BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan
ekonomi dan teknologi dalam kehidupan manusia. Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi
risiko dimasa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara
penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis
akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk
mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah
kebutuhan akan rasa aman dan terlindung, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Di zaman sekarang asuransi memegang peranan penting dalam
memberikan kepastian proteksi bagi manusia. Asuransi dapat memberikan proteksi terhadap kesehatan, pendidikan, hari tua, harta benda maupun kematian
yang ditujukan kepada masyarakat luas. Asuransi merupakan buah pikirian dan akal budi manusia untuk mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya, terutama sekali untuk kebutuhan-kebutuhannya yang hakiki sifatnya.
1
Asuransi sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu kegiatan di Indonesia merupakan sesuatu yang relatif baru, karena asuransi sendiri bukan
sesuatu yang “asli” yang berasal dari bumi Indonesia. Asuransi datang bersama- sama datangnya orang asing yaitu bangsa Belanda.
2
Perasuransian adalah istilah hukum legal term yang dipakai dalam perundang-undangan. Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang
berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan per-an,
maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Asuransi ini menjadi salah satu kebutuhan hidup yang
tak kalah penting di era globalisasi ini. Hal inilah yang mendorong cepatnya Asuransi baik sebagai suatu
lembaga maupun sebagai suatu bagian kegiatan perdagangan dalam tata perekonomian orang-orang Belanda dibawa kesini sebagai suatu kebutuhan
mereka. Asuransi dipergunakan sebagai suatu lembaga yang menjamin kepentingan mereka dalam bidang perdagangan dan perekonomian. Secara formal
masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia pada tahun 1848.
Berlakunya KUH Dagang Belanda di Indonesia adalah atas dasar asas konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23, yang diundangkan pada tanggal
30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
1
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal 30
2
Ibid., hal 50.
perkembangan perusahaan asuransi karena banyaknya penduduk yang khawatir akan jaminan keselamatan hidupnya. Definisi asuransi dapat ditemukan pada
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246 yang menyatakan bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang
penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu suatu peristiwa yang tidak pasti. Atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Sehingga dapat disimpulkan asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin
berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum jelas.
3
3
Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia., Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal 89
Selain itu secara khusus Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN, menurut Pasal 2
Undang-Undang BPJS berdasarkan asas kemanusiaan yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Manfaat yaitu asas yang bersifat
operasional yang menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif, sedangkan asas yang bersifat idiil yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sebagai badan Hukum Publik pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan Undang-Undang BPJS. Fungsi, tugas, wewenang, hak
dan kewajibannya juga diatur dalam Undang-Undang BPJS. Undang-Undang BPJS menentukan bahwa BPJS bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini
berbeda dengan Direksi PT Persero yang bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
Seperti diketahui bersama bahwa “Jaminan sosial merupakan hak setiap warga Negara yang dilindungi oleh Undang-Undang”. Namun kenyataannya
belum seluruh warga Negara mendapatkan akses Jaminan Sosial Nasional tersebut. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada alinea kelima, dinyatakan
bahwa keadilan sosial diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia dan Sistem jaminan sosial tercantum dalam Pasal 34 UUD Amandemen keempat Tahun 2002.
Melihat persoalan tersebut maka sesuatu yang wajar jika warga negara, termasuk semua pekerja menuntut untuk pengesahan undang-undang terkait
dengan program Jaminan Sosial tentang pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS. Walaupun Undang- Undang Sistem Jaminan Nasional
telah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, akan tetapi
belum mampu melaksanakan program tersebut sesuai dengan amanat UU, karena masih terkendala dengan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPJS. Hal ini terjadi karena dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menentukan, “BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial”.
Berdasarkan landasan filosofis di atas justru menyiratkan bahwa kedudukan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah bersifat urgen
dan harus diperoleh setiap warga Negara Indonesia yang dimana pada dasarnya Jaminan Sosial adalah dalam rangka menjamin perlindungan sosial dan
kesejahteraan serta memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. seperti yang di Undang-Undangkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi “untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan
program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi.
4
Dengan berubahnya PT JAMSOSTEK menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditemukan adanya perbedaan terhadap jenis program jaminan sosial dimana pada
masa jamsostek berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 dikenal program jaminan sosial yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sedangkan didalam Undang-Undang BPJS program jaminan didalam Pasal 18 yang meliputi
Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan
4
Zaeni asyhadie, Aspek-aspek Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jakarta; rajawali, 2008, hal 21
Pensiun, dan Jaminan Kematian. Inilah yang mendasari adanya perubahan mengenai sistem Asuransi, secara khusus pada pengaturan Asuransi Jiwa yang
terdapat di PT. JAMSOSTEK.
5
B. Permasalahan