BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan sistem informasi berbasis komputer mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini dengan
tingkat pertumbuhan penggunaan komputer dalam perusahaan berkisar antara 50 sampai dengan 90 per tahun. Kondisi tersebut secara langsung
memberi dampak pada pola kerja sistem informasi akuntansi dan selanjutnya menuntut adanya perubahan pada prosedur dan tehnik yang digunakan
seorang auditor dalam melakukan tugas audit atestasi. Dampak perubahan tehnologi informasi bagi seorang Auditor adalah harus memahami akses rutin
ke dalam sistem, sistem otorisasi dan organisasi dan memahami bagaimana sistem bekerja melakukan perhitungan computation. Selain itu
diperlukannya pemahan sistem secara umum mengenai jaringan networking, database management, paket software, operational system serta
seleksi pemakaian hardware. Oleh karena itulah computer merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi auditor dalam proses pemeriksaan keuangan dan
merupakan hal yang sangat penting bagi auditor untuk memiliki keahlian computer audit.
Kemajuan teknologi informasi telah mengubah cara perusahaan dalam mengumpulkan data, memproses dan melaporkan informasi keuangan. Oleh
karena itu auditor akan banyak menemukan lingkungan dimana data
tersimpan lebih banyak dalam media elektronik dibanding media kertas. 1
Auditor harus menentukan bagaimana perusahaan menggunakan sistem teknologi informasi untuk mencatat, memproses dan melaporkan transaksi
dalam laporan keuangan. Dimana saat ini banyak perusahaan yang menggunakan software akuntansi keuangan seperti accurate, zahir, myob, dan
banyak software akuntansi keuangan lainnya. Sebenarnya tidak ada perbedaan konsep audit yang berlaku untuk sistem yang kompleks dan sistem
manual, yang berbeda hanyalah metode-metode spesifik yang cocok dengan situasi sistem informasi akuntansi yang ada. Pemahaman ini diperlukan
dalam rangka mendapatkan pemahaman internal kontrol yang baik agar dapat merencanakan audit dan menentukan sifat, timing dan perluasan pengujian
yang akan dilakukan. Istilah teknologi informasi yang sekarang lazim digunakan banyak orang, sebenarnya merupakan perpaduan antara teknologi
komputer, komunikasi dan otomasi kantor yang telah bercampur menjadi satu sehingga sulit untuk memisahkannya Indriantoro, 1995.
Mengikuti perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dimana kurang lebih tiap delapan belas bulan sudah ada perbaikan dalam sistem
teknologi informasi, tampaknya mengubah cara orang bekerja baik sebagai akuntan maupun auditor. Misalnya sebagai manager akuntan saat ini dengan
teknologi internet, orang sudah mampu melakukan transaksi dan melihat hasil laporan informasi keuangan melalui internet. Contoh lain, seorang
auditor baik internal maupun eksternal, saat ini dapat melakukan akses laporan informasi di internet layaknya membuka e-mail maupun web site
lainnya, kemudian dari informasi yang tampak di web tersebut mampu 2
melakukan analisis dan drill-down tracing sampai ke jurnal dasar dan bahkan mampu melihat dokumen pendukung yang terlampir, dan masih
banyak lagi fasilitas lain yang dapat diperoleh dari perkembangan teknologi ini Ekadjaya, 2001.
Penerapan teknologi juga menimbulkan sejumlah problematik yang berasal dari berbagai faktor, antara lain: ekonomi, teknologi, konsep sistem
dan aspek perilaku. Dari berbagai faktor penyebab problematik dalam pengembangan teknologi komputer, aspek perilaku merupakan faktor yang
dominan Igbaria 1984 dalam Sudaryono 2005. Ketiga komponen sikap: kognisi, afeksi, dan keinginan, pada dasarnya saling terkait antara satu
dengan yang lain. Keinginan seseorang dipengaruhi oleh keyakinan akan konsekuensi masa yang akan datang, sehingga menimbulkan afeksi seseorang
yang dinyatakan dengan sikap suka atau tidak suka terhadap teknologi komputer. Ketidaksukaan seseorang terhadap komputer dapat disebabkan
oleh ketakutan terhadap pengguna teknologi komputer atau disebut juga computer anxiety Igbaria dan Pasuraman 1989 dalam Sudaryono 2005 .
Berdasarkan literatur cognitive psychology dan literatur marketing dinyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat berpengaruh
terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam berbagai kompleksitas tugas. Dalam literatur tersebut Chung dan Monroe 2001 dalam Zulaikha
2006 menyatakan bahwa perempuan dapat lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding laki-laki
dikarenakan perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan 3
mengintegrasikan kunci keputusan. Masih dalam literatur tersebut juga dinyatakan bukti bahwa laki-laki relatif kurang mendalam dalam
menganalisis inti dari suatu keputusan, namun pengaruh gender terhadap pemrosesan informasi dan judgment belum banyak teruji dalam konteks
penugasan audit atau penugasan sebagai auditor. Dalam penugasan tersebut, variasi kompleksitas audit dapat terjadi
dalam berbagai akun, jumlah atau besarnya saldo akun. Meyers-Levy 1986 dalam Zulaikha 2006 mengembangkan sebuah theoritical framework untuk
menjelaskan pemrosesan informasi oleh laki-laki dan perempuan. Kerangka teoritis ini kemudian digunakan untuk beberapa kajian misalnya dalam
auditing. O’Donel dan Johnson 1999 dalam Zulaikha 2006 melakukan studi apakah ada perbedaan usaha pemrosesan informasi dalam suatu
perencanaan prosedur analitis pada sebuah penugasan audit dapat dikaitkan dengan isu gender. Mereka menemukan bukti empiris bahwa ada ketidak
konsistenan hasil adanya pengaruh gender pada proses perencanaan prosedur analitis. Perempuan lebih memberikan usaha pemrosesan lebih intens dari
pada laki-laki dalam hal laporan keuangan yang konsisten dengan informasi tentang bisnis klien. Namun ketika terjadi perubahan fluktuasi kompleksitas
tugas dalam kasus eksperimen, maka terjadi sebaliknya dimana perempuan menjadi kurang usahanya dalam pemrosesan informasi. Hasil ini juga tidak
konsisten dengan Chung dan Monroe 2001 dalam Zulaikha 2006. Penelitian-penelitian diatas dilakukan di luar negeri, dimana dalam penelitian
4
tidak dijelaskan bagaimana peran perempuan yang dibentuk oleh budaya atau lingkungan masyarakat di negara yang bersangkutan.
Di Indonesia Menteri Pemberdayaan Perempuan merumuskan lima peran wanita: sebagai isteri yang membantu suami, sebagai ibu yang
mengasuh anak dan mendidik mereka, sebagai manajer di dalam mengelola rumah tangga, sebagai pekerja di berbagai sektor, dan sebagai anggota
organisasi masyarakat. Secara implisit perempuan mempunyai peran ganda bila mempunyai peran publik, yaitu yang dibentuk oleh sistem nilai
masyarakat Indonesia pada peran domestik rumah tangga dan peran publik itu sendiri.
Dengan adanya peran ganda tersebut maka muncul suatu pertanyaan apakah penelitian oleh Chung dan Monroe 2001 dalam Zulaikha 2006,
diatas relevan di Indonesia, karena di Indonesia, lingkungan masyarakatnya lebih menempatkan perempuan cenderung kepada peran domestik
Berninghausen dan Kerstan 1992 dalam Zulaikha 2006. Dengan demikian muncul sebuah pemikiran bahwa hasil penelitian Chung dan Monroe 2001;
Meyers-Levy 1986; O’Donel dan Johnson 1999 dalam Zulaikha 2006 diatas akan tidak konsisten apabila diterapkan di Indonesia, karena tuntutan
sistem nilai masyarakat yang menempatkan peran ganda perempuan. Dengan adanya peran ganda tersebut, yang lebih menempatkan perempuan pada
peran domestik, maka secara logika juga dapat mempengaruhi kemampuan perempuan dalam menyelesaikan suatu tugas yang mengandung kompleksitas
misalnya dalam menentukan judgment pada sebuah penugasan audit, 5
disamping juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor itu sendiri. Penelitian ini selanjutnya menitikberatkan pada aspek computer anxiety sebagai refleksi
sikap seseorang terhadap teknologi komputer yang dilihat dari perspektif gender.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rustiana 2004 yaitu computer self efficacy mahasiswa akuntansi dalam penggunaan teknologi
informasi: tinjauan perspektif gender. Perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada tahun penelitian, pada penelitian terdahulu dilakukan pada
tahun 2004 sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2009. Responden penelitian sebelumnya adalah mahasiswa akuntansi yang sedang mengambil
mata kuliah Sistem Informasi Manajemen, sedangkan penelitian ini mengambil responden auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di
wilayah DKI Jakarta. Perbedaan lainnya bahwa penelitian terdahulu bertujuan untuk mencari bukti empiris perbedaan computer self efficacy
mahasiswa akuntansi dalam penggunaan teknologi informasi berdasarkan gender, sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh computer anxiety terhadap keahlian komputer audit dengan perspektif gender sebagai variabel moderating. Namun pengaruh yang
dimaksud belum diketahui secara pasti, untuk itu penulis mencoba
menulisnya dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Computer Anxiety Terhadap Keahlian Komputer Audit Dengan Perspektif Gender Sebagai
Variabel Moderating studi empiris pada Akuntan Publik di DKI Jakarta
”. 6
B. Perumusan Masalah