dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air Effendi, 2003.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan pencemaran air sebagai masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau
tanda yang dapat diamati melalui Wardhana, 1995: 1.
adanya perubahan suhu air; 2.
adanya perubahan pH; 3.
adanya perubahan warna, bau dan rasa; 4.
adanya mikroorganisme. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar polutan
yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat Effendi, 2003. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer,
tanah, limpasan run off pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain.
2.4. Fitoplankton
Fitoplankton didefinisikan sebagai organisme mikroskopik yang hidup melayang dan mengapung di dalam air, tidak memiliki kemampuan untuk
bergerak karena keberadaannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air dan memiliki
kemampuan berfotosintesis Davis, 1995. Berdasarkan kemampuannya, fitoplankton dinyatakan sebagai dasar dari jaring-jaring makanan di dalam
ekosistem perairan. Fitoplankton terdiri dari divisi Chrysophyta diatom, Chlorophyta dan
Cyanophyta. Biasanya Chlorophyta dan Cyanophyta mudah ditemukan pada komunitas plankton perairan tawar sedangkan Chrysophyta dapat ditemukan
diperairan tawar dan asin. Komunitas fitoplankton umumnya didominasi oleh jenis fitoplankton yang berukuran lebih kecil dari 10 mm Soetrisno, 2002.
Fitoplankton bersifat autotrof yaitu dapat menghasilkan sendiri makanannya. Selain itu fitoplankton juga mengandung klorofil yang mempunyai
kemampuan berfotosintesis dengan menggunakan energi matahari untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Bahan organik inilah yang
menjadi makanannya dan sebagai sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi ekosistem di perairan Nontji, 2006.
Kemampuan fitoplankton yang dapat berfotosintesis dan menghasilkan senyawa organik membuat fitoplankton disebut sebagai produsen primer.
Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan merupakan sumber kehidupan bagi seluruh organisme hewani lainnya. Disamping penghasil oksigen, baik
langsung maupun tidak langsung ia merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton Prabandani, 2002.
Fitoplankton dapat dijadikan indikator biologi yang dapat menentukan kualitas perairan baik melalui pendekatan keragaman spesies maupun spesies
indikator. Fitoplankton sebagai indikator biologis bukan saja menentukan tingkat
kesuburan perairan, tetapi juga fase pencemaran yang terjadi dalam perairan Basmi, 1998.
2.5. Faktor Fisik yang Mempengaruhi Keberadaan Fitoplankton 2.5.1. Suhu
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu, misalnya alga dari divisi Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
berturut-turut 30
o
- 35
o
C dan 20
o
- 30
o
C. Divisi Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Chlorophyta dan diatom Effendi, 2003. Suhu berhubungan erat dengan persediaan makanan. Di dalam air yang
memiliki suhu tinggi, kebutuhan akan bahan makanan relatif lebih banyak dibandingkan dengan air yang bersuhu rendah. Suhu air juga mempengaruhi
pertukaran zat dari makhluk hidup Odum, 1993.
2.5.2. Kecerahan
Kecerahan sangat penting pada perairan karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis Parsons dan Takahashi, 1977. Kecerahan dipengaruhi oleh
intensitas sinar matahari, kekeruhan, dan warna air. Peningkatan kecerahan akan meningkatkan laju fotosintesis fitoplankton di dalam air Nybakken, 1992.
Kecerahan ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,
dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran Effendi, 2003.
2.5.3. Derajat Keasaman pH
Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Perairan dengan tingkat
kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif memiliki kisaran pH antara 6-9 karena dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam
perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton Odum, 1993.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 Effendi, 2003. Pada umumnya alga biru lebih menyukai
pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap asam pH6. Pada kisaran pH 4,5-8,5 dapat mendukung keanekaragaman jenis Chrysophyta
sedangkan diatom pada kisaran pH yang netral Weitzel, 1979. Aktivitas biologis seperti fotosintesis dan respirasi organisme serta
keberadaan ion-ion dalam perairan dapat mempengaruhi nilai pH. Perubahan pH akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas organisme serta secara
tidak langsung mempengaruhi keberadaan unsur hara yang ada di perairan.