 3290,92 3290,92

3 0,00000 live LinStatic 23,78 23,78 23,78 23,78

3 1,66667 live LinStatic 23,78 23,78 23,78 23,78

3 3,33333 live LinStatic 23,78 23,78 23,78 23,78

3 5,00000 live LinStatic 23,78 23,78 23,78 23,78

3 0,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 3 1,66667 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 3 3,33333 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76 3 5,00000 gempa LinRespSpec Max 0,76 0,76 0,76 0,76

Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, ditemukan ternyata release tidak

berpengaruh terhadap gaya lintang yang terjadi pada balok yang di tinjau.

12.

Perbandingan gaya normal yang di release 20 %, 40 %, 60 %, dan 80 %

pada balok bangunan dasar,dimana frame yang dicoba adalah frame 1, 2,

dan 3

Frame Station OutputCase CaseType StepType 20% 40 % 60% 80%

Text m Text Text Text Kg Kg Kg Kg

1 0,00000 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

1 1,66667 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

1 3,33333 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

1 5,00000 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

1 0,00000 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

1 1,66667 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

1 3,33333 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

1 5,00000 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

1 0,00000 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 1 1,66667 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 1 3,33333 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 1 5,00000 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02

2 0,00000 DEAD LinStatic 84,28 84,28 84,28 84,28

2 1,66667 DEAD LinStatic 84,28 84,28 84,28 84,28

2 3,33333 DEAD LinStatic 84,28 84,28 84,28 84,28

2 5,00000 DEAD LinStatic 84,28 84,28 84,28 84,28

2 0,00000 live LinStatic 10,33 10,33 10,33 10,33

2 1,66667 live LinStatic 10,33 10,33 10,33 10,33

2 3,33333 live LinStatic 10,33 10,33 10,33 10,33

2 5,00000 live LinStatic 10,33 10,33 10,33 10,33

2 0,00000 gempa LinRespSpec Max 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 2 1,66667 gempa LinRespSpec Max 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 2 3,33333 gempa LinRespSpec Max 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 2 5,00000 gempa LinRespSpec Max 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03 5,826E-03

3 0,00000 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

3 1,66667 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

3 3,33333 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

3 5,00000 DEAD LinStatic 90,64 90,64 90,64 90,64

3 0,00000 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

3 1,66667 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

3 3,33333 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

3 5,00000 live LinStatic 4,91 4,91 4,91 4,91

3 0,00000 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 3 1,66667 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 3 3,33333 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 3 5,00000 gempa LinRespSpec Max 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02 2,616E-02


(6)